46 research outputs found

    Identifikasi Faktor Utama Pondok Pesantren Dalam Pengembangan Hutan Rakyat

    Full text link
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang faktor utama yang dimiliki Pondok Pesantren (Pontren) dalam pengelolaan hutan rakyat dan strategi pengembangannya. Metode yang digunakan yaitu dengan mengidentifikasi faktor-faktor dalam Pontren yang berpengaruh kuat terhadap pengelolaan hutan rakyat dengan menggunakan analisis SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities, dan threats) berdasarkan pendapat dari para pakar yang mengetahui dengan baik mengenai Pontren terutama yang terlibat dalam kegiatan kehutanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kekuatan utama yang mempengaruhinya adalah pemimpin yang kharismatik dengan nilai pengaruh 0,56 dan faktor kelemahan utama yang harus di minimalkan ada dua yaitu sifat dari Pontren yang masih mengkultuskan satu pemimpin dan tidak adanya keberlanjutan program dengan nilai pengaruh 0,47. Faktor peluang yang utama harus dimanfaatkan oleh pontren adalah adanya ayat alquran dan hadist-hadist yang mendukung tentang penyelamatan lingkungan dengan nilai pengaruh 0,5 dan faktor ancaman utama yang harus diatasi adalah banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan kebutuhan kehutanan dengan nilai pengaruh 0,62. Strategi yang paling sesuai dilakukan oleh pesantren dalam pengembangan hutan rakyat adalah dengan strategi SO (Strength Opportunities) berupa: 1) meningkatkan peran pemimpin/kyai dan 2) memperluas jaringan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat

    UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI MODEL ARTIKULASI PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS III SD ISLAM AL-MUNIR, TAMBUN UTARA

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicaramelalui Model Artikulasi pada siswa kelas III SD Islam Al-Munir. Metode penelitian yangdigunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Isntrumen yang digunakandalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja kemamluan berbicara, penilaian berdasarkanpada rubrik keterampilan berbicara. Hasil penelitian pada siklus I ketuntasan klasikalsebesar 50% dengan nilai rata-rata 75,3, pada siklus II ketuntasan klasikal mencapai 77%dengan nilai rata-rata 80,7 dan pada siklus III ketuntasan klasikal meningkat mencapai 93%dengan nilai rata-rata 88,9. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Model Artikulasidapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SD Islam Al-Munir, TambunUtara

    Peran Raden Ayu Lasminingrat dalam Mengembangkan Sekolah Keutamaan Istri Tahun 1907-1948

    Get PDF
    In the field of education, ethical politics has opened the way for indigenous people to make changes. However, the implementation of ethical politics has not fully given women the freedom to get formal education, especially in the Priangan area especially in the Limbangan area, Garut, West Java. The situation of women after the implementation of the Ethical Politics, especially in the Priangan area, most of the women were still bound by ignorance. Therefore, there were women who were concerned about education for women during the Dutch Colonial period. one of the characters namely Raden Ayu Lasminingrat born in 1843 in Limbangan Garut Regency is Princess Hoofd Penghulu Limbangan Garut namely Raden Haji Muhammad Musa

    PENGARUH LARGE BOOK TAX DIFFERENCES, LABA AKRUAL DAN ARUS KAS OPERASI TERHADAP PERSISTENSI LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2015. Penelitian ini bertjuan untuk menguji dan mengetahui pengaruh large positive book tax differences, large negative book tax differences, laba akrual dan arus kas operasi terhadap persistensi laba. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa laporan keuanag Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2015. Metode analisis yang digunakan adalaha analisis regresi linear berganda menggunakan perhitungan statistik dengan menerapkan SPSS (Statistical Product and Services Solutions) for Windows 16.00. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 35 perusahaan dengan 5 tahun periode penelitian dan menggunakan 3 jenis data laporan keuangan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dimana sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Populasi yang dijadikan sebagai sampel yaitu sebanyak 35 perusahaan dengan 5 tahun periode penelitian dan menggunakan 3 data laporan keuangan, sehingga jumlah keseluruhan data dalam penelitian ini adalah 525 data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa large positive book tax differences dan large negative book tax differences tidak memiliki pengaruh terhadap persistensi laba. Hal ini dikarenakan beban manfaat pajak tangguhan tidak dapat memprediksii persistensi laba. Laba Akrual dalam penelitian ini juga menunjukkan jika tidak berpengaruh teradap persistensi laba. Hal ini dikarenakan rendahnya nilai dari laba akrual perusahaan selama periode penelitian. Sedangkan, arus kas operasi berpengaruh positif signifikan terhadap persistensi laba. Sehingga tingginya arus kas operasi meningkatkan persistensi laba. Kata Kunci : Large Positive Book Tax Differences, Large Negative Book Tax Differences, Persistensi Laba, Laba Akrual, Arus Kas Operas

    PROSESI UPACARA KIRAB PANJI LAMBANG DAERAH BANJARNEGARA DI KABUPATEN BANJARNEGARA

    Get PDF
    Prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara di Kabupaten Banjarnegara Oleh Eva Nur Fauziyah NIM : 05205241022 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asal-usul kota Banjarnegara, prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, makna simbolik Upacara Kirab Panji Lambang Daerah bagi masyarakat Kabupaten Banjarnegara, dan fungsi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara di Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. Sumber data utama penelitian ini berupa deskripsi setting Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, serta dokumen atau referensi yang mendukung data utama. Data diperoleh dengan observasi dan wawancara mendalam dengan sesepuh, kepala desa dan orang-orang yang terlibat serta memiliki pengetahuan tentang Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu kamera digital, catatan wawancara dan kamera video serta alat tulis. Analisis data yang digunakan adalah kategorisasi dan perbandingan berkelanjutan. Keabsahan data digunakan triangulasi data yang meliputi teknik triangulasi sumber dan teknik triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) asal-usul Prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara berdasarkan: (a) kisah Kyai Ageng Maliu pendiri Desa Banjar, (b) Kabupaten Banjar Petambakan, (c) Banjar watu Lembu Pindah ke Banjarnegara, (d) penetapan Hari Jadi Banjarnegara; (2) rangkaian prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, meliputi : (a) persiapan meliputi mempersiapkan tempat, mempersiapkan bahan dan perlengkapan, pembuatan gunungan sayuran, gunungan buah, (b) pelaksanaan meliputi pembukaan, sambutan-sambutan dan penyerahan Panji Lambang Daerah Banjarnegara, inti terdiri dari Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, penyambutan rampak bedug, rebutan Gunungan, tarian Tari Tiara, sidang paripurna DPRD dan ditutup oleh do’a; (3) Makna simbolik Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara yaitu Panji Lambang Daerah Banjarnegara menggambarkan indahnya Kabupaten Banjarnegara dan menjadi sarana kemakmuran masyrakat Banjarnegara, gunungan yang menyimbulkan kesederhanaan antar warga yang rukun satu sama lain serta menjaga tali silaturahmi yang mencerminkan rasa persatuan dan kesatuan antara warga setempat dengan warga lain di luar Kabupaten Banjarnegara; (4) Fungsi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah tersebut antara lain (a) fungsi spiritual, (b) fungsi sosial, (c) fungsi budaya dan (d) fungsi ekonomi

    Potensi dan Peran Pesantren sebagai Lembaga Pelaksana Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Rhl)

    Full text link
    Pesantren merupakan suatu komunitas sosial yang cukup dominan dalam mengatur tata kehidupan masyarakatnya dalam menghadapi kehidupan sehingga dapat memberikan arahan dan pedoman. Komponen pesantren terdiri dari: pondok, mesjid, satri, kitab Islam klasik, dan faktor dominan adalah Kyai. Kyai yang kharismatik serta adanya norma merupakan suatu kekuatan yang menonjol di pesantren, yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan RHL. Apalagi kegiatan RHL diutamakan adalah massa yang banyak untuk melaksanakan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan, salah satunya hutan rakyat. Lokasi pesantren umumnya berada di pedesaan sekitar hutan, sehingga dapat memberdayakan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut menjadi dasar melibatkan pesantren agar berperan aktif dalam upaya pelestarian dan pemeliharaan lingkungan seperti menanami lahan yang dimilikinya untuk menghijaukan wilayah sekitarnya, sekaligus bisa memperoleh pendapatan dari kayunya. Maka perlu diuraikan peranan serta keunggulan komparatif yang dimiliki pesantren dalam kegiatan RHL. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Pesantren Luhur Al-wasilah (Kabupaten Garut, Kecamatan Cibiuk Desa Majasari) serta Pesantren Cintawana (Kabupaten Tasikmalaya Kecamatan Tanjungjaya Desa Cilolohan) dilaksanakan bulan Mei Desember 2007. Unit Analisisnya adalah pondok pesantren dengan responden Kyai (2 orang), pengurus pesantren (6 orang) dan santri sebanyak 29 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuisioner, selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukan bahwa pesantren terlibat pada kegiatan kehutanan sebagai pelaksana pembuatan persemaian, dan fasilitator memediasi antara petani dengan pihak swasta dan pemerintah. Keunggulan komparatif yang dimiliki pesantren terbagi atas aspek jaringan kerja, sumber daya manusia, sosial, demografi dan ekonomi

    Strategi Rehabilitasi Hutan Lindung di Kabupaten Garut

    Full text link
    Degradasi hutan lindung di Kabupaten Garut sudah cukup parah, salah satunya disebabkan oleh perambahan hutan dengan mengkonversi menjadi lahan pertanian dengan tanaman utama sayuran. Sudah banyak program yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan lindung serta mengurangi perambahan, dan penangananya sudah melibatkan stakeholders, namun masih dijumpai banyak kendala dalam pelaksanaannya sehingga keberhasilannya masih jauh dari yang diharapkan. Berkenaan dengan hal tersebut diperlukan strategi yang sesuai dengan kondisi dan situasi setempat berdasarkan pandangan stakeholders . Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui pandangan stakeholders mengenai kondisi hutan lindung dan merumuskan alternatif strategi rehabilitasinya. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan haramay (0,456) merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan lindung di Kabupaten Garut dan alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah melalui: pola kemitraan (0,399), sosialisasi haramay (0,340), dan pemberian bantuan modal (0,20)

    Curahan Waktu Kerja sebagai Indikator Keberhasilan Pengelolaan Hutan Rakyat ”Wanafarma ” di Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap

    Full text link
    The research aims to know working time allocation of farmer in private forest and influencing factors in Bener Village, Sepatnunggal Village, and Sedahayu Village, Majenang Sub- District, Cilacap District. The methode was a direct interview with 19 respondent for each village. Data collected were processed with SPSS and descriptively analyzed. The result showed that weekly working time allocation of farmers in wanafarma private forest in three study village, were 4.4 Man Day= 26.4 hours for Bener Village, Sepatnunggal Village 3.9 Man Day=23.4 hour, and Sadahayu Village 2.7 Man Day= 16.2 hours. Time allocation of farmaers for each village was influenced by different factors. Time allocation in Bener Village was influenced by level of income and age, Sepatnunggal Village by income from private forest, age, farmer experience, education and land areas, and Sedahayu Village by age, farmer experience, and land area
    corecore