49 research outputs found
Gaya Bahasa Dan Tema Humor Yang Terdapat Dalam ”Sontoloyo” Harian Meteor
Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian yang diberikan kepadanya. Gaya merupakan sebuah pilihan. Pilihan dalam hal ini yaitu untuk menggunakan atau tidak menggunakan struktur yang menyimpang. Oleh karenanya gaya yang dipakai oleh seorang kreator berbeda dari seorang kreator yang lain. Hal ini sangat berhubungan dengan selera masing-masing. Dalam kreasi penulisan, kreator secara bebas dapat menampilkan bentuk ekspresi ke dalam bentuk penulisan tertentu, misalnya humor. Dalam penelitian ini penulis ingin mengungkapkan gaya bahasa dan tema yang dipakai dalam “Sontoloyo” Harian Meteor, adapun konsep-konsep teoritis yang penulis gunakan sebagai landasan penelitian, meliputi (1) gaya bahasa, dan (2) humor. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam “Sontoloyo” Harian Meteor, serta mendeskripsikan tema humor apa sajakah yang terdapat dalam “Sontoloyo” Harian Meteor. Berdasarkan gaya bahasa dalam “Sontoloyo” Harian Meteor, ditemukan lima jenis, yakni gaya bahasa perbandingan, yang terdiri dari hiperbola, metonimia, personifikasi, metafora, simile, asonansi. Gaya bahasa Perulangan, terdiri dari anaphora, mesodiplosis, epizeuksis. Gaya bahasa sindiran, yang terdiri dari ironi dan sarkasme. Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari 3 antitesis dan paradoks. Gaya bahasa penegasan, terdiri dari klimaks, antiklimaks, anafora, epistrofa dan polisidenton. Menurut sasaran yang dijadikan kelucuan humor dapat dibagi menjadi humor etnis, humor seksual, humor politik. Humor etnis mengangkat segi-segi yang mencolok dan dianggap sebagai kekurangan suatu kelompok etnis. Humor seksual adalah humor tentang alat kelamin, hubungan seks, atau hal-hal yang menyeret hubungan seks sebagai target humor. Humor politik Humor politik menjadikan pemimpin politik, politikus, lembaga, kelompok, partai, dan gagasan-gagasan politik sebagai sasaran
Patients with COVID-19 Critical Illness Have a Significantly Higher Systemic Immune-Inflammatory Index on Admission
The severity of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) has been correlated to the massive inflammatory response. Patients with COVID-19 have a higher inflammatory marker. The Systemic Immune-Inflammation Index (SII) can be considered as an indicator of the immune-inflammatory status. Many studies stated that SII could significantly indicate the severity of COVID-19. This research aimed to explore the admission SII score and its association with the severity of hospitalized patients with COVID-19. It was a cross-sectional observational study. Data were collected retrospectively from the electronic medical records (ERM) and Laboratory Information System (LIS). The severity of COVID-19 and laboratory data on admission were analyzed. There were 180 patients (49.4% males and 50.6% female) with COVID-19 included in this research. Of these 180 patients, 22. 8% were categorized as mild, 18.9 moderate, 37.2% severe, and 21.1% were critical cases. Patients with critical illness had significantly higher SII scores than other groups with a p-value 0.05. SII on admission could be a noticeable predictor of the occurrence of critically ill COVID-19 patients
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CATUR MEGURU DALAM PEMBELAJARAN GENDER WAYANG DI SLB NEGERI 1 BADUNG
Penelitian ini membahas tentang Penerapan Model Pembelajaran Catur Meguru Dalam
Pembelajaran Gender Wayang di SLB Negeri 1 Badung.Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan
tentang proses pembelajaran Gender Wayang, hasil pembelajaran Gender Wayang menggunakan model
pembelajaran Catur Meguru, dan faktor penghambat proses pembelajaran Gender Wayang di SLB Negeri 1
Badung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu
untuk mendeskripsikan tentang pembelajaran Gender Wayang dengan menggunakan model pembelajaran
Catur Meguru di SLB Negeri 1 Badung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori
belajar, teori pembelajaran, teori estetika, Gender Wayang dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembelajaran. Sumber data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukan (1) Proses pembelajaran Gender Wayang dengan model pembelajaran
Catur Meguru menggunakan 4 (empat) tahap yaitu: Tahap persiapan ada sumber pembelajaran, media
pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, tujuan pembelajaran, tahap penyampaian, tahap
latihan ada kegiatan inti dan kegiatan akhir, tahap penampilan, (2) Hasil pembelajaran Gender Wayang
menggunakan model pembelajaran Catur Meguru, peserta didik memperoleh nilai tinggi A (amat baik). (3)
Faktor penghambat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut
antara lain minat siswa, bakat siswa, perhatian, intelegensi atau kecakapan, keingintahuan, kebutuhan.
Faktor eksternal adalah sesuatu yang membuat siswa berminnat yang datangnya dari luar diri seperti sarana,
relasi dengan siswa.
Kata Kunci: Penerapan, model pembelajaran, karawitan Bali, catur meguru, dan gender wayang
Implementasi Augmented Reality Pada Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Materi Fotosintesis Untuk Siswa Kelas 5 SD Budi Luhur Pondok Aren
Pemanfaatan Augmented Reality pada media pembelajaran yang bersifat interaktif bertujuan untuk menarik minatbelajar siswa dan membantunya memperoleh pengalaman yang berbeda dalam mendapatkan informasi mengenaivisualisasi proses fotosintesist. Aplikasi ini diberi nama PlantAR dan dikembangkan menggunakan metodepengembangan aplikasi menggunakan IMSDD (Interactive multimedia system design and development) yangmempunyai empat tahapan, yaitu (1) system requirement, yaitu mengumpulkan kebutuhan system yang akandikembangkan; (2) design consideration, yaitu membuat desain interaktif dari aplikasi PlantAR; (3) implementation,yaitu membuat antarmuka interaktif menggunakan Adobe Flash CS3 dan pembuatan Augmented Reality menggunakansoftware 3DMax serta stage editor Openspace3D; (4) evaluation, ditinjau dari aspek interaksi manusia dan komputer,kualitas perangkat lunak dan aspek manfaat pembelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi, aplikasi pembelajaranfotosintesis ini dapat membantu siswa dalam mendapatkan visualisasi proses fotosintesis dengan pengalaman baru danmenarik, serta membantu guru dan siswa dalam menciptakan proses pembelajaran fotosintesis secara berbeda danlebih menarik. Dari hasil kuisioner kepada 60 responden yang terdiri dari siswa kelas 5 SD Budi Luhur disimpulkanbahwa 83% siswa menyatakan bahwa desain animasi 3D pada media pembelajaran PlantAR ini mudah digunakandan menarik minat belajar.Kata Kunci: 3D, Visualisasi, Fotosintesis, Augmented Realit
Attribution of space-time variability in global-ocean dissolved inorganic Carbon
The inventory and variability of oceanic dissolved inorganic carbon (DIC) is driven by the interplay of physical, chemical, and biological processes. Quantifying the spatiotemporal variability of these drivers is crucial for a mechanistic understanding of the ocean carbon sink and its future trajectory. Here, we use the Estimating the Circulation and Climate of the Ocean-Darwin ocean biogeochemistry state estimate to generate a global-ocean, data-constrained DIC budget and investigate how spatial and seasonal-to-interannual variability in three-dimensional circulation, air-sea CO2 flux, and biological processes have modulated the ocean sink for 1995–2018. Our results demonstrate substantial compensation between budget terms, resulting in distinct upper-ocean carbon regimes. For example, boundary current regions have strong contributions from vertical diffusion while equatorial regions exhibit compensation between upwelling and biological processes. When integrated across the full ocean depth, the 24-year DIC mass increase of 64 Pg C (2.7 Pg C year−1) primarily tracks the anthropogenic CO2 growth rate, with biological processes providing a small contribution of 2 (1.4 Pg C). In the upper 100 m, which stores roughly 13 (8.1 Pg C) of the global increase, we find that circulation provides the largest DIC gain (6.3 Pg C year−1) and biological processes are the largest loss (8.6 Pg C year−1). Interannual variability is dominated by vertical advection in equatorial regions, with the 1997–1998 El Niño-Southern Oscillation causing the largest year-to-year change in upper-ocean DIC (2.1 Pg C). Our results provide a novel, data-constrained framework for an improved mechanistic understanding of natural and anthropogenic perturbations to the ocean sink. © 2022. The Authors
Generating synthetic fjord bathymetry for coastal Greenland
Bed topography is a critical boundary for the numerical modelling of ice sheets and ice-ocean interactions. A persistent issue with existing topography products for the bed of the Greenland Ice Sheet and surrounding sea floor is the poor representation of coastal bathymetry, especially in regions of floating ice and near the grounding line. Sparse data coverage, and the resultant coarse resolution at the ice-ocean boundary, poses issues in our ability to model ice flow advance and retreat from the present position. In addition, as fjord bathymetry is known to exert strong control on ocean circulation and ice-ocean forcing, the lack of bed data leads to an inability to model these processes adequately. Since the release of the last complete Greenland bed topography-bathymetry product, new observational bathymetry data have become available. These data can be used to constrain bathymetry, but many fjords remain completely unsampled and therefore poorly resolved. Here, as part of the development of the next generation of Greenland bed topography products, we present a new method for constraining the bathymetry of fjord systems in regions where data coverage is sparse. For these cases, we generate synthetic fjord geometries using a method conditioned by surveys of terrestrial glacial valleys as well as existing sinuous feature interpolation schemes. Our approach enables the capture of the general bathymetry profile of a fjord in north-west Greenland close to Cape York, when compared to observational data. We validate our synthetic approach by demonstrating reduced overestimation of depths compared to past attempts to constrain fjord bathymetry. We also present an analysis of the spectral characteristics of fjord centrelines using recently acquired bathymetric observations, demonstrating how a stochastic model of fjord bathymetry could be parameterised and used to create different realisations.This study was supported by UK NERC grant NE/M000869/1