89 research outputs found
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN DALAM PERSPEKTIF NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN DALAM PERSPEKTIF NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA Regional Development in Coastal and Ocean in Archipelago Perspective of The Republic of Indonesia Ridwan Lasabuda1 ABSTRACT Indonesian as an archipelagic state has been recognized internationally (UNCLOS 1982), later ratified by Act 17 of 1985. Under UNCLOS 1982, the total maritime area of Indonesia is 5.9 million km2, consisting of 3.2 million km2 of territorial waters and 2.7 km2 of Economic Exclusive Zone (Zone Ekonomi Ekslusif), not including the continental shelf. This makes Indonesia as the largest archipelagic state in the world. However, the development of marine and fisheries for this is still far from expectations, while large potential of natural resources and environmental services are relatively unexploited in coastal areas, small islands and ocean in Indonesian archipelago. Keywords : coastal and ocean, development, Indonesian, archipelago ABSTRAK Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah diakui dunia secara internasional (UNCLOS 1982) yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Berdasarkan UNCLOS 1982, total luas wilayah laut Indonesia seluas 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif, luas tersebut belum termasuk landas kontinen. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Namun demikian, pembangunan bidang kelautan dan perikanan hingga saat ini masih jauh dari harapan. Padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan lautan kepulauan Indonesia disimpan potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kata kunci : pesisir dan laut, pembangunan, Indonesia, kepulauan 1 Laboratorium Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, FPIK UNSRA
Kewenangan Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam dan bagaimana tata cara pengangkatan, hak kedudukan anak dalam hukum Islam. Dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kewenangan dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam adalah suatu hal yang dapat terjadi di berbagai kalangan kehidupan, hanya saja dengan berbagai cara dan alasan serta dasarnya. Dalam pengangkatan anak yang dilakukan bagi pemeluk agama Islam, hal ini menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai dengan Pasal 49 ayat (1) dari UU No. 7 Tahun 1989 yang dirubah menjadi UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama serta melihat Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 sebagai Pasal yang mengatur bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kewenangan dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam pengaturannya melekat pada asas personalitas keismalan dan yang paling utama orang yang mengangkat anak adalah orang Islam, tidak memandang anak yang diangkat dari agama dan golongan apa dengan prosedur dan syarat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 2. Adapun tata cara pengangkatan dan hak kedudukan anak dalam hukum Islam, hal ini dikenal dilakukan secara adat, dilakukan melalui pejabat notaris dan melalui pengadilan negeri bagi non Islam serta melalui pengadilan Islam bagi yang beragama Islam dengan tata caranya masing-masing yang tidak meninggalkan tata cara yang berlaku di masing-masing pengaturan. Hak dan kedudukan bagi anak angkat dalam Islam, dilihat dalam kewarisan adalah tidak berbeda dengan anak-anak kandung (bila ada), artinya sama, dalam pewarisan bagi anak laki-laki memperoleh dua bagian, sedangkan anak perempuan memperoleh satu bagian (hanya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan) sesuai aturan yang diatur dalam Al-Qur\u27an Surah An-Nisa ayat 7 dan ayat 11
SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA MANADO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MANADO TAHUN 2014-2034
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034 dan bagaimana ketentuan sanksi pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034 di mana dengan merode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pengaturan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034 diatur dalam Pasal 91 Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran tersebut yaitu pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kota, pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang, pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang, pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi, pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, serta pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota). 2. Ketentuan sanksi pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034 terdapat dalam Pasal 100 Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034. Adapun pidana yang dapat dikenakan berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah)Kata kunci: rencana tata ruang
3D seismic geomorphology of submarine channel-levee systems in salt-related slope setting: a case study from the western deepwater Egypt
High resolution 3D seismic dataset has been used to examine gravity-driven deposits from the Plesitocene to present-day in the structurally complex area of the western Nile deepwater. The underlying Messinian salt and its associated faults and the existence of fluid-migrated features generated local seabed topography that affected sedimentation and seismic facies distribution. Seismic interpretation combined with planform analysis of attribute maps were utilized to define five seismic facies which are distinguished by amplitude strength, reflections, and geometry. The observation of the temporal and spatial relationship of five seismic units using isochron map analysis offers an insight into seismic stratigraphy development which can be described in three main phases. The first phase is characterized by the deposition of two main mass transport deposits (seismic unit 1 and 2). The second phase is defined by the development of channelized-fan deposit (seismic unit 3). The final phase is characterized by the deposition of near-seabed MTD and present-day channel-levee system (seismic unit 4) and the development of major mud diapirs (seismic unit 5). Spectrally decomposed and colour-blended seismic volume analysis combined with seismic facies interpretation in seismic cross-section have been useful to morphologically investigate and quantify three submarine channels and their associated elements (e.g. thalweg and erosional depth longitudinal profile, levee width and thickness). The results revealed an architectural element variation and the channel pathways with respect to local seabed topography. Increases in sinuosity are related to decreases in channel axis gradient and followed by evidence of channel aggradation Levee thickness development shows an overall decrease in thickness and width downslope with local variations due to structural bathymetry changes (e.g thickness increase towards the hanging wall of the main fault). Overall a change downslope from degradational to aggradational following equilibrium profile is observed. This is evidenced by a deeply incised channel erosional depth in the upperslope and increasing in sinuosity in the lower slope. Sinuous form is observed when the channel experiences a shallow gradient and availability of accommodation space followed by the development of lateral accretion packages (LAPs). Local structural growth (e.g. minibasin and anticline) has a big influence on the channel path geometry. Submarine channel deposit is often a prominent reservoir target in many deepwater explorations around the world. A near-seafloor study with a higher seismic resolution may give an analogue to image turbiditic reservoir architecture. Therefore, this study improves the understanding in the interaction of sedimentation and structural variations which can be applied to hydrocarbon exploration to predict control and distribution of deepwater turbiditic reservoirs.Master i GeovitenskapMAMN-GEOVGEOV39
Analisis Kinerja Stakeholder Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri Kelautan Perikanan Di Kota Ternate
ANALISIS KINERJA STAKEHOLDER PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)-MANDIRI KELAUTAN PERIKANAN DI KOTA TERNATE Nahrawai Djalal1, Ridwan Lasabuda2 ABSTRACT To see the success of the PNPM-Mandiri KP in 2009 on the district of Island Hiri, the city of Ternate then performed an analysis of the policy program that analyzes the performance of stakeholders. This study aims to knowing and evaluating the performance of each stakeholder PNPM program - Mandiri KP in Ternate City, namely : head of fisheries, executive consultant, team empower-ment, labor and community groups receiving companion program. The research method using survey methods with qualitative descriptive data analysis. Results showed that the performance of the program performance of each head of fisheries 90%; consultant implementing 97%; team empowerment 91%, labour 92% and the companion community groups 93%.. Keywords : analysis of performance, PNPM-Mandiri program ABSTRAK Untuk melihat keberhasilan program PNPM-Mandiri KP Tahun 2009 di Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate maka dilakukan analisis terhadap kebijakan program tersebut yaitu analisis kinerja stakeholder. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja masing-masing stakeholder program PNPM–Mandiri KP Kota Ternate, yaitu : Kepala Dinas Perikanan, Konsultan pelaksana, Tim pemberdayaan, Tenaga pendamping dan Kelompok masyarakat penerima program. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa capaian kinerja pelaksana program masing-masing Kepala Dinas Perikanan 90%; Konsultan pelaksana 97%; Tim pemberdayaan 91%; Tenaga pendamping 92% dan Kelompok Masyarakat 93%
AN IDENTIFICATION OF STUDENTS’ DIFFICULTIES IN PRONUNCIATION
This research aims to identify the difficulties of students‘ Pronunciation in 4th semester of the English Education Department of IAIN Sultan Amai Gorontalo. This research uses a qualitative method. The subject of this research is 4th semester students of English Education Department and focus of this research is on 15 Students. The location of this research is on of IAIN Sultan Amai Gorontalo. This research was conducted for 3 months with data collection technique using interview and documentation. The technique of data identification using triangulation. The results of this research indicate that pronunciation, liaisons and intonation required students to facilitate pronunciation while learning to speak in English. In this study the difficulties experienced by students in pronunciation is difficult to distinguish words that almost the same pronunciation, rarely practice in English, lack of vocabulary, often carried by local accent, shame, difficult to say sentences rarely found, nervous and less understanding of the contents of the context intended
Structure Of Mangrove Communities In Baturapa Village, Lolak District, Bolaang Mongondow Regency
The Baturapa Village community uses mangroves to fulfill their various needs (fuel wood, house construction materials, color dyes and synthetic flower-making raw materials). This utilization must be carried out in a controlled manner to preserve the sustainability of the mangrove ecosystem. This study aims to determine the extent and the current structure of the mangrove community in Baturapa Village. The research was conducted in the mangrove area of Baturapa Village, Lolak District, Bolaang Mongondow Regency, North Sulawesi Province in March 2019.The method used was the line transect method to see the mangrove community structure including density, frequency, species dominance and Important Value Index (INP) and diversity index (H’). Mangrove area was calculated using Google earth pro and ArcGis 10.4 software. The outcomes of the calculation of the area of mangrove in the village of Baturapa are 37.4 hectares. The results of the identification of mangroves in the coastal area of Baturapa Village, Lolak District, Bolaang Mongondow Regency, have 11 species, with 111 total individuals. Of the 3 line transects, the highest species density is Rhizophora stylosa, 800 trees / ha (line transect III) with relative density ( KR) 57.1%, while T\the highest frequency of species is Rhizophora stylosa with a value of 1.0 with a relative frequency (FR) of 50% (line transect III). The highest species dominance is Rhizophora mucronata with a value of 4.6 where relative dominance (DR) is 53.4% (line transect II). Furthermore, the highest species value index (INP) is Rhizophora stylosa with a value of 118.6 (line transect III). Line transect I has the highest diversity index (H;) with a value of 1.99. A value of 1.99 (H’) greater than 1 and smaller 3.3 means that productivity is sufficient, ecosystem conditions are quite balanced and ecological pressure is moderate.Keywords: Baturapa Village, mangrove area, density, frequency, dominance, index important value, mangrove diversity indexABSTRAKMasyarakat Desa Baturapa memanfaatan mangrove untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya (kayu bakar, bahan pembangunan rumah,pewarna jarin dan bahan baku pembuatan bunga sintetis). Pemanfaatan ini harus dilakukan secara terkendali untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan dan struktur komunitas mangrove saat ini di Desa Baturapa. Penelitian ini dilakukan di kawasan mangrove Desa Baturapa, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara pada bulan maret 2019. Metode yang digunakan yaitu metode line transect untuk mengetahui struktur komunitas mangrove meliputi kerapatan, frekuensi, domimasi spesies serta Indeks Nilai Penting (INP) dan Indeks keaneragaman (H’). Menghitung luas mangrove menggunakan sofware Google earth pro dan ArcGis 10,4. Hasil perhitungan luas mangrove di desa Baturapa 37,4 Hektar. Hasil identifikasi mangrove di wilayah pesisir Desa Baturapa Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat 11 spesies, dengan total individu sebanyak 111. Dari ke-3 line transect, kerapatan spesies tertinggi dimiliki Rhizophora stylosa, 800 pohon/ha (line transect III) dengan kerapatan relatif (KR) 57,1 %. Frekuensi spesies tertinggi adalah Rhizophora stylosa dengan nilai 1,0 dengan frekuensi relatif (FR) 50% (line transect III). Dominasi spesies tertinggi adalah Rhizophora mucronata dengan nilai 4,6 dimana dominasi relatif (DR) 53,4% (line transect II). Selanjutnya Indeks Nilai Penting (INP) spesies paling tinggi yaitu Rhizophora stylosa dengan nilai 118,6 (line transect III). Line transect I memiliki indeks keanekaragaman (H’) tertinggi dengan nilai 1,99. Nilai 1,99 (H’) lebih besar 1 dan lebih kecil 3,3 ini berarti produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologi sedang. Kata kunci : Desa Baturapa, luas mangrove, kerapatan, frekuensi, dominasi, Indeks nilai penting,Indeks keaneragaman mangrov
Ecosystem Protection Of Mangrove Based Society By Village Decision (Case In The Bay Of Labuan Uki, Regensi Of Bolaang Mongondow)
The decrease of mangrove ecosystem in the coast Labuan Uki bay loak subdistrict, bolaang mongondow province caused by conversion land on each parts of mangrove become industry area and people residance. It’s has effect to fish production, when there has low area of mangrove aqual to fisherman income. It means that, mangrove has no fungsion as development facility of marine biota will give the effect to the organism in that area.To make protection to mangrove ecosystem area in the bay of Labuan Uki. The researcher do the research of mangrove ecosystem based society by village decision. To know the wide and the study case of useless in labuan uki area. The result of this research to analys using qualitatife description method.The result of this research to give information to the researcer about the village regulation able to accept by villager with one hundred percent (30 persons total respondents). Than in the village regulation is kinds of mangrove ecosystem protection based society that purpose to the cuntinue basic development in the bay of labuan uki and have been to apply solid system and partnerships. And the wide of mangrove about ± 241.75 ha. In there has genus Rhizophora, genus Sonneratia, Genus Bruiguera and genus Avicennia. But the most genus in Labuan Uki is dominate of genus Rhizphora. In this case has to identificate effect of this problem that is to find out location of it. For the first in Sauk village dusun 1 the wide about ± 7.500 m2 as a talung conversion area. Secondly batubara II village dusun 3 the wide about ± 204 m2 and ± 3 ha. To conversion as location to make residance and fishpond area. And the last Labuan Uki village dusun IV the wide about ± 3 ha and about ± 3 ha. To conversion as fishpond area and PT. BETAGAS factory area.The key : defect case, mangrove, joint village regulation ABSTRAK Berkurangnya ekosistem hutan mangrove di pesisir Teluk Labuan Uki Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow dikarenakan oleh konversi lahan pada beberapa daerah dari hutan mangrove menjadi daerah perindustrian dan pemukiman penduduk. Hal tersebut berpengaruh pada produksi perikanan, dimana penurunan areal hutan mangrove berbanding lurus dengan tingkat pendapatan nelayan. Artinya, hilangnya fungsi hutan mangrove sebagai fasilitas perkembangbiakan biota laut akan dapat mempengerahui keberadaan organisme laut disekitanya.Untuk mendekati upaya perlindungan di sekitar ekosistem hutan mangrove di kawasan teluk Labuan Uki, maka dilakukan penelitian ekosistem hutan mangrove berbasis masyarakat melalui penetapan peraturan desa bersama. Guna mengetahui luasan dan kasus kegiatan pemanfaatan yang terjadi di kawasan teluk Labuan uki. Hasil penelitian selanjutnya di analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan desa bersama dapat disetujui masyrakat desa dengan nilai 100 % (dari total responden 30 orang). Sedangkan penulisan peraturan desa bersama adalah bentuk upaya perlindungan ekosistem hutan mangrove berbasis masyarakat yang mengarah pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan teluk Labuan Uki dan telah menerapkan sistem keterpaduan dan kemitraan. Dan ekosistem hutan mangrove terdapat luas ± 241.75 ha. Serta banyak ditumbuhi oleh genus Rhizophora, genus Sonneratia, Genus Bruiguera dan genus Avicennia. Namun yang mendominasi kawasan teluk Labuan Uki adalah genus Rhizphora. Di samping itu, indentifikasi pemangku kepentingan dan permasalahan dari kasus kegiatan kerusakan hutan mangrove ditemukan beberapa titik, Desa Sauk dusun I luasan ± 7.500 m2 yang di konversi sebagai lahan talung (pemecah ombak) dan ± 1.500 m2 untuk jalan perahu. Desa Baturapa II dusun 3 luasan ± 204 m2 dan ± 3 ha yang dikonversi sebagai lahan pembuatan rumah dan tambak. Dan Desa Labuan Uki dusun IV luasan ± 3 ha dan luasan ± 3 ha yang dikonversi sabagai lahan tambak dan perusahaan pabrik PT. BETAGAS.Kata kunci: Kasus kerusakan, hutan mangrove, peraturan desa bersama
Linking tectonostratigraphy and denudation history: insights from a mass balance approach
The offshore deep-sea stratigraphy provides the archive for reconstructing the paleoenvironment of the surrounding land and continental shelf areas. Mapping of seismic reflections as well as borehole correlation may identify the processes and timing of basin infilling. Regional and local tectonic events will be linked to other controlling factors in defining the structural configuration in order to identify the relative source-to-sink system for each time interval.
Mass-balance (or source-to-sink) studies have been applied to quantify the erosion in the catchment area by examining the amount of depositional products in the basin area. Sedimentation and denudation rates are important parameters in this approach reflecting the interplay between sedimentation processes, bedrock composition, tectonic dynamics and climate. Moreover, the ratio between drainage areas against sediment load estimates can be compared with ratios for modern systems as a control (i.e. for fluvial and paleo-fluvial systems).
This approach has been implemented for glaciated or non-glaciated margins, passive or active settings, and for short-term or long-term systems. In the petroleum industry, denudation estimates are used as an input to calculate maximum burial depth and for predicting hydrocarbon maturation. For the high-latitude margins, this method shows that paleo-ice streams were the most prominent agents in eroding the continental shelf forming the cross-shelf troughs and the Trough Mouth Fan at their front. Mass-balance studies will ultimately contribute to more detailed paleoclimatic reconstruction to better understand the Quaternary glacial history.
Here we present the mass-balance approach and its application in various geological settings. We will highlight some results from the Norwegian margin as well as example from field studies. A series of assumptions and challenges when using this method will be further discussed
- …