306 research outputs found
PENGUASAAN PENGETAHUAN PEMBUATAN BATIK CAP PADA PESERTA DIDIK SMKN 14 BANDUNG
Masalah dalam penelitian ini yaitu penguasaan pengetahuan pembuatan batik cap pada peserta didik perlu ditingkatkan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh data mengenai penguasaan pengetahuan pembuatan batik cap pada peserta didik DPK Tekstil SMKN 14 Bandung. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa tes hasil belajar dengan bentuk pilihan ganda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel total peserta didik DPK Tekstil 1 dan DPK Tekstil 2 yang mengikuti mata pelajaran pembuatan batik cap sebanyak 52 peserta didik. Hasil penelitian berkaitan dengan aspek pengetahuan batik pengetahuan berada pada kategori tinggi. Pemahaman alat, bahan, dan motif batik cap berada pada kategori cukup tinggi. Penerapan proses pembuatan batik cap berada pada kategori cukup tinggi. Secara keseluruhan penguasaan pengetahuan batik cap pada peserta didik SMK berada pada kategori cukup tinggi. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar peserta didik meningkatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan pembuatan batik cap di SMKN 14 Bandung.
----------
Problems in this study is the acquisition of knowledge of making batik on the learner needs to be improved. The purpose of this study is to obtain data regarding the acquisition of knowledge of making batik on learners DPK Textile SMKN 14 Bandung. The method used is descriptive method. Data collection techniques such as achievement test with multiple choice. The sample used in this study is total sample of learners DPK DPK Textile Textile 1 and 2, which follow the course of making batik as many as 52 students. Results of research related to aspects of knowledge batik knowledge at the high category. Understanding of the tools, materials, and batik motif in the category is quite high. Application of the process of making batik in the category is quite high. Overall mastery of knowledge batik on vocational students in the category is quite high. Recommendations result of this research is to make the students improve the mastery of knowledge and skills of making batik in SMKN 14 Bandung
Analisis Nilai Tambah dan Rentabilitas Agroindustri Tahu Bulat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya :1) Biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C agroindustri tahu bulat dalam satu kali proses produksi. 2) Nilai tambah agroindustri tahu bulat dalam satu kali proses produksi, dan 3) Nilai rentabilitas agroindustri tahu bulat dalam satu kali proses produksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada seorang perajin tahu bulat di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis. Responden yang diambil dalam penelitian ini diambil secara sengaja (purposive sampling), yaitu pada agroindustri tahu bulat Perusahaan Asian Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Besarnya biaya produksi agroindustri tahu bulat pada Perusahaan Asian dalam satu kali proses produksi adalah Rp.44.872.306,71, penerimaan sebesar Rp.85.705.000,00 pendapatan sebesar Rp. 40.832.693,29, dan R/C sebesar 1,90. 2) Besarnya nilai tambah pada agroindustri tahu bulat pada Perusahaan Asian dalam satu kali proses produksi sebesar Rp.11.964,46 per kilogram. 3) Besarnya nilai rentabilitas pada agroindustri tahu bulat pada Perusahaan Asian dalam satu kali proses produksi sebesar 90,99 persen
PENENTUAN LOKASI PASAR INDUK BERAS DI KABUPATEN SUBANG
Negara Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai iklim tropis,
sebagian besar penduduk di negara Indonesia bermatapencaharian sebagai petani yang
bergantung kepada produksi primer. (Adiwilaga, Anwas. 1982: Ilmu Usaha Tani)
Tanaman pangan merupakan produk pertanian yang memegang peranan penting
dari keseluruhan sub sektor lain dari produk pertanian, Selain itu tanaman pangan juga
merupakan produk pertanian utama yang langsung dapat dirasakan akibatnya apabila
ketersediannya terganggu. (Hanani, Ibrahim, dan Purnomo. 2003: Strategi
Pembangunan Pertanian)
Kabupaten Subang merupakan salah satu penghasil tanaman pangan dalam hal
ini penghasil beras terbesar di Jawa Barat yang diarahkan menjadi salah satu lumbung
padi di tingkat nasional. Pada saat ini, produksi beras yang dihasilkan oleh Kabupaten
Subang adalah sebesar 765.394
ton dan beras yang dikonsumsi hanyalah sekitar 215.459
ton. Gambaran perbedaan yang cukup besar antara hasil produksi dan konsumsi
menghasilkan surplus beras yang cukup besar.
Penyaluran beras yang terjadi di Kabupaten Subang sebagian besar (80%)
dikuasai oleh saluran swasta. Saluran pemerintah, dalam hal ini Bulog hanya melakukan
transaksi jika harga nyata beras berada di bawah harga dasar pembelian yang telah
ditetapkan pemerintah. Representasi dari pemasaran lewat saluran swasta yang ada,
merupakan pemasaran dengan mata rantai yang cukup panjang. Berdasarkan hal diatas,
maka pembangunan pasar induk beras cukup dibutuhkan oleh Kabupaten Subang.
Tahapan awal dalam menentukan suatu lokasi pasar induk beras memerlukan
suatu kriteria teknis yang dapat menggambarkan kebutuhan lokasi untuk pasar induk
beras. Kebutuhan lokasi untuk pasar induk beras dapat terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
kebutuhan lokasi dalam skala regional dan kebutuhan lokasi skala lokal. Kebutuhan
lokasi skala regional merupakan pertimbangan utama dalam penulisan ini. Hal tersebut
dikaitkan dengan tujuan penentuan lokasi (kota) untuk pasar induk beras. Persyaratan
lokasi skala regional menyatakan bahwa lokasi pasar induk beras haruslah berdekatan
dengan lokasi huller desa yang ada sebagai suatu daerah tangkapan produksi dan pasar
wilayah sebagai suatu daerah pemasaran, serta ketersediaan lahan pertanian sebagai
gambaran penghasil beras terbesar. Hal tersebut dikaitkan dengan fungsi pasar induk
beras sebagai pasar utama untuk koleksi dan distribusi.
Pendekatan yang dilakukan untuk penyelesaian mengenai masalah lokasi pasar
induk beras ini adalah optimasi lokasi menggunakan metode P-Median dengan kriteria
total jumlah jarak minimum terhadap huller desa yang ada dan pasar wilayah, serta
ketersediaan lahan pertanian. Pendekatan jarak minimal dilakukan karena komoditi
beras tidak mempunyai spesifikasi pengangkutan yang khusus selain kegiatan pasar
induk beras tidak mempunyai standar wilayah pelayanan yang ada. Adapun penentuan
bobot untuk tiap-tiap calon lokasi didasarkan pada total biaya angkut komoditi dari
lokasi produksi ke pasar induk beras dan dari pasar induk beras ke pasar wilayah yang
ada, serta ketersediaan lahan, kemudian dikaitkan dengan total jarak minimum antar
kecamatan
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa lokasi optimal untuk pasar induk beras
berada pada Kota Pagaden
PEMILIHAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI DI KABUPATEN SUMEDANG
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang didambakan oleh setiap lapisan penduduk
dalam pelaksanaan pembangunan, salah satunya adalah kenaikan pendapatan penduduk
yang merupakan suatu cerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan
penduduk serta memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk
menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan
suatu tindakan tertentu. Sektor industri dipandang sebagai suatu usaha membawa
penduduk keluar dari keterbelakangan. Dengan maksud, bahwa sasaran utama
pembangunan adalah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah yang cukup
tinggi sebagai penunjang kegiatan pembangunan. Sehingga dalam perencanaan wilayah
diartikan sebagai salah satu upaya untuk merumuskan dan mengaplikasi kerangka teori
ke dalam kebijakan dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan
aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial di suatu wilayah dengan tujuan
tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Ditetapkannya Kecamatan Cipeundeuy sebagai Zona Industri sejak tahun 1995 telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD Kabupaten Subang dengan jumlah
tenaga kerja yang terserap oleh sektor industri yang ada di Kecamatan Cipeundeuy
sebesar 6.749 orang dari 12 (dua belas) kegiatan industri yang berkembang, sedangkan
penduduk lokal yang terserap di zona industri tersebut adalah 1.564 atau 23,17%,
sehingga dengan adanya industri tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
baik penduduk yang bekerja disektor industri maupun penduduk yang bekerja disektor
non industri. Akan tetapi berdasarkan data IPM (indeks Pembangunan Manusia) Tahun
2008 menunjukan bahwa penduduk Kecamatan Cipeundeuy dalam lingkup Kabupaten
Subang dalam kategori prasejahtera. Sehingga perlu adanya suatu tinjauan apakah ada
hubungan pekerjaan penduduk sektor industri dan industri terhadap kesejahteraan.
Dengan tujuan ingin mengetahui besarnya hubungan pekerjaan terkait Zona Industri
terhadap kesejahteraan penduduk, yang mana ruang lingkup materi kajian didasarkan
pada beberapa indikator kesejahteraan, antara lain: tingkat kemampuan ekonomi,
tingkat pendidikan, kondisi temapat tinggal, kondisi keamanan lingkungan, pelayanan
sarana kesehatan, kemudahan mendapatkan angkutan umum dan pemanfaatan sarana
olahraga.
Penelitian ini dilakukan dengan memaparkan gambaran umum wilayah kajian dan
gambaran umum sektor industri pada Zona Industri Kecamatan Cipeundeuy, adapun
analisis ini dilakukan dengan mentabulasikan data dalam analisis crosstabs, kemudian
dilakukan uji chi-square dan dideskripsikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan pekerjaan terkait zona industri terhadap indikator kesejahteraan penduduk.
Dari hasil penelitian analisis yang dilakukan bahwa pekerjaan terkait adanaya industri
belum berhubungan terhadap kesejahteraan penduduk Kecamatan Cipeundeuy, hal ini
dapat diketahui dari hasil analisis terhadap indikator-indikator kesejahteraan penduduk
hanya 4 (empat) indikator yang berhubungan, yaitu indikator tingkat kemampuan
ekonomi (penghasilan dan konsumsi), indikator tingkat pendidikan dan indikator
kemampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan
DAMPAK EKONOMI KEGIATAN INDUSTRI KONVEKSI TERHADAP PEREKONOMI LOKAL DI KECAMATAN SOREANG
Industri kecil merupakan bagian penting dari sistem perekonomian suatu
wilayah, sehingga dapat juga dikatakan maju dan mundurnya industri kecil dapat
mempengaruhi perkembangan suatu wilayah. Perkembangan industri kecil tidak
dapat dilepaskan dari peranan faktor-faktor yang menunjang keberhasilan industri
itu sendiri, seperti permodalan, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku, sarana dan
prasarana di kawasan industri serta berbagai faktor lainnya. Industri kecil juga
memiliki peranan penting di dalam memperluas lapangan pekerjaan,
meningkatkan pendapatan, khususnya bagi para tenaga kerja, juga menumbuhkan
kemampuan dan kemandirian perekonomian di suatu wilayah serta dapat
menciptakan kegiatan ekonomi lainnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, studi ini bertujuan untuk mengkaji
dampak dari kegiatan industri konveksi di Kecamatan Soreang Kabupaten
Bandung terhadap pengembangan ekonomi local yang meliputi pertumbuhan
kegiatan industri konveksi dan peningkatan pendapatan tenaga kerja industri
konveksi dan masyarakat lainnya yang membuka usahanya, sebagai akibat dari
adanya kegiatan industri konveksi, serta mengkaji mengenai keterkaitan antar
faktor serta variabelnya yang mempengaruhi dampak tersebut (efek pengganda).
Dengan menggunakan teknik analisis Shift Share, Multiplier Effect, dan
Regresi Berganda ditarik beberapa kesimpulan yaitu terjadinya perkembangan
atau pertumbuhan tenaga kerja dan industri konveksi di Kecamatan Soreang,
pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan industri konveksi
di Kabupaten Bandung, karena nilai dari Industrial/Proportional Shift adalah (+)
dan untuk Differential shift Component memiliki nilai yang positif (+), hal ini
berarti Kecamatan Soreang memiliki keuntungan lokasional seperti sumber daya
yang melimpah/efisien atau letaknya yang srategis. Kegiatan industri kecil
konveksi ini didukung oleh kegiatan perekonomian lainnya, sebagai akibat dari
adanya kegiatan industri konveksi tersebut, seperti usaha ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi tenaga kerja dan masyarakat lainnya
seperti toko/kios/warung dan rumah sewaan, dan hasil yang di dapat cukup besar,
sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik.
Penjalaran ekonomi sebagai akibat adanya efek pengganda banyak dipengaruhi
oleh tiga variabel, yaitu variabel pendapatan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja
yang berbanding lurus dengan efek pengganda sehingga apabila jumlah
pendapatan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerjanya meningkat maka akan
meningkatkan efek penggandanya, sedangkan variable aksesibilitas yang dilihat
dari jarak lokasi kegiatan industri konveksi terhadap akses jalan berbanding
terbalik, sehingga apabila semakin berkurang, yakni semakin dekat lokasi industri
dengan akses jalan maka akan meningkatkan efek penggandanya dan sebalikny
PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN PRIORITAS DI KABUPATEN SUBANG
P
PP
Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam,
tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan,
transportasi dan komunikasi, komposisi industri, situasi ekonomi dan perdagangan antar
wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan
(kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara
luas.Pengembangan wilayah pada prinsipnya adalah pembangunan ekonomi di wilayah tersebut.
Pengembangan ekonomi daerah pada saat ini lebih mewacana seiring dengan diterapkannya
kebijakan otonomi daerah. Potensi alam yang kaya serta melimpahnya tenaga kerja, sepatutnya
menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Sayangnya, kebijakan yang ditempuh selama ini
tidak berbasiskan pada kerja yang integral. Pengenalan kemampuan (economic foundation) dan
potensi alam tidak terangkum dalam kebijakan yang sistematis. Dengan diterapkannya otonomi
daerah, sebenarnya dapat mengembangkan peranan daerah menjadi lebih strategis, sehingga
memiliki kemampuan dalam memajukan perekonomiannya. Didalam pembangunan wilayah,
pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis
tentang pengembangan ekonomi yang terjadi disuatu wilayah. Oleh karena itu, dengan adanya
perbedaan potensi sumberdaya alam yang dimiliki tersebut, maka tingkat pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah akan berbeda satu sama lain. Keterbatasan potensi sumberdaya yang dapat
dikembangkan untuk pengembangan wilayah akan memerlukan suatu alternatif pengembangan
sektor perekonomian yang lebih strategis.
Permasalahan ekonomi mendasar yang sering dihadapi oleh wilayah-wilayah yang
sedang berkembang yaitu menetapkan sektor prioritas yang sesuai dengan potensi wilayahnya.
Pemilihan sektor perekonomian prioritas akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan faktor
produksi yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan sektor basis (faktor yang
dominan dalam suatu perekonomian daerah dan memberi pendapatan melalui perdagangan antar
daerah) dan mendorong sektor non basis kearah sektor basis. Berdasarkan hal tersebut maka
diperlukan suatu analisis untuk menentukan komoditas tanaman pangan yang menjadi prioritas
bagi pengembangan ekonomi Kabupaten Subang dengan pendekatan faktor sumberdaya,
potensi pasar, serta kebijakan pemerintah Kabupaten Subang. Metoda analisis yang digunakan
dalam studi ini terdiri dari tiga metoda yaitu metoda Analytical Hierarchy Process (AHP),
metoda Shift and Share dan metoda penampalan (overlay) untuk menentukan kesesuaian lahan
pertanian setiap komoditas tanaman pangan.
Berdasarkan kondisi eksisting dan analisis yang dilakukan dalam studi ini, maka
dihasilkan output yaitu berupa komoditas tanaman pangan prioritas bagi Kabupaten Subang,
lokasi ideal bagi pengembangan komoditas tanaman pangan prioritas di Kabupaten Subang,
serta rekomendasi begi pihak terkait dalam membantu pengembangan komoditas tanaman
pangan prioritas tersebut baik secara umum (Kabupaten Subang) maupun per Kecamatan.
Key word :
Komoditas tanaman pangan, Prioritas, Kesesuaian lahan komoditas, metoda Analytical
Hierarchy Process (AHP) , metoda Shift and Share
KAJIAN HUBUNGAN PEKERJAAN PADA ZONA INDUSTRI TERHADAP INDIKATOR KESEJAHTERAAN PENDUDUK KECAMATAN CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang didambakan oleh setiap lapisan penduduk
dalam pelaksanaan pembangunan, salah satunya adalah kenaikan pendapatan penduduk
yang merupakan suatu cerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan
penduduk serta memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk
menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan
suatu tindakan tertentu. Sektor industri dipandang sebagai suatu usaha membawa
penduduk keluar dari keterbelakangan. Dengan maksud, bahwa sasaran utama
pembangunan adalah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah yang cukup
tinggi sebagai penunjang kegiatan pembangunan. Sehingga dalam perencanaan wilayah
diartikan sebagai salah satu upaya untuk merumuskan dan mengaplikasi kerangka teori
ke dalam kebijakan dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan
aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial di suatu wilayah dengan tujuan
tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Ditetapkannya Kecamatan Cipeundeuy sebagai Zona Industri sejak tahun 1995 telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD Kabupaten Subang dengan jumlah
tenaga kerja yang terserap oleh sektor industri yang ada di Kecamatan Cipeundeuy
sebesar 6.749 orang dari 12 (dua belas) kegiatan industri yang berkembang, sedangkan
penduduk lokal yang terserap di zona industri tersebut adalah 1.564 atau 23,17%,
sehingga dengan adanya industri tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
baik penduduk yang bekerja disektor industri maupun penduduk yang bekerja disektor
non industri. Akan tetapi berdasarkan data IPM (indeks Pembangunan Manusia) Tahun
2008 menunjukan bahwa penduduk Kecamatan Cipeundeuy dalam lingkup Kabupaten
Subang dalam kategori prasejahtera. Sehingga perlu adanya suatu tinjauan apakah ada
hubungan pekerjaan penduduk sektor industri dan industri terhadap kesejahteraan.
Dengan tujuan ingin mengetahui besarnya hubungan pekerjaan terkait Zona Industri
terhadap kesejahteraan penduduk, yang mana ruang lingkup materi kajian didasarkan
pada beberapa indikator kesejahteraan, antara lain: tingkat kemampuan ekonomi,
tingkat pendidikan, kondisi temapat tinggal, kondisi keamanan lingkungan, pelayanan
sarana kesehatan, kemudahan mendapatkan angkutan umum dan pemanfaatan sarana
olahraga.
Penelitian ini dilakukan dengan memaparkan gambaran umum wilayah kajian dan
gambaran umum sektor industri pada Zona Industri Kecamatan Cipeundeuy, adapun
analisis ini dilakukan dengan mentabulasikan data dalam analisis crosstabs, kemudian
dilakukan uji chi-square dan dideskripsikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan pekerjaan terkait zona industri terhadap indikator kesejahteraan penduduk.
Dari hasil penelitian analisis yang dilakukan bahwa pekerjaan terkait adanaya industri
belum berhubungan terhadap kesejahteraan penduduk Kecamatan Cipeundeuy, hal ini
dapat diketahui dari hasil analisis terhadap indikator-indikator kesejahteraan penduduk
hanya 4 (empat) indikator yang berhubungan, yaitu indikator tingkat kemampuan
ekonomi (penghasilan dan konsumsi), indikator tingkat pendidikan dan indikator
kemampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan
Keragaan Sistem Premi Penyadap Di Beberapa Perusahaan Perkebunan Karet
Produktivitas tanaman di Perusahaan perkebunan karet selain dipengaruhi oleh faktor teknis budidaya juga dipengaruhi oleh faktor nonteknis seperti manajemen penyadapan. Faktor manajemen penyadapan yang paling berpengaruh dalam mendorong produktivitas adalah sistem premi. Premi merupakan suatu penghargaan yang diberikan oleh Perusahaan kepada pekerja yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan sistem premi di beberapa Perusahaan perkebunan karet. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 dengan metode survei dan wawancara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu dengan memilih sentra perkebunan karet terbesar di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum jenis premi penyadap di Perusahaan perkebunan karet meliputi premi sadap hari biasa (premi prestasi, premi kerajinan, dan premi khusus), premi sadap hari libur, dan premi sadap bebas. Untuk mendukung penyadapan memperoleh hasil yang optimal maka diberikan premi kepada pekerja lain yang berkaitan dengan operasional panen. Di antara jenis premi pekerja lain yang dianggap penting adalah premi mandor besar, mandor sadap, TAP kontrol induk, TAP kontrol afdeling, koordinator produksi, krani afdeling, pembantu krani, pekerja TPH, dan penjaga afdeling. Seorang mandor dan TAP kontrol memiliki kontribusi dalam menentukan kelas penyadap. Perannya pada beberapa kebun berada di bawah kendali afdeling. Nilai premi seorang mandor dan TAP kontrol diatur sedemikian rupa sehingga berbanding lurus dengan nilai premi penyadap. Pada kondisi tersebut penerapan fungsi kelas penyadap yang berkaitan langsung dengan kualitas penyadapan menjadi tidak representatif. Selain faktor peran dari fungsi pengawasan, nilai insentif yang diatur dalam sistem premi dinilai belum mampu mendorong penyadap melakukan penyadapan sesuai norma. Diperlukan sistem premi yang tegas terhadap perbedaan kelas penyadap dan peran pengawas yang berdiri sendiri di luar stuktur afdeling sebagaimana yang disampaikan dalam studi ini. Diterima : 5 Desember 2013; Direvisi : 28 Februari 2014; Disetujui : 30 Mei 2014 How to Cite : Fauzi, I. R., Syarifa, L. F., Herlinawati, E., & Siagian, N. (2014). Keragaan sistem premi penyadap di beberapa Perusahaan perkebunan karet. Jurnal Penelitian Karet, 32(2), 157-180. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/16
Kelayakan Pengembangan Perkebunan Karet Di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan merupakan salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia, tidak terkecuali tanaman karet. Salah satu diantara tiga belas kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki potensi bagi pengembangan perkebunan karet adalah Kabupaten Tanah Bumbu. Dengan teknik budidaya yang masih tradisional, saat ini produktivitas lahan perkebunan karet di Kabupaten Tanah Bumbu umumnya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kelayakan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian dilakukan pada tahun 2014 dengan metode survei dan dianalisis secara diskriptif kualitatif dan kuantitatif melalui pendekatan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan kelayakan finansial proyek menurut empat kriteria investasi yaitu Nett Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), dan Payback Period (PBP). Hasil analisis menunjukkan bahwa pengembangan perkebunan karet di kedua kecamatan sampel seluas ±5.620 Ha di Kecamatan Kusan Hulu sebagai Satuan Lahan I dan ±11.261 Ha di Kecamatan Satui sebagai Satuan Lahan II mendapatkan respon positif dari 90% responden. Secara finansial besaran nilai dari empat kriteria investasi masing-masing adalah NPV sebesar IDR 243 Milyar dan IDR 187Milyar, B/C ratio sebesar 2,08 dan 1,99, selanjutnya IRR sebesar 27,20% dan 17,53%, dan PBP selama 8 tahun 3 bulan dan 13 tahun 9 bulan. Berdasarkan keempat kriteria tersebut maka program pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Tanah Bumbu dinilai layak. Diterima : 4 Agustus 2015 / Direvisi : 15 Juli 2016 / Disetujui : 26 Juli 2016 How to Cite : Fauzi, I., Bukit, E., Andriyanto, M., & Istianto, I. (2016). Kelayakan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Karet, 34(1), 107-118. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/22
- …
