31 research outputs found

    Identifikasi Daging Ruminansia dan Babi Hutan menggunakan Convolution Neural Network

    No full text
    Kebutuhan daging di Indonesia sangat banyak dan terus meningkat setiap tahunnya. Daging terdiri dari protein, asam amino, air mineral, lemak, asam lemak, serta sedikit karbohidrat dan vitamin lainya. Pencampuran daging antara daging sapi dan babi hutan sering dilakukan oleh penjual daging hanya untuk mendapatkan keuntungan tambahan karena daging babi hutan lebih murah dari pada daging sapi. Penipuan daging pada dasarnya dilakukan oleh produsen atau penjual daging yang tidak jujur untuk meningkatkan keuntungan penjualan. Convolutional Neural Network atau di kenal sebutan convNets merupakan metode untuk memproses suatu data dalam bentuk beberapa array, seperti contohnya yaitu gambar berwarna yang terdiri, dari tiga array 2D yang menggandung intensitas piksel dalam tiga warna. Tujuan penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi daging ruminansia dan babi hutan dengan menggunakan Convolution Neural Network. Variasi sampel yang digunakan 500 data (validasi-testing) dan 100 data training dengan pengambilan sampel menggunakan Wifi Digital Microscope. Hasil akurasi validasi pada arsitektur GoogLeNet menggunakan optimizier adam learning rate 0.0001 dengan akurasi sebesar 98,83% dan adam learning rate 0.0005 dengan akurasi sebesar 98,50%. Sedangkan pada Inception V3 akurasi validasi memiliki model terbaik RmsProp leaning rate 0.0001 dengan akurasi sebesar 100% dan adam learning rate 0.0005 dengan akurasi sebesar 99,62%. Sedangkan hasil akurasi data testing pada arsitektur GoogLeNet menggunakan optimizier adam learning rate 0.00005 dengan akurasi sebesar 50%, sementara pada Inception V3 menggunakan optimizier RmsProp learning rate 0.00005 mendapatkan akurasi sebesar 54,5%. Penggunaan Wifi Digital Microscope menggunakan dalam CNN mampu untuk mengklasifikasinya daging pada daging kerbau, daging sapi, daging kambing dan daging babi hutan

    Uji Performansi Desalinator Air Laut Tenaga Surya Tipe Piramida Bak Tunggal dengan Batu Hitam Sebagai Material Penyimpan Panas Sensibel

    No full text
    Air merupakan bagian terpenting untuk keberlangsungan setiap makhluk yang ada di bumi. Air adalah salah satu kebutuhan primer yang harus terpenuhi ketersediaannya demi terciptanya kelangsungan hidup manusia. Ketergantungan manusia terhadap air semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Mengingat pentingnya peranan air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyedikan air yang cukup dari segi kualitas maupun kuantitas. Desalinator tenaga surya merupakan alat yang memanfaatkan panas matahari sebagai sumber energinya. Desalinator mempunyai bentuk dengan variasi yang beragam, selain berbentuk piramida bentuk lain diantaranya bentuk atap persegi panjang. Desalinator juga harus terus menerus diposisikan bergerak mengikut gerak matahari untuk mendapatkan radiasi matahari maksimum sepanjang hari, sedangkan hal tersebut tidak berlaku pada desalinator surya piramida karena dengan desain ini diharapkan lebih efisien dalam menghasilkan air tawar. Penyimpan panas dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyimpan panas sensibel dan panas laten. Penyimpan panas sensibel, energi disimpan atau diekstrak dengan pemanasan atau pendinginan cairan atau padatan dimana material penyimpan panas tidak berubah fasa selama proses penyimpanan panas. Bahan yang biasa digunakan antara lain air, batu kerikil, etanol, propanol, dll. Penelitian yang dilakukan menggunakan modus pasif, yaitu proses desalinasi dilakukan secara alami tanpa melibatkan intervensi untuk mempercepat evaporasi maupun kondensasi. Proses desalinasi dilakukan dengan volume air laut awal 10 liter dan ditambah dengan batu hitam sebagai material penyimpan panas sensibel. Pengamatan dilakukan mulai pukul 07.00 hingga pukul 17.00 Waktu setempat

    Pengaruh Metode Electroosmosis Dewatering terhadap Kadar Air, Kadar Abu dan Total Padatan Terlarut (TDS) pada Madu Multiflora

    No full text
    Salah satu jenis madu berdasarkan jenis nektar bunga yang diambil lebah adalah madu multiflora. Madu multiflora merupakan jenis madu yang berasal dari berbagai jenis nektar bunga. Rata-rata madu yang dihasilkan di Indonesia memiliki kadar air diatas 22%. Madu dengan kadar air diatas 22% terancam mengalami fermentasi yang akan mempengaruhi rasa dan aromanya. Fementasi yang terjadi pada madu akan menurunkan kadar gula total dalam madu. Salah satu penyebab kenaikan kadar air madu adalah kelembaban lingkungan ketika madu di panen maupun disimpan. Madu merupakan bahan pangan yang memiliki sifat higroskopis, sehingga mampu menyerap air dari lingkungannya. Semakin banyak air yang diserap maka kadar air didalamnya akan semakin naik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kadar air madu adalah dengan pengolahan menggunakan metode electroosmosis dewatering. Metode ini akan menurunkan kadar air dalam suatu bahan dengan mengalirkan listrik searah (DC). Listrik searah akan menarik air dalam madu menuju eletroda negatif, sehingga air dapat dikeluarkan dari dalam madu. Pada penelitian ini menggunakan tegangan 350 V dengan sampel madu multiflora sebanyak 100 gram serta lama waktu perlakuan 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam. Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Berdasarkan Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan (α) =5% didapatkan hasil bahwa lama perlakuan metode electroosmosis dewatering berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut. Pada Uji Lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan (α) =5% perlakuan 2,5 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut (TDS)

    Analisis Efisiensi dan Produktivitas Antara Tanam Manual dan Mekanisasi pada Tebu (Saccharum officinarum .L) di PT Sukses Mantap Sejahtera, Nusa Tenggara Barat

    No full text
    Tebu (Saccharum officinarum .L) adalah bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan gula kristal putih. Gula kristal putih merupakan komoditas penting dalam bahan pangan, baik untuk konsumsi secara langsung maupun sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Dengan demikian produktivitas tanaman tebu menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat produktivitas tanaman tebu ini akan berkaitan dengan kontinuitas tebu sebagai bahan baku pembuatan gula kristal putih. PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan tebu dan produsen gula kristal putih dengan luas area sebesar 5.500 hektar dengan luas lahan terolah mencapai 2.518 hektar, akan tetapi sebagian besar proses penanaman masih dilakukan secara manual. Mengingat kehadiran mekanisasi merupakan solusi untuk meningkatkan efisiensi baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melakukan analisis produktivitas dan efisiensi (waktu dan biaya) antara penanaman tanaman tebu yang dilakukan secara manual dengan penanaman yang dilakukan menggunakan mekanisasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), kemudian dilanjutkan dengan analisis data menggunakan ANOVA (Analyss of Varience). Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tanam antara tanam manual dan menggunakan cane planter memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Produktivitas tertinggi diperoleh pada perlakuan tanam menggunakan tenaga manual sebesar 134.976 ton/Ha dan 88.304 ton/Ha untuk perlakuan tanam cane planter. Efisiensi waktu menggunakan mekanisasi lebih unggul 75% dibandingan dengan perlakuan tanam manual dan efisiensi biaya perlakuan mekanisasi 37% lebih hemat dibandingan dengan penanaman secara manual

    Analisa Isotermal Sorpsi Air dan Panas Isosterik pada Rimpang Kencur Bubuk (Kaempferia galanga)

    No full text
    Kencur (Kaempferia galanga) merupakan salah satu jenis tanaman dalam famili Zingiberaceae sebagai tanaman obat bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Pemanfaatan kencur umumnya sebagai obat tradisional, bermanfaat untuk obat batuk, mual, asma, dan maag. Kencur dalam kondisi segar umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, karena pengaruh suhu dan RH lingkungan yang tidak sesaui dapat menyebabkan produk cepat rusak dan terjadi pembusukan. Pengolahan kencur untuk memperpanjang umur simpan produk dilakukan dengan membuatnya dalam bentuk bubuk. Penelitian dilakukan untuk menentukan isotermal sorpsi air dan panas isosterik dari rimpang kencur bubuk dengan menggunakan metode gravimetri statis. Penelitian menggunakan larutan garam jenuh KOH, MgCl2, CaCl2, NaCl, dan KCl. Penelitian menggunakan sampel adsorpsi dan desorpsi, suhu perlakuan yang digunakan adalah 27, 37, dan 47°C dengan rentang aw 0,07-0,82. Model oswin merupakan model matematika terbaik dalam menggambarkan perilaku isotermal sorpsi air rimpang kencur bubuk pada suhu 27°C, model GAB merupakan model matematika terbaik dalam menggambarkan isotermal sorpsi air rimpang kencur bubuk pada suhu 37 dan 47°C,dengan kurva tipe 2 sigmoidal berdasarkan uji ketepatan (R2, P, dan RMSE). Panas isosterik dapat digambarkan dengan menggunakan persamaan empiris, qst desorpsi = 39,179e-31,7x dan qst adsorpsi = 2,332e-16,72x

    Efek Penggunaan Molelucar Sieve 4A Pada Pengeringan Bunga Telang (Clitoria Ternatea) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid

    No full text
    Pengeringan merupakan salah satu proses pengolahan pasca panen untuk produk pertanian dengan memberikan manfaat untuk upaya menjaga mutu dan kualitas pada produk pertanian. Pengeringan yang umumnya digunakan untuk pengeringan bunga telang ialah pengering konvensional dengan sinar matahari langsung dan juga oven. Pengering efek rumah kaca hybrid merupakan sebuah alat pengering yang memanfaatkan energi dari matahari secara langsung sebagai sumber panas alat pengering ketika pagi-sore hari dan ketika malam hari menggunakan sumber panas tambahan dari heat exchanger. Penambahan molecular sieve diharapkan dapat menurunkan kelembaban relatif ruang pengering pada malam hari, dimana kelembaban relatif ruang pengering pada saat malam hari masih cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pengeringan bunga telang menggunakan metode pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve 4A dan metode pembanding terhadap suhu, kelembaban relatif, laju pengeringan, kadar air dan kebutuhan energi spesifik, serta menganalisa pengaruh pengeringan bunga telang menggunakan metode pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve 4A dan metode pembanding terhadap lama waktu pengeringan dan hasil akhir warna bunga telang. Pengujian dilakukan pada pengeringan bunga telang dengan 3 perlakuan pengeringan, yaitu sinar matahari langsung sebagai kontrol dan pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve dan tanpa penambahan molecular sieve, dengan 3 ulangan pada tiap perlakuan. Hasil yang didapat pada penelitian ini bahwa penggunaan molecular sieve dalam pengeringan efek rumah kaca hybrid mampu untuk memberikan hasil akhir yang cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan molecular sieve dalam menurunkan kelembaban relatif pada malam hari dalam ruang pengering. Dengan menurunya kelembaban relatif, maka suhu yang dihasilkan dalam ruang pengering akan meningkat yang memberikan pengaruh dalam kemampuan menguapkan air didalam bahan sehingga proses laju pengeringan lebih besar dan hasil kadar air akhir lebih rendah dibandingkan perlakuan tanpa menggunakan molecular sieve. Untuk suhu dan kelembaban relatif rata-rata pada pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve untuk rak-1, rak-2, output heat exchanger dan lingkungan berturut turut sebesar 43,69 ± 6,50°C, 43,66 ± 5,36°C, 53,68 ± 10,33°C dan 26,94 ± 4,77°C. Untuk rata-rata nilai kelembaban relatif pada rak-1, rak-2, output heat exchanger dan lingkungan berturut turut sebesar 34,4 ± 9,74%, 34,24 ± 8,24%, 19,8 ± 12,92% dan 61,92 ± 17,16%. Nilai kebutuhan energi spesifik (KES) pada perlakuan pengeringan dengan penambahan molecular sieve lebih rendah dibandingkan perlakuan pengeringan tanpa penambahan molecular sieve dengan nilai rata rata KES tiap ulangan pengeringan efek rumah kaca dengan penambahan molecular sieve pada rak-1 dan rak-2 sebesar 3937848,50 ± 840464,56 kJ/kg dan 4596957,49 ± 294389,98 kJ/kg. Rata-rata nilai kadar air akhir yang dihasilkan tiap ulangan pada pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve pada rak-1 dan rak-2 sebesar 8,72 ± 2,31%BB dan 9,83 ± 1,42%BB dengan rata-rata lama waktu pengeringan pada rak-1 dan rak-2 sebesar 12 ± 3,26 jam dan 16 ± 0 jam. Untuk hasil akhir warna bunga telang terbaik didapatkan pada perlakuan pengeringan efek rumah kaca hybrid dengan penambahan molecular sieve dengan hasil akhir bunga telang tidak berbeda cukup signifikan dibandingkan warna bunga telang segar

    Pengaruh Metode Electroosmosis Dewatering Terhadap Kadar Air Madu, Kadar Abu Dan Total Padatan Terlarut (TDS) Pada Madu Multiflora

    No full text
    Salah satu jenis madu berdasarkan jenis nektar bunga yang diambil lebah adalah madu multiflora. Madu multiflora merupakan jenis madu yang berasal dari berbagai jenis nektar bunga. Rata-rata madu yang dihasilkan di Indonesia memiliki kadar air diatas 22%. Madu dengan kadar air diatas 22% terancam mengalami fermentasi yang akan mempengaruhi rasa dan aromanya. Fementasi yang terjadi pada madu akan menurunkan kadar gula total dalam madu. Salah satu penyebab kenaikan kadar air madu adalah kelembaban lingkungan ketika madu di panen maupun disimpan. Madu merupakan bahan pangan yang memiliki sifat higroskopis, sehingga mampu menyerap air dari lingkungannya. Semakin banyak air yang diserap maka kadar air didalamnya akan semakin naik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kadar air madu adalah dengan pengolahan menggunakan metode electroosmosis dewatering. Metode ini akan menurunkan kadar air dalam suatu bahan dengan mengalirkan listrik searah (DC). Listrik searah akan menarik air dalam madu menuju eletroda negatif, sehingga air dapat dikeluarkan dari dalam madu. Pada penelitian ini menggunakan tegangan 350 V dengan sampel madu multiflora sebanyak 100 gram serta lama waktu perlakuan 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam. Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Berdasarkan Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan (α) =5% didapatkan hasil bahwa lama perlakuan metode electroosmosis dewatering berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut. Pada Uji Lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan (α) =5% perlakuan 2,5 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut (TDS)

    Analisis Pengaruh Waktu Perlakuan dan Kuantitas Finebubble Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L. Var Grand Rapids) pada Hidroponik Sistem Wick

    No full text
    Produktivitas pertanian di Indonesia cenderung menurun dikarenakan adanya peralihan fungsi lahan sementara kebutuhan konsumsi sayuran terus meningkat. Untuk meningkatkan produksi sayuran perlu didukung berbagai usaha dengan ekstensifikasi salah satunya dengan teknik budidaya hidroponik. Hidroponik wick merupakan hidroponik paling sederhana. Dengan adanya perkembangan teknologi, pengoptimalan usaha pertanian dapat dilakuakan. Finebbubble akhir-akhir ini banyak digunakan dalam memperbaiki kulitas air limbah dengan begitu maka kandungan oksigen terlarut dalam air akan meningkat sehingga akan meningkatkan kalitas air tersebut. Pada penelitian kali akan merancang bagaiman penggunaan finebbuble pada hidroponik system wick dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil panen dari tanaman selada karena adanya peningkatan kandungan oksigen dalam air nutrisi.. Penelitian ini menggunakan metode pengolahan data Rancang Acak Lengkap Faktorial 2 faktor, faktor pertama lama pemberian perlakuan selama 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam dalam sehari. Faktor kedua kuantitas finebubble yaitu sebanyak 1 dan 2 diffuser. Tanaman hasil perlakuan akan dibandingkan dengan tanaman kontrol. Parameter yang diamati berupa indeks kehijauan daun, luas daun, jumlah helai daun, panjang basah akar, berat basah dan bukaan stomata. Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan lamanya dan kuantitas finebubble dapat meberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman kontrol. Perlakuan finebubble tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kehijauan daun, perlakuan 4 jam dengan 2 diffuser menghasilkan 21.3 unit dibanding control 18.6 unit. Hasil jumlah daun juga tidak berpengaruh nyata, perlakuan 4 jam1 diffuser menghasilkan rata-rata 9 helai dibanding control 7 helai. Perlakuan juga tidak berpengaruh nyata pada luas daun, perlakuan 8 jam dengan 2 diffuser menghasilkan 224.7 cm2 dibanding control 155.8 cm2. Perlakuan finebubble berpengaruh sangat nyata pada panjang akar, perlakuan 8 jam dengan 2 diffuser mengasilan 27.58 cm dibanding kontrol sebesar 20.3 cm. Hasil berat panen perlakuan juga tidak berpengaruh nyata, perlakuan 8 jam 2 diffuser menghsilkan 109.4 g dibanding kontrol 74.82 g. Pada bukaan lebar stomata berpengaruh secara nyata dengan perlakuan 4 jam dengan 2 diffuser menghasilkan 15.764 μm dibandingkan kontrol 8.984 μm

    Pemodelan Kinetika Perubahan Warna Pada Pengeringan Vacuum Irisan Jamur Kancing (Agaricus bisporus) Berbasis Analisis Atribut Warna L*a*b*

    No full text
    Jamur kancing memiliki struktur tubuh sangat rapuh setelah dipanen, sehingga membuat umur simpannya menjadi pendek. Salah satu cara memperpanjang umur simpan yaitu dengan mengawetkan produk menggunakan metode pengeringan. Salah satu dampak dari proses pengeringan yaitu terjadi perubahan warna pada produk. Untuk mengukur perubahan warna selama proses pengeringan dapat menggunakan metode analisis citra warna. Analisis citra warna yang digunakan pada penelitian ini adalah citra warna Lab* yang kemudian dimodelkan kedalam persamaan kinetika perubahan warna. Model yang digunakan pada penelitian ini yaitu, zero order, first order, second order, zervous, Nist Hahn 1, Power, dan Logistic. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2022 sampai Desember di Laboratorium TPPHP FTP UB yang dimulai dari tahap pengambilan sampel gambar, seleksi gambar, croping gambar, ekstrak atribut warna Lab*, dan kemudian dibuat model matematikanya

    Pengaruh Proporsi Tepung Kulit Apel Manalagi (Malus sylvestris (L.) Mill.) Dengan Tepung Komposit Terhadap Karakteristik Beras Analog Fungsional

    No full text
    Beras analog fungsional merupakan produk beras tiruan yang memiliki berbagai tujuan kesehatan, seperti untuk menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes. Beras analog fungsional perlu dikembangkan dengan tingkat glukosa rendah, seperti berbasis tepung kulit apel manalagi. Pemanfaatan kulit apel manalagi yang memiliki kandungan karbohidrat lebih rendah dan mengandung serat yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan kandungan protein, ditambahkan sumber protein yaitu tepung kacang merah. Penambahan tepung kacang merah menyebabkan perubahan warna pada beras sehingga perlu ditambahkan texturizer seperti tepung porang. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai proporsi tepung kulit apel manalagi : tepung kacang merah dan tepung porang pada pembuatan beras analog fungsional. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial, yaitu proporsi tepung kulit apel manalagi : tepung komposit 40gr:50gr, 50gr:50gr, 60gr:50gr: dan 70gr:50gr. Respon yang diamati adalah kadar air, daya rehidrasi, volume pengembangan, dan warrna kecerahan (L*), warna kemerahan (a*), warna kekuningan (b*), warna chroma (C), dan perbedaan warna antara beras dan nasi analog (ΔE). Analisis statistik menggunakan ANOVA (Analysis Of Variance) apabila terdapat perbedaan pengaruh tiap perlakuan dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode nilai efektivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung kulit apel manalagi : tepung komposit memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air, daya rehidrasi, volume pengembangan, dan warrna kecerahan, warna kemerahan, warna kekuningan, warna chroma, dan perbedaan warna antara beras dan nasi analog. Perlakuan terbaik beras analog adalah pada proporsi tepung kulit apel manalagi : tepung komposit sebesar 60gr : 50gr. Karakteristik fisik dan kimia beras analog perlakuan terbaik adalah daya rehidrasi 323,07%, volume pengembangan 85,48%, kecerahan (L*) 64,13, kemerahan (a*) 10,87, kekuningan (b*) 23,96, chroma (C) 26,36, perbedaan warna beras dan nasi analog (ΔE) 17,43, dan kadar air 14,08%
    corecore