e-Journal Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan / National Institute of Health Research and Development
Not a member yet
4237 research outputs found
Sort by
Potensi Ekstrak Biji Coklat (Theobroma cacao Linn) sebagai Inhibitor Tirosinase untuk Produk Pencerah Kulit
Hyperpigmentation is a condition of excessive skin pigments production. The skin colour is strongly influenced by the presence of melanin that marked by the melanin tyrosinase enzyme activity. Cocoa (Theobroma cacao Linn) is one of the ingredients which are rich in flavonoids include polyphenolic compounds that used as antioxidants and a tyrosinase inhibitor. The aim of this study is to examine the potential of the cocoa bean extract as a tyrosinase inhibitor for skin lightening active ingredients. The method of the study was experimental laboratories, among others: total flavonoid and tyrosinase inhibitory activity assay. The result of this research was ethanol extract of cocoa had tyrosinase inhibitor activity. The inhibitory activity could be seen from the IC50 for monophenolase activity were 352.05 μg mL-1 and for diphenolase activity 836.20 μg mL-1 respectively. This value is greater than kojic acid, for monophenolation was 2.38 μg mL-1 and diphenolation was 10.74 μg mL-1. The total flavonoids content was 0.05% w/w so that the ethanol extract of the cocoa bean is a natural product that potential to be used in the formulation of skin lightening cream in the pharmaceutical sciences
USIA MENARCHE PADA ANAK PEREMPUAN BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI, KONSUMSI MAKANAN DAN AKTIVITAS FISIK
AbstractBackground: Menarche is the first menstrual periods that occurs during puberty of a girl. Nowadays, there is a tendency of puberty child age to become earlier.Objective: The study aims to determine the average age of menarche and age-related factors in children.Method: The study was conducted in all public elementary schools in Marpoyan Damai sub-district, Pekanbaru. The type of research used is analytical cross-sectional study. The samples were children who had menarche as many as 110 girls, with criteria menarche maximum three months ago. Independent variables studied are nutritional status, fat intake, frequency of junk food consumption, physical activity, maternal menarche age, and parents income. Data analysisis done by multiple linear regression.Results: This study found the mean age of menarche of children 11.9 years earlier than the mean age of maternal menarche is 12.9 years. The variables associated with menarche age are nutritional status (β=-0.2), fat intake (β=-0.02), frequency of junk food consumption (β=-0.3), and physical activity (β= -0.07).Conclusion: Menarche was associated with nutritional status, fat intake, frequency of junk food, and physical activity. It is recommended for community health center to do counseling to school about reproductive health and balanced diet. For the school, it is recommended to provide healthy canteen.Keywords: Physical activity, Fat intake, Junk food consumption, Age of menarche, Nutritional status AbstrakLatar Belakang: Menarche adalah menstruasi yang pertama terjadi pada masa pubertas seorang anak perempuan. Saat ini ada kecenderungan usia pubertas anak menjadi semakin dini.Tujuan: Analisis ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata usia menarche dan faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menarche pada anak.Metode: Penelitian dilakukan di seluruh SD Negeri di Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitic Cross Sectional Study. Subjek adalah anak yang sudah menarche sebanyak 110 orang, dengan kriteria menarche maksimal tiga bulan yang lalu. Variabel independen yang diteliti adalah status gizi, asupan lemak, frekuensi konsumsi junk food, usia menarche ibu, aktivitas fisik, dan penghasilan orang tua. Analisa data dilakukan dengan regresi linier berganda.Hasil: Penelitian ini menemukan rata-rata usia menarche anak 11,9 tahun, yang lebih dini dibandingkan rata-rata usia menarche ibu yaitu 12,9 tahun. Variabel yang berhubungan dengan usia menarche adalah status gizi (β=-0,2), asupan lemak (β=-0,02), frekuensi konsumsi junkfood (β=-0,3), dan aktivitas fisik (β=0,07).Kesimpulan: Menarche berhubungan status gizi, asupan lemak, frekuensi konsumsi junk food, dan aktivitas fisik. Disarankan kepada Puskesmas untuk melakukan penyuluhan ke sekolah tentang kesehatan reproduksi dan gizi seimbang. Bagi pihak sekolah dianjurkan untuk menyediakan kantin sehat.Kata kunci: Aktivitas fisik, Asupan lemak, Konsumsi junk food, Status gizi, Usia menarch
Hubungan Program Penanggulangan Malaria dengan Kasus Malaria di Kabupaten Lahat Tahun 2016
Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Lahat karena memiliki Annual Parasite Incidence (API) tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebesar 2,94‰ pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015 sebesar 2,57‰. Tingginya angka kesakitan malaria di Kabupaten Lahat sehingga diperlukan penanggulangan malaria secara komprehensif baik secara promotif, preventif, dan kuratif yang akan berdampak pada penurunan angka kesakitan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan program penanggulangan malaria dengan angka kesakitan malaria di Kabupaten Lahat. Desain penelitian ini adalah deskritif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan terhadap 31 orang pengelola program malaria di puskesmas di Kabupaten Lahat. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh data kuantitatif, serta pengumpulan data sekunder malaria dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase puskesmas yang melakukan upaya promotif yaitu penyuluhan sudah cukup tinggi (93,5%), namun masih belum bermakna secara statistik terhadap stratifikasi wilayah berdasarkan Annual Paracite Insidence (API). Upaya preventif yang banyak dilakukan adalah pembagian kelambu dan yang terendah adalah penyebaran ikan pemakan jentik. Program penanggulangan malaria yang berhubungan dengan angka kesakitan berdasarkan angka API di Kabupaten Lahat adalah kegiatan pembagian obat Artemisinin-base Combination Treatment (ACT) pada penderita positif malaria (p value = 0,008). Kata kunci: program penanggulangan malaria, annual parasite incidine, artemisinin-base combination treatment, Lahat ABSTRACT Malaria is still a health problem in Lahat Regency because it has the highest Annual Parasite Incidence (API) in South Sumatera Province which is 2.94‰ in 2014 and decreased to 2.57‰ in 2015. The high rate of malaria morbidity occured in Lahat Regency so it is important to conduct comprehensive malaria prevention by promotive, preventive, and curative to decrease malaria morbidity rate. This study aims to determine the relationship between malaria prevention program with malaria morbidity rate in Lahat Regency. The design of this research was descriptive analytic with cross sectional approach. This research was conducted on 31 malaria program managers at puskesmas in Lahat Regency. The method used was interview using questionnaires to obtain quantitative data, while secondary malaria data was obtained from Lahat District Health Office. The results showed that the percentage of puskesmas that conducted promotive efforts by counseling was quite high (93,5%), but still not statistically significant to the stratification of area based on API-rate. The most prevalent preventive measures was the distribution of nets and the lowest was the spread of larvivorous fish. Malaria prevention programs which had significant impactto morbidity based on API-rate in Lahat was the distribution of Artemisinin-base Combination Treatment (ACT) given to people with malaria positive (p value = 0,008). Keywords: malaria control program, annual parasite incidence, artemisinin-base combination treatment, Lahat
PERAN DAN POTENSI KADER KESEHATAN DALAM KEGIATAN DETEKSI DINI DAN PEMANTAUAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TEMANGGUNG
Konsumsi garam beriodium merupakan salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Pengawasan terhadap penggunaan garam beriodium perlu dilakukan untuk memantau jenis garam yang dikonsumsi masyarakat. Kegiatan deteksi dini untuk bayi usia 0-3 bulan juga merupakan kegiatan yang penting untuk dilakukan karena semakin awal kasus GAKI ditemukan pada anak, semakin cepat pula kasus tersebut bisa diatasi dan anak bisa tumbuh normal seperti anak lain. Kegiatan deteksi dini dan pemantauan garam beriodium dilakukan oleh kader kesehatan di Kabupaten Temanggung yang sudah dilatih sebelumnya. Penelitian ini mengidentifkasi masalah yang dihadapi kader dalam kegiatan deteksi dini dan pemantauan garam beriodium di masyarakat. Penelitian kualitatif dengan metode diskusi kelompok terarah (DKT) dengan melibatkan 10 orang kader kesehatan dari desa-desa di Kabupaten Temanggung. Mereka telah dilatih sebelumnya untuk melakukan kegiatan deteksi dini bayi dan tes cepat garam. Hasil FGD dianalisis secara deskriptif naratif. Permasalahan yang dihadapi kader adalah kesulitan mengartikan istilah medis dalam form deteksi dini. Permasalahan lain adalah rasa minder ketika kader bertemu dengan orangtua bayi yang berpendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka. Rasa minder menjadikan peserta ragu dan
kurang percaya diri ketika memeriksa bayi. Ketergantungan kader terhadap bidan cukup tinggi ketika melakukan kegiatan deteksi dini. Kader memiliki potensi untuk diberdayakan dan berperan penting dalam mendukung program penanggulangan GAKI. Keterampilan dan rasa percaya diri kader masih perlu ditingkatkan. Pemberdayaan masyarakat menjadi hal penting yang tidak bisa diabaikan
Teknik Serangga Mandul Nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai Upaya Pengendalian Vektor Filariasis di Kota Pekalongan
Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan infeksi cacing filarial dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina. Upaya pengendalian filariasis masih terbatas pada pengobatan penderita dan mencegah infeksi sekunder, sedangkan pengendalian terhadap nyamuknya belum optimal.Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan cara pengendalian vektor yang ramah lingkungan, efektif, dan potensial. Desain penelitian adalah quasi eksperimental dengan rancangan pre postest control group design. Lokasi penelitian di Kelurahan Padukuhan Kraton, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Teknik Serangga Mandul dilakukan dengan melakukan iradiasi terhadap nyamuk jantan di laboratorium (BATAN) dengan dosis (0 Gy, 60 Gy, 65 Gy, 70 Gy, 75 Gy dan 80 Gy). Nyamuk jantan yang terpapar iradiasi dilakukan pengujian kemandulan, daya tahan hidup, daya saing kawin dan jarak terbang. Nyamuk jantan Culex quinquefasciatus yang berasal dari laboratorium Balai Litbang P2B2 Banjarnegara pasca iradiasi dosis 60 Gy,65 Gy,70 Gy,75 Gy dan 80 Gy diperoleh angka sterilitas tinggi yaitu antara 95,35 %-98,53 % yang artinya peluang untuk berkembang biak hanya 1,5-4,5 %. Umur nyamuk pasca iradiasi tanpa dikawinkan rata-rata mencapai 35 hari, daya saing kawin skala laboratorium hampir mendekati normal (0,7-0,8), daya saing kawin skala semi lapangan lebih rendah dibanding nyamuk normal (0,04-0,2), jarak terbang nyamuk hanya tertangkap pada radius 100 m. Pemanfaatan radiasi sinar gamma untuk memandulkan Culex quinquefasciatus efektif pada dosis 70 Gy dan bisa dilakukan dengan untuk intervensi pengendalian Culex quinquefasciatus pada lingkup yang terbatas
KAJIAN AWAL POTENSI TUMBUHAN OBAT, ANTI KANKER, ANTI HIV DARI TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT The preliminary study of medicinal plant from Kerinci Seblat National Park as anti cancer and anti HIV
.ABSTRACTIndonesia has long been known as a mega biodiversity country, which can be explored its various functionssustainably. Unfortunately, such natural treasury has been neglected, even though it contains many naturalsubstances for medical uses that can generate significant economical advantages and increase human welfare.Plants generally develop defence mechanisms againts herbivores and pathogens through both mechanicalstructures and secondary compounds. The later can be explored for their pharmaceutical uses. The objective ofthe study is to preliminary asses the potential of Kerinci-Seblat as a source for natural substances for medical uses.A plot of 1 ha was established and all trees with > 5 cm were measured, and collected their herbarium specimens,and identified. The results show 27, 147, and 11 tree species potentially contain Benzyl-isoquinoline (BI), Ellagicacid and proanthocyanins (EL&P), and Iridoid (Ir), respectively. These substances can be used to fight heartrelateddisorder, diabetics, and to develop natural-based drugs for antioxidants, anti virus, and anti depresants.Natural substances within sixteen families and 54 species can be further developed into anti cancer drugs, while10 families and 37 species contain potential substances that can be used to fight HIV. ABSTRAKIndonesia telah lama dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman jenis yang sangat besar yangdapat dieksplorasi secara berkelanjutan untuk berbagai fungsi. Sayangnya kekayaan alam tersebut telahdiabaikan, meskipun memiliki potensi atas berbagai senyawa alami untuk keperluan pengobatan yang dapatmenghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Tanamanumumnya mengembangkan mekanisme pertahanan terhadap desakan herbivora dan patogen baik melaluistruktur mekanik dan senyawa sekunder. Senyawa metabolit sekunder ini dapat dieksplorasi untuk keperluanfarmasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara awal potensi Taman Nasional Kerinci Seblatsebagai sumber bahan alami untuk keperluan medis. Plot seluas 1 ha dibuat dan semua pohon dengan ukurandiameter > 5 cm diukur, dan dikumpulkan spesimen herbariumnya, kemudian diidentifikasi. Hasil dari kajianini menunjukkan bahwa berturut turut sebanyak 27 spesies pohon mengandung Benzyl-isoquinoline (BI),147 spesies mengandung ellagic acid dan proanthocyanins (EL & P), dan 11 spesies mengandung Iridoid (Ir).Zat ini dapat digunakan untuk melawan gangguan yang berhubungan dengan jantung, penderita diabetes,dan untuk mengembangkan obat alami berbasis antioksidan, anti virus, dan anti depresants. Zat alami dalamenam belas famili dan 54 spesies dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi obat anti kanker, sedangkan 10famili dan 37 spesies mengandung zat yang berpotensi untuk digunakan melawan HIV.Kata kunci: antikanker, antiHIV, Kerinci Sebla
PROSPEK SENYAWA FLAVONOID KULIT BATANG CEMPEDAK (Artocarpus champeden Spreng) SEBAGAI INHIBITOR DETOXIFIKASI HEME PARASIT MALARIA The detoxification inhibitory activity of heme malaria parasite by flavonoid in Cempedak bark (Artocarpus champeden Spreng)
ABSTRACTThe reaserch on the prospect of cempedak (Artocarpus champeden Spreng) bark as heme malaria parasite detoxificationinhibitor has been conducted. The flavonoid content was isolated from the methanolic extract of thecempedak bark and had been determine the anti-malaria propertise by in-vitro technique. The methode used wasBHIA (β- hematin Inhibitor Assay) and ultra observation of malaria parasite structure. The results showed thatisolates ME2 (IC50 = 0.35μg/ml) and morakhalkon compound A (IC50 = 0:28 mg /ml or 0.83μM) were isolatedfrom the methanol extract of the Cempedak bark is potential as an antimalarial. Compounds A and isolates morakhalkonME2 has a mechanism of action as an inhibitor of heme detoxification process of the malaria parasite.Therefore flavonoid from Cempedak bark is prospective developed as a new antimalarial drug. ABSTRAKPenelitian tentang prospek kulit batang cempedak (Artocarpus champeden Spreng) sebagai inhibitor detoxifikasiheme parasit malaria telah dilakukan. Senyawa flavonoid diisolasi dari ekstrak metanol kulit batang cempedakdan diuji potensi antimalarianya serta hambatan detoxifikasi heme secara in vitro. Pengujian hambatandetoxifikasi heme dilakukan dengan metode BHIA (β-hematin Inhibitor Assay) dan pengamatan ultra strukturparasit malaria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat ME2 (IC50=0.35μg/ml) dan senyawa morakhalkonA (IC50= 0.28 μg/ml atau 0.83μM) yang diisolasi dari ekstrak metanol kulit batang cempedak berpotensi sebagaiantimalaria. Senyawa morakhalkon A dan isolat ME2 memiliki mekanisme aksi sebagai inhibitor prosesdetoksifikasi heme parasit malaria. Oleh karena itu senyawa flavonoid dari kulit batang cempedak prospektifdikembangkan sebagai obat antimalaria baru.Kata kunci: Artocarpus champeden Spreng, antimalaria, inhibitor detoxifikasi heme
ARAH KEBIJAKAN KESEHATAN MENTAL: TREN GLOBAL DAN NASIONAL SERTA TANTANGAN AKTUAL
Globally, during the last three decades, mental health has played significant role in regards to the discourse of global health policy. Since two decades ago, WHO has firmly defined health as a rounded state of condition where an individual reaches “…not merely absence of the illness, but also achieves physical, mental and social well-being.” WHO’s definition of health implies a significant impact on global health policy – all member of states should adhere their health policy to this definition. The Global Burden of Disease study carried out by WHO in 2012 that mapped out the burden of disease around the world revealed an appalling fact namely worsened mental health condition. Years lost due to disability (YLD) study mentioned that 6 out to 20 diseases that were most responsible in causing disability were mental illnesses. Therefore, this article aimed to describe the mental illness prevalence in global and national level by reviewing several mental illness epidemiological studies. Additionally, this article highlighted some of important challenges that should be considered by healthcare service providers and policymakers in tackling mental health issues, which are treatment gap and mental health stigma
Faktor Determinan Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Umur 25-65 tahun di Kota Bogor
Background: Coronary Heart Disease (CHD) is the highest prevalence of Non Communicable disease (NCD) in general population. It affects the morbidity, disability, and mortality rate. The factors that are related to CHD can be controlled and the occurrence of CHD can be prevented. Aim of this study is to identify the determinant factors that are related to CHD on residents in Central Bogor village, Indonesia. Method: The data for this study is based on the baseline data of 2011-2012 NCD cohort study of Central Bogor village in Bogor city of West Java province. Diagnosis of CHD are based on the symptoms of CHD by interview and ECG examination. There are respondents, male and female, aged 25-65 years. Multivariate analysis had been done to describe the factors that influenced CHD. Results: The prevalence of CHD is 20,9 ± 0,41 percent in aged 25-65 years of Central Bogor population. Risk factors that are related to CHD are: stroke, 3.5 times (95% CI 2.0-5.9); hypertension, 1.6 times (95% CI 1.3-1.9); followed by IFG, 1.5 times (95% CI 1.1-1.9); diabetes mellitus, 1.2 times (95% CI: 0.8-1.6); emotional disorders, 1.4 times (95% CI: 1.2-1.7); LDL, 1.3 times (95% CI: 1.0-1.6); obese based on BMI, 1.2 times (95% CI: 1.0-1.5); compared to population with no risk factors. The proportion of CHD in female 1.9 times more than males and there are increasing with age. Conclusion: hypertension and hyperglycemia are the determinant factors of developing CHD. It is recommended develop a CHD risk guidebook to raise public awareness about CHD risk factors.