1,189 research outputs found

    The Relationship Between Marital Satisfaction and Caregiver Burden in Parents Who Care for Adult Children with Development Disabilities

    Get PDF
    This study examines the relationship between marital satisfaction and caregiver burden in parents of individuals with mental disabilities. Eighteen couples (18 women and 18 men) completed a demographic questionnaire, the Index of Marital Satisfaction (IMS), and the Caregiver\u27s Burden Scale (CBS). It was hypothesized that there would be a negative correlation between marital satisfaction and caregiver burden. The correlations between the IMS scale and CBS scale were calculated for men and women separately. Findings indicate that the correlation for the IMS scale with the CBS scale for men was not statistically significant (.246). Also, the correlation for the IMS scale and the CBS scale for women was not statistically significant (.177)

    Airspace Technology Demonstration 3 (ATD-3): Dynamic Routes for Arrivals in Weather (DRAW) Technology Transfer Document Summary Version 2.0

    Get PDF
    Airspace Technology Demonstration 3 (ATD-3) is part of NASAs Airspace Operations and Safety Program (AOSP) specifically, its Airspace Technology Demonstrations (ATD) Project. ATD-3 is a multi-year research and development effort which proposes to develop and demonstrate automation technologies and operating concepts that enable air navigation service providers and airspace users to continuously assess weather, winds, traffic, and other information to identify, evaluate, and implement workable opportunities for flight plan route corrections that can result in significant flight time and fuel savings in en route airspace. In order to ensure that the products of this tech-transfer are relevant and useful, NASA has created strong partnerships with the FAA and key industry stakeholders. This summary document and accompanying technology artifacts satisfy the third Research Transition Product (RTP) defined in the Applied Traffic Flow Management (ATFM) Research Transition Team (RTT) Plan, which is Dynamic Routes for Arrivals in Weather (DRAW). This technology transfer consists of artifacts for DRAW Arrival Metering (AM) Operations delivered in June 2018, DRAW AM updates, and DRAW Extended Metering (XM) Operations. Blue highlighting indicates the new or modified deliverables. Some of the artifacts in this technology transfer have distribution restrictions that need to be followed. Distribution information is noted in each section. DRAW is a trajectory-based system that combines the legacy Dynamic Weather Routes (DWR) weather avoidance technology with an arrival-specific rerouting algorithm and arrival scheduler to improve traffic flows on weather-impacted arrival routes into major airports. First, DRAW identifies flights that could be rerouted to more efficient Standard Terminal Arrival Routes (STARs) that may have previously been impacted by weather. Second, when weather is impacting the arrival routing, DRAW proposes simple arrival route corrections that enable aircraft to stay on their flight plan while avoiding weather. The DRAW system proposes reroutes early enough to allow Time Based Flow Management (TBFM) to make the necessary schedule adjustments. As a result, metering operations can be sustained longer and more consistently in the presence of weather because the arrival schedule accounts for the dynamic routing intent of arrival flights to deviate around weather. The first DRAW tech transfer in June 2018 focused on arrival metering operations with the DRAW algorithm implemented in the NASA Center TRACON Automation System (CTAS) automation software. This tech transfer delivery includes updates for DRAW implemented in FAAs TBFM 4.7 automation software and preliminary research into DRAW for XM operations

    Airspace Technology Demonstration 3 (ATD-3): Dynamic Weather Routes (DWR) Technology Transfer Document Summary Version 2.0

    Get PDF
    This summary document and accompanying technology artifacts satisfy the first of three Research Transition Products (RTPs) defined in the Applied Traffic Flow Management (ATFM) Research Transition Team (RTT) Plan. The original transfer, completed in September 2016, consisted of NASA's legacy Dynamic Weather Routes (DWR) work for efficient routing for en-route weather avoidance. This transfer updates the Concept of Operations document to a publicly-available NASA Technical Memorandum. Dynamic Weather Routes (DWR) is a ground-based trajectory automation system that continuously and automatically analyzes active in-flight aircraft in en route airspace to identify opportunities for simple corrections to flight plan routes that can save significant flying time, at least five minutes wind-corrected, while avoiding weather and considering traffic conflicts, airspace sector congestion, special use airspace, and FAA routing restrictions

    Pengalaman Komunikasi Wanita Penjaja Seks (Wps) sebagai Peer Educator dalam Upaya Pencegahan HIV

    Full text link
    PENGALAMAN KOMUNIKASI WANITA PENJAJA SEKS (WPS) SEBAGAI PEEREDUCATOR DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIVAbstrakSosialisasi menjadi komunikasi persuasif yang paling sering dipilih oleh LSM maupunpemerintah dalam mempersuasif masyarakat atas isu-isu tertentu seperti pencegahan HIVmelalui penggunaan kondom, sayangnya mensosialisasi penggunaan kondom bagi para WanitaPenjaja Seks (WPS) tidak semudah mensosialisasikannya pada kelompok masyarakat lainnya.Sikap skeptis ditunjukkan WPS akibat tanggapan masyarakat atas pekerjaan mereka sertabanyaknya salah kaprah mengenai penyakit HIV yang membuat WPS menutup diri dariinformasi luar. Hadirnya Peer Educator (PE) yang merupakan WPS juga dalam program peereducation diharapkan dapat membantu mempersuasi WPS menggunakan kondom. masalahyang muncul: Bagaimana cara PE tersebut mempersuasif WPS lainnya hingga tujuan merubahperilaku dapat tercapai?Tujuan penelitian ini menggambarkan pengalaman komunikasi WPS sebagai PE dalammempersuasif WPS lainnya untuk menggunakan kondom 100% dalam upaya pencegahan HIVserta bagaimana seorang PE menjadi persuader yang baik. Upaya untuk menjawabpermasalahan dan tujuan penelitian dilakukan dengan menggunakan teori dialog dan retortikaajakan serta teori kompetensi komunikasi. Penelitian ini bertipe deskriptif kualitatif denganmetode fenomenologi untuk mengungkap pengalaman komunikasi PE kepada peer-nya.Hasil dari penelitian menunjukkan bagaimana komunikan bertipe skeptis seperti WPSdapat menerima informasi dari pihak luar dengan cara persuasif menggunakan ajakan sertadialog dimana dalam interaksi tersebut WPS dapat mengemukakan pendapat, alasan, sertapandangannya terhadap isu yang diangkat seperti penggunaan kondom untuk mencegah HIV.Selain itu kompetensi komunikasi PE sangat mempengaruhi keberhasilan komunikasi persuasifdimana ketiga faktor: pengetahuan, motivasi, serta keterampilan menjadi satu kesatuan yangharus dimiliki PE secara maksimal. Perlu adanya pemahaman mengenai peran PE oleh setiapWPS sehingga peran WPS tidak hanya penyedia kondom melainkan sesuai dengan tujuanadanya PE yaitu mengedukasi dan mempersuasif sesamanya untuk merubah perilaku.Kata kunci : Peer Educator; WPS; kompetensi komunikasiTHE EXPERIENCE OF WPS COMMUNICATION AS PEER EDUCATORIN PREVENTION OF HIVAbstractThis research aims to describe the communication between WPS (Wanita Pekerja Seks) as PeerEducator (PE) and her peer, the another WPS about using condom to prevention of HIV and toexplain how to be a good persuader in this situation. This research based on the experiencecommunication of female sex worker in Resosialisasi Argorejo, Semarang. Using the TheoryRhetoric of Persuasion, Theory Dialog and Theory Communication Competence for answer thequestion of this research. The type of this research is qualitative descriptive by usingphenomenology method. Phenomenological approach is used to reveal experiencecommunication of PE to her peer.The result of this research is how to persuade the communicant of skeptic type like WPS toaccept the information from the others is with persuasion and dialog in interaction so WPS cantell what her opinion, reason, and perspective, about using condom for prevention of HIV.Moreover, communication competence of PE is affective for the success of persuasivecommunication, which three factors of communication competence : knowledge, motivation,and skill is union and PE must have them maximum. There needs to be an understanding of therule that PE by any WPS, that PE isn't only just a condom providers but according to purposeof PE is to educate and persuasion the other.Keywords: Peer Educator; WPS; communication competenceI. PENDAHULUANSosialisasi merupakan bentuk komunikasi persuasif yang sering dipilih pemerintah maupunLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepada masyarakat dalam berbagai isu penting. Meskibegitu, tidak sedikit dari sosialisasi tersebut yang menciptakan polemik dimasyarakat karenamenimbulkan pro dan kontra. Salah satunya adalah sosialisasi penggunaan kondomdimasyarakat. Ada yang mendukung tindakan tersebut, namun tidak sedikit yang mengecamtindakan tersebut.Human Immunedefficiency Virus atau yang disingkat HIV adalah penyakit mematikanyang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. BerdasarkanDitjen PP dan PL Kemenkes RI pada laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia, jumlah kasusbaru HIV/AIDS pada 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012 adalah 21.511 kasus HIVdan 5.686 kasus AIDS. Provinsi Jawa Tengah pun tidak luput dari penyakit mematikan ini.Dalam artikel berita di lensaindonesia.com, Jawa Tengah malahan menjadi peringkat ke-6nasional dari segi jumlah kasus HIV/AIDS setelah Bali, dengan jumlah penderita hingga Juni2012 yang baru terungkap mencapai 5.301 orang dari estimasi sebanyak 10.815 kasus.Pengelola Program Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Jateng, Ridha Citra Turyanimengatakan, jumlah penderita tersebut masih separuh ditemukan karena penyakit yangmematikan ini masih sangat sulit terdeteksi bagaikan gunung es. (Gawat! 436 Ibu RumahTangga di Jateng Terjangkit HIV/AIDS. (2012). Dalamhttp://www.lensaindonesia.com/2012/10/17/gawat-436-ibu-rumah-tangga-di-Jateng-terjangkithivaids.html diunduh 3 September 2013 pukul 20.30 WIB)Terdapat banyak penyebab penularan HIV, antara lain : ibu hamil dan pemberian ASI dari ibuyang menjadi penderita HIV kepada bayi, penggunaan jarum suntik, transfusi darah, dan yangmenduduki persentase terbesar (70%-80%) adalah hubungan seksual. Menteri KesehataNafsiah Mboi menanggapi bahwa salah satu penyebab mengapa angka penderita HIB masihtinggi adalah karena masih rendahnya kesadara masyarakat terhadap seks berisiko. Tingginyapenulara HIV dan AIDS disebabkan oleh banyaknya pria dewasa yang memelihara kebiasaan“belanja seks” dan kurangnya penggunaan kondom. Menurutnya perilaku negatif inimenyebabkan 1,6 juta penduduk menikah dengan pria berisiko menderita HIV dan AIDS.(HIV/AIDS Tinggi karena Pria Doyan Jajan Seks. (2012) dalamhttp://www.tempo.co/read/news/2012/06/25/173412771/HIVAIDS-Tinggi-karena-Pria-Doyan-Jajan-Seks diunduh 3 September 2013 pukul 20.35 WIB).Sosialisasi penggunaan kondom yang dilakukan oleh pemerintah maupun LSMkhususnya bidang kesehatan guna mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit HIVakibat “kebiasaan jajan pria” ini sayangnya tidak berjalan mulus, timbulnya pro dan kontramembuat sosialisasi ini kurang berdampak untuk menekan angka penderita HIV. Kini tindakansosialisasi penggunaan kondom sebagai pencegahan penyakit HIV dilakukan di beberapatempat lokalisasi (atau saat ini disebut resosialisasi), dengan kegiatan peer education.PE sebagai komunikator dalam kegiatan komunikasi berupa peer education yangdipaparkan diatas, menunjukkan betapa penting peranannya dalam mencapai keberhasilandalam mempengaruhi perilaku seseorang/kelompok, dalam hal ini yaitu WPS maupun PSK.LSM Griya Asa PKBI Kota Semarang yang merupakan salah satu LSM yang bergerakdi bidang Keluarga Berencana (KB), pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) danHIV/AIDS di Kota Semarang. PKBI Semarang telah mendampingi wanita yang dikategorikankelompok Risiko Tinggi (RisTi) di wilayah Kota Semarang. Salah satu bentuk kegiatanpencegahan HIV yang dilakukan oleh LSM Griya Asa PKBI bekerjasama dengan FHI (FamilyHealth International) pada tahun 2003 adalah mengunakan peer education sebagai salah satustrategi komunikasi dalam pencegahan HIV di Lokalisasi Sunan Kuning. Alasan awal mengapadibentuk PE karena PE yang berasal dari sesama WPS, karena WPS sendiri memilikikecendurungan menutup diri, namun lebih terbuka dengan lingkungan dalamnya, khususnyasesama WPS. Hal tersebut tentu akan memudahkan LSM dalam mempengaruhi WPS untukmerubah tingkah lakunya sesuai dengan program pencegahan HIV. Selain itu, pemikiranlainnya bahwa tidak selamanya LSM Griya Asa ada di daerah lokalisasi tersebut. Harapannya,dengan adanya PE, edukasi mengenai program pencegahan HIV akan terus berlangsung meskiLSM tidak lagi ada disana.Sayangnya terdapat lack of communicator di Lokalisasi Sunan Kuning. Sejakdibentuknya kegiatan peer education pada tahun 2003 hingga saat ini 2013, tercatat sebanyak60 WPS sebagai PE. Namun Kenyataannya dari 60 WPS tersebut, kurang lebih hanya 15 orangyang aktif sebagai PE.Peer Educator yang terdapat di Lokalisasi Sunan Kuning mempunyai fungsi untukmengajak dan mengedukasi sesama WPS, untuk menjaga kesehatan reproduksi denganmenggunakan kondom dan menjalani scanning secara rutin. Sayangnya fungsi tersebut kiniberalih. “PE di Lokalisasi Sunan Kuning kini hanyalah penyetok kondom saja,” pengakuan Ari,salah satu relawan LSM Griya Asa yang mengikuti program ini sejak awal. Menurutnyadibutuhkan peran aktif dan dukungan penuh dari para pengurus resos dalam menjalankanprogram PE tersebut.Masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana interaksi yang dilakukan WPSsebagai PE dalam mempersuasif sesama WPS serta bagaimana kompetensi komunikasi yangseharusnya dimiliki WPS tersebut sebagai persuader yang baik. Dalam menjawab pertanyaantersebut peneliti melakukan penelitian kepada 6 (enam) WPS sebagai informan dimana merekaterdiri dari 2 (dua) orang yang berperan sebagai peer, 2 (dua) orang yang berperan sebagai PEnon aktif, dan 2 (dua) orang yang berperan sebagai PE aktif. Penelitian ini sendiri dilakukan diLokalisasi Sunan Kuning, dimana peer education pertama kali diterapkan dilingkunganlokalisasi di Semarang. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menggunakanmetode fenomenologi dengan paradigma interpretif. Paradigma interpretif dapat dimengertimerupakan proses aktif dalam pemberian makna dari suatu pengalaman. Peneliti menggunakanparadigma ini dan berusaha mengungkapkan dan memahami pengalaman WPS sebagai peer PEdalam upaya pencegahan HIV.Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa catatan di lapangan dan hasilwawancara (Denscombe, 2007:289). Studi ini berusaha mendeskripsikan pemahaman wanitaWPS sebagai PE dan menyimpulkan pentingnya peran peer educator sebagai komunikatorkhususnya dalam upaya merubah tingkah laku sebagai tujuan pencegahan HIV. Sehingga dapatdirumuskan pengalaman WPS sebagai PE dalam upaya pencegahan HIV.II. ISISetelah melakukan depth interview, peneliti kemudian melakukan deskripsi tekstural danstruktural dari hasil wawancara tersebut. Setelah individual textural-structural descriptiontersusun, maka dibuat suatu composite description dari makna dan esensi pengalaman sehinggamenampilkan gambaran pengalaman kelompok sebagai satu kesatuan. Sehingga tahap akhirdari studi fenomenologi adalah mempersatukan pandangan dari deskripsi tekstural danstruktural guna membangun sintesis makna dan intisari dari sebuah fenomena dan pengalaman(Moustakas, 1994:181).Dalam penelitian didapatkan pemahaman WPS mengenai peran PE sangatmempengaruhi keputusannya untuk mengikuti arahan dari PE atau tidak. Ketika seorang WPSmenganggap PE hanyalah seorang “penyetok” kondom maka dirinya merasa tidak perluterbuka kepada PE mengenai kesehatan reproduksinya. Baginya keputusan menggunakankondom merupakan keputusan pribadi dimana tidak seorang pun berhak mendiktenya.Selain pemahaman peran PE di lingkungan resos, penelitian ini juga mendapatibagaimana interaksi yang dilakukan antara PE dan WPS. Dalam mempersuasif WPS, PE perlumemulai interaksi dengan menyatakan pandangannya mengenai kegunaan kondom, bagaimanamanfaat dari penggunaan kondom 100%, dan bagaimana dampak yang dirasakan PE secarapribadi selama menggunakan kondom 100%. Penjelasan tersebut dilakukan PE sebagai bentukpersuasif menggunakan kalimat mengajak dimana PE tidak serta merta memaksa WPSmenggunakan kondom, tapi sebaliknya membiarkan WPS memutuskan menggunakan kondom100% secara pribadi meski harapan dari PE mereka mengikuti program pencegahan tersebut.Ketika timbul konflik diantara PE dan WPS, PE dan PE, bahkan PE dengan pihak LSMmaupun resos, dialog menjadi pilihan utama sebagai problem solving, dimana setiap pihak yangberselisih paham dapat bebas mengutarakan pendapat dan alasannya sesuai dengan konteksyang menjadi masalah. Seperti halnya ketika ada WPS yang menolak menggunakan kondom,PE akan menanyakan alasan mengapa ia tidak mau menggunakan kondom. Terjepitnya WPSakan kebutuhan yang semakin meningkat serta kondisi sepi tamu membuat WPS seringkaliberkompromi dalam menggunakan kondom atau tidak. Setelah mendengarkan penjelasan WPStersebut, PE kemudian memilih mengutarakan alasan-alasan yang rasional mengapa WPS tetapharus menggunakan kondom, seperti bagaimana penyakit HIV saat ini belum ada obat yangdapat menyembuhkannya, sehingga berapa pun uang yang dimiliki WPS tidak akan bisamenyembuhkannya ketika terjangkit HIV. Dengan penjelasan-penjelasan yang rasional sertamenyertakan contoh dan trik-trik (merayu tamu menggunakan kondom atau menggunakankondom wanita) akan membuat WPS mau terbuka atas pendapat orang lain (PE) dan mengikutiapa yang PE sampaikan karena merasa itu juga untuk kesehatan reproduksi WPS itu sendiri.Kompetensi komunikasi yang harus dimiliki oleh seorang PE dapat dipenuhi ketikafaktor-faktor dari kompetensi komunikasi tersebut dimiliki secara keseluruhan. pengetahuan,motivasi, serta keahlian komunikasi harus dimiliki PE untuk dapat menjadikannya seorangpersuader yang berhasil. ketika seorang PE kurang memiliki kompetensi komunikasi makadirinya pun masuk kedalam kategori PE non aktif. Adanya trauma yang dimiliki ketikamenghadapi respon negatif WPS ketika sedang dipersuasif menjadi salah satu alasan mengapaseorang PE menjadi non aktif.III. PENUTUPKomunikasi merupakan cara terbaik dalam mempersuasif seseorang agar mau merubahperilakunya sesuai dengan harapan yang diinginkan. Meski demikian tidak semua komunikasidapat berhasil. Banyaknya elemen dalam komunikasi memiliki peran tersendiri dalam mecapaikeberhasilan, namun dalam komunikasi persuasif, peran seorang komunikator mengambil andilpaling besar dibandingkan elemen komunikasi yang lainnya.Keberhasilan seorang WPS sebagai PE didalam mempersuasif WPS untuk mengikutiprogram pencegahan HIV dengan cara menggunakan kondom 100% perlu didukung olehsegala pihak, tidak hanya bagaimana seorang PE menjalankan tugas dan tanggungjawabnya,melainkan juga respon positif dari WPS lain sebagai peer-nya serta bagaimana LSM sertapengurus resos yang konsen dalam memberdayakan PE dimana terus meng-upgrade PEkhususnya agar memiliki kompetensi komunikasi adalah faktor penentu keberhasilan programpeer education di lingkungan resosialisasi.DAFTAR PUSTAKAAw., Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha IlmuJans, Molly. (1999). Comm 3210: Human Commucation Theory, Martin Buber's DialogicCommunication. Research Report. University of Colorado at BoulderKuswarno.Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi,Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung:Widya PadjadjaranLittlejohn, Stephen W. & Foss, Karen A. (2009). Theories of Human Communication (9thedition) Teori Komunikasi (diterjemahkan oleh : Mohammad Yusuf Hamdan) . Jakarta:Salemba HumanikaMiller, Robert and Williams, Gary. (2004). The 5 Paths To Persuasion: The Art of Selling YourMessage. Summaries.comMoleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja RosdakaryaMoustakas, Clark. (1994). Phenomenological Research Methods. London: SAGE Publications,Inc.Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : Lembaga Kajian Islam danSosial (LKIS)Rahmat, Jalaluddin. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya OffsetTubbs, Stewart L. & Moss, Sylvia. (1994). Human Communication:Prinsip-Prinsip Dasar.(diterjemahkan oleh: Dr. Deddy Mulyana). Bandung: PT Remaja Rosdakarya OffsetWest, Richard & Turner, Lynn H. (2007). Introducing Theory: Analysis and Application (3rdedition). (diterjemahkan oleh: Maria Natalia Damayanti Maer). Jakarta : SalembaHumanikaJurnalAgustina, Rakhmawati. (2011). Pelaksanaan Kegiatan Peer Educator Dalam Upaya Pencegahan HIVdan AIDS di SMK Ibu Kartini Kota Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas DiponegoroIka Setya Purwanti dan Rika Suarniati, The Indonesian Journal of Public Health vol. 2 no. 3, Mar.2006 : 98Jubaedah, Edah. (2009). Jurnal Ilmu Administrasi (pdf), Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan danKompetensi Komunikasi Dalam Organisasi. 370-375Murti, Elly Swandewi,dkk. (2006). Efektivitas Promosi Kesehatan Dengan Peer Education PadaKelompok Dasawisma Dalam Upaya Penemuan Tersangka Penderita TB Paru. BeritaKedokteran Mayarakat, Vol. 22 No. 3 September 2006, hal 128-134Zuhriyyah, L.Z. Penggunaan Kondom pada Wanita Pekerja Seks (WPS) Di Kawasan ResosialisasiGambilangu Kabupaten Kendal Tahun 2010. Skripsi. Semarang : Universitas NegeriSemarangInternetIndah,dkk. (2009). Peran Komunitas AIDS Peduli HIV/AIDS. Dalamhttp://theonlinejournalism.blogspot.com/2009/01/hivaids-siapkah-solomelawan_13.html 21/05/2013. Diunduh pada 20 Mei 2013 pukul 20.45 WIBFarihah. (2010). Dampak Psikologis PSK. Dalamhttp://ulfahfarihah51.blogspot.com/2011/07/dampak-psikologis-yang-dialami-psk.html.Diunduh pada 23 Mei 2013 pukul 18.30 WIBPeer Education (2000). Dalam http://www.unicef.org/lifeskills/index_12078.html. Diunduh 2Juni 2013 pukul 17.20 WIBIriyanto,Yuwana. (2011). Ibu Rumah Tangga di Jateng Terjangkit HIV/AIDS. Dalamhttp://www.lensaindonesia.com/2012/10/17/gawat-436-ibu-rumah-tangga-di-jatengterjangkit-hivaids.html. Diunduh 3 September 2013 pukul 23.00 WI

    Monitoring pertumbuhan mangrove di area modulasi karang dan mangrove Kampus Tateli Politeknik Negeri Manado

    Get PDF
    Research conducted in the Coral and Mangrove Modulation Area of the Tateli Campus of the Polytechnic of Manado State, in January to October 2019 aims to identify and differentiate the types of mangroves and then obtain data on mangrove growth in the Coral & Mangrove Modulation Area of the Tateli Campus. Retrieval of data using an area of 20 m2 of mangrove modulation and divided into four quadrants measuring 10 m2, while the tools used are: a compass to determine the direction or azimuth of research, a meter to measure distances., A photo camera for documentation tools, computers and other stationery which is used for data processing and writing research, rope, Tally sheet., Height measuring devices. Observations and data collection in this study included the measurement of trees, saplings, seedling height, seedling leaves, and seedling branches. From the existing mangrove modulation, four quadrants of mangrove observation were obtained. There are a number of mangrove individuals whose growth is observed and seen from the height, number of leaves and branches of the mangrove. Based on observations, it was found that in quadrant one there were two types of mangroves in the seedling phase, namely Rhizophora Apiculata and Rhizophora Mucronata with a total of 17 individuals. The average leaves of R. Apiculata are 7 strands. Then in the second quadrant two mangrove species were found, namely R. Apiculata and Sonneratia Alba, with a total of 15 individuals where the average height of Rhizophora Apiculata seedlings was 78cm, while Sonneratia Alba was 25.71cm. Furthermore, in this third quadrant only one species of mangrove Sonneratia Alba was found in the seedling phase. In this quadrant there are 15 mangrove individuals, with an average height value of 28.33 cm, an average value of leaves of 7.8 strands, an average value of 0.27 branches and the last in the fourth quadrant there are four types of mangrove seedlings namely R. Apiculata, R. mucronata, Brugueira Gymnoriza, and Sonneratia Alba. In this quadrant, 30 individual mangrove seedlings were found. Based on these results it can be concluded that from the existing mangrove modulation, obtained four quadrants of mangrove observation. There are several mangrove individuals whose growth is observed, as seen from the height, number of leaves and branches of the mangrove. Then the average mangrove growth is dominated by R. mucronata species. Whereas the highest rate of mangrove growth for 10 months is Brugueira Sp. Keywords: Mangroves, Growt

    Airspace Technology Demonstration 3 (ATD-3): Multi-Flight Common Route (MFCR) Technology Transfer Document Summary Version 1.0

    Get PDF
    This summary document and accompanying technology artifacts satisfy the second of three Research Transition Products (RTPs) defined in the ATD-3 Applied Traffic Flow Management (ATFM) Research Transition Team (RTT) Plan. This transfer consists of NASA's Multi-Flight Common Route (MFCR) research for efficient route corrections for en-route weather avoidance. The MFCR concept builds on the experience of the legacy Dynamic Weather Routes (DWR) and focuses on a better balance of potential savings with ATC acceptability, common route corrections options for multiple flights on similar routings, and better use of existing and/or modern automation for communication and coordination of route change options. All of these capabilities are expected to improve system performance significantly in terms of actual delay-reducing clearances issued to flights compared to that of the DWR tool and operating concept

    Hubungan Pelayanan Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien Bpjs Rawat Inap Di Ruang Hana RSU Pancaran Kasih Gmim Manado

    Full text link
    : Nursing service and the satisfaction of the patients are the two things that closely related and can\u27t be separated from each other because the method that being delivered by the nurses would directly impact the patients. The General Hospital Center (RSU) Pancaran Kasih GMIM Manado is a hospital that also giving a service for some people that has the BPJS Card, so that the evaluation about the nursing service and the satisfaction of the inpatients are need to be done. Purpose of the Research To find the correlation between the nursing service and the satisfaction of the BPJS inpatients in Hana room at The General Hospital Center (RSU) Pancaran Kasih GMIM Manado. Research Method that has been used in this research is descriptive analytic, the research design is by using cross sectional study. This research has been made in the Hana inpatients room on December 2016 at the The General Hospital Center (RSU) Pancaran Kasih GMIM Manado with the 84 number of sample Sampling Technique is by using simple random sampling method Research instrument, is by using Questionnaire. Data analysis is by using Chi-square statistic test with the level of significance (α) = 0,05 with the outcome Chi-square Count 47,296 with P-value 0,000. Conclusion there is a correlation between the nursing service and the satisfaction of the BPJS inpatients in Hana room at The General Hospital Center (RSU) Pancaran Kasih GMIM Manado
    • …
    corecore