15 research outputs found

    PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN GERIATRI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG YANG MENDAPAT PERAWATAN GIGI DAN TIDAK MENDAPAT PERAWATAN GIGI

    Get PDF
    Latar Belakang : Seiring dengan proses menua, terjadi perubahan struktur dan fungsi, baik yang disebabkan secara fisiologis maupun patologis, yang kadang kala sulit dibedakan.Proses menua pada daerah orofacial merupakan bagian dari proses menua pada lansia yang mempengaruhi sistem mastikasi.Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering ditemukan pada lansia adalah kehilangcan gigi sebagian maupun seluruhnya.Dampak dari buruknya kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kehidupan sehari-hari lansia. Lebih lanjut akan mempengaruhi kemampuan mengunyah, berkurangnya indera perasa, bicara, estetik, dan seringkali mengakibatkan terbatasnya kehidupan sosial. Keluhan - keluhan yang muncul ini dapat diperkirakan terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup baik yang perawatan gigi dan tidak perawatan gigi. Tujuan :Menjelaskan perbedaan kualitas hidup pada pasien geriatri di RSUP dr. Kariadi Semarang yang mendapat perawatan gigi dan tidak mendapatkan perawatan gigi Metode :penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling. Subjek penelitian adalah lansia berusia > 60 tahun dengan besar sampel 40 responden yaitu 20 kelompok geriatri yang perawatan gigi dan 20 kelompok geriatri yang tidak perawatan gigi. Data yang diperoleh berupa status geriatri yang perawatan gigi dan tidak perawatan gigi (secara subjektif) dan dan kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas hidup (dengan kuesioner OHIP-14). Uji statistik menggunakan uji normalitas Shapiro-wilk dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil :Diperoleh rata-rata skor OHIP-14 pada kelompok geriatri yang tidak perawatan gigi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok geriatri yang perawatan gigi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan gigi dan mulut kelompok geriatri yang tidak perawatan gigi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok geriatri yang perawatan gigi. Uji Shapiro-Wilk menunjukkan sebaran tidak normal, karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Mann-Whitney dan diperoleh perbedaan yang signifikan (p<0,05). Kesimpulan :Terdapat perbedaan bermakna antara kualitas hidup geriatri yang perawatan gigi dan tidak perawatan gigi. Kata kunci :Geriatri,perawatan gigi, kualitas hidup

    PERBEDAAN EFEKTIFITAS MANAJEMEN NYERI PASCA EKSTRAKSI GIGI DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN DAN PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN

    Get PDF
    Latar Belakang: Salah satu tindakan perawatan gigi adalah ekstraksi gigi. Ekstraksi gigi adalah proses mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan patologisnya dari dalam soket gigi dan menanggulangi komplikasi yang mungkin terjadi. Di Indonesia, angka pencabutan gigi masih tinggi. Nyeri pada gigi umumnya dikeluhkan oleh pasien kepada dokter gigi sebagai gejala yang paling sering dialami baik karena penyakit maupun pasca perawatan gigi seperti cabut gigi maupun operasi. Di daerah Sragen masih sangat jarang dilakukan penelitian mengenai kesehatan gigi mulut, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Metode: Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional. Sampel penelitian ini adalah 30 pasien ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan 30 pasien ekstraksi gigi di Puskesmas Sidoharjo Sragen. Pemilihan sampel menggunakan metode Consecutive Sampling. Sebagai variabel bebas adalah manajemen nyeri, sedangkan variabel tergantungnya adalah nyeri pasca ekstraksi gigi. Hasil: Pada uji beda statistik yang menggunakan uji Mann-Whitney dikatakan signifikan apabila p0,005) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Simpulan: tidak terdapat perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro dan Puskesmas Sidoharjo Sragen Kata Kunci: Efektifitas Manajemen Nyeri, Nyeri Pasca Ekstraksi Gig

    Pemberian Fenitoin Oral dan Timbulnya Hiperplasia Ginggiva pada Pasien Epilepsi

    Full text link
    Phenytoin oral treatment and the development of ginggival hyperplasia in epileptic patientsBackground: Phenytoin is commonly used as a first line drug therapy for epilepsy because of its potency and low cost. Dosage and duration of oral phenytoin administration have been considered as important factors in the development of ginggival hyperplasia.Objective: To investigate whether dosage and duration of oral phenytoin USAge were risk factors of ginggival hyperplasia in epileptic patients.Method: Twenty epileptic patiens with phenytoin monotherapy who developed ginggival hyperplasia, and 20 epileptic patients with phenytoin monotherapy without ginggival hyperplasia as a control group were studied. The history of illness, physical examination, fasting and post prandial blood glucose level, funduscopy, oral hygiene, index of hyperplasia scoring from Saymor were taken. Blood sample 3-5 cc were also taken to examine the level of phenytoin. Oral dose, serum dose and duration of administration were noted. Odd ratio was calculated by multiple regression statistic (95% confidence interval).Result: High dose of oral phenytoin was a significant risk factor of ginggival hyperplasia, (p6 months was not a risk factor (p=0.522). Adjusted by duration of oral phenytoin USAge, high dose of oral phenytoin USAge was still a significant risk factor for gingival hyperplasia, OR=29.14 (95%CI 3.8-291.9).Conclusion: High dose of phenytoin was a significant risk factor for ginggival hyperplasia

    HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KARIES DAN PERAN IBU DALAM MENCEGAH KARIES PADA ANAK TUNAGRAHITA (Studi Terhadap Orang Tua Dari Anak Tunagrahita SLB Negeri Semarang)

    Get PDF
    Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan terbatas dalam merawat diri sehingga keadaan rongga mulutnya lebih buruk dibanding anak seusianya. Prevalensi karies pada anak tunagrahita tergolong tinggi yaitu mencapai 82,6 %. Peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita sangat dibutuhkkan karena anak memiliki keterbatasan dalam merawat diri. Sedangkan, peran ibu dalam  mencegah karies dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang karies pada anak tunagrahita, mengetahui peran ibu dalam mencegah karies pada anak  tunagrahita, serta mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang karies dan peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita di SLB Negeri Semarang. Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan survei cross sectional. Subyek penelitian ini adalah anak tunagrahita yang berjumlah 79 anak dan 79 ibunya. Pengumpulan data karies diperoleh dari pemeriksaan DMF-T pada anak. Pengetahuan dan peran ibu diperoleh dari kuesioner yang telah diuji  validitas dan realibilitasnya. Analisis data menggunakan analisis Spearman Rank dan Uji regresi linier berganda. Berdasarkan uji Spearman Rank didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang karies dengan nilai signifikansi 0,015 (p<0,05), dan hubungan yang signifikan antara peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita dengan nilai signifikansi 0,005 (p<0,05). Pada uji regresi linier berganda didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang karies dan peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita dengan nilai signifikansi 0,040 dan 0,007 (p<0.05). Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibutentang karies, hubungan yang signifikan peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita, hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang karies dan peran ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita di SLB Negeri Semarang

    Penyakit Periodontal Sebagai Penyebab Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Dr. Kariadi Semarang

    Full text link
    Background: Cardiovascular disease is a prevalent disease that occured on human population in this world. This disease was in second position in the most deadly disease after infection. One of cardiovascular disease that become prevalent lately in Indonesia was coronary heart disease. Coronary heart disease have many risk factors, one of them is pathological condition of artery blood vessel inner wall, that suspected by some doctors can be caused by bacterial activity from periodontal disease, a disease that most people think harmless. The previous researchs already suspected that there are relation from this two disease, but none of them can define the real realtionship, because of to many confound factors. The aim of this research is to find out wether there any conection beetwen periodontal disease and coronar heart disease or not.Methods: This was a descriptive-analytical research with Case-control approach, the samples are 35 coronary heart disease patienst, and 35 others heart diseases patient, all of the samples were treated in second and third class of Dokter Kariadi Hospital heart ward. The periodontal index was counted with classification from Russel.Result: Using Chi square test to analyze the characteristics of samples, it can be concluded that hipertension and oral health care have significant relation with coronary heart disease. And using Mann whitney test, it`s concluded that periodontal disease have significant relationship with coronary heart disease. But, because there are more than one variable that has significant relationship with coronary heart disease, we`re using Logistic-Regression test to excluded other confounding factors.Conclusion: There is a relation from periodontal disease and coronary heart disease, but there is confounding factor that is more dominant, it is hipertensio

    EFEKTIVITAS DAYA HAMBAT DAN DAYA BUNUH BAKTERI ULKUS TRAUMATIKUS PADA MUKOSA MULUT DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI PROPOLIS (Trigona sp.)

    Get PDF
    Ulkus traumatikus adalah lesi yang terjadi akibat trauma pada jaringan epitel. Akibat trauma ini bisa menyebabkan jaringan epitel terkoyak. Penyembuhan ulkus ini dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengaruh traumatiknya. Proses penyembuhan bisa terganggu atau terhambat bila terjadi infeksi. Propolis Trigona sp. mampu menghilangkan pengaruh infeksi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat dan daya bunuh pada berbagai konsentrasi propolis (Trigona sp.) terhadap bakteri ulkus traumatikus pada mukosa mulut. Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung diameter zona hambat dan zona bunuh.Penelitian ini bersifat eksperimen laboratoris semu dengan menggunakan rancangan post test only control group design dengan menggunakan tiga variasi konsentrasi yaitu 25%, 50%, 100% dan aquades sebagai kontrol negatif. Hasil dianalisa  menggunakan Kruskall-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukan nilai 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan daya hambat terhadap bakteri ulkus traumatikus secara signifikan untuk masing-masing konsentrasi propolis. Hasil penelitian tidak menemukan perbedaan signifikan daya bunuh bakteri pada masing–masing konsentrasi propolis.Kesimpulan dari penelitian ini adalah propolis (Trigona sp.) efektif sebagai daya hambat, akan tetapi tidak efektif sebagai daya bunuh pada koloni bakteri penyebab ulkus traumatikus

    EFEKTIVITAS DAYA HAMBAT DAN DAYA BUNUH BAKTERI ULKUS TRAUMATIKUS PADA MUKOSA MULUT DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI PROPOLIS (Trigona sp.)

    Get PDF
    Ulkus traumatikus adalah lesi yang terjadi akibat trauma pada jaringan epitel. Akibat trauma ini bisa menyebabkan jaringan epitel terkoyak. Penyembuhan ulkus ini dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengaruh traumatiknya. Proses penyembuhan bisa terganggu atau terhambat bila terjadi infeksi. Propolis Trigona sp. mampu menghilangkan pengaruh infeksi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat dan daya bunuh pada berbagai konsentrasi propolis (Trigona sp.) terhadap bakteri ulkus traumatikus pada mukosa mulut. Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung diameter zona hambat dan zona bunuh.Penelitian ini bersifat eksperimen laboratoris semu dengan menggunakan rancangan post test only control group design dengan menggunakan tiga variasi konsentrasi yaitu 25%, 50%, 100% dan aquades sebagai kontrol negatif. Hasil dianalisa  menggunakan Kruskall-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukan nilai 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan daya hambat terhadap bakteri ulkus traumatikus secara signifikan untuk masing-masing konsentrasi propolis. Hasil penelitian tidak menemukan perbedaan signifikan daya bunuh bakteri pada masing–masing konsentrasi propolis.Kesimpulan dari penelitian ini adalah propolis (Trigona sp.) efektif sebagai daya hambat, akan tetapi tidak efektif sebagai daya bunuh pada koloni bakteri penyebab ulkus traumatikus

    HUBUNGAN PERIODONTITIS DENGAN PENDERITA STROKE DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

    Get PDF
    Background: Periodontitis is an oral infection that common found in society. Periodontitis is one of risk factors from stroke, because the bacterias, bactery’s products, and food that attached to the teeth infiltrating the circulation and causing vessel inflamation . After vessel inflamation’s happened, atherosclerosis occurs then lead to stroke incidence. Some studies have been prooved the correlation form periodontal disesase to stroke event, but there is no clear explanation about this relationship. So far there is no study about this topic in Kariadi Hospital, so it is necessary to held a case-control study about the correlation periodontitis and stroke event. Method: Clinical experimental study with case control design was used. This study sample were neurologic patients in the third class of neurologic ward Kariadi Hospital, Semarang. Seventy patients divided to 2 groups; 35 stroke patients group and 35 non-stoke. Periodontitis was used as independent variable and stroke patient as dependent variable. Data was analysed by SPSS for Windows 15.0 with significance value p < 0.05. Result: Periodontal index mean in stroke group was 4.37 and 3.46 for non-stroke patients, with significance value 0.013 (p < 0.05), so it could be concluded that there is significant different between stroke group and non-stroke group in periodontal index. With regression logistic test, hypertension and dental examination was confunding factor, with wald value (8.450) for hypertension and (4,024) for dental examination. Conclusion: There was relation between periodontal disease and stroke event, but there was more dominant factors, hypertension and dental examination. Key words: Periodontitis, Strok

    PENYAKIT PERIODONTAL SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

    Get PDF
    Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang sangat banyak terjadi pada populasi manusia di dunia. Penyakit ini berada pada posisi ke dua penyakit mematikan, setelah infeksi. Salah satu penyakit kardiovaskular yang mulai banyak terjadi di Indonesia adalah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah kerusakan dinding pembuluh darah pada arteri koronaria pada jantung, yang dicurigai dapat dipicu oleh aktifitas bakteri yang berasal dari penyakit periodontal, penyakit yang selama ini dianggap tidak berbahaya oleh masyarakat luas. Pada penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya telah menemukan kecurigaan terhadap hubungan antara kedua penyakit ini, namun belum ada yang dapat menentukan kepastian hubungan kedua penyakit ini, dikarenakan banyaknya faktor perancu yang mempengaruhi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner di RSUP dr. Kariadi Semarang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan menggunakan pendekatan Case control. Sampel adalah pasien penderita penyakit jantung koroner sebanyak 35 orang, dan pasien penderita penyakit jantung selain jantung koroner sebanyak 35 orang, semua sampel merupakan pasien yang dirawat di bangsal jantung kelas 2 dan 3 RSUP dokter Kariadi Semarang. Sampel ini dinilai indeks periodontal menggunakan index periodontal menurut Russel Hasil: Dengan uji Chi Square pada karakteristik sampel penelitian, didapatkan hipertensi (p=0,031), dan periksa gigi (p=0,04) memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit jantung koroner. Dan dengan menggunakan uji Mann Whitney, didapatkan penyakit periodontal (p=0,02) memiliki hubungan yang bermakna dengan penyakit jantung koroner. Namun dikarenakan terdapat lebih dari satu variabel yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian penyakit jantung koroner, digunakan uji Logistic-Regression untuk menyingkirkan faktor-faktor perancu lainnya. Simpulan: Terdapat hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner, namun dalam penelitian terdapat faktor perancu yang lebih dominan, yaitu hipertensi Kata kunci: penyakit periodontal, penyakit jantung korone
    corecore