13 research outputs found
Clinical Characteristics of Multisystem Inflammatory Syndrome in Children With Severe and Critical Symptoms in the Pediatric Intensive Care Unit
Generally, children infected with Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS COV-2) have mild symptoms or are asymptomatic. However, some children have severe and critical symptoms affecting several organ systems, including the gastrointestinal, cardiovascular, respiratory, and neurological systems. These severe and critical symptoms are associated with multisystem inflammatory syndrome in children (MISC). This study aimed to describe the clinical features, ventilation modalities usage, and outcome conditions of these children. This was a retrospective study of children with COVID-19 and MISC who were treated in the COVID-19 isolation pediatric intensive care unit (PICU) of Saiful Anwar General Hospital over one year. The data were obtained from medical records and were analyzed descriptively. A total of 491 pediatric patients with suspected COVID-19 were included; 51 had a confirmed COVID-19 diagnosis; 9/491 (1.8%) were patients with MISC who were treated in the PICU; and 7/9 (78%.0) of MISC patients in the PICU used mechanical ventilators. The frequency of MISC patients with gastrointestinal problems was 7/9 (78%) patients, respiratory problems was 9/9 (100%), and myocardial injury (increased troponin) was 5/9 (56%) patients. All MISC patients admitted to the PICU experienced shock with vasoactive drugs including dobutamine, epinephrine, norepinephrine and vasopressin. All MISC patients with severe and critical symptoms had comorbidities. Invasive mechanical ventilation was provided for 7 patients, and 2 patients received non-invasive ventilation. The mean of PEEP used in the invasive ventilation was 7-9 cmH2O. The length of the ventilator usage was 2-21 days, with 2 patients passing away, both with a comorbidity and multiorgan system injuries. It can be concluded that pediatric patients with confirmed COVID-19 may also have MISC with severe and critical symptoms. Early recognition of pediatric patients with MISC is necessary to reduce morbidity and mortality.
Keywords: COVID-19, multisystem inflammatory syndrome, childre
Peran Interferon Gamma Induced Protein-10 (IP-10) Dalam Diagnosis Tuberkulosis Aktif Pada Anak,
Latar Belakang dan Tujuan: Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan yang penting di dunia. Salah satu permasalahan TB anak di
Indonesia adalah penegakan diagnosis. Saat ini sebagian besar diagnosis
tuberkulosis anak berdasarkan sistem skoring. Setelah itu dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang lainnya, seperti sputum (Bakteri Tahan Asam (BTA).
Dalam patogenesis TB aktif banyak senyawa kimia dan molekul biologis yang
berperan dalam inflamasi sebagai respon terhadap M. tuberculosis yang
bereplikasi, salah satunya adalah Interferon Gamma Induced Protein-10 (IP-10).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IP-10 memiliki potensi sebagai penanda
biologis infeksi tuberculosis pada dewasa. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kemampuan IP-10 sebagai penanda biologis untuk diagnosis TB
pada anak. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan studi diagnostik.
Subjek penelitian adalah pasien anak usia ≤ 18 tahun dengan dugaan TB dan
belum pernah menjalani pengobatan TB yang diperiksa di RSUD Saiful Anwar
Malang serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang dihitung
berdasarkan simple random sampling adalah 30 subjek dan diambil darahnya
untuk diperiksa kadar IP-10 menggunakan metode ELISA. Penelitian telah
disetujui oleh komite etik rumah sakit. Data dikelompokkan menjadi 3 variabel yaitu
status TB, lokasi TB, dan gen ekspert yang masing-masing mempunyai sub-grup
(TB dan non-TB; TB paru dan Tb ekstra paru; gen ekspert positif dan negative).
Masing-masing kelompok dilakukan uji statistik yaitu uji normalitas, uji perbedaan
kadar IP-10, uji homogenitas, dan uji korelasi setelah itu dilakukan uji diagnostik.
Uji statistic dianggap bermakna jika p value < 0,05. Uji diagnostik menggunakan
dua metode yaitu metode tabel 2x2 dan ROC. Semua analisis data dilakukan
menggunakan software SPSS versi 22.
Hasil Penelitian: dari 30 subjek penelitian didapatkan 21 subjek didiagnosis TB
dan 9 subjek non-TB; 16 subjek TB paru aktif dan 5 TB ekstra paru; 1 gen ekspert
positif dan 29 gen ekspert negative. Rata-rata kadar IP-10 pada studi ini adalah
193,6 pg/ml. Uji T independent variabel status TB didapatkan perbedaan kadar IP-
10 signifikan antar sub-grup (TB vs non-TB). Uji beda pada variabel lokasi TB dan
gen ekspert tidak signifikan. Uji korelasi spearman variabel status TB menunjukkan
adanya korelasi positif IP-10 dengan TB dengan koefisien korelasi (R) 0,63 dan P
value 0,00. Uji diagnostic dengan metode tabel 2x2 menghasilkan sensitifitas dan
spesifisitas 86% dan 77% dengan cut-off 237 pg/ml. uji diagnostic dengan metode
ROC menghasilkan AUC sebesar 89,9% dengan sensitivitas dan spesifisitas 95%
dan 73% dengan cut-off 59,34 pg/ml.
Kesimpulan: Ada perbedaan kadar IP-10 yang signifikan antara kelompok TB dan
non-TB. Ada korelasi positif kuat antara IP-10 dan TB. Cut-off 59,34 pg/ml pada
studi ini menghasilkan sensistifitas dan spesifisitas 95% dan 73% dengan AUC
89,9% yang cukup baik untuk sebuah alat diagnostik
sistem informasi PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SURVEILANS SARI PADA RESPONTIME PELAPORAN SARI DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR
Severe Acute Respiratory Infection (SARI) is an acute infectious disease that occurs in the respiratory tract and is better known as Pneumonia. The percentage of deaths in various countries caused by pneumonia has reached 30% and is in the age range of less than 5 years. In Indonesia, in the period from May 2013 to April 2015, there were 1,697 cases of the disease, while at Dr Saiful Anwar Hospital in 2022, 56 cases were caused by SARI with the influenza virus. The data collection process is done manually, resulting in delays in reporting problems. This study aims to analyze the effect of Web-Based SARI Information System Development on Sari Reporting Respontime at Dr. Hospital. Saiful Anwar (RSSA) which is useful for speeding up the process of reporting SARI surveillance from sentinels to the Ministry of Health. The design method uses a waterfall diagram which includes analysis, design, coding, and testing. The results of this study are web-based SARI applications where the Ministry of Health has not yet provided an application for data recapitulation processes for every sentinel in the territory of Indonesia, for this reason researchers innovate to create information-based systems web so that in reporting after using the web application the impact is more effective and efficient thus speeding up the reporting process.Latar Belakang: Proses pengumpulan data yang masih dilakukan secara manual, mengakibatkan permasalahan keterlambatan dalam pelaporan selain itu juga sistem yang masih belum terintegrasi sehingga respontime proses pelaporan sangat lama.
Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis pengaruh Pengembangan Sistem Informasi Surveilans Severe Acute Respiratory Infection (SARI) Berbasis Web Terhadap Respontime Pelaporan Team Sari di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur.Subyek dan metode : Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, untuk mengevaluasi penggunaan sistem informasi sebelum dan sesudah pengembangan sistem informasi pelaporan surveilans SARI.
Hasil : Proses dan identifikasi pengumpulan data pelaporan Sari (Severe acute respiratory system) yang di teliti dengan jumlah keseluruhan 45 data, terbagi 23 Laporan mengumpulkan secara manual dan 22 laporan melalui aplikasi berbasis web, dimana kelompok pertama pelaporan tanpa menggunakan aplikasi website rata-rata lama hari pelaporan 9 hari sedangkan setelah menggunakan website pada kelompok kedua dengan jumlah 22 data, rata-rata hari pelaporan 2 hari, maka setelah melihat hasil data diatas ada perbedaan respontime dalam percepatan pelaporan sebelum menggunakan web dan setelah menggunakan aplikasi web, dengan adanya aplikasi berbasis web sistem pelaporan menjadi lebih cepat.
Kesimpulan : Kualitas Pelaporan Team Surveilans Severe Acute Respiratory Infection (SARI) setelah menggunakan aplikasi berbasis Web lebih baik dari sistem pelaporan secara manual
Jumlah CD4+IL-5+, CD8+IL-5+, dan Perbaikan Kualitas Hidup Setelah Pemberian Prebiotik dan Nigella Sativa pada Anak Asma dengan Imunoterapi Fase Rumatan
Latar belakang. Interleukin-5 (IL-5) merupakan sitokin penting dalam fungsi eosinofil primer, dihasilkan
oleh sel T CD4+ dan sel T CD8+. Nigella sativa memiliki aktivitas anti alergi, anti asma, anti inflamasi, anti
prostaglandin, dan anti histamin, sedangkan probiotik dapat memodulasi sistem imun ke arah Th1.
Tujuan. Menilai dampak Nigella sativa dan/probiotik terhadap jumlah CD4+ IL-5 dan CD8+IL-5 serta
perbaikan kualitas hidup pasien asma yang menjalani imunoterapi house dust mite (HDM) fase rumatan.
Metode. Desain penelitian adalah uji klinis randomisasi. Subjek adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi
dan menandatangani informed consent. Subjek dibagi 4 kelompok. Kelompok A mendapat imunoterapi spesifik
HDM dan plasebo, kelompok B imunoterapi spesifik HDM dan Nigella sativa, kelompok C imunoterapi
spesifik HDM dan probiotik, kelompok D imunoterapi spesifik HDM, probiotik dan Nigella sativa. Setelah
56 minggu diperiksa jumlah CD4+IL-5+, CD8+IL-5+ serta kualitas hidup mempergunakan skor Peds QL.
Hasil. Tidak menunjukkan perbedaan bermakna jumlah CD4+ IL-5 dan CD8+IL-5 antar kelompok perlakuan
namun didapatkan perbedaan bermakna skor Peds QL.
Kesimpulan. Imunoterapi HDM beserta ajuvan probiotik dan atau Nigella sativa meningkatkan kualitas
hidup pasien asma pada anak
Necrotizing pneumonia pada anak
Pneumonia merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi pada anak usia di bawah 5 tahun, terutama negara berkembang. Necrotizing pneumonia (NP)Â merupakan komplikasi yang jarang dan berat dari community acquired pneumonia (CAP). Destruksi parenkim paru normal disertai nekrosis multipel, abses, kavitas atau pneumatokel sebagai akibat oklusi trombotik kapiler alveolus di area konsolidasi terjadi pada NP. Pneumonia yang dalam perjalanannya terlihat lebih sesak, respon yang tidak adekuat dengan antibiotik konvensional, demam yang menetap dapat diperkirakan terjadi NP. Diagnosis ditegakkan dengan CT-scan toraks dengan kontras. Komplikasi berupa fistula bronkopleura, empiema, dan abses paru
Hubungan antara Jumlah Trombosit dan MPV dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada Penderita Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertinggi pada anak yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang menyebar ketika penderita TB mengeluarkan bakteri ke udara, misalnya dengan batuk ataupun bersin. Trombosit dan Mean Platelet Volume (MPV) merupakan sel-sel dalam sistem kekebalan tubuh yang biasa ditemukan jumlahnya dalam pengukuran hitung darah lengkap pada penderita TB anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah Trombosit dan MPV dengan derajat keparahan berupa status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu pada pasien TB anak. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dan dilakukan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling dan didapatkan 38 pasien TB anak yang telah memenuhi kriteria inklusi yang berobat di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada Juli-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil yang signifikan pada hubungan antara jumlah Trombosit dengan Status Gizi (P>0,05), Trombosit dengan Gambaran Radiologis (P>0,05), Trombosit dengan Manifestasi Ekstraparu (P>0,05), MPV dengan Status Gizi (P>0,05), MPV dengan Gambaran Radiologis (P>0,05), dan MPV dengan Manifestasi Ekstraparu (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara Jumlah Trombosit dan MPV dengan derajat keparahan berupa Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada penderita TB anak
Hubungan antara Kadar Serum Vitamin D dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstra Paru pada Penderita Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi salah satu penyakit yang masuk dalam 10 penyebab kematian paling banyak di dunia. Sekitar 87% dari kasus tuberculosis terjadi di negara berkembang. Vitamin D merupakan salah satu zat mikronutrien yang berpengaruh dalam pathogenesis penyakit tuberculosis. Kekurangan vitamin D dapat membuat tubuh menjadi lebih rentan terinfeksi tuberculosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kadar vitamin D serum dengan keparahan tuberkulosis pada anak yaitu status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain corss-sectional. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dan didapatkan 35 pasien tuberkulosis anak yang berobat di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Juli 2020- Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D serum dengan status gizi(p=0.711), gambaran radiologis (p=0.335), dan manifestasi ekstraparu (p=0.292). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar vitamin D serum tidak berhubungan dengan status gizi, tingkatan gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu pada pasien tuberkulosis anak
Hubungan Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit dengan Status Gizi dan Manifestasi Ekstra Paru pada Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia,
tingginya angka kejadian dan mortalitas masih menjadi masalah setiap tahunnya.
Tingginya mortalitas dapat disebabkan oleh kondisi yang tidak terprediksi seperti
malnutrisi dan TB ekstra paru. Salah satu pemeriksaan dalam mendiagnosis
penyakit tuberkulosis yaitu penghitungan jumlah dan hitung jenis leukosit karena
dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit tuberkulosis dalam tubuh.
Peningkatan jumlah dan hitung jenis leukosit diduga memiliki keterkaitan dengan
kondisi keparahan yaitu status gizi dan manifestasi ekstra paru pasien tuberkulosis
anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah dan
hitung jenis leukosit dengan status gizi dan manifestasi ekstra paru pada pasien
TB anak. Penelitian ini bersifat observasional analitik dan menggunakan metode
desain cross sectional yang diambil menggunakan teknik consecutive sampling
dan didapatkan 38 pasien tuberkulosis anak yang berobat di Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar pada bulan Juli-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan dan hubungan yang signifikan antara jumlah
leukosit dan hitung jenisnya (neutrofil, limfosit, dan monosit) terhadap status gizi
dan manifestasi ekstra paru (p value>0.05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
tidak ada hubungan jumlah dan hitung jenis leukosit dengan status gizi dan
manifestasi ekstra paru pada pasien TB anak
Hubungan Antara Rasio Platelet-Limfosit dengan Derajat Keparahan berdasarkan Status Gizi, Gambaran Radiologi, dan Manifestasi Ekstraparu pada Tuberkulosis Anak
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang menjadi perhatian. terbukti dengan tingginya angka kejadian, mortalitas, dan biaya kesehatan yang dibutuhkan untuk menangani pasien Tuberkulosis. Platelet Lymphocyte Ratio (PLR) adalah penanda prognostik baru yang mengintegrasikan prediksi risiko dua parameter, yaitu trombosit dan limfosit, dan umumnya digunakan sebagai penanda jalur agregasi dan inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara PLR dengan derajat keparahan pada pasien TB anak berdasarkan status gizi, gambaran radiologi, dan manifestasi ekstraparu. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang diambil menggunakan teknik consecutive sampling. Didapatkan 38 pasien Tuberkulosis anak yang berobat di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar pada bulan Juli-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PLR dengan status gizi(p=0.819), gambaran radiologi(p=0.366), dan manifestasi ekstraparu (p=0.118). Akan tetapi didapatkan kecenderungan peningkatan platelet dan limfosit pada pasien TB dengan status gizi buruk, dan gambaran radiologi berat. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara nilai PLR dengan derajat keparahan berdasarkan status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu pada pasien Tuberkulosis ana
Hubungan Anatara Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada Pasien Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Menurut WHO, Indonesia termasuk negara “High Burden Countries” pada
kasus TB yang menyumbang dua per tiga kasus TB baru di dunia. Umumnya,
orang dewasa yang terinfeksi TB dapat menularkan melalui inhalasi kepada anakanak.
Beban kasus TB pada anak-anak tidak bisa diketahui secara pasti karena
kurangnya alat diagnostik yang “child friendly” dan tidak adekuatnya sistem
pencatatan serta pelaporan kasus TB anak. TB menular melalui sistem
pernapasan, tetapi karena sifatnya yang limogenik dan hematogenik sehingga
dapat menginfeksi di organ-organ lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan indeks eritrosit terhadap
derajat keparahan berupa status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi
ekstraparu pada pasien TB anak. Penelitian ini menggunakan metode
observasional analitik dan dilakukan menggunakan pendekatan desain cross
sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling dan
didapatkan 38 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi pada Juli-Desember
2021. Berdasarkan hasil uji statistik parametrik dan non-parametrik, pada
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kadar Hb dan indeks eritrosit dengan status gizi, gambaran radiologi, dan
manifestasi ekstra paru. Sampel didominasi dengan anemia derajat ringan dengan
morfologi normokrom normositik pada gizi buruk, gambaran radiologi berat, serta
ada maupun tidaknya manifestasi ekstra paru. Sedangkan pada anemia derajat
ringan degan morfologi hipokrom mikrositik banyak pada anak dengan status gizi
baik dan kurang. Dapat disimpulkan pada penelitian ini kadar Hb dan indeks
eritrosit masih belum bisa digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi derajat
keparahan melalui temuan abnormalitas pada status gizi, gambaran radiologi, dan
manifestasi ekstra paru pada anak penderita TB paru