La edad adulta en los profesores de enseñanza superior: diferencia en la gestión de su equilibrio entre la vida laboral y personal y el compromiso organizativo

This study aimed to compare the extent to which a sample of Portuguese teachers in Higher Education Institutions, divided into two groups (young adults, ages 20-39 years; and advance adults, ages 40-70 years), differed in the management of their work-life balance and organizational commitment. Data collection was conducted using the Work-Family Scale, the Organizational Commitment Scale and a sociodemographic questionnaire. Between 2012 and 2019, 652 participants were enrolled in the study. Through a multivariate analysis of variance (MANOVA, General Linear Model procedure), results suggest that young adult teachers display higher scores of family to work facilitation, while advance adult teachers evidence higher scores of normative commitment. Given the results found, recommendations for Higher Education Institutions were outlined.El objetivo de este estudio fue comparar el grado en que una muestra de profesores portugueses de Instituciones de Enseñanza Superior, divididos en dos grupos (adultos jóvenes, de 20 a 39 años; y adultos avanzados, de 40 a 70 años), diferían en la gestión de su equilibrio entre vida laboral y familiar y compromiso organizativo. La recolección de datos serealizó mediante la Escala Trabajo-Familia, la Escala de Compromiso Organizacional y un cuestionario sociodemográfico. Entre 2012 y 2019, 652 participantes se inscribieron en el estudio. A través de un análisis multivariado de la varianza (MANOVA, procedimiento de Modelo Lineal General), los resultados sugieren que los profesores adultos jóvenes muestran mayores puntuaciones de facilitación de la familia al trabajo, mientras que los profesores adultos avanzados evidencian mayores puntuaciones de compromiso normativo. Dados los resultados encontrados, se esbozan recomendaciones para las Instituciones de Educación Superior.&nbsp

PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP WORK FAMILY CONFLICT : STUDI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

Sumber daya merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap organisasi. Hal ini terkait dengan peran sumber daya manusia dalam menciptakan tingginya produktivitas suatu organisasi atau perusahaan. Dalam perekrutan karyawan dibutuhkan investasi yang tidak murah guna mendapatkan sumber daya manusia yang sesuai dengan yang disyaratkan perusahaan. Untuk dapat mempertahankan keuntungan kompetitifnya upaya perekrutan ini dilanjutkan dengan upaya pengelolaan dan pengembangan bagi karyawannya. Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk memperhatikan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan hak-hak karyawan secara penuh. Di sisi lain karyawan juga harus melaksanakan kewajibannya kepada perusahaan sehingga tercapai produktivitas perusahaan yang tinggi. Bila keluarga dan pekerjaan yang pada awalnya dianggap suatu bidang yang terpisah satu sama lain, di mana mitos tersebut mendorong manajemen bertindak seakan-akan dunia kerja adalah segalanya. Namun pada era sekarang ini, mitos-mitos seperti itu menjadi tidak relevan lagi diakibatkan adanya perubahan kondisi kerja sebagai akibat dari globalisasi pasar, implementasi teknologi baru dari organisasi kerja dan perubahan struktur angkatan kerja. Hal ini menuntut karyawan untuk menyeimbangkan antara tuntutan keluarga dengan kehidupan mereka di luar keluarga (pekerjaan). Tuntutan pengelolaan peran antara keluarga dan pekerjaan menjadi tantangan yang kritis bagi individual dan organisasi serta menjadi topik yang semakin penting di bidang perilaku organisasional dan sumber daya manusia (Kossek & Ozeki, 1998,dalam Ratnasari 2005:2 ). Penelitian mengenai sebab- sebab dan konsekuensi dari konflik antara keluarga dan pekerjaan semakin banyak dilakukan dan mengacu pada tekanan peran yang mengakibatkan konflik antara keluarga dan pekerjaan yang tidak sesuai, sehingga partisipasi di satu peran menjadi lebih sulit disebabkan oleh partisipasi di peran lain (Greenhaus & Beutell, 1995:77 ). Konflik antara keluarga dan pekerjaan dapat menimbulkan hasil yang negatif baik bagi keluarga maupun pekerja. Studi menunjukkan bahwa konflik keluarga – pekerjaan memiliki korelasi dengan menurunnya produktivitas, meningkatnya kelambanan kerja dan absenteisme, meningkatnya turnover dan ketidakpuasan kerja yang lebih besar (Greenhaus & Beutell, 1985:76 ). Terdapat beberapa kemajuan penting dalam literatur mengenai keluarga-pekerjaan, tetapi masih ada dua kesenjangan yang terjadi yaitu; (1) perbedaan individu dalam memandang keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan yang biasanya diabaikan ( Sumer & Knight, 2001:653), (2) sedikit penelitian yang telah mengakui kemungkinan bahwa peranan keluarga dan pekerjaan dapat memberikan dampak yang positif atau saling berkaitan satu sama lain ( Greenhaus & Parasuraman dalam J.H. Wayne et al ,2004 : 109 ). Dalam penelitian tentang keluarga–pekerjaan terdapat kurangnya perspektif yang mengemukakan bahwa keterlibatan dalam peran keluarga-pekerjaan mnegakibatkan konflik antar peran, seperti dalam penelitian Greenhaus dan Beutell tahun 1985. Model Work Family Conflict yang dikembangkan oleh Kopelman, Greenhaus, dan Connoly ( dalam J.H.Wayne et al, 2004: 109) dan dianut oleh beberapa peneliti mengungkapkan bahwa faktor-faktor struktural di dalam domain keluarga dan pekerjaan merupakan faktor penting dalam Work Family Conflict. J.H.Wayne et al (2004) mengemukakan bahwa walaupun faktor- faktor struktural dapat menjadi penyebab utama, tetapi hal itu bukanlah satu- satunya alasan dan kepribadian individu dapat menjadi faktor yang penting. Para peneliti harus mulai membicarakan daya prediktif dari variabel kepribadian yang mempunyai pengaruh negatif dan langsung secara besar terhadap Work Family Conflict (Carlson dalam J.H.Wayne et al, 2004: 109 ), dan dikaitkan dengan Work Family Conflict melalui efek tidak langsungnya terhadap stress kerja ( Stoeva, Chiu & Greenhaus, dalam J.H.Wayne et al, 2004:109 ). Kesuksesan awal dengan beberapa sifat khusus ini mengemukakan bahwa inilah saatnya untuk menggunakan sebuah penilaian yang luas terhadap kepribadian seperti The Big Five (McCrae & John, dalam J.H.Wayne et al, 2004:109 ), untuk menyelidiki peran kepribadian dalam Work Family Conflict secara lebih lengkap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh J.H. Wayne et al (2004) salah satunya menemukan hubungan antara sifat-sifat kepribadian dalam hal ini The Big Five dengan Work Family Conflict. Kesimpulan penelitian itu adalah Neuroticism dan Conscientiousness merupakan sifat kepribadian yang utama berhubungan dengan Work Family Conflict. Penelitian kali ini ditujukan untuk mengamati dan menguji pengaruh kepribadian khususnya The Big Five Personality terhadap Work Family Conflict. Subjek dari penelitian ini adalah karyawan industri jasa pelayanan medis pada Rumah Sakit Islam Surakarta. Seluruh pekerjaan mempunyai kapasitas stess, namun tingkatannya berbeda-beda, beberapa pekerjaan dan organisasi secara potensial menghadapi stress yang lebih besar dibandingkan dengan orang lain. Cranwell- Ward (dalam Ratnasari, 2005: 4 ) mengidentifikasi organisasi di dalam industri jasa sebagai organisasi yang lebih potensial menghadapi stress. Hal ini bisa terjadi karena posisi pekerjaannya berhubungan langsung dengan publik atau pelanggan, klien, yang mungkin lebih sensitif terhadap pengaruh negatif dari stress. Stress menunjukkan sebab dan pengaruh yang dirasakan akibat tekanan- tekanan yang dihadapi. Saat ini dan juga ke depan industri pelayanan medis akan semakin dibutuhkan masyarakat. Hal ini dikarenakan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak lagi menjadikan biaya sebagai pertimbangan utama untuk memilih rumah sakit, namun pertimbangan utamanya adalah mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut. Dengan demikian akan terjadi persaingan yang semakin ketat antara perusahaan yang bergerak di bidang industri jasa medis. Industri jasa medis dituntut untuk dapat meningkatkan mutu pelayanannya kepada konsumen / masyarakat. Sehingga perawat yang ada di dalamnya dituntut untuk bekerja secara maksimal dengan jam kerja yang sangat tinggi, lebih dari 48 jam/ minggu. Dalam hal ini perawat juga dituntut untuk menghadapai pasien dengan sikap sabar, ramah, bertanggungjawab, cekatan dalam keadaan apapun, sehingga perawat harus mempunyai kepribadian yang baik untuk mendukung pekerjaannya. Memahami aktivitas mereka, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap kepribadian, konflik-konflik yang dihadapi dan dirasakan oleh karyawan. Oleh karena itulah, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul : “ Pengaruh Kepribadian terhadap Work Family Conflict : Studi Pada Perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta “

The work values of Portuguese Generation Z in the higher education-to-work transition phase

The cohort of young people born with or after the Internet has been dubbed Generation Z (Gen Z, or post-millennials). They are now entering the higher education-to-work transition phase, although this is yet to be studied. Previous studies have found that work values and work preferences vary across generations and national cultures, justifying regular and localised examination. However, very little is known to date about the work values of Portuguese Gen Zs. In this study, we describe the work values of Portuguese university students in the higher education-to-work transition phase and examine their influence on salient work-related preferences. We surveyed over 3000 students attending university degrees from eight main Portuguese universities. We find that Portuguese Gen Zs value social values above all, followed by intrinsic and then extrinsic work values, potentially configuring a unique profile. Work values partially explain work preferences such as employer size and salary expectations. Gender differences mark our results, with women expressing higher work values in all three dimensions and lower entry salary expectations. These results can be useful for employers seeking to attract the best university graduates, facilitate their integration and promote their development.This paper is financed by National Funds of the FCT – Portuguese Foundation for Science and Technology within the project «UIDB/03182/2020»

Partnership Satisfaction and Conflict among Czech Couples during the Pandemic-related Employment Insecurity

It can be reasonably assumed that the economic consequences of the COVID-19 pandemic have taken a toll on family and interpersonal relationships. Previous research has established that job insecurity and financial hardship lead to reduced relationship quality and a higher incidence of partner conflicts. Our goal is to investigate the dynamics of partnership satisfaction and partnership conflict during the COVID-19 pandemic among Czech couples, focusing on pandemic-related employment change and perceived job insecurity. We use longitudinal panel data from “Czech GGS COVID pilot study”, which was conducted in December 2020, and from a follow-up survey organized in April 2021. Our results show that the immediate effects of economic hardship during the pandemic were not as strong and uniform as we expected. Many families apparently had the resources to bear the economic impacts of COVID-19 in terms of maintaining subjective relationship quality and curbing conflict between spouses. The most important conclusion worth further investigation is the gendered nature of these mechanisms. There are contradictory, gender-specific associations hidden under the weak total effects. This suggests that the perception of family life could be very different for men and women in relation to economic circumstances.It can be reasonably assumed that the economic consequences of the COVID-19 pandemic have taken a toll on family and interpersonal relationships. Previous research has established that job insecurity and financial hardship lead to reduced relationship quality and a higher incidence of partner conflicts. Our goal is to investigate the dynamics of partnership satisfaction and partnership conflict during the COVID-19 pandemic among Czech couples, focusing on pandemic-related employment change and perceived job insecurity. We use longitudinal panel data from “Czech GGS COVID pilot study”, which was conducted in December 2020, and from a follow-up survey organized in April 2021. Our results show that the immediate effects of economic hardship during the pandemic were not as strong and uniform as we expected. Many families apparently had the resources to bear the economic impacts of COVID-19 in terms of maintaining subjective relationship quality and curbing conflict between spouses. The most important conclusion worth further investigation is the gendered nature of these mechanisms. There are contradictory, gender-specific associations hidden under the weak total effects. This suggests that the perception of family life could be very different for men and women in relation to economic circumstances

How does authentic leadership boost work engagement? Exploring the mediating role of work meaningfulness and work–family enrichment

Leadership is crucial in organizational life. Positive leadership is marked by transparent, trust-based leader–follower relationships that significantly boost employees’ dedication and engagement. Work engagement stems from a positive bond between workers, their job, and their organization. Authentic leadership, in particular, has been found to enhance work engagement, but this relationship is quite complex. Prior studies have explored the psychological processes linking organizational context and work-related attitudes and provided intriguing insights, such as that employees consider work to be part of their identity and that positive work experiences enrich family life. This research more closely examined authentic leadership’s impact on work engagement, including the mediating effect of meaningful work and work–family enrichment. A cross-sectional study was conducted with data from various organizations’ employees (number = 292). Multiple regression analyses’ results support the theoretical model, confirming a significant positive link between perceived authentic leadership and work engagement. These variables are directly and indirectly related through the proposed mediators. Implications for human resource management are discussed, especially strategies that increase work environments’ positive impacts on work engagement.info:eu-repo/semantics/publishedVersio

The Gender Bind: Men as Inauthentic Caregivers

Almost twenty years after the enactment of the Family and Medical Leave Act (FMLA), an ostensibly gender-neutral statute, companies are still less likely to offer paternity leave than they are to offer maternity leave. Although women have traditionally faced discrimination in the workplace because they are viewed as inauthentic workers—not fully committed to paid employment—men face the corresponding problem and are viewed as inauthentic caregivers. Men who seek family leave transgress gender norms and risk workplace discrimination and stereotyping. This article makes explicit how the social and cultural contexts in which the FMLA is applied interact to maintain the status quo and produce gendered outcomes at work and at home. The FMLA was expected to promote workplace gender equality by providing genderneutral leave and thus reduce employers\u27 expectations that women are more costly than men because they require special accommodations. Unfortunately, women continue to take significantly more leave than men to care for a newborn child or sick relative. This article argues that that the view of men as providers first and caregivers second encourages discrimination against male caregivers and interacts with overwork and inflexible work schedules to contribute to stereotypical divisions of labor within families. This article further proposes policies, including paid family leave, to promote co-equal caregiving and breadwinning between men and women