8 research outputs found

    Modifikasi Jembatan Mataraman II Malang Menggunakan Struktur Gelagar Beton Bertulang

    Get PDF
    Jembatan Mataraman II yang terletak di Kabupaten Malang memiliki panjang ± 40,8 m dengan lebar ± 11m. Jembatan ini semula didesain dengan standar bangunan atas tipe precast concrete I girder, metode girder precast, metode ini direkomendasikan pada jembatan Mataraman II, karena ekonomis, memperpendek waktu konstruksi dan workability. Jembatan eksisting ini didesain dengan tinggi I girder 1700 mm yang memiliki mutu beton precast concrete I girder K-500 (f’c 415 kg/cm2). Metode jembatan beton bertulang direkomendasikan pada jembatan ini, karena kriteria jembatan Mataraman II ini merupakan jembatan bentang pendek, sehingga jembatan beton bertulang cocok diterapkan dalam kasus ini. Selain itu juga, material yang digunakan memiliki sifat tahan lama, lebih ekonomis, dan mudah pemeliharaannya. Jembatan ini didesain dengan membangun abutment baru yang berjarak ± 2m dari abutment lama dikarenakan agar tidak mengganggu lebar mulut sungai, sehingga panjang jembatan menjadi 44,80m. Dikarenakan panjang jembatan > 25m maka kurang efektif dalam penggunaan gelagar beton bertulang, oleh karena itu direncanakan pilar yang berjarak ± 10m dari rencana abutment baru. Perencanaan abutment direncanakan dengan didukung pondasi sumuran, dikarenakan pada kedalaman 4 m - 5 m harga N-SPT didapatkan N > 50 ( tanah keras )

    Analisa Konfigurasi Mooring Sistem Pada Submerged Floating Tunnel(SFT)

    Get PDF
    Submerged Floating Tunnel (SFT) merupakan sebuah struktur tubular yang terendam dan mengambang di kedalaman tetap melalui sistem angkur yang terdiri dari kabel yang terhubung ke dasar laut. Terowongan secara permanen dikenakan berat sendiri dan dibantu dengan adanya daya apung yang ditimbulkan oleh air, Penampang terowongan didesain sehingga daya apung dapat mengatasi berat badan struktural dan mengalami kekuatan volume yang diarahkan ke atas. Sistem kabel juga memainkan peran yaitu untuk menghambat terowongan, meminimalkan perpindahan dan tegangan yang disebabkan oleh beban lingkungan, seperti beban gempa dan hidrodinamik yang dapat menjadi runtuh dalam kasus penyeberangan laut dengan sistem SFT (Submerged Floating Tunnel ) oleh karena itu, kabel sangat berperan dalam menstabilkan posisi SFT (Submerged Floating Tunnel ). karena itu, maka SFT (Submerged Floating Tunnel ) akan dipasang kabel baja untuk menahan struktur agar tetap kokoh. Sehingga struktur tidak mengalami pergoyangan berlebih akibat beban lingkungan. Kabel dimodelkan dengan berbagai konfigurasi yaitu dengan posisi sudut 00, 90, 180, 270, 360, 450, 540, 630, dan 720. Dalam pemodelan dengan metode numerik menggunakan software ABAQUS v6.14. dimana pemodelan sesuai dengan data lingkungan pada kepulauan seribu yaitu antara pulau panggang dan pulau karya. Pemodelan yang dibuat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya menggunakan software SAP2000. Namun halnya, pada pemodelan dengan ABAQUS menggunakan load yaitu increment displacement yang dimungkinkan sampai elemen mengalami leleh. Hasil analisa elemen menunjukkan bahwa konfigurasi kabel yang efektif yaitu konfigurasi kabel dengan sudut inklinasi sudut 54⁰. Pada kondisi ini, tegangan dan perpindahan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan konfigurasi kabel yang lain. Tegangan yang terjadi pada sudut inklinasi kabel 54⁰ yaitu 1625 Mpa. Perpindahan yang terjadi pada sudut inklinasi kabel 54⁰ yaitu 25mm. Selain itu, terlihat juga pada hasil verifikasi antara ABAQUS dan Sap 2000 menghasilkan nilai yang relatif dekat. Maka dapat disimpulkan ABAQUS dapat digunakan dalam pemodelan elemen apapun yang akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. ====================================================================================================== Submerged Floating Tunnel (SFT) is a tubular structure that is submerged and floated in the certain depths through the system of anchors consisting of a cable connected to the seabed. The tunnels are permanently subjected to its own weight and assisted by the buoyancy caused by the water, a cross-section of the tunnel is designed so that buoyancy can overcome the structural weight and experience the power of volume directed upwards. The cable system also plays a role which is to inhibit the tunnel, minimizing displacement and stress caused by environmental loads, such as earthquake loads and hydrodynamic that can be collapsed in the case of sea crossings with the system SFT (Submerged Floating Tunnel), therefore, the cable was instrumental in stabilizing position SFT (Submerged Floating Tunnel). Therefore, the SFT (Submerged Floating Tunnel) will be installed steel cables to hold the structure in order to remain solid. So that the structure did not experience excessive displacement due to the environmental burden. Cables modeled with various configurations, namely with the position angle of 00, 90, 180, 270, 360, 450, 540, 630, and 720. In numerical modeling method using ABAQUS v6.14. which according to the environmental data on Kepulauan Seribu, it is between Panggang island and Karya island. The modeling was compared to a previous study using SAP2000. However, the modeling by ABAQUS using load incremental displacement is possible being yield. The results show that the software output cable configuration is effective that the cable configuration at an inclination angle 54⁰. In this condition, the stress and the displacement showed the smallest value compared with other cable configurations. The stress of cable at an inclination angle 54o is 1625 Mpa and the displacement is 25 mm. Also the verification results between ABAQUS and Sap 2000 resulted in a relatively close value. It can be concluded ABAQUS can be used in the modeling of any elements that would be applied in their daily lives

    Analysis Mooring System Configuration of Submerged Floating Tunnel

    Get PDF
    Submerged Floating Tunnels (SFT) is a tubular structure that is submerged and floating in depth remains through the system of anchors consisting of a cable connected to the seabed. SFT structure imposed its own weight and is assisted by the buoyancy or uplift caused by water, cross sectin of the tunnel is designed so that buoyancy can overcome the structural weight and experienced a lift force that causes the floating structure. Fastening system (mooring system) also play a role which is to inhibit the SFT structure, minimize displacement and stress caused by environmental burden, such as earthquakes and hydrodynamic load that can aggravate the condition SFT structure in case of crossing the sea with SFT system. SFT will give a fairly small impact on the environment as it floated in the water, and with built using a modular system, the SFT (Submerged Floating Tunnels) can reach a distance long enough and does not cause pollution. Basically the same as the force that occurs archimides principle, where the objects are in the water to get a compressive force to the top. Cross sectional analysis SFT, will be modeled by 7 different models that have been in previous studies. The model's of SFT with steel cable to hold the structure in order to remain strong with the inclination selected. Analysis is done by modeling the triangle wiring configuration with different angle of incliflation cable. The analysis by comparing the test model were made earlier with prototype analyzed numerically. The expected structure did not undergo excessive deformation due to the environmental burden. Therefore, the structure of the SFT will be done with the Abaqus as finite element analysis. So, obvious deformation occurred in the cable. Therefore, it was expected to obtain the optimum angle of inclination was 54Âș

    Analisa Perbandingan Kolom Komposit Inside Steel dan Outside Steel terhadap Kapasitas Tahanan Aksial dan Momen

    Get PDF
    ABSTRAK Penggunaan kolom komposit telah banyak digunakan di berbagai bangunan bangunan tinggi. Dan pada umumnya, Kolom komposit dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolom komposit inside steel dan outside steel dengan struktur baja terbungkus oleh beton disebut dengan kolom inside steel atau bisa saja disebut Concrete Encased Column. Sedangkan untuk baja yang berisi beton disebut dengan kolom outside steel atau juga disebut Concrete Filled Column. Penggunaan struktur kolom komposit outside steel sebagai kolom utama dalam mendukung beban lateral pada struktur rangka bangunan belum lazim digunakan dalam perkembangan konstruksi saat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kekuatan dari 2 macam kolom komposit agar diketahui jenis kolom komposit yang paling efektif dan memiliki kekuatan paling tinggi. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan manual pada kolom komposit inside steel dan outside steel yang berbentuk kotak, sedangkan untuk perhitungan dengan menggunakan program CSICOL dilakukan pada seluruh kolom komposit. Hasil nilai ØPn dan ØMn kemudian dibandingkan antara perhitungan manual dengan program CSICOL. Hasil perhitungan menunjukan bahwa kemampuan kolom komposit outside steel lebih baik dibandingkan kolom komposit inside steel dengan menggunakan standar volume dari ukuran kolom komposit inside steel kotak 400x400 mm. Kolom komposit outside steel berbentuk bundar dengan diameter 431 mm lebih unggul sebesar 17 % dalam menahan gaya aksial nominal (ØPn) dibandingkan semua tipe kolom komposit yang lain. Sedangkan kolom komposit outside steel berbentuk kotak dengan ukuran 405.70x405.70 mm lebih unggul menahan momen nominal (ØMn) sebesar 10,5 % dibandingkan semua tipe kolom komposit yang lain.Kata kunci : kolom komposit; inside steel (concrete- encased column); outside steel (concrete-filled column)ABSTRACT The use of composite columns has been widely used in various high-rise buildings. Composite columns are generally divided into two types: composite columns inside steel and outside steel columns with a steel structure wrapped in concrete called an inside steel column (concrete encased column), while steel containing concrete is called an outside steel column (concrete-filled column). The use of a composite column structure outside steel as the main column in supporting lateral loads in the building frame structure is not yet commonly used in current construction developments. Therefore, it is necessary to consider the strengths of 2 types of composite columns to know which type of composite column is the most effective and has the highest strength. Calculations are performed using manual calculations on composite columns inside steel and outside steel in the form of a box, while calculations using the CSiCOL program are carried out on all composite columns. The results of the ØPn and ØMn values are then compared between manual calculations and the CSiCOL program. The calculation results show that the composite outside steel column's ability is better than the inside steel composite column by using a standard volume from the size of the composite column inside steel box 400x400 mm. The round composite outside steel column with a 431 mm diameter is 17% superior in withstanding nominal axial force (ØPn) than all other composite column types. While the outside steel composite column in the form of a box with a size of 405.70x405.70 mm is superior to withstand the little moment (ØMn) by 10.5% compared to all other types of composite columns.

    Modifikasi Struktur Jembatan Sumber Sari, Kalimantan Timur dengan menggunakan Sistem Busur

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara kepulauan, serta dilewati oleh sungai-sungai di setiap pulaunya. Jembatan memiliki peranan yang penting di Indonesia, jembatan bentang panjang maupun bentang pendek yang menghubungkan antar pulau maupun dengan hambatan sungai telah banyak dibangun di Indonesia. Penelitian ini fokus pada Perencanaan Jembataan dengan menggunakan sistem busur baja yang mengandung nilai seni, selain memiliki struktur yang kuat, jembatan ini juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Jembatan Sumber Sari, yang terletak di Kutai Barat, Kalimantan Timur memiliki bentang 82 m dengan 2 lajur kendaraan masing-masing selebar 4 m. Jembatan ini merupakan Jembatan bentang Panjang. Tahap awal perencanaan adalah perencanaan bangunan atas yang terdiri dari lantai kendaraan dan trotoar, gelagar memanjang dan gelagar melintang, kemudian konstruksi pemikul utama. Analisa dengan menggunakan program SAP 2000 dilakukan setelah dketahui beban – beban yang bekerja pada konstruksi tersebut untuk mendapatkan gaya – gaya dalam yang bekerja, khususnya untuk konstruksi pemikul utama dan konstruksi sekundernya. Setelah gaya – gaya tersebut diketahui besarnya maka dilakukan perhitungan kontrol tegangan dan perhitungan sambungan. Untuk struktur bangunan bawah direncanakan abutment (kepala jembatan) dengan pondasi tiang pancang

    Penambahan Stressing Bar Pada Perencanaan Struktur Baja Gedung Parkir di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

    Get PDF
    Perencanaan pada gedung parkir terpusat di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya dengan acuan data survey SRP volume puncak kendaraan oleh made dkk (2017) jumlah kendaraan yang parkir 1299 motor, angka ini akan meningkat pada kondisi tertentu hingga mencapai 2000 kendaraan. Gedung parkir terpusat direncanakan dengan menggunakan metode strukrur baja konvensional, dalam perencanaan ini dilakukan peninjauan salah satu girder-nya yang direncanakan dengan penambahan stressing bar (baja pratengang) pada sayap bawah girder. Berdasarkan hasil perbandingan dalam perencanaan dengan menggunakan metode strukrur baja konvensional profil girder menggunakan WF350x175x7x11 dengan ratio momen 0.8, metode ini mendapatkan profil yang lebih besar dibandingkan dengan cara penambahan stressing bar (baja pratengan) yang menggunakan profil girder WF300x150x6.5x7 didapatkan ratio momen 0.87 dengan strand mutu G270 diameter 9.5 mm dan tarikan sebesar 9272.81 kg. Dalam penggunaan profil WF300x150x6.5x9 dengan penambahan stressing bar dapat mengefisiensi berat tiap balok utamanya hingga ±25%. Tetapi dengan penambahan stressing bar pada balok utama akan menambah waktu dalam pelaksanaannya di lapangan

    Pengaruh Penggunaan Zat Aditif Tipe C Pada Kuat Tekan Beton

    No full text
    Dalam industri konstruksi pengembangan dan penggunaan semen campuran semakin meningkat. Hal ini bertujuan  untuk meminimalisir penggunaan semen. Penggunaan Fly ash sebagai material pengganti untuk mengurangi jumlah semen, memiliki kelebihan, diantaranya menghemat biaya dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian mutakhir, didapatkan bahwa penggunaan fly ash diatas 30% akan menurunkan kuat tekan beton. Penggunaan zat aditif berfungsi untuk kemudahan pengerjaan ataupun mempercepat pengikatan pada beton dengan maksud mempersingkat waktu pelaksanaan konstruksi di lapangan. Zat aditif tipe C (Accelerator) digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi), dan mempercepat pencapaian kekuatan beton. Dalam penelitian ini, dilakukan pembesaran prosentase penggunaan fly ash dengan tetap mempertahankan tercapainya mutu beton rencana, yaitu dengan cara penambahan zat aditf tipe C dari berat total bahan pengikat. Prosentase penggunaan fly ash terbatasa pada prosentase 30% - 40% dari berat semen. Pada kondisi normal, kuat tekan beton akan meningkat sesuai bertambahnya umur beton. Pada umumnya pada umur 7 hari, kuat tekan beton akan mencapai 65% dan pada umur 14 hari akan mencapai 88% - 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kuat tekan untuk beton normal dan beton dengan fly ash mengalami penurunan kekuatan terhadap beton normal untuk umur 14, 28, 56 hari. Persentase penurunan kekuatan tertinggi terjadi pada penggunaan fly ash sebesar 40% pada hari ke-56, yaitu sebesar -7,66% terhadap beton normal. Tetapi masih memenuhi kuat tekan rencana diumur beton 28 hari yaitu 25,99 Mpa

    Structural Damage Identification Methods in Truss Bridge Structures Using Vibration Analysis: A Review

    No full text
    Developing countries will always engage in infrastructure development in various regions, and one notable aspect of this development is the construction of steel frame bridges. Bridges are complex structures with a myriad of challenges. The increasing number of cases of steel frame bridge collapses has prompted humans to become more conscious of Structural Health Monitoring (SHM) activities. In order to implement this, the development of a straightforward structural damage detection method has been pursued, suitable for both simple and highly complex structures, commonly referred to as Vibration-Based Damage Detection (VBDD). Various algorithms have been proposed to achieve the goal of identifying structural damage, enabling prompt and accurate decision-making in handling such situations. This article delves into the discussion of several proposed algorithms for achieving this objective
    corecore