14 research outputs found

    PENGEMBANGAN PAKAN BUATAN BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL DAN LIMBAH DENGAN SUBTITUSI TEPUNG CACING TANAH UNTUK MENDUKUNG PRODUKSI IKAN BANDENG UKURAN EKSPOR

    Get PDF
    Permintaan ikan bandeng untuk kebutuhan restoran, daerah lain seperti Jakarta dan Papua, serta ekspor umumnya mensyaratkan ukuran minimal 500 g. Ukuran ini sulit dicapai tanpa pemberian pakan tambahan. Harga pakan buatan yang relatif mahal, membuat petambak mencari alternatif dengan memberikan limbah mie instan, yang sekarang mulai sukar diperoleh karena jumlahnya yang terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan formulasi pakan buatan yang murah dan ramah lingkungan, tetapi dengan kualitas gizi yang dapat menjamin pertumbuhan ikan bandeng, sehingga tidak kalah dengan kualitas pakan ikan komersil. Hal ini dapat tercapai dengan memanfaatkan bahan baku pakan berbasis lokal dan limbah, serta pemanfaatan tepung cacing tanah sebagai sumber protein untuk mensubtitusi tepung ikan. Untuk mewujudkan pengembangan pakan buatan untuk ikan bandeng ini perlu dilakukan penelitian yang dirancang dalam periode waktu 3 tahun. Tahun 1 adalah uji coba formulasi pakan dengan memanfaatkan tepung cacing tanah sebagai sumber protein untuk mensubtitusi tepung ikan, serta memanfaatkan bahan baku lokal dari produk perikanan dan pertanian ataupun limbahnya, serta limbah pabrik pengolahan pangan yang ada di Sulawesi Selatan sebagai bahan baku untuk pembuatan pakan buatan bagi ikan bandeng. Tahun 2 adalah ujicoba modifikasi formulasi pakan yang idial untuk protein sparing effect, yaitu dengan menyeimbangkan sumber energi pakan (protein, karbohidrat, dan lemak) dilengkapi dengan kadar vitamin dan mineral yang optimal. Tahun 3 adalah aplikasi bioteknologi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku pakan dan pakan buatan, seperti penggunaan mikroorganisme untuk proses fermentasi bahan baku pakan, probiotik dan enzim pencernaan sebagai biodegradator pakan buatan, serta pengaturan persentase dan time schedule pemberian pakan. Pada penelitian tahun I telah dilakukan percobaan dengan memformulasi pakan dari berbagai jenis bahan baku lokal dan limbah, yang dibagi dalam 2 percobaan. Percobaan 1 : memformulasi 4 formula pakan buatan dengan mensubtitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah (Lumbricus sp.), yaitu pakan A = 0%; pakan B = 34,62%; pakan C = 65,38%; dan pakan D = 100%; dan Percobaan 2 : memformulasi 4 formula pakan buatan dengan mensubtitusi tepung kacang kedelai dengan tepung kacang merah, yaitu pakan A = 0%; pakan B = 33,33%; pakan C = 66,67%; dan pakan D = 100%. Berdasarkan pengujian kualitas organoliptik dan fisik ke-8 formula pakan yang dibuat dapat memenuhi kriteria pakan untuk ikan bandeng. Pengujian kimiawi menunjukkan ke-8 jenis pakan tersebut memenuhi syarat nutrisi yang dibutuhkan ikan bandeng. Ditemukan juga teknologi pembuatan pakan buatan untuk ikan bandeng yang efisien. Pengujian lebih lanjut dengan uji biologis, memperlihatkan bahwa tepung cacing tanah (Lumbricus sp.) dapat mensubtitusi tepung ikan sampai 100% dan kacang merah dapat mensubtitusi kacang kedelai 66.67-100% pada pakan buatan untuk ikan bandeng dengan kualitas gizi yang dapat menjamin pertumbuhan ikan bandeng. Ditemukan pula bahwa pakan buatan yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar nutrien yang seimbang dan merupakan campuran berbagai bahan baku pakan agar kandungan nutriennya saling melengkapi

    PENGARUH SALINITAS TERHADAP METABOLISME KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)

    Get PDF
    The aim of this research was to know the effect salinity on metabolism of mud crab (Scylla olivacea). The research was carried out in circular plastic tanks consist of water at amount 16 l in closed system. The expriments were done using complete randomized design with 4 treatments and 3 replication. The salinity treatments were: (A) 5, (B) 15, (C) 25 and (D) 35‰. The Test animal used were female mud crab with average body weight was 20 ± 0,5 g that stocked by three individuals per tank. Analysis variance and Tukey test were used to reveal the effect of treatments. The result showed that salinity was significantly (p < 0,01) affect to basal, feeding, routine metabolism and SDA (Spesific Dynamic Action). The highest value of mud crab basal metabolism rate was 0.17 kJ/g body weight/day produced at salinity 5‰ and the lowest was 0.14 kJ/g body weight/day. The highest value for feeding, routine metabolism rate and SDA of mud crab produced at 25‰ with 0.49; 0.42 dan 0.35 kJ/g body weight/day, respectively, and the lowest were 0.47; 0.37 dan 0.30 kJ/g body weight/day that resulted by salinity of 5‰. For culture purpose of mud cab, it is recommended to use the salinity level of 25‰

    PENGARUH BERBAGAI KONDISI PENCAHAYAAN TERHaDAP laju pemangsaan pakan DAN SINTASAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) STADIA ZOEA SAMPAI MEGALOPA

    Get PDF
    ????????????Kepiting bakau merupakan salah satu biota perairan bernilai ekonomis penting dan telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai kondisi pencahayaan terhadap laju pemangsaan pakan dan sintasan larva kepiting bakau (Scylla olivacea). Penelitian dilaksanakan di Balai budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan selama 30 hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan kondisi pencahayaan dan masing-masing 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas kondisi cahaya terbuka (TT), setengah terbuka (ST), dan tertutup (TB). Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji Tukey digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa kondisi pencahayaan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) pada laju pemangsaan pakan dan sintasan larva kepiting bakau (S. olivacea) stadia zoea sampai megalopa. Laju pemangsaan pakan dan sintasan tertinggi dihasilkan pada kondisi pencahayaan setengah terbuka yakni 65,46 dan 18,32%, sedangkan terendah pada kondisi terbuka yakni 38,56 dan 7,38%

    Effect of Basin Color on The Performance of Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus)

    Get PDF
    Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is a sea crab that is widely found in Indonesian waters. One of the determinants of the success of crab cultivation is the availability of quality seeds. Howewer, blue swimming crab hatchery is currently experiencing problems, namely unstable seed availiability due to high mortality and growth at the larvae stage. This research aims to evaluate the effect of various colors of rearing basins of feeding rate and survival rate of blue swimming crab larvae (P. pelagicus) in zoea stage. The larvae for the study was zoea-1 stage with a stocking density of 50 ind/L. The basins used in this study was a round plastic basin with a volume of 40 L filled with 30 L of media water. The feed used was rotifer and artemia nauplius. The method used was a completely randomized design consist of 4 treatments and 3 replications. The treatments that were the use black, green, blue, and red basins colors. The results of the analysis of variance showed that the color of the basins had a significant effect on the feeding rate (p &lt; 0,05) and very significant on survival rate (p &lt; 0,01) for small blue swimming crab larvae were produced in black basins 90.14 and 16.60%

    PRODUK INOVASI KEPITING “KAMBU” PULAU SALEMO-SPERMONDE, PANGKAJENE KEPULAUAN

    Get PDF
    Pulau Salemo merupakan daerah penghasil rajungan yang berada di Kabupaten Pangkep. Potensi rajungan yang melimpah dimanfaatkan oleh pengumpul untuk dijual ke unit pengolahan rajungan dan diambil daging rajungannya sedangkan cangkang rajungan terbuang tanpa pemanfaatan lebih lanjut. Oleh sebab itu perlu upaya untuk mengatasi penumpukan cangkang rajungan menjadi produk bernilai ekonomi, salah satunya diolah menjadi Kepiting Kambu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendifusikan teknologi surimi sebagai pengganti daging rajungan dalam pembuatan Kepiting Kambu dan teknik pemasaran yang tepat pada kelompok usaha bersama (KUB) pulau Salemo sehingga produk yang dihasilkan bisa dipasarkan. Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu melakukan survey lokasi, persiapan teknologi yang akan didifusikan kepada masyarakat serta sosialisasi dan pelatihan pembuatan Kepiting Kambu hingga pendampingan dan evaluasi program. Hasil pengabdian dikatakan berhasil berdasarkan nilai pre-post test masyarakat karena ada peningkatan pengetahuan setelah sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan. Kata kunci: Pangkep, rajungan, kepiting kambu, surimi. ABSTRACT Salemo Island is a crab-producing region in Pangkep Regency, South Sulawesi Province. Collectors take the benefit of the abundance of crabs by selling them to a processing unit that processes the crab meat and leaving the crab shells to be wasted. Therefore, it is necessary to make efforts to prevent the accumulation of crab shells by processing them into products which have economic value. Crabs can be processed into Kambu Crab. The objective of this project is to disseminate surimi technology as a substitute for crab meat in the production of Kambu Crab at Kelompok Usaha Bersama (KUB) Salemo Island and to identify appropriate marketing strategies so that Kambu Crab may be commercialized. This activity is carried out in several stages, namely conducting site surveys, preparing technology to be fused to the community as well as socialization and training on making Kambu Crab to mentoring and program evaluation. Based on the value of the community's pre-posttest, the outcomes of the service are considered effective because there is an improvement in knowledge following socializing and training. Keywords: Pangkep, crab, kambu crab, surimi

    PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU Scylla olivacea DENGAN RASIO JANTAN-BETINA BERBEDA YANG DIPELIHARA PADA KAWASAN MANGROVE

    Get PDF
    Budidaya kepiting bakau untuk penggemukan potensial untuk dikembangkan pada kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rasio jantan dan betina yang tepat pada budidaya penggemukan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang dipelihara pada kawasan mangrove. Penelitian dilaksanakan di kawasan mangrove Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan. Hewan uji yang digunakan adalah kepiting bakau (S. olivacea) jantan dan betina berukuran bobot 250 ± 10 g yang ditebar dengan kepadatan 10 ekor/kurungan. Wadah yang digunakan adalah kurungan bambu berukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 1,0 x 1,0 x 1,0 m3 yang ditempatkan di kawasan mangrove. Pakan yang digunakan adalah ikan-ikan rucah dosis 10% dari biomassa kepiting dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari sebesar  30% dan 70%. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah rasio kepiting jantan dan betina, yaitu: 7:3, 6:4, 5:5, 4:6 dan 3:7 ekor/kurungan. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa rasio jantan dan betina tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada sintasan kepiting, akan tetapi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) pada pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian kepiting bakau (S. olivacea). Sintasan yang dihasilkan berkisar 93,33-100%, pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian kepiting tertinggi dihasilkan pada rasio jantan dan betina 7:3 dan 6:4 ekor/kurungan yakni 56,99 g dan 1,35%; 56,25 g dan 1,36%/hari sedangkan terendah pada rasio 3:7 ekor/kurungan yakni 28,97 g dan 0,73%/hari

    PENDAMPINGAN TEKNOLOGI DAN PEMASARAN PRODUK KEPITING KAMBU KHAS PULAU SALEMO, DESA MATTIRO BOMBANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN

    Get PDF
    Kepiting kambu merupakan produk olahan hasil laut yang menjadi ciri khas Masyarakat di Pulau Salemo, Desa Mattiro Bombang, Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara, Kabupaten Pangkep. Kepiting kambu ini merupakan produk yang berupa cangkang kepiting rajungan kemudian diberi isian, Adapun isian dari kepiting kambu saat ini di Pulau Salemo telah beragam seperti isian sayur, otak-otak, bakso dan isian kelapa. Pada tahun 2022 di Pulau Salemo telah dibentuk KUB yaitu KUB Salemo di Desa Mattiro Bombang yang memproduksi kepiting kambu, hanya saja proses penjualan atau pemasarannya masih sangat terbatas. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk melakukan pendampingan terkait teknologi dan pemasaran produk kepiting kambu di Pulau Salemo. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengaplikasikan teknologi surimi pada isian otak-otak sebagai varian baru dari kepiting kambu di Pulau Salemo serta teknik pemasaran yang tepat terkait penjualan kepiting kambu sehingga produk yang dihasilkan memiliki pasar yang lebih luas. Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu kordinasi dengan mitra dan persiapan pengabdian, persiapan teknologi, sosialiasi dan pendampingan, serta pelatihan pembuatan kepiting kambu. Hasil pengabdian dikatakan berhasil berdasarkan nilai pre-post test masyarakat karena ada peningkatan pengetahuan setelah sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan. Kata kunci: Pemasaran, kepiting kambu, Desa Mattiro Bombang. ABSTRACT Kambu crab is a processed seafood product that characterizes the community on Salemo Island, Mattiro Bombang Village, North Liukang Tuppabiring District, Pangkep Regency.This kambu crab is a product in the form of a crab shell and then given a filling, the filling of kambu crabs currently on Salemo Island has varied such as vegetable filling, brain-brain, meatballs and coconut filling. In 2022 on Salemo Island, a KUB was formed, namely KUB Salemo in Mattiro Bombang Village, which produces kambu crabs, but the sales or marketing process is still very limited. Therefore, it is necessary to provide assistance related to technology and marketing of kambu crab products on Salemo Island, Mattiro Bombang Village. The purpose of this activity is to provide technology and assistance related to proper marketing related to the sale of kambu crabs so that the products produced have a wider market and are known by consumers not only in the Mattiro Bombang Village area. This activity was carried out in several stages, namely coordination with partners and preparation for service, preparation of technology, socialization and assistance, and training in making kambu crabs. The results of the service are said to be successful based on the community's pre-post test scores because there is an increase in knowledge after the socialization and assistance carried out. Keywords: Marketing, kambu crab, Mattiro Bombang villag

    SUBTITUSI TEPUNG KACANG KEDELAI DENGAN TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIAWI PAKAN BUATAN UNTUK IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

    No full text
    Kacang kedelai (Glycine max) adalah salah satu bahan baku pakan ikan yang mahal, karena produk impor dan bersaing dengan kebutuhan manusia. Jenis kacang lokal yang dapat dipertimbangkan pengganti kacang kedelai adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris). Kualitas bahan baku dan komposisi yang tepat akan menghasilkan pakan buatan yang berkualitas dengan tingkat water stability yang tinggi, disukai, dan aman bagi ikan bandeng. Tujuan penelitian ini mengevaluasi sifat fisik dan kimiawi pakan buatan yang diformulasi pada berbagai tingkat subtitusi tepung kacang kedelai dengan kacang merah. Perlakuan yang diuji tingkat subtitusi tepung kacang kedelai dengan tepung kacang merah dalam pakan buatan ikan bandeng, yaitu : pakan A. 0%; pakan B. 33,33%; pakan C. 66,67%; dan pakan D. 100%. Peubah yang diamati adalah uji organoleptik (tekstur, aroma, dan warna); uji fisik (stabilitas pakan dalam air, tingkat kekerasan, tingkat homogenitas, kecepatan tenggelam, serta daya pikat dan daya lezat pakan) dan uji kimiawi (kandungan nutrien pakan, yaitu protein, lemak, BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen), serat kasar, dan abu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa berbagai tingkat subtitusi tepung kacang kedelai dengan tepung kacang merah menghasilkan kualitas pakan yang sama dan memiliki kandungan nutrien dalam kisaran kebutuhan ikan bandeng. Dengan demikian, tepung kacang merah dapat mensubtitusi tepung kacang kedelai dalam pakan buatan ikan bandeng sampai 100%

    KADAR GLUKOSA DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA DEPOSISI GLIKOGEN HATI DAN OTOT PADA BERBAGAI LEVEL KROMIUM ORGANIK (Cr+3) DAN KARBOHIDRAT PAKAN BUATAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

    No full text
    Permasalah faktual yang dihadapi adalah adanya kendala fisiologis yang berkaitan dengan kurang efisiennya pemanfaatan karbohidrat pakan oleh udang. Hal tersebut disebabkan pemasukan (influx) glukosa hasil hidrolisis enzimatik karbohidat pakan ke dalam darah dan selanjutnya dari darah masuk ke dalam sel kurang memenuhi kebutuhan energi metabolisme sel, sehingga protein yang dikatabolisme. Hidrolisis karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana seperti glukosa terutama terjadi di dalam usus halus. Proses tersebut melibatkan aktivitas enzim amilase. Pada Tingkat penyerapan, mekanisme pompa natrium (sodium pump) yang melibatkan aktivitas enzim Na+ATPase pada akhirnya berperan dalam pengaturan konsentrasi glukosa dalam darah. Pemanfaatan glukosa yang kurang maksimum sebagai sumber energi metabolisme sel menyebabkan fungsi sejumlah asam amino dan asam lemak berubah menjadi sumber energi. Hal ini berarti pemanfaatan karbohidrat dan konsekuensinya protein pakan untuk pertumbuhan menjadi kurang efisien.\ud Rendahnya kemampuan udang dalam memanfaatkan glukosa untuk energi metabolisme diduga berkaitan dengan bioaktivitas dan kapasitas kinerja insulin, serta jumlah reseptor insulin yang kurang optimum. Pada tingkat seluler, dengan cara transpor aktif glukosa memerlukan fasilitas pengangkut, yaitu GLUT (Glucose Transpoter) agar dapat melewati membran sel dan masuk ke dalam sitosol sebelum dimetabolisme lebih lanjut menjadi energi. Transpor aktif glukosa dari darah ke dalam sel memerlukan bantuan insulin. Kegiatan ini sangat ditentukan oleh keberadaan kromodulin. Menurut Vincent (2000) kromodulin dikenal sebagai GTF (glucosa tolerance faktor), yaitu suatu oligopeptida yang mengikat kromium dan berbobot molekul rendah. Kromodulin berperan dalam meningkatkan affinitas atau potensi kinerja hormon insulin yang menstimulasi GLUT (glukosa transporter) memasukkan glukosa dari darah ke dalam sel, memacu glikogenesis, lipogenesis, dan pengangkutan serta pengambilan asam amino oleh sel melalui sensitivitas rseptor insulin (Vincent, 2000; Cefalu et al., 2002). Peningkatan aktivitas insulin yang berkaitan dengan naiknya sensitivitas maupun kuantitas reseptor insulin akan mempercepat aliran glukosa darah ke dalam sel target untuk segera dimanfaatkan (Kegley et al., 2000; Vincent, 2000; Moon, 2001; Cefalu et al., 2002). Pemanfaatan glukosa darah yang semakin cepat untuk pemenuhan kebutuhan energi akan mengurangi katabolisme protein sebagai sumber energi, sehingga menaikkan efisiensi penggunaan protein. Naiknya efisiensi penggunaan protein diharapkan akan meningkatkan deposisi protein tubuh, yang berarti terjadi pertambahan bobot atau pertumbuhan.\ud Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan glukosa darah tersebut adalah dengan menambah kromium organik dalam pakan. Kromium sebagai komponen kromodulin merupakan mikromineral esensial yang memiliki kisaran tertentu agar berfungsi secara optimum. Subandiono (2004) melaporkan bahwa penambahan kromium organik dengan kadar 1,5 ppm Cr+3 efektif meningkatkan influx glukosa dalam sel dan penggunaan karbohidrat pakan pada ikan gurame. Dengan demikian, perlu dilakukan evaluasi suplementasi kromium organik yang optimum yang dapat mempercepat tercapainya titik puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa dan trigliserida darah pada udang windu. Hal ini berhubungan dengan pemasukan (influx) glukosa hasil hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan ke dalam darah dan selanjutnya masuk ke dalam sel. Peningkatan pemasukan glukosa ke dalam sel diharapkan dapat meningkatkan penggunaan karbohidrat sebagai sumber energi. Hal ini juga dapat diindikasikan oleh adanya pembentukan trigliserida darah, penyimpanan glikogen di hati dan otot, serta pertambahan bobot.\ud Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tercapainya puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa dan trigeliserida darah pada udang windu yang diberi suplemen kromium organik dalam pakan, serta pengaruhnya pada deposit glikogen hati dan otot. Hasil penelitian ini diharapkan berguna salah satu sebagai bahan informasi tentang penggunaan suplemen kromiun organik pada pembuatan pakan udang windu.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tercapainya puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa dan trigeliserida darah pada udang windu yang diberi suplemen kromium organik dalam pakan, serta pengaruhnya pada deposit glikogen hati dan otot. Penelitian dilaksanakan pada bulan bulan Juli sampai Oktober 2010 di Unit Hatchery Mini, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Wadah yang digunakan pada percobaan ini adalah akuarium kaca yang dirancang dengan sistem resirkulasi berukuran 50 x 40 x 35 cm berjumlah 20 buah. Hewan uji adalah juvenil udang windu masing-masing 15 ekor per satuan percobaan dengan bobot total 4 g atau rata-rata 0,27 g. Pakan uji adalah pakan buatan berbentuk pellet yang diformulasi sesuai dengan perlakuan dan disuplementasi dengan kromium organik (Cr+3) masing-masing dengan kadar perlakuan. Percobaan ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 9 perlakuan level karbohidrat 30, 40, 50% dan level Kromium organik (Cr3+) 1, 2, dan 3 ppm, serta pakan kontrol. Setiap perlakuan masing-masing mempunyai 2 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa dan trigliserida darah juvenil udang windu mencapai puncak dan permulaan turunnya puncak pada jam ke-4 dan 6 post prandial. Kadar glikogen hati dan otot tertinggi dihasilkan pada udang yang mengkonsumsi pakan kadar karbohidrat level 30 dan 40 % dengan suplementasi kromium 1 dan 2 ppm, sedangkan terendah pada kadar karbohidrat 50%. Dalam budidaya udang windu disarankan menggunakan pakan kadar karbohidrat 40% dan suplementasi kromium 2 ppm.This study aims to assess the achievement of the peak and the beginning of the decline in peak blood glucose levels and trigeliserida on shrimp supplemented with organic chromium in feed, and its effects on liver and muscle glycogen deposits. The experiment was conducted in July through October 2010 at the Mini Hatchery Unit, Faculty of Marine Sciences and Fisheries Unhas. The container used in this experiment is designed with glass aquarium recirculation system size of 50 x 40 x 35 cm amounted to 20 pieces. Animal testing is a juvenile tiger prawns each with 15 birds per experimental unit with a total weight of 4 g or an average of 0.27 g. Forage testing is a form of artificial feed pellets are formulated in accordance with the treatment and supplemented with organic chromium (Cr +3) each with levels of treatment. These experiments are designed using Completely Randomized Design with 9 treatment levels of carbohydrates 30, 40, 50% and levels of organic chromium (Cr3 +) 1, 2, and 3 ppm, and feed controls. Each treatment each had two replicates. The results showed that blood glucose levels and triglycerides juvenile tiger prawns and the beginning of the decline in peak hour to peak at 4 and 6 post-prandial. Liver and muscle glycogen levels produced the highest in shrimp feed ingestion levels of carbohydrate level 30 and 40% with chromium supplementation 1 and 2 ppm, while the lowest at 50% carbohydrate content. In the cultivation of black tiger shrimp feed carbohydrate levels is recommended to use 40% and 2 ppm chromium supplementation

    PENGARUH BERBAGAI KONDISI PENCAHAYAAN TERHADAP LAJU KONSUMSI PAKAN DAN SINTASAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) STADIA ZOEA SAMPAI MEGALOPA The Effect Of Various Lighting Condition On Feed Predation And Survival Rate Of Mud Crab (Scylla Olivacea) Larvae Stadium Zoea Until Megalopa

    No full text
    Kepiting bakau merupakan salah satu biota perairan bernilai ekonomis penting dan telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai kondisi pencahayaan terhadap laju pemangsaan pakan dan sintasan larva kepiting bakau (Scylla olivacea). Penelitian dilaksanakan di Balai budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan selama 30 hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan kondisi pencahayaan dan masing-masing 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas kondisi cahaya terbuka (TT), setengah terbuka (ST), dan tertutup (TB). Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji Tukey digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa kondisi pencahayaan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) pada laju konsumsi pakan dan sintasan larva kepiting bakau (S. olivacea) stadia zoea sampai megalopa. Laju pemangsaan pakan dan sintasan tertinggi dihasilkan pada kondisi pencahayaan setengah terbuka yakni 65,46 dan 18,32%, sedangkan terendah pada kondisi terbuka yakni 38,56 dan 7,38%
    corecore