376 research outputs found

    Openness of Public Information at Regional Representative Institutions In Carrying out the Function of the Regional House of Representatives

    Get PDF
    Law No. 14 of 2008 on public information transparency (KIP), must implement the information transparency.  One of the Government Public Councils whose accessibility of information transparency to public is Regional House of Representatives (DPRD).  DPRD has two different functional structures, consisting of leadership with DPRD complementary organs and secretariat. DPRD should have strategy in the implementation of KIP and it was in the study entitled The Policy Implementation of Regional House of Representatives in Public Information Transparency. Inductive data analysis was conducted through of the data simplification processes into a more readable and interpretable form.  This study employed the statutory approach and descriptive qualitative method to reveal the strategies applied by DPRD in implementing KIP.  This normative legal research took data from regulation of law relating to KIP. The result of the study shows that the law of KIP provides an obligation to DPRD as an "object" or a "subject". DPRD is “Dual of Public Council", leadership—complementary organs of DPRD and secretariat who are authorized to determine the status of information.  The strategies implemented by DPRD consisting of strengthening the implementation of KIP, asserting the differentiation of DPRD and secretariat position, and supporting KIP with the main function of DPRD

    Komunikasi Politik Calon Kepala Daerah pada Pemilihan Langsung

    Get PDF
    Penelitian ini beranjak dari munculnya perubahan peraturan perundang-undangan tentang pemilihan kepala daerah, dari pemilihan secara perwakilan oleh DPRD dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat daerah. Selain terjadi perubahan sistem politik, perubahan cara pemilihan kepala daerah pun telah mengubah komunikasi politik yang dilakukan oleh calon kepala daerah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengkaji komunikasi politik calon kepala daerah pada pemilihan secara langsung dengan studi kasus pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Disertasi ini menggunakan metode kualitatif; pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data melakukan observasi, wawancara mendalam, dan pengumpulan dokumen. Teknik analisis data menggunakan deskriptif-kualitatif dengan perspestif interaksi simbolik dan dramaturgis. Masalah pokok penelitian: komunikasi politik calon kepala daerah pada Pemilihan Secara Langsung: Studi Kasus Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan ketiga pasangan calon kepala daerah dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2008 menggunakan enam bentuk komunikasi politik, yakni: retorika, propaganda, public relation, kampanye politik, lobi politik, dan melalui media massa. Agitasi politik tidak digunakan dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat karena tidak sesuai dengan budaya masyarakat Jawa Barat; Kesundaan. Keenam bentuk komunikasi politik tersebut dikelola oleh para calon kepala daerah dalam bentuk pesan pesan non-verbal dan pesan verbal dan dengan cara 1) berperan sebagai aktor politik yang taat pada skenario politik; 2) memanfaatkan potensi calon kepala daerah, baik potensi personal maupun potensi struktural dalam partai politik atau organisasi kemasyarakatan sebagai jembatan komunikasi politik dengan rakyat pemilih; 3) meng-eksplor makna pelabelan dalam bentuk akronim terhadap penamaan pasangan calon yang diasumsikan menumbuhkan kesan positif pada rakyat pemilih; dan 4) menggunakan media massa sebagai jembatan penyampaian pesan politik kepada rakyat pemilih. Hasil penelitian ini membuktikan sepuluh keunggulan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sehingga dapat meraih suara terbanyak dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Kesepuluh keunggulan itu yakni: 1) Karakter pesan yang disampaikan lebih plural; 2) Mendapat dukungan partai politik yang solid, militan, dan hampir tanpa konflik; 3) Kampanye politik banyak menampilkan Dede Yusuf sebagai public figure yang popular; 4) Berani menampilkan pesan yang berbeda; 5) Memancarkan pesan berlatar belakang sipil; 6) Mengemas pesan sebagai sosok calon yang baru (tidak berpengalaman) dan menjanjikan perubahan; 7) Penyampaian pesan lebih memperhatikan keinginan rakyat; 8) Pesan kampanye lebih menonjolkan nuansa-nuansa lokal; 9) Iklan politik banyak menggunakan media lokal; 10) Memancarkan pesan bukan birokrat yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Para calon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 telah melahirkan model komunikasi politik santun, yakni komunikasi politik yang berbasis budaya lokal; budaya masyarakat Jawa Barat yang someah hade ka semah, santun, tidak ngotot, dan mengutamakan kebersamaan

    Keamanan Nasional dan Aksebilitas Publik

    Get PDF
    Pro dan kontra pembahasan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional telah memberikan perspektif baru bahwa penataan kebijakan keamanan nasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada berbagai permasalahan yang mengiringi hampir Sembilan tahun pembahasan rancangan undang-undang tersebut. Kekompleksan masalah yang dihadapi, selain pada konteks kerja sama dan pembagian kewenangan yang belum jelas antar aktor keamanan, hingga masalah intervensi peran dan fungsi yang dirasakan menonjolkan kewenangan yang lebih besar hanya salah satu aktor keamanan saja. Situasi ini mengundang penolakan pembahasan baik dari aktor keamanan Negara hingga masalah penghormatan pada Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan sipil. Buku ini mencoba mengintegrasikan pemahaman pentingnya mengintegrasikan dan mengkomprehensif-kan kebijakan keamanan nasional dengan penghormatan pada HAM dan kebebasan sipil dalam bentuk uraian tulisan yang dalam derajat tertentu berupaya tetap pada konteks akademik sebagai bagian dari sumbang saran kalangan akademik universitas untuk mencoba mengurai kebuntuan atas pembahasan RUU Kamnas yang telah memasuki tahun kesembilan tersebut. Bahwa dilema memperkuat Negara atau memperkuat masyarakat sipil yang berkembang dalam pro-kontra pembahasan RUU Kamnas selama ini dituangkan secara berimbang dalam bab demi bab dalam buku ini. setidaknya pada situasi tertentu, buku ini dapat menjadi rujukan bagi alternative pemikiran untuk menuntaskan pembahasan RUU Kamnas agar tercapai kesepakatan yang tetap mengacu pada kepentingan Negara tanpa harus melanggar kebebasan sipil dan HAM

    Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik pada Badan Publik Pemerintah Daerah di Jawa Barat Tahun 2014

    Get PDF
    Penelitian yang menggunakan metode kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui tingkat implementasi Pemerintah Daerah di Jawa Barat selama tiga tahun berlakunya UU KIP. Dengan menggunakan instrumen penelitian seperti angket, wawancara, studi dokumentasi dan observasi, ditemukan beberapa hasil penelitian: a) implementasi UU KIP yang dilakukan Badan Publik Pemerintah Daerah di Jawa Barattelah telah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketetapan SOP tentang layanan infoblik, terbangunnya sisfodok, dan terbentuknya sistem evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan layanan publik; b) upaya yang dilakukan Badan Publik Pemerintah Daerah di Jawa Barat dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada pada Peraturan Perundang-Undangan tentang KIP meliputi melakukan kunjungan kepada pejabat strategis,memberikan pencerahan dalam kegiatan penyelesaian sengketa informasi, dan memonitor kegiatan KIP; c) Sejumlah kesulitan yang teridentifikasi oleh Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat yang dihadapi PPID pada Badan Publik di Provinsi Jawa Barat di antaranya: dalam pemilahan jenis informasi (berkala, setiap saat, dan dikecualikan), dalam melakukan uji konsekuensi untuk menentukan informasi itu dikecualikan, menyusun SOP untuk mengimplemtasikan pelayanan informasi kepada publik, dan kesulitan dalam menafsirkan isi peraturan perundang-undangan yang sebagian dianggap masih sumir

    Kebebasan Pers Kaitannya dengan Penodaan terhadap Martabat Agama

    Get PDF
    Penelitian ini berangkat dari fakta makin maraknya tindakan penodaan terhadap agama di Indonesia. Tindakan tersebut tidak terlepas dari peran pers; terdapat kecenderungan pers menjadi bagian dari makin meruncingnya tindak tersebut pada tindak kekerasan. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat dengan berlandaskan pada pemahaman yang jelas tentang kebebasan pers kaitannya terhadap penodaan agama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan survei untuk memotret kehidupan masyarakat muslim di Jawa Barat berkait dengan penodaan terhadap agama. Dari penelitian ini didapat hasil sebagai berikut: Pertama, kebebasan pers di Indonesia bukan kebebasan pers sistem liberal, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab, sehingga menyuratkan makna bahwa pers harus independen, mandiri, dan bebas dari apapun, tetapi pemberitaannya tidak terlepas dari aturan yang berlaku. Kedua, penghinaan terhadap agama dalam bentuk membandingkan Allah dan Rasulullah dengan manusia; membuat karikatur Nabi; mengaku Allah dan Nabi; menginjak-injak Al-Quran; dan perusakan tempat ibadah. Ketiga, penyelewengan terhadap ajaran Al-Quran dan Al-Hadits dalam bentuk diantaranya: mengaku Nabi terakhir, melarang menggunakan jilbab; meyakinkan adanya Nabi akhir selain Nabi Muhammad, mengaku Islam tetapi tidak menjalankan syariat Islam, melakukan tindakan kekerasan (teroris) dengan mengaku berlabel Islam. Kata Kunci: Pers, Masyarakat Madani, Kebebasan, Kemerdekaan, Bertanggungjawab, Penodaan, Martabat Agama

    Strategi Legislatif Daerah Provinsi dalam Implementasi Tugas Pokok & Fungsi Sesuai UU Md3 & UU Pemerintah Daerah 2014

    Get PDF
    Efektivitas kinerja lembaga negara dapat diukur selain menghasilkan output berkualitasnya layanan publik, juga dari sisi tingkat keajegan/konsistensi dari lembaga negara tersebut terhadap peraturan perundang-undangan yang memayuni tugas pokok dan fungsinya. Keajegan tersebut dapat terbangun dari kemapanan pemahaman orang-orang yang menghuni lembaga negara tersebut terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut berlaku bagi Legislatif Daerah. DPRD Provinsi harus memiliki strategi yang tetap fokus pada penguatan tugas pokok dan fungsinya dalam menjalankan roda Pemerintahan Daerah melalui: Pemahaman terhadap alur dan substansi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi DPRD sebagai legislatif daerah; Penguatan jaringan aspirasi bagi publik sebagai sarana menangkap kebutuhan, keinginan, dan harapan rakyat; Pemahaman hasil kerja DPRD periode 2009-2014, sehingga tahu persis baik secara kualitatif maupu kuantitatif hasil-hasil yang sudah diraih, termasuk hal-hal yang belum dikerjakan; Peningkatan kualifikasi dan kompetensi kediriannya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, baik secara kelembagaan maupun pribadi anggota DPRD; Penguatan sistem pengawasan yang komprehensif pada setiap program pembangunan yang dipimpin oleh Kepala Daerah, sehingga keikutsertaan fungsi kontroling DPRD sebagai legislatif daerah dapat dilaksanakan secara optimal; dan Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, baik secara langsung atau bekerjasama dengan rakyat, dan pemantau independen

    Optimalisasi Kebijakan Diseminasi Informasi Kinerja Lembaga Legislatif Daerah dalam Peningkatan Kualitas Demokrasi

    Get PDF
    Diseminasi informasi kinerja lembaga Legislatif Daerah merupakan bagian yang sangat penting dalam penguatan kelembagaan DPRD. Hal itu dapat tergambarkan dari rumusan masalah berikut bagaimanakah peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya mengamanahkan diseminasi informasi kinerja Lembaga Legislatif Daerah? dan model diseminasi informasi kinerja Lembaga Legislatif Daerah seperti apakah yang dapat mengoptimalkan kinerja DPRD sekaligus memberikan penguatan pada kualitas demokrasi di daerah? Dua pertanyaan tersebut dijawab menggunakan pendekatan kualitatif digunakan dengan menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data penelitian yang meliputi studi dokumentasi, observasi, internet searching, dan focus group discussion. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara induktif, yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lembaga Legislatif Daerah yang mengamanahkan urgensi diseminasi informasi kinerja DPRD; semua kegiatan dari mulai input, process sampai output yang dilakukan DPRD baik sebagai lembaga Legislatif Daerah maupun sebagai anggota DPRD; dan salahsatu model alternative diseminasi informasi kinerja lembaga Legislatif Daerah dalam optimalisasi penguatan kualitas demokrasi di daerah adalah Model Persuasi Hugh Rank yang lebih menguatkan pelibatan komponen poko, mengekspos secara intensif ide-ide, peristiwa, kegiatan atau substansi diseminasi informasi lainnya

    Modul sekolah: Pedoman perilaku penyiaran & standar program siaran

    Get PDF
    Salah satu point entry dari eksistensi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang membedakan dari undang-undang penyiaran sebelumnya (UU No. 24 Tahun 1997) adalah menjadi landasan bagi berdirinya sebuah lembaga negara yang mandiri dan independen, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pada Pasal 6 Ayar (4)-nya diamanahkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran. Banyak sekali referensi yang ditulis oleh para pakar dan pengamat penyiaran yang menegaskan bahwa KPI adalah regulator penyiaran. Dalam konteks bahasa, regulator dapat diartikan adalah pihak atau lembaga yang berfungsi membuat regulasi yang maknanya disetarakan dengan pengaturan produk hukum apapun. Dalam pendekatan hukum, regulasi di-istilahkan executive acts untuk membedakan dengan legislative acts yang keduanya merupakan bagian dari keputusan normatif yang berisi dan bersifat pengaturan (regeling). Executive acts (produk regulatif) adalah produk pengaturan oleh lembaga eksekutif yang menjalankan peraturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif, setelah mendapat delegasi kewenangan untuk mengatur lebih lanjut materi muatan produk legislatif, seperti, peraturan pemerintah. Sementara itu, legislative acts (produk legislatif) adalah sebuah produk peraturan yang ditetapkan oleh atau dengan melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat, seperti, undang-undang dan peraturan daerah (Asshiddiqie, 2006)
    • …
    corecore