26 research outputs found

    PENGARUH SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN MUTU SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees)

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap per-tumbuhan, produksi dan mutu sambiloto. Pene-litian pottelahdilaksanakan di rumah kaca Cimanggu, Balittro Bogor mulai Juli sampai dengan Nopember 2007. Penelitian mengguna-kan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri atas 13 perlakuan dosis larutan NaCl dengan ulangan 3 kali. Setiap satuan percobaan terdiri atas 6 tanaman. Masing-masing perla-kuan adalah; N0 = Disiram air (tanpa NaCl) 2 hari sekali, N1= Disiram larutan NaCl 1 g/l (86 mM) 2 hari sekali , N2 = Disiram larutan NaCl 1 g/l 3 hari sekali, N3 = Disiram larutan NaCl 1 g/l/tan 4 hari sekali; N4 = Disiram larutan NaCl 2 g/l (172 mM) 2 hari sekali; N5 = Disiram larutan NaCl 2 g/l 3 hari sekali; N6 = Disiram larutan NaCl 2 g/l 4 hari sekali; N7 = Disiram larutan NaCl 3 g/l/tan (258 mM) 2 hari sekali; N8 = Disiram larutan NaCl 3 g/l 3 hari sekali, N9 = Disiram larutan NaCl 3 g/l 4 hari sekali;  N10 = Disiram larutan NaCl 4 g/l (344 mM) 2 hari sekali; N11 = Disiram larutan NaCl 4 g/l 3 hari sekali; N12 = Disiram larutan NaCl 4 g/l (344 mM) 4 hari. Tingkat pemberian air atau larutan 4 mm/hari. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang, luas daun), produksi (bobot segar dan kering pangkasan), dan mutu simpli-sia.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ting-kat salinitas tidak berpengaruh terhadap per-tumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah cabang), namun berpengaruh terhadap indeks luas daun, bobot segar terna, bobot segar batang dan bobot kering batang. Produksi segar pada perlakuan penyiraman NaCl 2 g/liter air interval 2 hari sekali diperoleh 69,14 g/tanam-an, dengan peningkatan 3,87% dibanding pada pemberian air optimun (52,33 g/tanaman). Penyiraman NaCl 1 g/l dengan interval penyi-raman 2 hari sekali menghasilkan kadar andro-grapolida simplisia tertinggi (1,18%) pening-katannya sebesar 1,06% dibandingkan dengan penyiraman air optimum 4 ml/hari (0,70%).

    PENGARUH POLATANAM SAMBILOTO - JAGUNG SERTA DOSIS PUPUK ORGANIK DAN ALAM TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees)

    Get PDF
    ABSTRAKTuntutan pengguna untuk mendapatkan produk tanaman herbalorganik mendorong upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia danmenggantikannya dengan pupuk organik dan alam. Penelitian lapanguntuk mendapatkan dosis pupuk organik pada pola tanam sambiloto –jagung telah dilaksanakan di KP Cicurug pada bulan Juni – Desember2006. Ukuran plot 3 m x 4 m dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm (1tanaman/lubang tanam), ditanam dengan sistem bedengan. Penelitiandilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yangdisusun secara faktorial. Sebagai faktor pertama adalah polatanam, terdiridari : (1) P0 = monokultur; (2) P1 = polatanam dengan jagung, jarak tanamjagung antar baris 150 cm dan dalam baris 20 cm. Sedangkan sebagaifaktor kedua adalah dosis pupuk per hektar, terdiri dari (a) D1 = 10 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (b) D2 = 10 ton kompos+ 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (c) D3 = 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (d) D4 = 10 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (e) D5 = 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (f) D6 = 20 ton kompos +300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (g) D7 = 20 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (h) D8 = 20 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (i) D9 = 10ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP36 + 100 kg KCl/ha.Perlakuan D9 merupakan dosis pupuk rekomendasi yang dipergunakansebagai pembanding. Dari parameter pertumbuhan yang diamati, hanyajumlah cabang yang dipengaruhi oleh perlakuan polatanam, dosis pupukorganik dan pupuk alam. Polatanam monokultur menghasilkan jumlahcabang lebih banyak dibandingkan pola tumpangsari dengan jagung.Jumlah cabang primer terbanyak 32,92 dicapai pada perlakuan 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio. Produksi simplisiasambiloto pada pola monokultur (terbuka) pada panen pertama dan keduaberturut-turut adalah 507,57 kg/ha dan 797,56 kg/ha, lebih tinggi sekitar18% dan 15% dibandingkan dengan produksi simplisia pada polatumpangsari dengan jagung. Produksi jagung pipilan yang diperoleh daripola tumpangsari berkisar antara 3.278 – 4.134 kg/ha. Pada panen pertamaproduksi simplisia sambiloto tertinggi (614,87 kg/ha) diperoleh dariperlakuan dosis pupuk rekomendasi, sedang pada panen kedua (896,63kg/ha) dihasilkan pada dosis 20 ton kompos + 300 kg fosfat alam + 60 kgpupuk bio + 300 kg zeolit. Namun demikian produksi tersebut secarastatistik tidak berbeda nyata dengan produksi pada perlakuan dosis 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, yaknisebesar 835,10 kg/ha. Semua perlakuan menghasilkan mutu simplisiasambiloto yang memenuhi standar MMI.Kata kunci : Sambiloto, Andrographis paniculata Nees, polatanam,jagung, pupuk organik, pupuk alam, produksi, mutuABSTRACTEffect of Andrographis-corn cropping pattern and dosageof organic and natural fertilizers on yield and quality ofAndrographisAn increase of demand of organic herbal medicinal plantsencourage the effort to change the use of inorganic fertilizers with organicand natural fertilizers. Field experiment on andrographis was conducted atCicurug Research Station from June to December 2006. The aim of thisexperiment was to obtain optimum dose of organic and natural fertilizersof andrographis – corn cropping pattern. The experiment was conductedusing factorial randomized block design and three replications, where theplot size was 3 m x 4 m and planting space was 30 cm x 40 cm. The firstfactor was cropping systems i.e. (1) P0 = monoculture and (2) P1 =intercropping of andrographis and corn (planting space of corn was 150cm x 20 cm), while the second factor was dose of organic and naturalfertilizers per hectare, i.e.: (a) D1 = 10 ton compost + 300 kg rockphosphate + 60 kg biofertilizer, (b) D2 = 10 ton compost + 300 kg rockphosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite, (c) D3 = 10 ton compost+ 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (d) D4 = 10 ton compost +500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite, (e) D5 = 20ton compost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (f) D6 = 20 toncompost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite,(g) D7 = 20 ton compost + 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (h)D8 = 20 ton compost + 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300kg zeolite, (i) D9 = 10 ton manure + 200 kg Urea + 200 kg SP36 + 100 kg.Treatment D9 is a recommended fertilizers dose, which was used as acomparative dose. The result showed that cropping pattern and naturalfertilizers dosage did not affect growth parameters, except number ofbranch. Cropping pattern and natural fertilizers dosage significantlyaffected number of branch. The highest number of branch of 32.92 wasachieved on fertilizers dosage of 10 ton compost + 500 kg rock phosphate+ 60 kg biofertilizer. The treatments significantly affected yield ofsymplicia of andrographis. The yield of symplicia of monoculture systemat the first harvest was 507.07 kg/ha and the second was 797.56 kg/ha,which was 18% and 15% higher than that of intercropped system. Yield ofcorn ranged between 3,278 kg/ha and 4,134 kg/ha. At the first harvest, thehighest symplicia yield (614.87 kg/ha) was achieved at the treatment ofinorganic recommended dosage, while at the second harvest the highestyield of andrographis symplicia (896.63 kg/ha) was obtained from thetreatment of 20 ton compost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizerdan 300 kg zeolite. This value, however, was not significantly different tothe yield of the treatment of 10 ton compost + 300 kg rock phosphate + 60kg biofertilizer + 300 kg zeolite, which was 835.10 kg/ha. All treatmentsresulted good quality of symplicia which meet MMI standard quality.Key words : Andrographis paniculata Nees, cropping pattern, corn,organic fertilizers, natural fertilizers, yield, qualit

    Pengaruh Polatanam Sambiloto - Jagung Serta Dosis Pupuk Organik Dan Alam Terhadap Produksi Dan Mutu Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees)

    Full text link
    Tuntutan pengguna untuk mendapatkan produk tanaman herbalorganik mendorong upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia danmenggantikannya dengan pupuk organik dan alam. Penelitian lapanguntuk mendapatkan dosis pupuk organik pada pola tanam sambiloto –jagung telah dilaksanakan di KP Cicurug pada bulan Juni – Desember2006. Ukuran plot 3 m x 4 m dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm (1tanaman/lubang tanam), ditanam dengan sistem bedengan. Penelitiandilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yangdisusun secara faktorial. Sebagai faktor pertama adalah polatanam, terdiridari : (1) P0 = monokultur; (2) P1 = polatanam dengan jagung, jarak tanamjagung antar baris 150 cm dan dalam baris 20 cm. Sedangkan sebagaifaktor kedua adalah dosis pupuk per hektar, terdiri dari (a) D1 = 10 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (b) D2 = 10 ton kompos+ 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (c) D3 = 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (d) D4 = 10 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (e) D5 = 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (f) D6 = 20 ton kompos +300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (g) D7 = 20 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (h) D8 = 20 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (i) D9 = 10ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP36 + 100 kg KCl/ha.Perlakuan D9 merupakan dosis pupuk rekomendasi yang dipergunakansebagai pembanding. Dari parameter pertumbuhan yang diamati, hanyajumlah cabang yang dipengaruhi oleh perlakuan polatanam, dosis pupukorganik dan pupuk alam. Polatanam monokultur menghasilkan jumlahcabang lebih banyak dibandingkan pola tumpangsari dengan jagung.Jumlah cabang primer terbanyak 32,92 dicapai pada perlakuan 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio. Produksi simplisiasambiloto pada pola monokultur (terbuka) pada panen pertama dan keduaberturut-turut adalah 507,57 kg/ha dan 797,56 kg/ha, lebih tinggi sekitar18% dan 15% dibandingkan dengan produksi simplisia pada polatumpangsari dengan jagung. Produksi jagung pipilan yang diperoleh daripola tumpangsari berkisar antara 3.278 – 4.134 kg/ha. Pada panen pertamaproduksi simplisia sambiloto tertinggi (614,87 kg/ha) diperoleh dariperlakuan dosis pupuk rekomendasi, sedang pada panen kedua (896,63kg/ha) dihasilkan pada dosis 20 ton kompos + 300 kg fosfat alam + 60 kgpupuk bio + 300 kg zeolit. Namun demikian produksi tersebut secarastatistik tidak berbeda nyata dengan produksi pada perlakuan dosis 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, yaknisebesar 835,10 kg/ha. Semua perlakuan menghasilkan mutu simplisiasambiloto yang memenuhi standar MMI

    PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AIR PADA TIGA AKSESI SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees )TERHADAP MUTU DAN PRODUKSI SIMPLISIA

    Get PDF
    ABSTRAKPenelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian airterhadap tiga aksesi sambiloto untuk meningkatkan produktivitas dan mutusimplisia. Dilaksanakan di rumah kaca Balittro (Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatik), Bogor, dari bulan Juni sampai Desember 2006.Rancangan yang digunakan adalah petak terbagi, dengan ulangan tigakali. Petak utama adalah aksesi sambiloto (3 nomor) yaitu Cmg-1, Cmg 2,dan Blali-1, anak petak adalah pemberian air (5 perlakuan) yaitu 3, 4, 5, 6,dan 7 mm/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksiantara aksesi sambiloto dan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhantanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang dan luas daun), kecuali padaproduksi berat segar 2 bulan setelah tanam (BST) dan produksi beratkering pada 4 BST. Perlakuan Cmg-2 dikombinasi dengan pemberian air 5mm/hari menghasilkan berat segar dan kering tertinggi. Perlakuanpemberian air 3-7 mm/hari/tanaman dapat menghasilkan produksi danmutu simplisia yang dapat memenuhi standar Materia Medika Indonesia(MMI) berdasar kadar air, kadar abu, dan kadar sarinya. Dengan demikiankebutuhan air sambiloto setara dengan palawija atau sayur-sayuran. MutuBlali-1 dan pada perlakuan pemberian air 3 mm/hari menunjukkan kadarsari larut alkohol tertinggi (22,28%) dan Cmg-2 pada perlakuan pemberianair 4 mm/hari menunjukkan kadar sari larut air paling tinggi (28,14%) dankadar andrografolid simplisia 1,78%.Kata kunci : Sambiloto,  Andrographis  paniculata  Nees,  tingkatpemberian air, produksi, mutu simplisiaABSTRACTThe effects of water treatment on some numbers ofaccessions on the quality and production of the sympliciaof sambiloto, the king of bitter (Andrographis paniculataNees )The experiment was carried out to study the effect of watertreatment three accession of sambiloto, the king of bitter, to increase itsproductivity and symplicia. The experiment was conducted in the greenhouse of the Indonesian Medicinal and Aromatic Crop Research Institute(IMACRI), Bogor, from June to December 2006. The experimentarranged in split plot design with three replications, The main factor wasthree accession number of sambiloto i.e. Cmg-1, Cmg-2, and Blali-1,whereas the sub factor was water treatments i.e. 3 mm, 4 mm, 5 mm, 6mm, and 7 mm/day. The results showed that there was no interactionbetween the numbers of accessions and water treatment on the plantgrowth except for fresh weight production at 2 Month After Planting(MAP) and dry weight production at 4 MAP. Cmg-2 treatment combinedwith water treatment (5 mm/day) produced the highest fresh and dryweight. Water treatment of 3 - 7 mm/day produce the yield and quality thatmeet standard of the Materia Medika Indonesia (the material medical ofIndonesia) based on the water, ash, and gist contents. Therefore, waternecessity of sambiloto is evenly balanced with secondary crops orvegetables. The quality of Blali-1 on the water treatment of 3 mm/dayindicated the highest dissolved gist of alcohol (22.28%) meanwhile theCmg-2 on the water treatment of 4 mm/day showed the highest dissolvedgist of water (28.14%) and andrographolid content of symplicia is 1.78%.Key words : King of bitter, Andrographis paniculata Nees, watertreatment, yield, quality of symplici

    PRODUKSI DAN KANDUNGAN SELENIUM BEBERAPA GALUR TANAMAN TEMU-TEMUAN DI LAHAN PASANG SURUT, SUMATERA SELATAN

    Get PDF
    Lahan pasang surut merupakan lahan potensial untuk pertanian. Saat ini sebagian lahan pasang surut di Sumatera Selatan telah direklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, terutama untuk budidaya padi. Salah satu kelebihan lahan pasang surut adalah kandungan mineral Fe, Cu, dan Se yang cukup tinggi. Kelebihan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk pertanian dengan kandungan Se (selenium) tinggi bermanfaat sebagai antioxidan. Salah satu komoditas potensial untuk lahan pasang surut adalah tanaman temu-temuan. Penelitian penanaman temu-temuan di lahan pasang surut bertujuan untuk mengetahui produksi dan kandungan unsur mikro Se pada rimpang tanaman temu-temuan di lahan pasang surut. Penelitian lapang dilakukan di Desa Karang Agung, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Tiga jenis tanaman temu-temuan, yakni jahe emprit, kunyit, dan temulawak di-tanam dengan menerapkan standar prosedur operasional budidaya tanaman temu-temuan yang disesuaikan dengan kondisi lahan pasang surut, termasuk pengapuran dan pengaturan sistem drainase. Parameter yang diamati adalah produksi rimpang segar, mutu simplisia, dan kandungan Se pada rimpang temu-temuan. Sebagai pembanding ketiga jenis tanaman temu-temuan juga ditanam di tanah mineral di Sukamulia, Sukabumi dan dilakukan analisis Se pada rimpang temu-temuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi rim-pang segar untuk jahe emprit, kunyit, dan temulawak masing-masing adalah 4,52; 12,90; dan 20,40 ton/ha. Mutu simplisia memenuhi standar MMI, dimana kadar sari larut alkohol adalah 13,13-14,77%; 12,79-16,54%, dan 5,98-7,12%. Kandungan Se pada rimpang jahe, kunyit, dan temulawak berturut-turut 1,78; 1,98; dan 2,08 ppm, sedangkan kandungan Se pada rimpang temu-temuan yang ditanam di Sukamulia, Sukabumi tidak terukur

    KANDUNGAN KLOROFIL BERBAGAI JENIS DAUN TANAMAN DAN Cu-TURUNAN KLOROFIL SERTA KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIANYA

    Get PDF
    The chlorophyll is well known as natural antioxidant which is commonly high  level  in some geen leafy and has potential biological effect for a good  health and  has been proved has antioxidant and antimutagenic activity. In fact, a high content of chlorophyll is available in nature but in contrast its found commercially in Indonesia as imported product with a high price. The objectives of this study were to determine of chlorophyll level  of various leaves (Premna oblongifolia Merr., Saurpus androgynus  Merr. Centella asiatica, and Morus alba L),  to produce copper-chlorophyll derivative powder, and to observe its physico-chemical properties. The research showed that cincau leaf had higher level of chlorophyll than other leaves, meanwhile cincau leaf used as material of copper-chlorophyll derivative. Cincau leaves chlorophyll extract solution with Cu2+  100 mg/l level produce the cincau copper-chlorophyll derivative powder with highest  pH, solubility, and geenness compare to other copper levels. The cincau copper-derivate chlorophyll  powder contained chlorophyll 3986 mg/kg, b-carotene 33.8 mg/kg, and contained alkaloid, saponin, tanin, steroid, and glycoside

    PENGEMBANGAN TANAMAN KENCUR DENGAN CARA POLA TANAM SISIPAN

    No full text
    Kaempferia galanga L. is an important medicinal cropin Java, because of its good marketing prospects. This short plant has a slowly growth pattern up to 6 months after planting To increase productivity and to eliminate the risk of production, relay planting of it with other food crops such as corn, groundnut, and cassava might be utilized

    CARA BUDIDAYA PEGAGAN (Centella asiatica L.)

    No full text
    PEGAGAN, Centella asiatica (L.) Urban atau Hydro­ cotyle asiatica merupakan tumbuhan herba tanpa batang dengan rhizoma pendek dan geragih-geragih jalar panjang, daun berupa ginjal, pinggiran berombak bergerigi. Bunga berbentuk payung berwarna kemerahan, buah kuning-coklat. Di Indonesia dikenal sebagai obat untuk menyembuhkan luka, sariawan, obat batuk dan demam. Kandungan tanamannya antara lain: hidrokotilina (alkoholoik), asiatikosida (glikosida), oksiasiatikosida (saponin), asam lemak dan minyak atsiri. Dalam rangka pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan telah dilakukan gerakan TOGA sebagai usaha perbaikan dan peningkatan kesehatan dengan menyediakan obat tradisional bagi masyarakat desa. Pegagan atau antanan lebih dikenal sebagai gulma, karena tumbuhan ini sering tumbuh sendiri di antara tanaman yang diusahakan. Namun dengan adanya gerakan TOGA  tersebut tumbuhan ini kemudian diupa­yakan untuk dibudidayakan

    STUDI EKOLOGI DALAM UPAYA BUDIDAYA BIDARA LAUT

    No full text
    Tumbuhan bidara laut (Strychnos lucida R.Br) semula ditemukan tumbuh pada habitat yang mempunyai ekologi yang tidak terlalu khusus. Bidara laut dapat tumbuh baik pada lahan kurang subur bahkan di tempat berbatu, misalnya jenis tanah organosol atau aluvial, juga di lahan beriklim kering dengan tipe iklim C dan D berdasarkan klasifikasi Oldeman. Penyebarannya relatif sangat luas mulai dari daerah dekat pantai sampai hutan dipegunungan
    corecore