61 research outputs found

    IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA AKSESI RUMPUT KEBAR (Biophytum petersianum) ASAL PAPUA DAN JAWA

    Get PDF
    Rumput kebar belum banyak dikenal orang, tetapi di Papua secara empiris digunakan sebagai penyubur kandungan. Senyawa aktif yang berperan sebagai obat maupun penyubur termasuk golongan steroid, saponin dan flavonoid. Bahan aktif merupakan metabolit sekunder, kandungannya bervariasi tergantung lingkungan tumbuh, waktu panen dan proses pengolahan. Tujuan penelitian adalah identifikasi mutu aksesi rumput kebar asal Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk menghasilkan simplisia yang berkualitas. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor pada tahun 2011. Bahan baku menggunakan rumput kebar asal Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bagian tanaman yang diidentifikasi adalah secara keseluruhan. Rumput kebar dicuci bersih, ditiriskan, dikeringkan kemudian digiling. Serbuk yang diperoleh dianalisis mutunya dengan parameter meliputi : karakteristik mutu, skrining fitokimia, senyawa aktif, unsur mineral dan aktivitas antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan,  rumput kebar asal Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah  mengandung kadar sari air lebih besar dibandingkan kadar sari alkohol. Jumlah kadar sari air berkisar antara 11,57-11,73% dan kadar sari alkohol 10,29-10,55%. Rumput kebar mengandung senyawa kimia golongan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. Jumlah senyawa kimia yang terdeteksi pada aksesi rumput kebar asal Papua adalah sebanyak 15 komponen dan dari Jawa 14 komponen. Kadar unsur mineral rumput kebar meningkat sebesar 0,00-51,15% setelah difermentasi. Rumput kebar asal Papua memiliki daya aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Nilai IC 50 (konsentrasi penghambatan 50%) asal Papua 27,74 ppm, Jawa Barat 45,93 ppm dan Jawa Tengah 38,13 ppm

    Regeneration of Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk): Axillary Bud Proliferation and Encapsulation

    Get PDF
    Purwoceng (Pimpinella alpina KDS atau Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang terancam punah. Akarnya dapat dimanfaatkan sebagai obat afrodisiak, diuretik, dan tonik. Teknik kultur in vitro merupakan teknologi alternatif yang dapat diterapkan untuk konservasi dan perbanyakan tanaman tersebut. Mikropropagasi telah dilakukan melalui jalur organogenesis dengan proliferasi tunas aksilar dan enkapsulasi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan BB-Biogen, Bogor mulai tahun 2004 hingga 2005. Penelitian ini terbagi atas empat percobaan, yaitu (1) optimasi lingkungan tumbuh kultur, (2) optimasi formulasi media untuk proliferasi tunas aksilar dan enkapsulasi tunas aksilar, (3) induksi perakaran, dan (4) aklimatisasi. Kondisi lingkungan kultur yang optimum adalah di growth chamber dengan suhu 9oC dan intensitas cahaya 1000 lux. Formulasi media terbaik untuk proliferasi tunas aksilar adalah media DKW dengan penambahan BA 4 ppm dengan eksplan berupa tunas tanpa daun. Penggunaan arginin 100 ppm lebih baik daripada glutamin 100 ppm dan modifikasi vitamin (mioinositol 100 ppm dan thiamine-HCl 1 ppm). Pada media yang sama, pertumbuhan tunas aksilar terenkapsulasi juga paling baik dan tunas tersebut dapat menembus kapsul alginat setelah 4 minggu dalam periode in vitro (85%). Penggunaan NAA 1,0 ppm menginduksi perakaran paling cepat (40 hari) dengan persentase perakaran paling tinggi (100%). Vermikulit bertekstur kasar paling baik untuk aklimatisasi tunas aksilar terenkapsulasi sedangkan arang sekam paling baik untuk aklimatisasi planlet

    Status Penelitian Purwoceng (Pimpinella Alpina Molk.) Di Indonesia

    Full text link
    Purwoceng was a commercial medicinal plant that could be used as aphrodisiac, diuretic, and body fit enhancer. The plant was indigenous of Indonesia that grew endemically at Dieng Plateau in Central Java, Pangrango Mountain in West Java, and mountaineos area in East Java. Recently the population was getting rare because of high genetic erosion. Based on the erosion level, the purwoceng was categorized as endangered species. In order to prevent from extinction, the conservation has to be done. The efforts of conservation could be conducted together with the efforts of its utilization optimally and sustainably. So far there were not many researches on purwoceng. Several aspects that had been reported were on agronomy, in vitro culture, phytochemistry, and pharmacology. However, the results of those researches had not been optimal and satisfying. Breeding research had not even been reported. This condition opened large opportunities for researchers to develop the researches that had been conducted to obtain the new technology. The supported technologies and the completed information would enhance the development of this commodity especially at industrial scale

    Phenological Study and Determination of Physiological Maturity of Purwoceng Seeds

    Get PDF
    The experiment was conducted at Gunung Putri Experimental Station and PlantPhysiology Laboratory of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute(IMACRI), from November 2008 to July 2009. The aim of the experiment was to determinephysiological maturity of Pimpinella pruatjan seed and to study its morphological structures.Observation and sampling using one hundred plants with four replications. Results of theexperiment showed that the physiological seed maturity on the first and third umbell of P.Pruatjan was achieved at 7 weeks after anthesis, and physiological seed maturity on thesecond umbell was achieved at 8 weeks after anthesis. Seed dry weight on the physiologicalseed maturity on first, second and third umbells were 166,87; 158,20, and 141,35 mg/100pericarp, respectively. Germination percentage and germination speed on the first, secondand third umbells were 5,75 % and 0,22 %/etmal; 22,75 % and 0,94 %/etmal; 10,50 % and0,38 %/etmal, respectively.Keywords: flowering, pruatjan, seed quality, morpholog

    PERTUMBUHAN AKAR RAMBUT PURWOCENG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA DAN SUMBER KARBON

    Get PDF
    Purwoceng (Pimpinella pruatjan) merupa-kan tanaman asli Indonesia dan digunakan untuk afrodisiak, karena mengandung me-tabolit sekunder sitosterol, stigmasterol, bergapten dan saponin. Salah satu usaha untuk memproduksi metabolit sekunder purwoceng adalah dengan kultur akar rambut in vitro. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi media dan sumber karbon terbaik terhadap pertumbuhan akar rambut purwoceng. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor, dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu 7 macam komposisi media (B5/Gamborg, DKW/Driver Kuniyaki Walnut, MS/Murashige Skoog, œ B5, œ DKW, œ MS, dan MS Vit DKW). Faktor ke-dua yaitu 2 sumber karbon (sukrosa dan glukosa). Akar rambut dipanen pada bulan ketiga. Parameter yang diamati meliputi bobot basah dan kering akar rambut serta kandungan metabolit sekunder. Pertum-buhan akar rambut purwoceng terbaik di-peroleh pada komposisi media œ MS dengan sumber karbon sukrosa, ditunjuk-kan dengan penambahan bobot kering ter-tinggi pada bulan ketiga (0,126 g). Suk-rosa adalah sumber karbon terbaik untuk pertumbuhan akar rambut purwoceng, di-tunjukkan dengan penambahan bobot ba-sah bulan kedua (0,441 g) dan ketiga (0,834 g) lebih tinggi daripada sumber kar-bon glukosa. Kandungan sitosterol terting-gi (0,3809%) diperoleh pada perlakuan komposisi media œ DKW dengan penam-bahan sukrosa. Kandungan stigmasterol dan saponin tertinggi (8,2255 dan 4,3715 %) diperoleh pada perlakuan komposisi media œ MS dengan penambahan suk-rosa. Kandungan sitosterol, stigmasterol, dan saponin pada akar rambut purwo-ceng umur 3 bulan tersebut lebih tinggi 2,22, 17,03, dan 39,35 kali dibanding akar tanaman purwoceng di lapang umur 9 bulan (sitosterol 0,1558%, stigmasterol 0,4830% dan saponin 0,1111 %)

    PENGARUH PEMBERIAN GA 3 PADA BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA IMBIBISI TERHADAP PENINGKATAN VIABILITAS BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.)

    Get PDF
    ABSTRAKPurwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman herbatahunan dari famili Apiaceae, yang hidup secara endemik pada habitatdengan ketinggian 1.800 - 3.000 m dari muka laut, dan pada saat initergolong tanaman langka. Salah satu permasalahan dalam pengembangantanaman ini adalah viabilitas benih saat masak fisiologis rendah (<25%).Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan percobaan yang bertujuan untukmengetahui tingkat konsentrasi GA 3 dan lama imbibisi yang tepat untukmeningkatkan viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng. Percobaandilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi, Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatik, Bogor mulai bulan November sampai denganDesember 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancanganacak lengkap (RAL), dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertamaadalah enam taraf pemberian GA 3 , yaitu: 0, 100, 200, 300, 400, dan 500ppm. Faktor kedua yang diuji dua taraf lama imbibisi benih yaitu: 24 dan48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian GA 3 400 ppmdengan lama imbibisi 48 jam dapat meningkatkan daya berkecambah,potensi tumbuh maksimum, indeks vigor, dan kecepatan perkecambahanbenih purwoceng menjadi 1,5 - 2 kali dibandingkan tanpa pemberian GA 3.Kata kunci: Pimpinella pruatjan, benih, GA 3 , imbibisi, konsentrasiABSTRACTEffect of GA 3 Concentration and Imbibition Period onSeed Viability of PruatjanPimpinella pruatjan Molk. is an annual herbaceous plant andbelongs to the family of the Apiaceae. It lives in endemic with an altitudeof 1,800-3,000 m above sea level and has been currently classified as rareplant. One of the problems in the development of this crop is low in seedviability (<25%) when it is physiologically mature. Based on the problem,an experiment was conducted aiming to find out the level of GA 3concentration and imbibition period to increase seed viability and vigourof P. pruatjan. The experiment was conducted at Gunung PutriExperimental Station and Plant Physiology Laboratory of the IndonesianMedicinal and Aromatic Crops Research Institute (IMACRI), fromNovember to December 2009. The experiment was arranged usingcompletely randomized design (CRD), with 2 factors and three replicates.The first factor was level of GA 3 concentration : 0, 100, 200, 300, 400, and500 ppm. The second factor was seed imbibition period : 24 and 48 hours.Results of the experiment showed that: GA 3 400 ppm with imbibitionperiod of 48 hours improved seed germination, maximum growthpotential, vigor index, and rate of germination of purwoceng seed to 1.5- 2 times compared to without GA 3 treatment.Key words: Pimpinella pruatjan, seed , GA 3 , imbibition, concentratio

    PENGARUH SUHU INKUBASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.)

    Get PDF
    ABSTRAKPurwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau P. alpina KDS.) merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia endemik dataran tinggidan pada saat ini dibudidayakan secara terbatas di Dataran Tinggi Dieng.Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk memperluas arealpengembangan tanaman ini adalah melalui perakitan varietas tolerandataran rendah atau menengah, yang antara lain dapat diperoleh melaluipendekatan seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi yang dapat dilakukansecara in vitro. Pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap pertumbuhan danperkembangan purwoceng secara in vitro sejauh ini belum diketahui.Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadappertumbuhan dan perkembangan embrio somatik purwoceng secara invitro. Penelitian dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Bogor mulai Oktober2007 – Maret 2008. Embrio somatik purwoceng diinduksi dari eksplandaun aseptik. Embrio somatik fase globuler yang terbentuk dipergunakansebagai eksplan kemudian diinkubasi pada tiga taraf suhu ruang yaitu 17,3± 0,5ÂșC (kontrol), 23,3 ± 2,1ÂșC, dan 32,8 ± 1,7ÂșC selama 3 bulan dengansub kultur setiap bulan sampai terbentuk planlet/tunas. Pengamatandilakukan terhadap peubah pertumbuhan dan perkembangan eksplanembrio somatik yang meliputi penambahan bobot segar eksplan,persentase eksplan yang membentuk tunas, jumlah tunas yang terbentukper eksplan serta persentase eksplan hidup. Hasil penelitian menunjukkanbahwa suhu inkubasi berpengaruh nyata terhadap semua peubah yangdiamati. Rata-rata  penambahan  bobot  segar,  persentase  eksplanmembentuk tunas, jumlah tunas per eksplan dan persentase eksplan hidupsemakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu inkubasi. Suhu 32,8± 1,7ÂșC memberikan pengaruh penghambatan yang nyata terhadappertumbuhan dan perkembangan embrio somatik purwoceng dibandingkansuhu kontrol dan 23,3 ± 2,1ÂșC sejak periode inkubasi 1 bulan. Sedangkansuhu 23,3 ± 2,1ÂșC baru memberikan pengaruh penghambatan yang nyatasetelah periode inkubasi 3 bulan.Kata kunci : Pimpinella pruatjan, embrio somatik, suhu, pertumbuhanABSTRACTEffect of temperature incubation on growth and de-velopment of Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.)somatic embryosPurwoceng (Pimpinella pruatjan Molk., P. alpina KDS.) is one ofIndonesian medicinal plants. It is high altitude endemic species which iscurrently cultivated on a limited areas in the Dieng Plateau. One effort toexpand purwoceng cultivation areas is through the assembly ofpurwoceng varieties tolerant to low or medium altitude, among others, canbe obtained through the approach of selection for high temperaturetolerance that can be done by in vitro selection. How high temperaturestress influencing the growth and development of purwoceng somaticembryos is not known yet. The research aimed at determining theinfluence of incubation temperature on the growth and development ofpurwoceng somatic embryos. The research was conducted at tissue culturelaboratory of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute(IMACRI) from October 2007 – March 2008. Purwoceng somaticembryos induced from aseptic leaves incubated at three levels of roomtemperature i.e. 17.3 ± 0.5 Âș C (control), 23.3 ± 2.1 ÂșC, and 32.8 ± 1.7 Âș Cfor 3 months with a subculture every month. Variables observed wereexplants fresh weight increment, percentage of explants forming shoot,number of shoot per explants, and percentage of survive explants. Theresult showed that the average of explants fresh weight increment,percentage of explants forming shoot, number of shoot per explants, andpercentage of survive explants decreased with the increase of temperature.The growth and development of purwoceng somatic embryos weresignificantly inhibited at the temperature of 32.8 ± 1.7ÂșC since one monthafter incubation, while the inhibition of temperature of 23.3 ± 2.1 ÂșC wasnot significant except after 3 month of incubation.Key words: Pimpinella pruatjan, somatic embryos, temperature, growt

    In Vitro Culture Manipulation on Pruatjan for Secondary Metabolite Production

    Get PDF
    Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinellaalpina KDS.) adalah tanaman obat langka yang dapat dimanfaatkansebagai bahan obat afrodisik, diuretik, dan tonik.Kultur in vitro tidak hanya dapat digunakan untuk konservasidan perbanyakan tanaman, melainkan dapat juga diterapkanuntuk produksi metabolit sekunder. Melalui teknik ini,produksi metabolit sekunder tidak bergantung kepada sumbertanaman di lapang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuanuntuk meningkatkan kadar stigmasterol melalui kultur invitro dengan menggunakan prekursor asam mevalonat. Penelitiandibagi menjadi dua tahap, yaitu induksi kalus danmanipulasi kultur in vitro untuk meningkatkan kadar stigmasterol.Pada tahap induksi kalus, terdapat 16 perlakuan yangmerupakan kombinasi perlakuan 2,4-D dan piklorammasing-masing pada taraf 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 ppm. Untukmeningkatkan kadar stigmasterol, digunakan asam mevalonatpada taraf 0, 250, 500, dan 750 ppm dengan masa inkubasiselama 4 dan 6 minggu. Kandungan stigmasterol dianalisismenggunakan GC-MS. Hasil penelitian menunjukkanbahwa media P2 (DKW + 2,4-D 0,5 ppm + pikloram 1,0ppm) adalah media terbaik untuk induksi kalus. Eksplan daunlebih baik daripada eksplan petiol. Hasil analisis GC-MSmenunjukkan bahwa kandungan stigmasterol tertinggi(0,0356 ppm) diperoleh dari kalus dengan masa inkubasi 4minggu pada media dengan penambahan asam mevalonat250 ppm. Peningkatan taraf asam mevalonat tidak mampumeningkatkan kandungan stigmasterol. Kadar tersebut miripdengan kandungan stigmasterol pada planlet dari GunungPutri (0,0365 ppm) dan Dieng (0,0414 ppm). Dibandingkandengan kadarnya dalam akar tanaman dari lapang, kandungantersebut sekitar 10-100 kali lipat lebih tinggi

    Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Produksi Dan Mutu Simplisia Purwoceng (Pimpinella Pruatjan Molkenb)

    Full text link
    Effect of fertilizer application on production and qualityof Pimpinella pruatjan MolkenbPurwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb) is an Indonesianindigenous medicinal plant. Purwoceng is classified as an endangeredspecies, and its cultivation technology has not been devoleped. Theobjective of the research was to find out the effect of fertilizer applicationon the production and quality of purwoceng simplisia. The research wasconducted in Sikunang, Dieng, Wonosobo, Central Java from 2004 until2005. The treatments of fertilizer application on 2.4 m 2 were (1) control(without fertilizer); (2) 9.6 kg dung manure (dm); (3) 96 g urea + 48 gSP36 + 72 g KCl; (4) 9.6 kg pk + 96 g urea + 48 g SP36 + 72 g KCl; (5)9.6 kg pk + 96 g urea + 48 g SP36; (6) 96 kg pk + 9.6 g urea + 72 g KCl;(7) 9.6 kg pk + 48 g SP36 + 72 g KCl. The experiment was designed inrandomized block designed with four replications. The result of theresearch showed that the treatments of 9.6 kg dm + 96 g urea + 48 g SP36+ 72 g KCl/2.4 m 2 and 96 g urea + 48 g SP36 + 72 g KCl/2.4 m 2 increasedthe simplisia production and quality compared with control. The simplisiaproduction increased up to 40% and the stigma sterol content in the rootsincreased up to 11 – 14 times. The content of sitosterol in the plants withfertilizer application was 6.7 – 17.11 ppm but in the plants withoutfertilizer application was zero. The content of bergapten in shoot part ofplant with fertilizer application was 4.92 – 5.56 ppm, but in the shoot partwithout fertilizer application was zeros. The production and quality ofsimplisia with the fertilizer application of 96 g urea + 48 g SP36 + 72 gKCl/2.4 m 2 were not significantly different from those with fertilizerapplication of 9.6 kg pk + 96 g urea + 48 g SP36 + 72 gKCl/2.4 m 2 . Ithappened probably because the organic soil content was high, so that theapplication of 40 ton/ha of dung manure did not give any effect.Furthermore, to increase the optimum production of purwoceng simplisia(6.98 kwt/ha) with high quality it needs 283 mg N, 55 mg P dan 356 mgK/plant or 23.50 kg N, 6.30 kg P, and 38.90 K/ha
    • 

    corecore