8 research outputs found

    Nahdlatul Ulama dan Kedaulatan Nation-State Indonesia

    Get PDF
    Nahdlatul Ulama (NU) lahir secara resmi pada tahun 1926, tetapi didahului oleh cikal-bakal beberapa organisasi, yakni Nahdlatul Tujjar, Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan. Ketiga organisasi inilah yang melahirkan dan membentuk NU sebagai organisasi keagamaan, keislaman, dan kemasyarakatan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Nahdlatul Ulama (NU) dengan Aswaja sebagai basis ideologi memberikan kontribusi dalam menegakkan dan mengukuhkan kedaulatan nation-state Indonesia dari gempuran penjajahan imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme. NU yang dinakhodai pertama kali oleh K. H. Hasyim Asy’ari mempunyai sikap kebangsaan yang kokoh dan kuat dalam membela nusantara terhadap penjajahan imperialisme kolonial Belanda dan paham-paham keagamaan yang menghilangkan tradisi-tradisi yang telah tertanam kuat sejak dahulu dibawa oleh para penyebar ajaran Islam pertama kali. Sikap mempertahankan negeri dalam cengkeraman penjajah dan penindas oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para ulama lainnya, ternyata telah tertanam kuat dalam sanubari mereka sejak belajar dan memperdalam pengetahuan agama Islam di Mekkah.Nahdlatul Ulama (NU) lahir secara resmi pada tahun 1926, tetapi didahului oleh cikal-bakal beberapa organisasi, yakni Nahdlatul Tujjar, Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan. Ketiga organisasi inilah yang melahirkan dan membentuk NU sebagai organisasi keagamaan, keislaman, dan kemasyarakatan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M.Nahdlatul Ulama (NU) dengan Aswaja sebagai basis ideologi memberikan kontribusi dalam menegakkan dan mengukuhkan kedaulatan nation-state Indonesia dari gempuran penjajahan imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme.NU yang dinakhodai pertama kali oleh K. H. Hasyim Asy’ari mempunyai sikap kebangsaan yang kokoh dan kuat dalam membela nusantara terhadap penjajahan imperialisme kolonial Belanda dan paham-paham keagamaan yang menghilangkan tradisi-tradisi yang telah tertanam kuat sejak dahulu dibawa oleh para penyebar ajaran Islam pertama kali. Sikap mempertahankan negeri dalam cengkeraman penjajah dan penindas oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para ulama lainnya, ternyata telah tertanam kuat dalam sanubari mereka sejak belajar dan memperdalam pengetahuan agama Islam di Mekkah

    PEMIKIRAN KH. ABDURRAHMAN WAHID: PESANTREN FIQH-SUFISTIK DAN PRIBUMISASI ISLAM

    Get PDF
    ABSTRAKTulisan ini menyajikan hasil penelitian tentang pemikiran keagamaan KH. Abdurrahman Wahid dalam pesantren fiqh-sufistik dan pribumisasi Islam. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dan analisa kritis dalam melihat pesantren bercorak fiqh-sufistik dan pribumisasi Islam. Hasil penelitian menemukan bahwa KH. Abdurahman Wahid – Gus Dur – jalur keilmuan pesantren terdiri dari dua gelombang, abad XIII bercorak sufistik dan abad XIX bercorak fiqh, sehingga Islam yang dihasilkan oleh pesantren adalah Islam yang lentur dan tidak kaku. Islam bercorak fiqh-sufistiklah yang menyebar dan berkembang di Indonesia yang terus digalakkan dan disebarkan oleh para penganjur dan ulama Indonesia. Atas dasar inilah, sehingga Gus Dur melakukan lompatan berpikir di zamannya dengan menggelorakan "Pribumisasi Islam"

    FENOMENA ZIARAH MAKAM WALI DALAM MASYARAKAT MANDAR

    Get PDF
    This paper presents the results of research on the phenomenon of the pilgrimage to the graves of wali’s in the Mandarese community of the South Sulawesi. This study used a descriptive qualitative method to describe the behavior of pilgrimage to the graves of the wali’s by the Mandarese community by observing the graves of Syekh Abdul Mannan, Syekh Abdurrahim Kamaluddin and Imam Lapeo. Data were collected using interview and observation methods, as well as conducting a Focus Group Discussion (FGD) in Majene. The research was conducted from March to October 2020. The results of the study found that the Mandarese society always made pilgrimages to the tomb of Syekh Abdul Mannan (as the first propagator of Islam in the Banggae area), the tomb of Syekh Abdurrahim Kamaluddin (as the first spreader of Islam in the Binuang-Tinambung area), and the tomb of Imam Lapeo (Mandarese Islamic preacher who is believed to have karamah) because the Mandarnese society made the tomb as religious tourism, the grave as a place where prayers are answered, a place to receive blessings, and also as a place to study Islamic history in the Mandarnese region.Artikel ini menyajikan hasil penelitian tentang fenomena ziarah makam wali dalam masyarakat Mandar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan perilaku ziarah ke makam wali oleh masyarakat Mandar dengan mengamati makam Syekh Abdul Mannan, Syekh Abdurrahim Kamaluddin dan Imam Lapeo. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, dan observasi, serta melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di Majene. Penelitian dilakukan mulai dari Maret s/d Oktober 2020. Hasil penelitian mendapatkan bahwa masyarakat Mandar senantiasa melakukan ziarah ke makam Syekh Abdul Mannan (sebagai penyebar Islam pertama kali di daerah Banggae), makam Syekh Abdurrahim Kamaluddin (sebagai penyebar Islam pertama kali di daerah Binuang-Tinambung), dan  makam Imam Lapeo (Pendakwah Islam Mandar yang dipercaya mempunyai karamah) disebabkan masyarakat Mandar menjadikan makam sebagai wisata religi, tempat mustajab berdoa, tempat mendapat berkah, dan juga sebagai tempat belajar sejarah Islam di wilayah Mandar.

    Peduli Lingkungan, Adat dan Budaya di Desa Mohiyolo dan Pengembangan Kawasan Wisata Air Terjun Desa Bontula

    Get PDF
    The implementation of the Thematic KKN this time is somewhat different from previous years, where according to the Term of Reference (TOR) the Work Program or program topic is not determined, but students will develop a work program based on the results of the assessment of village needs and the results of coordination with the community and village government. Therefore, the theme of the activities that become the Core Program of KKN will only be known after students conduct field observations and assessments. Based on the results of the community needs assessment, it was found that the core programs in 2 (two) villages were the locations of the KKN (Posko) namely: 1). Mohiyolo village, Asparaga sub-district, Gorontalo district, are: Caring for the Environment, Customs and Culture in Mohiyolo Village, and 2). Bontula Village, Asparaga District, Gorontalo Regency, carries the core program of Waterfall Tourism Area Development in Bontula Village. The implementation of the Thematic Community Service Program in Developing Villages has resulted in or can form: 1). Village cares for the Environment, Green and Free from flooding; 2) The community cares about customs and culture; 3) The younger generation thinks critically through concern for literacy; 4) Increasing village income through the development of tourism potential, especially the Bontula waterfall; 5) Increasing public knowledge regarding the importance of continuing education in order to create superior and educated human resources; 6) Increasing the number of people who carry out vaccinations to support government programs in accelerating mass vaccination; and 7) Increasing community participation related to environmental awareness through the construction of pilot waste bins

    PARADIGMA BERFIKIR NAHDATUL ULAMA DAN GAGASAN MODERASI

    No full text
    This article elaborates on the paradigm of thinking Nahdlatul Ulama as one of the largest religious organization in Indonesia. NU was born officially in 1926, but was preceded by a forerunner of several organizations, the Nahdlatul Tujjar, Tashwirul Afkar and Nahdlatul Wathan. These organizations that generate and shape of NU. NU was born and formed to save every human individual from the divisions and unite in upholding commanding the good and forbidding the evil. Appropriate understanding of the basic principles of religion which was built by NU born in accordance with the requirements and can be used in view of today's reality, then prudence is indispensable to it. It is necessary, not to close the door of ijtihad, and not also in order to liberalize the individual may perform ijtihad, but more oriented to the benefit of the people. In social change, religion is only a supplementary function as well as a means for the process of change itself, not religion that makes changes to it. The world's developing world of its own discretion. Religion only affects the world as far as ready influenced, not more than that. Once religion transformed himself into a decisive, no longer only affect but decisive, then he has become materialistic

    Harmoni Sosial Komunitas Beda Agama di Permukiman Transmigrasi Desa Karave Kab. Mamuju Utara

    No full text
    Disertasi ini membahas tentang harmoni sosial komunitas beda agama di permukiman transmigrasi Desa Karave Kabupaten Mamuju Utara dengan fokus pembahasan yaitu bagaimana harmoni sosial komunitas beda agama di kabupaten Mamuju Utara, yang dijabarkan dalam rumusan masalah: bagaimana pola dan bentuk harmoni sosial di permukiman transmigrasi desa Karave Kabupaten Mamuju Utara; bagaimana peran elit formal dan non-formal dalam melestarikan harmoni sosial di permukiman transmigrasi desa Karave Kabupaten Mamuju Utara; dan bagaimana upaya peningkatan harmoni sosial di permukiman transmigrasi desa Karave tersebut. Jenis penelitian ini adalah kualitatif lapangan yang berlokasi di desa Karave Kecamatan Bulu Taba Kabupaten Mamuju Utara. Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan teologis, sosiologi dan historis. Sumber data berasal dari data primer yang didapatkan dari aparatur desa, tokoh agama, tokoh pemuda agama dan masyarakat, sedangkan data sekunder didapatkan dari hasil karya para pakar di bidang transmigrasi dan kerukunan umat beragama serta hasil penelitian terkait dengan harmoni sosial. Pengumpulan data menggunakan teknik; observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul tetap dilakukan pengujian keabsahan data. Pengolahan data dan analisis data diawali dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harmoni sosial komunitas beda agama di permukiman transmigrasi dapat dilihat dari bentuk dan pola interaksi sosial warga desa Karave yang berlatar belakang beda agama, etnis dan suku (Islam, Kristiani, katolik dan Hindu) lebih cenderung ke interaksi sosial asosiatif yang dapat menjadi modal sosial dalam mewujudkan desa yang menghargai kerukunan umat beragama dan hingga kini belum terjadi konflik yang bernuansa agama (damai). Adapun bentuk dan pola harmoni sosial yakni adanya faktor pendukung tercipta dan terbangunnya harmoni sosial, diantaranya: 1). Kesadaran akan kebhinnekaan. 2). Melakukan perlombaan dan pertandingan agustusan serta kegiatan positif lainnya dalam rangka mempererat jalinan silaturahim. (3). Memperkokoh jejaring sosial dalam kelompok tani sawit. Sedangkan faktor yang menghambat proses terciptanya harmoni sosial, sebagai berikut: 1). Etnis pendatang yang sering bikin onar. (2). Meninggalkan adat-istiadat yang sopan santun. Adapun peran elit formal dan nonformal Desa Karave dalam melestarikan harmoni sosial yakni (1). Silaturahmi dialogis; (2). Peran Ulama dan Umara; (3). Konsolidasi untuk merawat desa; (4). Peran elit sebagai transformator kerukunan. Sedangkan dalam upaya meningkatkan dan melestarikan harmoni sosial yakni (1). Mengukuhkan kearifan lokal sebagai perekat sosial; (2). Membangun dan menghidupkan komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk saling menghargai; (3). Meminimalisasi karakter individualistik; (4). Serta pentingnya seorang pemimpin dalam merawat sikap toleran. Implikasi penelitian ini adalah perlunya semakin ditingkatkan nilai-nilai kearifan lokal guna melestarikan keharmonisan di permukiman transmigrasi. Begitu pula, peran elit formal dan non-formal desa Karave tak bisa dinafikan begitu saja, peningkatan peran proaktif untuk menjaga pluralisme dan kerukunan umat beragama sangat penting. Selanjutnya, upaya dalam peningkatan harmoni sosial, masyarakat dan pemerintah kabupaten Mamuju Utara bekerjasama dalam rangka meningkatkan pembuatan kegiatan-kegiatan yang mengarahkan langgengnya kerukunan umat beragama dan harmoni sosial semakin lebih baik

    ISLAM AND AGRARIAN: STUDY ON NAHDHATUL ULAMA'S RELIGIOUS SOCIAL THOUGHT

    No full text
    The objective of this research is to elaborate on Islam and agrarian on Nahdlatul Ulama's thought of religion. The method of this research is descriptive qualitative and library research. The result of this study reveals that NU as a social organization involved in struggling Indonesia to expel the colonial and to increase social life level with agrarian reinforcement as well. The cause of the Nahdhatul Ulama involved is on its ideology method related to the reality of Indonesian society. The ideologies of Nahdhatul Ulama are (1). To make Indonesia a peaceful country (Dār al-Salām), not Dār al-harb (unpeaceful country); (2). Going back to Khittah 1926: NU as Jam’iyah Diniyyah wal Ijtimā‘iyyah, not Jam’iyyah Siyāsiyyah; and (3). Ahlu Sunnah wal jama’ah (ASWAJA) as Manhaj al-Fikr (way of thinking).Keywords: Nahdlatul Ulama; Ahlu Sunnah wal Jama'ah; Agrarian; Manhaj al-Fikr; a way of thinking. الملخص يعرض هذا البحث نتائج البحث فى الفكر الإسلامي عند نهضة العلماء عن الإسلام والزراعة، ويستخدم الطريقة الوصفية النوعية والدراسة المكتبية. وجدت نتائج البحث ان نهضة العلماء تمثل  اجتماعية تشارك في الدفاع عن الدولة الإندونيسية بالمشاركة في طرد الغزاة وهي تساهم فى تحسين حياة الناس من خلال تعزيز الشؤون الزراعية. ولقد شاركت هذه ال في كل هذه الأنشطة لأن أسس تفكيرها أو أساليب تفكيرها لا يمكن فصلها عن واقع المجتمع الإندونيسي. أما الأسس الفكرية التي تعتمد عليها نهضة العلماء، هي (1) جعل إندونيسيا دار السلام وليست دار الحرب. (2) الرجوع إلى الخطة سنة 1926 التي تنص على أن نهضة العلماء كالمنظمة الدينية والاجتماعية ليست منظمة سياسية. (3) جعل منهج أهل السنة والجماعة منهجا فكريا سائدا.الكلمات الرئيسية: نهضة العلماء, وأهل السنة و الجماعة, والزراعة, منهج الفكر.AbstrakTulisan ini menyajikan hasil penelitian tentang pemikiran keislaman Nahdlatul Ulama tentang Islam dan agraria. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menemukan bahwa Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial kemasyarakatan turut terlibat dalam memperjuangkan negara Indonesia dalam mengusir penjajah serta turut andil dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat lewat penguatan agraria. Organisasi Nahdlatul Ulama ikut terlibat disebabkan alas pikir atau metode berpikirnya tidak bisa dipisahkan dari realitas masyarakat Indonesia. Adapun alas pikir Nahdlatul Ulama yakni (1). Menjadikan Indonesia sebagai Dar al-Salam, bukan Dar al-Harb; (2). Kembali Ke Khittah 26: NU sebagai Jam'iyah Diniyyah wal Ijtimaiyyah, bukan Jam'iyah Siyasiyah; dan (3). Ahlu sunnah wal jama'ah (ASWAJA) sebagai Manhaj al-Fikr.Kata kunci: Nahdlatul Ulama, Ahlu Sunnah wal Jama'ah, Agraria, Manhaj al-Fikr
    corecore