28 research outputs found

    Islam-based peace education: values, program, reflection and implication

    Get PDF
    There is a gap between ideal Islam and real Islam. Ideal Islam means peace, greeting, safety, salvation, and conceptually means absolute submission to God`s Will. Real Islam resembles unresolved conflicts in some communities and unpleasant meanings to some non-Muslims. To minimize the gap, it is important to socialize peaceful Islamic values in the community through education. This study aims to explain Pendidikan Perdamaian Berbasis Islam (PPBI, the Islam-based Peace Education) program initiated by Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS, the Center for the Study of Culture and Social Change) at Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). This participatory action research is especially to reveal Islamic values identified in the PPBI program in terms of its uniqueness, implementation, reflection, and implication. Based on the Sirah of the Prophet and the Al-Qur’an, the PPBI program has identified 15 Islamic values which contribute to peacebuilding. Those values were used as core contents of PPBI’s handbook and classroom program. The program has been implemented through series of activities ranging from seminars, FGDs, workshops, training of teachers, publication of books, and classroom implementation. PPBI program based on nonviolence and peacebuilding assumptions, i.e. to build a culture of peace, is designed as the formal peace education through learning materials and classroom processes either in any existing course or co-curricular activities

    The rights of the child in Islam: their consequences for the roles of state and civil society to develop child friendly education

    Get PDF
    Islam as a religion concerned with justice and respect places great emphasis on human rights and responsibility. Child as a small human also has certain rights categorized into social, educational and financial rights. The social rights are divided into two categories: before birth and after birth. The social rights before birth includes right to noble parent having character and right to unborn child while the social rights after birth includes rights to lineage, suckle and nutrition, and being received by the Muslim society. The educational rights cover rights to life, general care and socialization as well as basic education, just and equal treatment, and physical education. The financial rights encompass rights to livelihood, property and inheritance. Such rights of the child guaranteed by Islam absolutely have relevance with the Convention on the Rights of the Child (CRC) adopted by the United Nations General Assembly in 1989. For enabling children to enjoy their rights, parental care plays role as a main foundation. But state and civil society organization also have key roles to play in this regard. A child friendly education may be a manifestation of social responsibility of state and civil society organization to respect and fulfill the rights of child. Such education provides a safe, clean, healthy and protective environment as well as meaningful learning for children with diverse abilities and backgrounds. Islam sebagai agama yang memperhatikan keadilan dan penghormatan memberikan penekanan yang tinggi pada hak asasi manusia dan tanggung jawab. Anak sebagai manusia kecil juga memiliki hak-hak yang dikategorisasikan ke hak-hak sosial, pendidikan, dan financial. Hak-hak sosial terbagi ke dalam dua kategori: sebelum dan sesudah kelahiran. Hak-hak sosial sebelum kelahiran mencakup hak mendapatkan orangtua yang baik dan memiliki karakter, dan hak untuk tidak digugurkan dari kandungan, sementara hak-hak sosial sesudah kelahiran berupa hak mendapat silsilah keturunan yang jelas, hak mendapat air susu ibu dan gizi, dan hak diterima sebagai warga masyarakat Muslim. Adapun hak-hak pendidikan meliputi hak untuk hidup (sebagai prasyarat), hak memperoleh pengasuhan umum, hak sosialisasi, sebagaimana juga hak pendidikan dasar, hak perlakuan yang adil dan setara, serta hak pendidikan fisik. Sedangkan hak-hak finansial terdiri dari hak mendapatkan nafkah, hak memiliki harta, dan hak memperoleh warisan. Hak-hak anak yang dijamin oleh Islam tersebut ternyata relevan dengan Konvensi Hak-hak Anak yang disepakati dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 1989. Untuk memungkinkan anak mendapatkan hak-haknya, perlindungan orang tua memainkan peranan sebagai landasan utama. Namun, dalam hal ini negara dan organisasi masyarakat sipil dapat juga memainkan peranan masing-masing. Pendidikan ramah anak dapat menjadi suatu perwujudan tanggung jawab sosial negara dan organisasi masyarakat sipil dalam menghormati dan memenuhi hak-hak anak. Pendidikan tersebut memberikan suatu lingkungan yang aman, bersih, sehat, dan protektif, serta pembelajaran penuh makna bagi anak-anak dengan keanekaragaman kemampuan dan latar belakang

    Air Dan Pemeliharaannya Dalam Perspektif Islam

    Get PDF
    Makalah ini mencoba menghimpun kembali apa yang diungkapkan Pangeran Wales dengan mengkaji masalah air dan pemeliharaannya dari perspektif Islam. Makalah dibagi dalam empat sub-kajian: (1) apresiasi Islam terhadap air; (2) pola hubungan antara manusia dan air (mencakup pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya alam/air); (3) sustainabilitas air (mencakup pandangan dunia Islamtentang lingkungan dan respon Islam terhadap lingkungan urban era industri); dan (4) agenda program aksi dan peran negara dan civil Islam (masyarakat madani). Tiga sub-kajian pertama lebih bersifat wacana yang bersumber dari al-Quran, hadis Nabi, dan pengalaman historis Muslim, sementara sub-kajian terakhir lebih bersifat laporan aksi yang selama dua dekade terakhir telah diupayakan di dunia Muslim, dengan fokus Timur Tengah. Pengalaman historis Muslim dan laporan aksi sengaja disajikan dalam makalah ini dengan harapan kajian tidak berhenti dalam wacana semata, namun dapat berlanjut ke aksi. Bila wacana dan aksi dapat dilakukan, maka suatu kontribusi telah diberikan kepada kehidupan yang sustainable (berkelanjutan)

    KONTRIBUSI ETIKA ISLAM PADA PENDIDIKAN POLITIK: SOLUSI BAGI PROBLEMA CIVIL SOCIETY INDONESIA ERA REFORMASI

    Get PDF
    Paying attention to the gap between the fenomenal discource dan movement of civil society in the Indonesian politics in 1990s and its anomali movement in the reformation era, has been be studied the problems of Indonesian civil society in such era using documents and decriptive and critical analysis in order to be sought its ways out using reflective analysis. Instead of being strong, Indonesian civil society in the reformation era really weakened. The civil society those formerly had autonomy were coopted by the state when their leader got power. The leaders themselves looked inconsistent in democratic culture. Moreover, civil society grew as a mean of struggle for power, and when the power was in hand they coopted the state. Besides, the public civility collapsed and the new primordialism, such as etnic nationalism, communalism, and religious sectarianism, appeared. As a solution to civil society’s weakness, is absolutely needed their empowerment through political education prioritizing Islamic ethics based on civic values: civility, autonomy, self-help, self-sufficiency, and social contract. Civility is an ethical solution for solving problems of anomalous growth of civil society as a mean of struggle for power, collapse of public civility, and leader’s inconsistency in public civility. Autonomy, self-help, and self-sufficiency are ethical solutions for solving the problem of civil society being coopted by the state when their leader gets power. Moreover, social contract is an ethical solution for solving the problem of civil society coopting the state

    INTEGRATION OF EDUCATION: THE CASE STUDY OF ISLAMIC ELEMENTARY SCHOOLS IN SURAKARTA, INDONESIA

    Get PDF
    Purpose: The research was conducted to explore the integration of education in the Muslim society in Indonesia, specifically what had been done in Islamic Integrated Elementary Schools in Surakarta, Indonesia. Hence, it studied the founders of the schools and their motives, their understanding of the idea of integration of education, the icons of the schools in order to realize the idea, the implementation of the idea, and the social support. Methodology: The research which was a case study using a qualitative approach found that the founders were either the older players or the newer ones, ranged from entrepreneur to activist. They established the schools and they were motivated by religious, educational, social-cultural, economic, and/or political factors. According to the informants, the integration of education had connotations in curriculum, learning, and management. Result: The icons they formulated were the internalization of Islam, spiritualization of education, Islamization of knowledge, sharia curriculum, and salaf (ancestor) curriculum. Such icons, then, affected the implementation of the idea of the integration of education. Furthermore, the society gave positive response and support on the performance of the schools. Applications: This research can be used for universities, teachers, and students. Novelty/Originality: In this research, the model of integration of education: the case study of Islamic elementary schools in Surakarta, Indonesia is presented in a comprehensive and complete manner

    Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Hasan Langgulung Dalam Perspektif Psikologi

    Get PDF
    Diskursus pendidikan dari masa klasik hingga kontemporer, sebagaimana yang diusung para tokoh sangatlah variatif. Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan mempunyai peranan penting terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan proses melestarikan, mengalihkan, dan menginternalisasi serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala segala aspek, guna memberi bekal untuk generasi mendatang. Di sisi lain, problem pendidikan memasuki abad ke 20 adalah adanya dikotomi pendidikan dalam dunia Islam: pendidikan umum yang diadopsi dari Barat yang cenderung sekuler dan pendidikan Islam yang terkungkung dalam dogma yang kaku. Maka, munculah gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan guna mensinergikan Islam dan pengetahuan yaitu berupa internalisasi nilai-nilai Islam dalam ilmu modern. Salah satu pemerhati (stake holder) pendidikan Islam, Hasan Langgulung dalam salah satu gagasannya mencoba memasukkan aspek pendidikan Islam dalam aspek psikologi. Secara nama, psikologi sangat dipopulerkan oleh tokoh-tokoh Barat. Akan tetapi, menurut Hasan Langgulung, jauh sebelum tokoh-tokoh Barat mengenalkan istilah psikologi, dalam konsepsi Islam, sudah dikenal dengan istilah ilm nafs atau sederhananya sering dikenal ilmu jiwa. Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami gagasan pemikiran pendidikan Hasan Langgulung dalam sudut pandang psikologi. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai dokumentasi khazanah keilmuwan pendidikan Islam pada umumnya dan bagi civitas akademika Fakultas Agama Islam jurusan Tarbiyah pada khususnya, selain itu menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya, sehingga proses pengkajian secara mendalam (radikal) akan tetap terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal. Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan (library research). Sumber data menggunakan karya-karya Hasan Langgulung. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode interpretasi, koherensi intern, dan deskripsi. Hasil penelitian ini adalah : pendidikan Islam dalam perspektif psikologi menurut Hasan Langgulung ada tiga aspek. Pertama, perkembangan potensi, di mana Hasan Langgulung mengklasifikasikannya dalam tiga kategori, yakni aspek kognitif, psikologis, dan jasmaniah, di mana ketiga aspek tersebut sudah disinyalir di dalam QS al-Hajj [22]: 5, QS al-Mu`minûn [23]: 12-16, al-Mu`min [40]: 67, QS al-Qashash [28]: 14. Kedua, dalam permasalahan belajar, Hasan Langgulung mengemukakan teori belajar yakni teori proses belajar sosial, di mana teori ini senada dengan teori belajar humanis ala psikolog Barat, hanya saja Hasan Langgulung lebih mewarnainya dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana diistilahkan Hasan Langgulung dalam himpunan nilai-nilai adalah taqwa. Ketiga, kesehatan mental, yang merupakan taraf kepribadian kehidupan individu (maksud : pendidik dan peserta didik) menuju kehidupan yang baik, dan membentuk kondisi psikis yang sehat dengan ditandai terhindarnya dari penyakit mental. Pada dasarnya, kesemua gagasan Hasan Langgulung, baik perkembangan potensi, permasalahan belajar, dan kesehatan mental, merupakan pengembangan gagasan pemikiran para pakar psikolog, khususnya dari psikolog Barat sebagai titik pijakan pemikiran awal dan kemudian dia warnai dengan nilai-nilai Islam. Maka, corak pemikiran pendidikan Islam Hasan Langgulung dalam perspektif psikologi termasuk dalam corak humanis cum spiritual

    Problematika Pembelajaran Mata Pelajaran Tafsir Dan Solusinya Pada Kelas XI Program Agama Di MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012

    Get PDF
    Mempelajari Al-Qur’an merupakan kunci sukses hidup di dunia dan akhirat. Dalam mengkaji Al-Qur’an, agar pemahaman dapat maksimal, sungguh-sungguh, dan mendalam, maka sangat diperlukan ilmu tafsir. Tafsir merupakan kunci untuk membuka khazanah pengetahuan yang tertimbun dalam Al-Qur’an. Tanpa tafsir, orang tidak akan bisa membuka khazanah tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata di dalamnya. Permasalahan dalam skripsi ini, mengapa Tafsir diberikan sebagai salah satu mata pelajaran pada kelas XI Program Agama MAN 2 Surakarta, serta posisinya dalam kurikulum Program Agama., apa problematika yang dihadapi seta solusi terhadap problematika tersebut dalam pembelajaran mata pelajaran Tafsir pada kelas XI Program Agama di MAN 2 Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan alasan diberikannya Tafsir sebagai salah satu mata pelajaran pada kelas XI Program Agama MAN 2 Surakarta, serta posisinya dalam kurikulum Program Agama, mendeskripsikan problematika yang dihadapi dan solusi yang muncul. Manfaat penelitian ini secara teoritis maupun praktis yaitu : memperluas khazanah pengetahuan teori tentang pembelajaran, terutama terkait ilmu agama Islam, bahan pertimbangan dan evaluasi bagi MAN 2 Surakarta, khususnya dalam pembelajaran Tafsir pada Program Agama, serta bahan referensi bagi pihak/instansi yang membutuhkannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif. Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Metode pengambilan datanya melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan cara berfikir induktif dengan tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tafsir merupakan salah satu mata pelajaran ciri khusus Program Agama di MAN 2 Surakarta, yang diharapkan dapat membekali peserta didik dengan kompetensi dasar sehingga semakin mencintai Al-Qur’an, hal tersebut sesuai dengan tujuan kurikulum Program Agama yaitu siswa memiliki karakter yang kuat, menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki dasar agama yang kuat. Problematika yang terjadi, yaitu: Guru mata pelajaran Tafsir belum menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), MAN 2 Surakarta yang baru membuka Program Agama dua tahun, tentu masih memerlukan penyempurnaan pengayaan referensi, penguasaan bahasa Arab siswa yang masih kurang, penggunaan metode pembelajaran yang terkadang kurang tepat, materi pelajaran yang belum berwujud buku. Solusi yang muncul adalah Silabus disiasati dengan print file dari (Kanwil) Kemenag Jawa Tengah, sedangkan (RPP) menggunakan Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar (SK/ KD) yang telah ditentukan staf kurikulum MAN 2 Surakarta, guru kreatif mencari referensi pendukung, siswa diminta membawa kamus bahasa Arab ketika pembelajaran, siswa mencari referensi tambahan lewat internet, menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, bahan ajar berupa print out/hand out digandakan guru ketika pembelajaran, dan dijilid siswa sendiri apabila mendekati ujian

    Sistem Sekolah Kader Tingkat Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Studi Komparatif Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Tahun 2016)

    Get PDF
    The efforts of cadre forming of Muhammadiyah are conducted through three paths, they are: 1) the path of Muhammadiyah education that is through special schools of cadre such as Muallimin, Muallimat, and public Muhammadiyah schools which are alternative education, and pondok pesantren (Islamic boarding school) education which is limited, 2) the informal path in family, where the family of Muhammadiyah educate their children as future cadres of Muhammadiyah, and 3) special progran of MPK along with autonomous organizations of Muhammadiyah which last for long time according to the existence of its institution. This research aims at knowing: 1) the system of cadre schools in Pondok Shabran and PUTM in 2016 as a part of System of Muhammadiyah cadre forming, 2) the system components of cadre forming within Pondok Shabran and PUTM, 3) the similarities and the differences of system of cadre schools in Pondok Shabran dan PUTM. Viewed from the location aspect, this research is a field research. Viewed from the perspective and the level of problem discussion, this research is a descriptive research. Viewed from the type, this research is called a Comparative Study. The techniques of data collection used in this research are interview and document collection. Analysis conducted in the qualitative research is more descriptive-analytical that means that the interpretation on the content is made and arranged comprehensively and systematically. The data analysis was conducted inductively. The results of the research have revealed that: 1) Pondok Shabran and PUTM are A Functional Cadre Forming of Muhammadiyah in the part of Cadre School in the level of Muhammadiyah university that have special criteria and purposes as well as being programmed officially as the place of cadre education as conveyed on the book “Sistem Perkaderan Muhammadiyah”. 2) The System Components of Cadre School of Pondok Shabran and PUTM consist of: vision, mission, and objectives, new students enrollment, educational program and curriculum, Pondok coaching, infraction and sanction, students, lecturers, facilities, and evaluation. 3) Pondok Shabran and PTUM are similar as Pondok of cadre in creating cadres of tarjih and tablig in Muhammadiyah, nevertheless, there are so many significant differences either in the concept or in the implementation. PUTM will give birth to scholars who are competent in the field of Tablig and particularly Tarjih in Muhammadiyah, as well as with Pondok Shabran which will give birth to the majority of scholars who are competent in the field of Tarjih and Tablig in Muhammadiyah and has other skills that they get in the organization and other activities outside campus. Keywords: System of Muhammadiyah Cadre Forming, Cadre School, Pondok Shabran, PUT
    corecore