8 research outputs found

    Pengembangan Pelet Berbasis Nabati sebagai Pakan Alternatif untuk Intervensi Diet Vegetarian pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    Get PDF
    Penelitian eksperimen yang menggunakan intervensi diet pada tikus putih (Rattus norvegicus) terus mengalami peningkatan. Bentuk penelitian intervensi diet yang saat ini sering dilakukan adalah diet vegetarian. Penggunaan pelet standar dalam penelitian yang menerapkan diet telah banyak dilakukan, namun pengembangan pelet berbasis nabati masih belum dilakukan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas pelet nabati yang dikembangkan melalui pengukuran bobot tubuh tikus putih. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan desain eksperimen laboratorium. Jumlah pelet nabati yang dikembangkan adalah tiga, yaitu pelet untuk diet vegetarian tipe quasi, lacto-ovo dan vegan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kandungan proksimat pelet yang dianalisis, persentase karbohidrat tertinggi ditemukan pada pelet diet vegetarian tipe quasi. Kandungan persentase protein dan lemak tertinggi masing-masing ditemukan pada pelet diet vegan dan quasi. Sedangkan pelet diet lacto-ovo menunjukkan persentase kandungan air yang paling tinggi. Hasil intervensi ketiga bentuk pelet yang diberikan pada tikus putih menunjukkan penambahan bobot tubuh setiap minggu penelitian. Hasil juga menunjukkan bahwa pelet untuk tipe diet lacto-ovo memberi pengaruh yang paling tinggi terhadap peningkatan bobot tubuh tikus putih dibandingkan pelet diet lainnya. Pelet berbasis nabati efektif digunakan sebagai pakan alternatif dalam penelitian intervensi diet vegetarian pada tikus putih

    UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAN SENYAWA AKTIF DAUN BENALU JERUK NIPIS (DENDROPHTOE PETANDRA (L.)MIQ.) TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI

    Get PDF
    Indonesia menjadi salah satu negara yang memanfaatkan tanaman sebagai obat alternatif untuk menangani penyakit yang diderita masyarakat. Daun benalu jeruk nipis banyak mengandung senyawa aktif yang dapat menjadi antibakteri. Tujuan penelitian adalah menguji aktivitas antibakteri fraksi dan senyawa aktif daun benalu jeruk nipis (Dendrophtoe petandra (L.)Miq.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini menggunakan sel bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sebagai objek dan menggunakan beberapa konsentrasi dari fraksi n-heksan benalu jeruk nipis. Penelitian menerapkan metode eksperimental laboratorium secara in vitro yang bersifat eksploratif analitik melalui teknik fraksinasi cair-cair (FCC) dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol yang diuapkan menggunakan Rotary evaporator dan teknik pengeringan menggunakan hair dryer. Skrining fitokimia bertahap dilakukan untuk mengidentifikasi flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, terpenoid, steroid, dan triterpenoid yang ditandai adanya busa dan terbentuknya cincin berwarna. Hasil menunjukkan bahwa berat fraksi yang diperoleh menggunakan pelarut n-Heksan = 1,32 gram (3,38%), etil asetat = 32,76 gram (83,94%), dan etanol air = 4,95 gram (12,68%). Hasil uji skrining fitokimia diperoleh pada ekstrak (4 senyawa kimia), fraksi n-heksan (2 senyawa), fraksi etil asetat (4 senyawa) dan fraksi etanol air (2 senyawa kimia). Hasil uji aktivitas antibakteri diperoleh diameter zona hambat fraksi n-Heksan pada E.coli (9,25±1,15) dan S.aureus (9,41±0,52); etil asetat pada E.coli (10,67±1,15) dan S.aureus (10,33±0,52). Hasil uji konsentrasi hambat minimum fraksi n-Heksan 80.000 ug/ml pada E.coli (12,33±0,95) dan S.aureus (12,75±0,52), dan 625 ug/ml pada E.coli (7,29±0,18) dan S.aureus (0,00±0,00).Kata kunci: antibakteri, senyawa aktif, daun benalu jeruk nipis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli

    GAMBARAN INFEKSI Klebsiella pneumoniae PENGHASIL Extended-spectrum β-lactamase (ESBL) PADA PASIEN COVID-19 DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PERIODE JANUARI 2021-JUNI 2021

    Get PDF
    ABSTRACT Background: ESBL-producing Klebsiella pneumoniae infection can make medical costs increase, patients become longer in the hospital, and a worse prognosis in Covid-19 patients. Therefore, this study aims to find out the prevalence, characteristics of age, gender, specimen type, inpatient room, and pattern of antibiotic sensitivity of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients so as to help patients in the prevention and control of HAIs in Dr. Mohammad Hoesin Hospital. Method: This observational research used secondary data in the form of the status of Covid-19 patients identified as ESBL-producing Klebsiella pneumoniae at the Central Laboratory Installation of Mohammad Hoesin Hospital Palembang during the period January 2021-June 2021. The samples in this study were all medical records of Covid-19 patients who met the inclusion criteria. Data was processed and analyzed by univariate to determine the frequency distribution of each variable studied. Result: Prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients at Dr. Mohammad Hoesin Hospital is 48,6%. Based on Age, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in elderly (41,2%). Based on gender, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in female (64,7%). Based on specimen type, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in sputum (47,1%). Based on the inpatient room, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in non-intensive care unit (79,5%). Based on sensitivity patterns, isolates ESBL-producing Klebsiella pneumoniae are resistance to ampicilin/AMP (100%), cefazoline (100%), ceftriaxon (100%), aztreonam (91,2%), ceftazedim (85,3%), ampisilin/Sulbaktam (76,5%), ciprofloxacin (76,5%), trimethoprim/ sulfamethoxazole (58,8%) and gentamicin (55,9%). Conclusion: Prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients at the Central Laboratory Installation of Mohammad Hoesin Hospital Palembang during the period January 2020-June 2020 is 48,6%. Antibiotics that resistance to ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are ampicilin/AMP, cefazoline, ceftriaxon, aztreonam, ceftazdim, ampisilin/sulbaktam, ciprofloxacin, trimethoprim/sulfamethoxazole and gentamicin. Keywords: ESBL, Covid-19, HAIs   ABSTRAK Pendahuluan: Infeksi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL bisa membuat biaya pengobatan menjadi bertambah, pasien menjadi lebih lama di rumah sakit, dan prognosis yang lebih buruk pada pasien Covid-19. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis spesimen, asal ruang rawat inap, dan pola sensitivitas antibiotik Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 sehingga dapat membantu pasien dalam pencegahan dan pengendalian HAIs di RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Metode: Penelitian deskriptif observasional ini menggunakan data sekunder berupa status pasien Covid-19 yang teridentifikasi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL di instalasi laboratorium sentral RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama periode Januari 2021-Juni 2021. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien Covid-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Data diolah dan dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel yang diteliti. Hasil: Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sebesar 48,6%. Berdasarkan usia, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada lansia (41,2%). Berdasarkan jenis kelamin, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada perempuan (64,7%). Berdasarkan jenis spesimen, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada sputum (47,1%). Berdasarkan ruang rawat inap, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak berasal dari ruang rawat non intensif (79,5%). Berdasarkan pola sensitivitas, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL resisten terhadap ampisilin/ AMP (100%), sefazolin (100%), seftriakson (100%), aztreonam (91,2%), seftazdim (85,3%), ampisilin/ sulbaktam (76,5%), siprofloksasin (76,5%), trimetoprim/ sulfametoksazol (58,8%), dan gentamisin (55,9%) Kesimpulan: Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 di Instalasi Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama periode Januari 2021-Juni 2021 sebesar 48,6%. Antibiotik yang resisten pada Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL yaitu ampisilin/AMP, sefazolin, seftriakson, aztreonam, seftazdim, ampisilin/sulbaktam, siprofloksasin, trimetoprim/sulfametoksazol dan gentamisin. Kata kunci: ESBL, Covid-19, HAI

    ACUTE RESPONSE OF LEUCOCYTE TOTAL OF WHITE RAT (RATTUS NORVEGICUS) WITH VARIATIONS VEGETARIAN DIETARY IN STRENUOUS EXERCISE

    Get PDF
    Gaya hidup sehat menjadi hal penting yang perlu diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam menjaga derajat kesehatan. Namun, kesibukan harian dalam memenuhi membuat masyarakat kurang memperhatikan diet dan pola aktivitas fisik yang baik dan benar, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit yang dapat dinilai salah satunya melalui total leukosit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon akut total leukosit tikus putih (Rattus norvegicus) pada variasi diet vegetarian pada olahraga berat. Metode penelitian berupa eksperimental in vitro melalui pendekatan eksploratif analitik dengan menggunakan desian pre-posttest design with nonequivalent groups. Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai sampel dengan pemberian tiga tipe diet vegetarian dan diet standar. Pengukuran total leukosit dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan olahraga berat berupa berenang hingga lelah. Data setiap kelompok dianalisis secara statistik menggunakan uji-t. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perubahan signifikan total leukosit pasca olahraga berat pada kelompok diet vegetarian tipe quasi p=0,028 (p<0,05), lacto-ovo p=0,007 (p<0,05) dan diet standar p=0,045 (p<0,05), sedangkan diet vegetraian tipe vegan tidak menunjukkan perubahan total leukosit yang signifikan pasca olahraga berat p=0,752 (p<0,05). Kesimpulannya, perubahan respon akut total leukosit tikus putih pasca olahraga berat terjadi pada diet vegetarian tipe quasi dan lacto-ovo

    A Comparison Of Hematocrit, MCV, MCH And MCHC Amount Between Rats On Vegan Dan Standard Diet After Routine Physical Exercise

    No full text
    ABSTRACT Background: The prevalence of non-communicable diseases in Indonesia, such as diabetes mellitus and obesity, continues to increase. The main factors are diet errors and mistakes in sport. Methods: This study used an in vivo experimental method with a pretest-posttest design with a non-equivalent group. The research sample consisted of 16 white rats, which were divided into two groups based on diet. The treatment given was in the form of dietary and routine physical exercise. Blood sampling was conducted to analyze hematocrit, MCH, MCV and MCHC levels. Results: The results showed that the change in body weight of the white rats on vegan diet was higher than the standard diet group. Routine physical exercise had significant effect on hematocrit levels in the standard white rats (p=0.034) compare to the vegan diet. In addition, routine physical exercise had a significant effect on MCV (p=0.026), MCH (p=0.027) and MCHC (p=0.026) levels in the vegan compared to the standard diet white rats. Conclusion: Changes in the number of hematocrits in the standard diet white rats is significant compared to the vegan diet group. Meanwhile, the levels of MCH, MCV and MCHC changed significantly in the white rats that were given a vegan diet compared to the white rats on a standard diet after routine physical exercise

    GAMBARAN INFEKSI Klebsiella pneumoniae PENGHASIL Extended-spectrum β-lactamase (ESBL) PADA PASIEN COVID-19 DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PERIODE JANUARI 2021-JUNI 2021

    Get PDF
    ABSTRACT Background: ESBL-producing Klebsiella pneumoniae infection can make medical costs increase, patients become longer in the hospital, and a worse prognosis in Covid-19 patients. Therefore, this study aims to find out the prevalence, characteristics of age, gender, specimen type, inpatient room, and pattern of antibiotic sensitivity of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients so as to help patients in the prevention and control of HAIs in Dr. Mohammad Hoesin Hospital. Method: This observational research used secondary data in the form of the status of Covid-19 patients identified as ESBL-producing Klebsiella pneumoniae at the Central Laboratory Installation of Mohammad Hoesin Hospital Palembang during the period January 2021-June 2021. The samples in this study were all medical records of Covid-19 patients who met the inclusion criteria. Data was processed and analyzed by univariate to determine the frequency distribution of each variable studied. Result: Prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients at Dr. Mohammad Hoesin Hospital is 48,6%. Based on Age, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in elderly (41,2%). Based on gender, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in female (64,7%). Based on specimen type, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in sputum (47,1%). Based on the inpatient room, prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are often found in non-intensive care unit (79,5%). Based on sensitivity patterns, isolates ESBL-producing Klebsiella pneumoniae are resistance to ampicilin/AMP (100%), cefazoline (100%), ceftriaxon (100%), aztreonam (91,2%), ceftazedim (85,3%), ampisilin/Sulbaktam (76,5%), ciprofloxacin (76,5%), trimethoprim/ sulfamethoxazole (58,8%) and gentamicin (55,9%). Conclusion: Prevalence of ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients at the Central Laboratory Installation of Mohammad Hoesin Hospital Palembang during the period January 2020-June 2020 is 48,6%. Antibiotics that resistance to ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in Covid-19 patients are ampicilin/AMP, cefazoline, ceftriaxon, aztreonam, ceftazdim, ampisilin/sulbaktam, ciprofloxacin, trimethoprim/sulfamethoxazole and gentamicin. Keywords: ESBL, Covid-19, HAIs &nbsp; ABSTRAK Pendahuluan: Infeksi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL bisa membuat biaya pengobatan menjadi bertambah, pasien menjadi lebih lama di rumah sakit, dan prognosis yang lebih buruk pada pasien Covid-19. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis spesimen, asal ruang rawat inap, dan pola sensitivitas antibiotik Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 sehingga dapat membantu pasien dalam pencegahan dan pengendalian HAIs di RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Metode: Penelitian deskriptif observasional ini menggunakan data sekunder berupa status pasien Covid-19 yang teridentifikasi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL di instalasi laboratorium sentral RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama periode Januari 2021-Juni 2021. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien Covid-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Data diolah dan dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel yang diteliti. Hasil: Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sebesar 48,6%. Berdasarkan usia, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada lansia (41,2%). Berdasarkan jenis kelamin, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada perempuan (64,7%). Berdasarkan jenis spesimen, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak ditemukan pada sputum (47,1%). Berdasarkan ruang rawat inap, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 banyak berasal dari ruang rawat non intensif (79,5%). Berdasarkan pola sensitivitas, Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL resisten terhadap ampisilin/ AMP (100%), sefazolin (100%), seftriakson (100%), aztreonam (91,2%), seftazdim (85,3%), ampisilin/ sulbaktam (76,5%), siprofloksasin (76,5%), trimetoprim/ sulfametoksazol (58,8%), dan gentamisin (55,9%) Kesimpulan: Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL pada pasien Covid-19 di Instalasi Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama periode Januari 2021-Juni 2021 sebesar 48,6%. Antibiotik yang resisten pada Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL yaitu ampisilin/AMP, sefazolin, seftriakson, aztreonam, seftazdim, ampisilin/sulbaktam, siprofloksasin, trimetoprim/sulfametoksazol dan gentamisin. Kata kunci: ESBL, Covid-19, HAI

    Analisis Profil Eritrosit Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pasca Diet Vegetarian

    No full text
    Saat ini telah banyak penelitian yang menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus), namun informasi terkait profil eritrosit pada hewan coba tersebut masih sangat sedikit, khususnya pada tikus putih yang diberi diet vegetarian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil eritrosit tikus putih pasca diet vegetarian. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratif analitik melalui ekperimental laboratorium invivo dengan desain posttest-only design with nonequivalent group. Total sampel tikus putih adalah 28 ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok dan diberikan diet selama 6 minggu. Sampel darah tikus putih diambil melalui area sinus orbital dan dilakukan analisis jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, indeks MCV, MCH dan MCHC. Hasil menunjukkan jumlah sel darah putih, kadar indeks MCV, MCH dan MCHC&nbsp; tertinggi pada kelompok tikus putih diet vegetarian tipe quasi, yaitu masing-masing 7,58 x 106 sel/µL, 53,7 fL, 18,6 pg/sel dan 34,5 g/dL. Kadar hemoglobin dan persentase hematokrit tertinggi pada kelompok tikus putih diet vegetarian tipe lacto-ovo, yaitu masing-masing 15,84 g/dL dan 47,88 %. Nilai-nilai komponen profil eritrosit pada tikus putih dapat disebabkan oleh beberapa faktor, meliputi usia, perilaku aktif, kondisi lingkungan pemeliharaan dan komposisi nutrisi dalam pakan yang diberikan

    Dermatoglyphy in Breast Cancer Patients: A Systematic Review

    No full text
    Background. Breast cancer is one of the four types of cancer among women and is the most frequently diagnosed in most countries. Breast cancer occurs due to DNA damage and genetic mutations affected by exposure to estrogen, inheritance of damaged DNA, or pro-cancer genes such as BRCA1 and BRCA2. Therefore, a family history of ovarian cancer or breast cancer increases the risk of developing breast cancer. The embryo of the breast develops around the age of 6 weeks of pregnancy. Similar to breast development, fingerprint patterns also develop during the 6-13 weeks of pregnancy. Thus, the genetic message contained in the genome occurred during that period and was reflected in the dermatoglyphic pattern.Methods. The literature search was systematically used using PubMed, Cochran, Google scholar, and other Gray literature between 2010-2020. Of the 69 publications identified, 21 met the criteria and were included in the review. The review is carried out following the provisions of PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Review).Results. This systematic review showed fairly consistent findings in breast cancer patients who tended to have more whorl fingerprint patterns and larger ATD angles. For radial loops, ulnar loops and arches were minor compared to the control group potential as an initial screening tool in at-risk groups.Conclusion. Long-term and follow-up studies with larger sample sizes in various ethnicities are needed to validate dermatoglyphics in anthropometric measurements as a promising marker of breast cancer
    corecore