25 research outputs found
EFEK PENAMBAHAN JUS MANGGA DAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE PADA MINUMAN FERMENTASI BERBASIS WHEY KEJU SUSU KAMBING - (Effect of Mango Juice and Carboxymethyl Cellulose on Fermented Beverage from Goat Milk Whey Cheese)
Fermented beverage can be made from whey goat cheese base ingredients with Lactobacillus casei as inoculum. This product weakness is the aroma and viscosity that consumers have not liked. The addition of mango juice and carboxymethyl cellulose (CMC) is expected to improve product quality. This study aimed to explore the effect of mango juice and CMC concentrations on product quality. This research used complete randomized design with 2 factors. The analysis included physical, chemical, microbiological and sensory analysis of hedonic test. The results showed that mango juice concentrations significantly affected color and attributes of color, taste, and viscosity while CMC concentrations significantly influenced viscosity, color, and sensory attributes of color, aroma, taste, and viscosity acceptability. Mango juice and CMC concentration did not effect on pH, lactic acid, total soluble solids, protein, L. casei, taste and overall sensory attributes. The average sensory value of panelists indicated a slightly dislike to this product.Keywords: fermented drink, goat milk, mango juice, whey cheeseABSTRAKMinuman fermentasi dapat dibuat dari bahan dasar whey keju susu kambing dengan inokulum Lactobacillus casei. Kelemahan minuman fermentasi ini adalah aroma dan kekentalan yang belum disukai konsumen. Penambahan jus mangga dan carboxymethyl cellulose (CMC) diharapkan dapat meningkatkan mutu produk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek perbedaan konsentrasi jus mangga (5%, 10% dan 15%) dan konsentrasi CMC (0,3%; 0,5%; 0,7%) terhadap mutu produk. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor. Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik (warna dan kekentalan), analisis kimia (pH, asam laktat, total padatan terlarut dan protein), analisis mikrobiologi (total L. casei) dan analisis sensorik uji hedonik (atribut warna, aroma, rasa, kekentalan dan penerimaan keseluruhan). Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi jus mangga berpengaruh nyata terhadap warna dan atribut penerimaan warna, rasa dan kekentalan produk. Konsentrasi CMC berpengaruh nyata terhadap viskositas, warna dan atribut sensorik warna, aroma, rasa dan penerimaan kekentalan. Konsentrasi jus mangga dan konsentrasi CMC tidak berpengaruh terhadap nilai pH, asam laktat, total padatan terlarut, protein, jumlah L. casei dan atribut sensorik rasa dan keseluruhan. Rata-rata nilai kesukaan panelis menunjukkan agak tidak suka dengan minuman fermentasi berbasis whey keju susu kambing, sehingga masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan produk yang disukai.Kata kunci: jus mangga, minuman fermentasi, susu kambing, whey kej
KARAKTERISASI TEPUNG KOMPOSIT BERBASIS MOCAF DAN KACANG-KACANGAN SEBAGAI BAHAN BAKU BISKUIT MP-ASI (Characterization of Composite Flour Based on Mocaf and Beans Flour as Ingredient for Weaning Food)
Mocaf flour is able to replace wheat flour as raw material for MP-ASI biscuits (weaning food) because it contains high carbohydrates. Low protein content of mocaf flour requires the addition of bean flour to form composite flour which is suitable for MP-ASI biscuits. The purpose of this study was to determine the physicochemical, functional and gelatinization properties of composite flour from mocaf and beans. The types of beans used were soybean, mung bean and red bean. Those type of beans flour was added 40% for each composite flour formulation. The results showed that the addition of beans flour into mocaf flour was significantly affected the increase in ash content, protein, fat, solubility, emulsion activity and stability, foam capacity and stability and gelatinization temperature. The addition of beans flour also significantly affected the decrease in starch, amylose content, swelling power, oil absorption capacity and gelatinization profile (peak, breakdown, final and setback viscosity) of the composite flour. Mocaf-mung bean composite flour was recommended as a raw material for making MP-ASI biscuits because it has low solubility and high bulk density and met the Indonesian standard (SNI) of MP-ASI biscuits which requires minimum 6% protein content, maximum 18% fat and maximum 5% dietary fiber.Keywords: functional properties, gelatinization profile, mocaf flour, physicochemical properties, weaning food.Ā ABSTRAKTepung mocaf dapat digunakan sebagai pengganti terigu pada pembuatan biskuit MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) karena mengandung karbohidrat yang tinggi. Kadar protein yang rendah dari tepung mocaf memerlukan penambahan tepung kacang-kacangan sebagai sumber protein sehingga membentuk tepung komposit yang sesuai untuk bahan baku biskuit MP-ASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sifat fisikokimia, fungsional dan profil gelatinisasi dari tepung komposit mocaf dan kacang-kacangan. Jenis kacang-kacangan yang digunakan adalah kedelai, kacang hijau dan kacang merah.Setiap jenis tepung kacang-kacangan ditambahkan sebesar 40% untuk masing-masing formulasi tepung komposit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung kedelai, kacang hijau dan kacang merah secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan kadar abu, protein, lemak, kelarutan, aktivitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas foam dan suhu gelatinisasi. Penambahan tepung kacang-kacangan pada tepung mocaf juga berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar pati, amilosa, swelling power, kapasitas penyerapan minyak serta profil gelatinisasi (viskositas puncak, breakdown, akhir dan setback) dari tepung komposit yang dihasilkan. Tepung komposit mocaf-kacang hijau adalah yang direkomendasikan sebagai bahan baku pembuatan biskuit MP-ASI karena memiliki kelarutan yang rendah dan densitas kamba yang tinggi serta memenuhi persyaratan SNI biskuit MP-ASI yang mensyaratkan kandungan protein minimal 6%, lemak maksimal 18% dan serat pangan maksimal 5%.Kata kunci: biskuit MP-ASI, profil gelatinisasi, sifat fisikokimia, sifat fungsional, tepung mocaf
Formulasi Minuman Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dan Inulin Menggunakan Inokulum Lactobacillus casei
Synbiotic was a combination of prebiotics and probiotics. One of the agricultural commodities that contains prebiotics was āPisang Ambonā. Pisang Ambon and inulin as prebiotics and Lactobacillus casei as a probiotics can produce synbiotic beverages. To obtain synbiotic beverages, it needs a drink formulation that utilizes Pisang Ambon and use inoculum L. casei as a stater and adding inulin to obtain preferred synbiotic beverages. The objective of this research was to discover the most preferred formulation synbiotic beverages from puree of Pisang Ambon. This research was divided into three steps, the ļ¬ rst step was the optimization of the use puree of Pisang Ambon and skim milk in synbiotic beverages using organoleptic test, the second was the addition of inulin as a prebiotic optimization at the best formulations of synbiotic beverages that obtained in the ļ¬ rst step through sensory test and organoleptic test by doing hedonic rating test, and the third step was the analysis of the quality of the best synbiotic beverages in the second stage using parameters of chemical and microbiological quality. The result showed that ratio for skim milk: banana puree were 1:1 with 2% inulin addition was the most preferable synbiotic beverage. Synbiotic beverages contains moisture 84.46%, ash 0.75%, 2.79% protein, 0.2% fat, 11.8% carbohydrate, number of LAB 3.6 x 10 9 cfu/ml, Coliform below the threshold and negative contamination of Salmonella.ABSTRAKSinbiotik merupakan kombinasi antara prebiotik dan probiotik. Salah satu komoditas hasil pertanian yang mengandung prebiotik adalah pisang ambon. Penggunaan pisang ambon dan inulin sebagai prebiotik serta L. casei sebagai probiotik dapat menghasilkan produk minuman sinbiotik. Untuk diperoleh minuman sinbiotik, diperlukan suatu formulasi minuman yang memanfaatkan pisang ambon menggunakan inoculum L. casei sebagai staternya dan penambahan inulin agar diperoleh minuman sinbiotik yang disukai. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan formulasi minuman sinbiotik dari puree pisang ambon yang paling disukai. Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yang pertama adalah optimasi penggunaan puree pisang ambon dan susu skim dalam minuman sinbiotik menggunakan uji organoleptik, yang kedua adalah optimasi penambahan inulin sebagai prebiotik pada formulasi minuman sinbiotik terbaik yang diperoleh pada tahap pertama melalui uji sensorik serta uji organoleptik dengan melakukan uji rating hedonik, dan tahap ketiga adalah analisis mutu minuman sinbiotik terpilih pada tahap kedua dengan parameter mutu kimia dan mikrobiologi. Minuman sinbiotik terpilih adalah formulasi perbandingan puree pisang dan susu skim 1:1 dengan penambahan inulin 2%. Hasil analisis mutu minuman sinbiotik dengan kadar air 84,46%, abu 0,75%, protein 2,79%, lemak 0,2%, karbohidrat 11,8%, total BAL 3,6 x 10 9 cfu/ml, cemaran Coliform dibawah ambang batas yang ditetapkan dan Salmonella negatif
Evaluasi Mutu Kimia dan Organoleptik Mi Kering Bebas Gluten dari Tepung Komposit Jagung-Singkong selama Penyimpanan
Noodles are the staple foods for some countries in the world. Generally, noodles are made from whole wheat or flour from other grains and cereals. Development of noodles from non-wheat flour or gluten-free noodles has been conducted. One type of noodles that is often used is dry noodle. Research on gluten-free dried noodles made from maize and cassava composite flours has been done. The stability of product quality is very important to be studied, especially for designing product storage conditions. This study aims to evaluate the quality of maize-cassava dry noodle products during storage and to obtain the recommended storage temperature of dry maize-cassava noodles. The product is stored at four temperatures, i.e, 8, 28, 38, and 48Ā°C. The temperature at 8Ā°C was used as the control temperature. The products were stored for 8 weeks and the stability of quality parameters (moisture content, free fatty acid, and organoleptic including color, flavor, and taste) of the products were observed weekly. The result showed that there was a change of quality of dried maize-cassava noodle for 8 weeks of storage. Dry maize-cassava noodle had increased free fatty acids (0.029-0.038%), decreased moisture content (0.05-0.23%), and panelist acceptance levels of color, flavor, and aroma. Differences in storage temperature had no significant effect on free fatty acid change, sensory values of color, taste, and aroma, but had a significant effect on the decreased water content. The range of temperature recommendedfor storage of dried noodles of corn-cassava was 28-38Ā°C
Pendugaan umur simpan mi kering dari tepung komposit (jagung-singkong) menggunakan metode akselerasi arrhenius
Penelitian pembuatan mi jagung kering untuk diversifikasi produk non gandum telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan mutu (organoleptik, kimia dan mikrobiologis) pada produk mi jagung selama penyimpanan dan mendapatkan pendugaan umur simpan produk mi jagung dengan metode Arrhenius. Produk disimpan pada suhu 8oC, 28oC, 38oC, dan 48oC selama 8 minggu dan diamati perubahan mutunya. Parameter mutu yang diamati adalah kadar FFA, kadar air, total mikroba, warna, rasa, dan aroma tengik. Umur simpan diduga menggunakan metode Arrhenius. Hasil penelitian menunjukkan mi jagung kering mengalami penurunan mutu selama 8 minggu yang ditandai dengan meningkatnya asam lemak bebas dan aroma tengik serta menurunnya warna dan rasa. Tetapi mi jagung kering relatif stabil selama penyimpanan berdasarkan parameterĀ kadar air dan total mikroba. Pada suhu penyimpanan 28oC berdasarkan parameter kritis sensoris rasa. (nilaiĀ Ea = 593,75 kal/mol), yaitu 10,66 minggu. Suhu penyimpanan untuk mi jagung kering yang direkomendasikan adalah 28oC ā 38oC
KARAKTERISASI KIMIA DAN UJI ORGANOLEPTIK BAKSO IKAN MANYUNG (Arius thalassinus, Ruppell) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KELOR (Moringa oleiferea Lam) SEGAR DAN KUKUS
Addition moringa leaves to meatball will increase the nutrition of meatballs. This study aimed to determine the best treatment of adding Moringa leaves on the chemical, physical and organoleptic giant sea catfish balls. This study used a completely randomized design with the following treatments; I0 = without addition Moringa Leaves, I1= the addition 10% fresh moringa leaves, I2= the addition 10% steamed moringa leaves, I3= the addition 5% fresh moringa leaves, and I4=addition 5% steamed moringa leaves. The parameters measured in this study were proximate, Mg, Ca, organoleptic, texture profile, values of L, a, and b of giant sea catfish balls. The best treatment was selected based on the de Garmo method of effectiveness test. The results showed that the addition of Moringa leaves to fishballs could increase ash, Mg and Ca. Fishballs with the addition of 10% Moringa leaves had higher Mg and Ca values (p<0.05) than fish balls with the addition of 5% Moringa leaves. Fish meatballs with the addition of fresh Moringa leaves had higher Mg and Ca values (p<0.05) than fish balls with the addition of steamed Moringa leaves. The addition of Moringa leaves can increase the hardness of the fish balls. Fish balls added with fresh Moringa leaves have a higher brightness value than those that are steamed first. The addition of 5% steamed moringa leaves resulted in the best overall organoleptic acceptance than other treatments. Based on the de Garmo method of effectiveness test, the best treatment was fish balls with 10% steamed Moringa leaves.Keywords: fish meatballs, giant sea catfish, moringa leavesABSTRAKPenambahan daun kelor pada bakso dapat meningkatkan nilai gizi bakso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik pada penambahan daun kelor terhadap sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik bakso ikan manyung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan penelitian sebagai berikut; I0= tanpa penambahan daun kelor, I1= penambahan 10% daun kelor segar, I2= penambahan 10% daun kelor kukus, I3 = penambahan 5% daun kelor segar, dan I4 = penambahan 5% daun kelor kukus. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah proksimat, Mg, Ca, organoleptik, profil tekstur, nilai L, a dan b bakso manyung. Perlakukan terbaik dipilih berdasarkan uji efektivitas metode de Garmo. Hasil menunjukan bahwa penambahan daun kelor pada bakso dapat meningkatkan kadar abu, Mg dan Ca. Bakso ikan dengan penambahan daun kelor 10% memiliki nilai Mg dan Ca yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan bakso ikan dengan penambahan daun kelor 5%. Bakso ikan dengan penambahan daun kelor segar memiliki nilai Mg dan Ca lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan bakso ikan dengan penambahan daun kelor kukus. Penambahan daun kelor dapat meningkatkan hardness bakso ikan. Bakso ikan yang ditambah dengan daun kelor segar memiliki nilai kecerahan warna lebih tinggi dibandingkan yang dikukus terlebih dahulu. Penambahan 5% daun kelor kukus menghasilkan nilai keseluruhan organoleptik terbaik dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan uji efektivitas metode de Garmo perlakuan terbaik adalah bakso ikan dengan penambahan 10% daun kelor kukus.Kata kunci: bakso ikan, daun kelor, ikan manyun
PENGARUH JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TEPUNG PISANG TANDUK (Musa corniculata) (Effect of Lactic Acid Bacteria and Fermentation Time on Quality of Tanduk Banana (Musa corniculata) Flour)
Modification of banana flour by fermentation could change its quality. Fermentation of the whole banana could increase mineral content of banana flour. This research aimed to know the effect of the type of lactic acid bacteria and fermentation time on quality of whole tanduk banana flour. This research used completely randomized design with the treatments were control (without fermentation), spontaneous fermentation, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum for 24 and 48 hours. The result showed that fermentation by L. bulgaricus for 24 hours was optimum based on the number of lactic acid bacteria colony, pH and lactic acid contain. Modification of whole banana flour significantly increased the value of red/ green āaācolor, but decreased ash content, protein and minerals compared to native banana flour. It also significantly increased amylose content in fermentation using L. bulgaricus. The solubility of modified banana flour was decreased, while the water absorption capacity was significantly increased compared to native flour. Pasting properties of modified flour using L. casei for 24 hours were significantly increased for the peak viscosity, breakdown, final viscosity, and setback, however the values of peak time and pasting temperature were reduced. This mean that the modification of whole banana flour has the potential to changed the characterictic of physicochemical, functional properties, and pasting properties of banana flour.Keywords: fermentation, lactic acid bacteria, modified banana flour, tanduk bananaABSTRAKModifikasi melalui proses fermentasi dapat merubah mutu tepung. Penggunaan pisang tanpa dikupas kulitnya dalam pembuatan tepung pisang dapat meningkatkan kandungan mineral. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bakteri asam laktat (BAL) dan lama fermentasi pada mutu tepung pisang. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kontrol (tanpa fermentasi), fermentasi spontan, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum masing-masing selama 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan proses fermentasi yang berlangsung dengan L. bulgaricus 24 jam memiliki total BAL, pH dan asam laktat yang optimum. Modifikasi tepung pisang utuh berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai warna merah/ hijau āaā, penurunan kadar abu, protein dan mineral jika dibandingkan dengan tepung pisang alami. Peningkatan kadar amilosa signifikan pada fermentasi L. bulgaricus. Kelarutan tepung pisang modifikasi menurun, sedangkan kapasitas penyerapan airnya meningkat nyata dibanding dengan tepung pisang alami. Profil gelatinisasi tepung modifikasi pada perlakuan fermentasi L. casei 24 jam dapat secara signifikan meningkatkan viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas akhir dan viskositas setback secara signifikan mampu menurunkan waktu puncak dan suhu pasting. Hal ini berarti bahwa modifikasi tepung pisang dengan kulit berpotensi untuk merubah karakteristik fisikokimia, sifat fungsional, dan karakteristik pasting dari tepung.Kata kunci: bakteri asam laktat, fermentasi, pisang tanduk, tepung pisang modifikas
PENDUGAAN UMUR SIMPAN SNACK BAR PISANG DENGAN METODE ARRHENIUS PADA SUHU PENYIMPANAN YANG BERBEDA (Estimation of Banana Snack Bar Shelf Life with Different Storage Temperatures Using Arrhenius Method)
ABSTRACTBanana snack bar is one of the snacks made from banana and banana flour, rod-shaped, and consumed as a snack. Shelf life information about the product is needed to ensure that the product is still good for consumption and has not been damaged. Therefore, this study aimed to determine the estimated shelf life of banana snack bars using the Arrhenius method. This method was carried out at three storage temperatures representing cold, ambient, and heat temperatures with 15, 30, and 45 oC for 35 days and observed every 7 days. The parameters observed include water content, water activity (Aw), texture (hardness and crispiness), and total yeast/mold. The results showed that texture was the first damaged parameter at 15 and 30 oC with k value (quality reduction constant) 0.0057 and 0.0064. While at 45 oC, hardness broke sooner than other parameters with k value 0.0097. This means that banana snack bar products are starting to be unacceptable, mainly due to changes in texture. Based on the results obtained, it is known that the banana snack bar has an estimated shelf life of 75.67 days if stored at room temperature 30 oC and longer shelf life if stored at 15 0C, which is 84.96 days.Keywords: banana snack bar, shelf life product, Arrhenius, storage temperatures, storage timeABSTRAKSnack bar pisang merupakan makanan ringan yang terbuat dari pisang dan tepung pisang mentah, berbentuk batang dan dikonsumsi sebagai camilan. Informasi umur simpan produk diperlukan untuk menjamin bahwa produk masih layak dikonsumsi dan belum mengalami kerusakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendugaan umur simpan snack bar pisang menggunakan metode Arrhenius.Ā Pengujian pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius dilakukan pada tiga suhu penyimpanan mewakili suhu dingin, ruang dan panas yaitu 15, 30 dan 45 oC selama 35 hari dengan waktu pengamatan setiap 7 hari. Adapun parameter yang diamati meliputi kadar air, aktivitas air (Aw), tekstur (kekerasan dan kerenyahan) dan total kapang khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa snack bar pisang mengalami kerusakan yang lebih cepat pada parameter tekstur yaitu kerenyahan pada suhu 15 dan 30 oC ditandai dengan nilai k (konstanta penurunan mutu) yang tinggi yaitu 0,0057 dan 0,0064. Sementara itu, kerusakan pada suhu 45 oC paling cepat terjadi pada parameter kekerasan dengan nilai k 0,0097. Hal ini berarti produk snack bar pisang mulai tidak dapat diterima terutama disebabkan oleh perubahan tekstur. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa snack bar pisang memiliki pendugaan umur simpan selama 75,67 hari jika disimpan pada suhu ruang 30 oC dan memiliki pendugaan umur simpan yang lebih lama jika disimpan pada suhu dingin 15 oC yaitu 84,96 hari.Kata kunci: snack bar pisang, umur simpan, Arrhenius, suhu penyimpanan, waktu penyimpana
Effect of autoclaving-time treatment on physicochemical, antioxidant properties and shelf-life prediction of Indonesian instant cassava leaves porridge
This study investigated the effects of autoclaving-time treatment (0, 3, 5, and 7 minutes) on the physicochemical and antioxidant properties of Indonesian instant cassava porridge or rowe luwa. The shelf-life prediction of rowe luwa porridge also was determined. The rowe luwa porridge contained nutrition, such as moisture content (4.41%), fat (7.69%), protein (11.77%), carbohydrates (67.15%), energy (384.89 kcal), zinc (2.73 mg/100g), calcium (174.48 mg/100 g), and iron (2.9 mg/100 g). Furthermore, rowe luwa has a complete composition of essential amino acids the body needs. The rehydration time and pH of rowe luwa porridge showed the highest value on autoclaving for 3 minutes (AU3) and decreased with increasing autoclaving time (p AU5> and AU7 (p < 0.05). Based on the FTIR spectra, the antioxidant of this instant cassava porridge might be linked to phenolic chemicals. The shelf-life prediction of rowe luwa porridge with aluma packaging is 61 days or two months