46 research outputs found
PENGARUH NIGELLA SATIVA TOPIKAL TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA KULIT TIKUS
Background:
Black seed is one of the medicinal plants with a variety of advantages that have been
known and used in various parts of the world. The content of the crude extract of
Nigella sativa seeds, in particular thymoquinone , has been shown to have potential
pharmacological such as antioxidant, antitumor, antiparasitic, antiinflammatory.
Objective:
The aim of this study is to examine the effect of topical nigella sativa topical
application on full thickness wound healing.
Method :
A prospective experimental study carried out on 12 male rats at about 3 months
old. Two full thickness skin graft donor sites were made on the back in each animal,
one
control, and the other in which topical nigella sativa topical was applied. Skin
specimens were collected on the 3rd and 10th days from 6 different rats at each period.
The
sections were stained with mason trichrome for examining the number of collagen
thickness and size of the wounds were measured by using Visitrax.
Results :
Application of topical nigella sativa shortens the inflammatory phase and
proliferative phase, increases epithelialization and collagen thickness.
Keywords :
Nigella sativa topical, wound healing, collage
Studi Farmakokinetika Teofilina Setelah Pemberian Oral Dosis Tunggal Tablet Teofilina dan Aminofilina Lepas Kendali pada Subyek Normal
Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari farmakokinetika dari teofilina setelahpemberian oral dosis tunggal tablet teofilina dan aminofilina lepas kendali pada subyek normal. Ta–blet teofilina (dosis 300 mg) dan aminofilina (dosis 350 mg) lepas kendali diberikan dalam bentukoral dosis tunggal, pada pria normal (20-30 tahun, 50-75 kg), tidak merokok, dengan fungsi paruparu,hati, ginjal dan jantung normal. Kadar teofilina serum ditentukan dengan metode FlourescencePolarization Immunoassay (FPIA). Parameter farmakokinetika yang diamati meliputi: t maks, Cpmaks, AUC, tetapan laju absorpsi (Ka) dan eliminasi (K) serta t ½ eliminasi. Hasil penelitian menunjukkanbahwa profil kurva kadar teofilina serum terhadap waktu untuk tablet teofilina (AUC=97,56μg/ml jam, Cp maks=5,83 μg/ml, Ka=0,209 jam-1, t maks=4 jam, K=0,080 jam-1, dan t½=8,87 jam)dan aminofilina (AUC=121,93 μg/ml jam, Cp maks=6,70 μg/ml, Ka=0,239 jam-1, t maks=6,8 jam,K=0,061 jam-1, dan t½=11,51 jam) lepas kendali sesuai dengan profil farmakokinetika sediaan lepaskendali pada umumnya
Role of Repetitive Antigen Patterns for Induction of Antibodies Against Antibodies
Antibody responses against antibodies, such as rheumatoid factors, are found in several immunopathological diseases and may play a role in disease pathogenesis. Experience shows that they are usually difficult to induce experimentally. Antibodies specific for immunoglobulin constant regions (anti-allotypic) or for variable regions (anti-idiotypic) have been investigated in animal models; the latter have even been postulated to regulate antibody and T cell responses via network-like interactions. Why and how such anti-antibodies are induced during autoimmune diseases, has remained largely unclear. Because repetitively arranged epitopes in a paracrystalline structure of a viral envelope cross-link B cell receptors efficiently to induce a prompt T-independent IgM response, this study used immune complexes containing viruses or bacteria to evaluate the role of antigen pattern for induction of anti-antibody responses. We present evidence that antibodies bound to strictly ordered, but not to irregularly arranged, antigens dramatically enhance induction of anti-antibodies, already after a single immunization and without using adjuvants. The results indicate a novel link between anti-antibody responses and infectious agents, and suggest a similar role for repetitive self-antigens such as DNA or collagen involved in chronic immunopathological diseases
Penanggulangan Penyakit Paru Khususnya Tuberculosa Melalui Pendekatan Terpadu Dalam Penyelidikan Immuno Epidemiologi Dalam Menunjang Pengembangan Regional
Pada dasarnya penyakit paru merupakan penyakit rakyat di
Indonesia dan merupakan indikator kesehatan lingkungan.
Berdasarkan laporan penf ahuluan mengenai penelitian bidang
kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1982~1984
angka kesakitan khusus dari penyakit pernafasan menempati
tempat teratas diantara penyakit-penyakit lain yaitu 11.8
dari 35.4 angka kesakitan. Penyakit pernafasan ini ada
3 macam dalam penyelidikan yang telah dildcukan yaitu :
tuberculosa bronchitis khronis 6016 dan asthma 1.5% dari populasi. Kebenaran ini perlu sekali dilacak lebih
mendalam lagi dalam penyelidikan yang terpadu antara klinik dan kesehatan masyarrikat dengan memakai beberapa tolok uku
PENGEMBANGAN ILMU PENYAKIT PARU UNTUK MENGHADAPI TANTANGAN PERUBAHAN EKOSISTEM DUNIA MASA KINI, PENDEKATANBIOMOLEKULER SEL
ABSTRAK Kian hari kemajuan ilmu, khususnya dengan kemajuan biomolekuler sal, semakin banyak membuka misteri yang memperkecil kesenjangan antara ilmu dan dunia emperik, balk di lingkungan mikro maupun makro. Demikian juga telah banyak terungkap, bahwa perubahan yang terjadi di lingkungan makro semakin jelas kaitannya dengan perubahan di lingkungan mikro. Semakin banyak bukti, bahwa semakin maju ilmu seseorang tanpa dilandasi akhlak yang mulia justru semakin banyak menimbulkan kerusakan, yang pada akhirnya merupakan sumber penderitaan manusia. Namun demikian betapa rumitnya untuk memahami kegon¬cangan ekosistem mikro itu dan kenyataan aspek sistem kultural (cultural system), serta sistem pendukung (supporting system), yang belum memadai maka alangkah bahagianya bila kita segera menyadari itu semua, dan sepakat bersama untuk berusaha melestarikan ekosistem makro, yang merupakan citra pembangunan dewasa ini, sehingga dana yang terbatas ini dapat dialihkan untuk kesejahteraan masyarakat. Kata kunci : Lung disease, Biomolecullar ce