148 research outputs found

    Analisis Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau di Desa Nawang Baru Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Malinau: Kajian Folklor

    Get PDF
    Penulis tertarik mengajikan Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau karena Upacara Ladung Bio\u27 adalah upcara Adat Dayak Kenyah yang sangat penting. Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau adalah tuturan yang wajib dilakukan oleh Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau pada saat upacara Ladung Bio\u27. Jenis penelitian ini mengunakan deskriptif dan kualitatif, yang dimana peneliti berusaha mengambarkan dan menjelaskan tentang Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau. Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau mengunakan sumber data penelitian adalah Narasumber atas nama Lutang Imang. Teknik pengumpulan data mengunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik analisis data mengunakan Reduksi data, Teknik transkripsi, Penyajian data dan Penarik simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Analisis Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 Suku Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau di Desa Nawang Baru Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Malinau:Kajian Folklor. Adalah Tuturan Tradisi yang ada sejak zaman dulu. Yakni pada saat peperangan antar suku. Tuturan Tradisi Upacara Ladung Bio\u27 ini hanya dimiliki oleh Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau, yang dipandang sebagai sakral, karena didalam upacara Ladung Bio\u27 ini berbagi petua-petua fungsi melindungi masyarakat Dayak Kenyah Lepo\u27 Tau dari ancaman sakit penyakit dan dari serangan musuh (ngayau)

    PERBEDAAN JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG PADA WAKTU HAULING YANG BERBEDA

    Get PDF
    Ikan berkumpul di lokasi penangkapan bagan dengan berbagai tujuan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa salah satu alasan ikan berkumpul di lokasi penangkapan bagan untuk melakukan pemangsaan. Salah satu alasan ikan berkumpul di sekitar bagan adalah pemangsaan. Waktu pemangsaan tiap spesies berbeda, sehingga keberadaan tiap spesies di lokasi penangkapan akan berbeda. Pada penangkapan ikan dengan bagan apung, nelayan akan melakukan kegiatan hauling pada saat ikan telah banyak berkumpul di lokasi penangkapan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengungkap aktifitas hauling yang berbeda terhadap hasil tangkapan bagan. Tujuan dari penelitian ini untuk menetukan bobot ikan yang tertangkap, jenis ikan yang tertangkap, sebaran ukuran ikan yang tertangkap dan keragaman ikan yang tertangkap pada bagan apung pada berbagai periode hauling. Pengambilan data dilakukan dengan metode uji coba penangkapan di laut. Pengambilan data dilakukan selama 10 hari dengan tiap trip penangkapan sebagai satu ulangan. Untuk menganalisis adanya perbedaan bobot ikan yang tertangkap dan ukuran panjang spesies dominan pada berbagai periode hauling digunakan Uji Kruskal Wallis. Keragaman hasil tangkapan yang diperoleh pada berbagai waktu hauling dianalisis dengan index Shannon Wiener. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis terhadap bobot ikan yang tertangkap pada berbagai waktu hauling diperoleh nilai probabilitas 0,041 (P < 0,05). Hal ini berarti bobot hasil tangkapan antara waktu hauling yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata. Hasil Uji Kruskall Wallis pada ukuran panjang ikan dominan menunjukan hasil tangkapan ikan layang dan cumi-cumi berbeda nyata taraf kepercayaan 95%. Keanekaragaman tertinggi terjadi pada waktu hauling tengah malam dengan nilai indeks keragaman 1,956. Kata kunci: bagan apung, distribusi ukuran, hauling, hasil tangkapan, keragaman, Kruskal Walli

    Komposisi dan distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu

    Get PDF
    Bycatch is non-target species which mostly caught at fishing operation. High quantity of bycatch mortality was predicted as one factor of fish stock depletion. Additionally, the high demand to improve fisheries production will be able to lead over fishing. This situation will affect improvement of bycatch and discarded species which will endanger the fish stock. The objective of this research was to identify bycatch composition, ratio between target species and bycatch and size distribution of dominant bycatch at yellow tail fishing operation in Seribu Islands. The research was carried out at Seribu Islands on July-August 2020. The fishing activity used pot with size length x width x height : 100 x 75 x 32.5 cm. Result of research indicated that yellow tail pot bycatch was dominated by brownstripe snapper (Lutjanus vitta) with catch amount of 330 fishes ( 15.9% of total catch) and weight of 50,861 kg (11.5% of total catch weight) followed by squirrelfishes (Sargocentron rubrum) with catch amount of 324 fishes (15.6 % of total catch) and weight of 51,181 kg (11.6%). Another dominant bycatch was stripedĀ spinecheekĀ (ScolopsisĀ margaritiferus) with catch amount of 289 fishes (13.9% of total catch) and weight of 40,042 kg (9.1% of total weight). Ratio of target of catch : bycatch in weight was 42.6% : 57.4%. It means, to catch 1 kg of yellow tail there will be caught 1.7 kg bycatch. Total length size of brownstripe snapper at range of 12-27 cm, squirrelfishes at range of 9-27 cm and stripedĀ spinecheek at range of 11-29 cm.Keywords:BycatchPotDiscard speciesYellow tailCatch compositionABSTRAKHasil tangkapan sampingan merupakan spesies hasil tangkapan non target yang relatif tinggi tertangkap pada operasi penangkapan. Tingginya jumlah kematian hasil tangkapan sampingan diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya stok sumberdaya ikan di seluruh penjuru dunia. Adanya permintaan yang tinggi untuk meningkatkan produksi perikanan dapat memicu peningkatan upaya penangkapan secara berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan hasil tangkapan sampingan akan meningkat dengan meningkatnya upaya penangkapan sehingga membahayakan stok dan populasi sumberdaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi hasil tangkapan sampingan, rasio antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan dan ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada operasi penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu pada bulan Juli-Agustus 2020 dengan menggunakan bubu ekor kuning (ukuran p x l x t : 100 x 75 x 32,5 cm). Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning didominasi oleh ikan kakap (Lutjanus vitta) dengan total jumlah hasil tangkapan mencapai 330 ekor ( 15,9%) dengan total bobot mencapai 50.861 kg (11,5%) disusul oleh ikan swanggi (Sargocentron rubrum) mencapai 324 ekor (15,6 %) dengan total bobot hasil tangkapan sebesar 51.181 kg (11,6%) dan ikan serak (ScolopsisĀ margaritiferus) dengan jumlah hasil tangkapan mencapai 289 ekor (13,9%) dan bobot sebesar 40.042 kg (9,1%) dari total bobot hasil tangkapan bubu ekor kuning. Proporsi bobot hasil tangkapan utama dibanding dengan hasil tangkapan sampingan adalah 42,6% : 57,4%. Hal ini berarti untuk menangkap 1 kg ekor kuning maka akan tertangkap 1,354 kg hasil tangkapan sampingan. Ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada bubu ekor kuning meliputi ikan kakap yang tertangkap pada selang ukuran panjang total 12-27 cm, ikan swanggi dengan selang ukuran panjang total berkisar 9-27 cm dan ikan serak dengan selang ukuran panjang total berkisar antara 11-29 cm.Kata kunci:Hasil tangkapan sampinganBubuDiscard spesiesIkan ekor kuningKomposisi hasil tangkapa

    Hepatitis B virus-related post-infectious glomerulonephritis: A case report

    Get PDF
    Hepatitis B virus infection is an uncommon cause of acute glomerulonephritis. We present a case of acute glomerulonephritis revealing a chronic viralĀ  hepatitis B. A 45 year-old man was admitted in the nephrology department of Hassan II university hospital (Fez, Morocco) for nephritic syndrome withĀ  advanced acute kidney injury. The investigations have revealed viral hepatitis B with a positive HBV-DNA and Others viral serology tests were negative. Renal biopsy showed a diffuse and global endocapillary proliferation without extra-capillary proliferation; and global deposits of C3 and Ig G OnĀ  immunofluorescence. There wasn't any other infectious cause. We thus retained the diagnosis of hepatitis B virus-associated acuteĀ  glomerulonephritis. He was given entecavir and corticosteroids. Three months later, the evolution was marked by the normalization of renal function, negativity of proteinuria and HBV DNA became undetectable. There was no relapse of glomerulonephritis and HBV viral load was still negative after one year follow-up

    TINGKAT KERAMAHAN BUBU EKOR KUNING YANG DIOPERASIKAN NELAYAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

    Get PDF
    Bubu merupakan alat tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap berbagai jenis ikan demersal dan ikan karang. Bubu memiliki keunggulan dan kelemahan dalam menangkap ikan. Adanya kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh alat tangkap bubu maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan keramahan bubu yang dioperasikan oleh nelayan di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bubu yang terbuat dari kawat dengan ukuran p x l x t : 87,5 x 62,5 x 27,5 cm. Data berupa ukuran, jumlah, bobot dan jenis ikan hasil tangkapan, dikumpulkan dari hasil penangkapan dan dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukan total jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 624 ekor terdiri dari 23 spesies. Spesies yang dominan tertangkap adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning) sebanyak 213 ekor, ikan ini termasuk famili Caesionidae. Distribusi ukuran ikan yang dominan tertangkap pada bubu selama penelitian memiliki panjang cagak berkisar antara 10-34 cm. Hasil tangkapan utama yang tertangkap selama penelitian memiliki bobot 83,003 gram dengan persentase 71,35%, sedangkan hasil tangkapan sampingan memiliki bobot 33,334 gram dengan proporsi 28,65%. Proporsi hasil tangkapan utama berupa ikan ekor kuning yang berukuran layak tangkap dan tidak layak tangkap adalah 48,36% : 51,64%. Bubu Ekor Kuning merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan ditinjau dari indikator alat tangkap ramah lingkungan.Kata kunci: Alat tangkap, bubu, ikan ekor kuning, Kepulauan Seribu, ramah lingkungan

    Realization of Circular Slot Frequency Selective Surfaces using Photoplotter and Wet Etching Technique for Terahertz Material Sensing Applications

    Get PDF
    This paper discusses on the analysis of band pass Frequency Selective Surfaces (FSS) for performance enhancement in material sensing application. Terahertz Spectroscopy has proved to be versatile tool for detection and sensing in measuring non-conductive materials. It is because most of the non-conductive materials have unique molecular resonance that may translate as transmission and absorption of signals within terahertz range. However, the most critical issue in detection and sensing is to improve its sensitivity therefore an extremely low concentration material still can be able to be detected in THz band. Hence, in this paper, a circular slot is modeled on a planar structure of Rogers Duroid 5880LZ substrate with thickness of 508ƂĀµm using Computer Simulation Technology (CST). The simulation generates a band pass response with transmission magnitude of 0.95 at 0.66THz. Furthermore, photoplotter and wet etching fabrication process is used for the realization of terahertz FSS. Simulated and measured transmission shows a good agreement between 0.5THz to 0.7THz as only 1% shifts in frequency between simulated and measured results. Besides that, the fabrication of circular FSS shows narrower measured bandwidth as compared to its simulated counterpart. Hence, with the limitation of the wet etching to produce micron size structure both simulation and measured result shows good agreement for all the critical issues in this study

    Characteristics of micro-propagated banana (Musa spp.) cultures stressed with NaCl and polyethylene glycol

    Get PDF
    The effect of NaCl and PEG was assessed on plant micro-propagation rate in banana (Musa spp.) cv., Basrai. Well micro-propagated plantlets were cultured on four different stresses of NaCl and PEG-4000 including control level: MS2b (MS0 + 3.0 mg l-1 BAP), MS2c (MS0 + 100 mol m-3 NaCl), MS2d (MS0 + 5% PEG) and MS2e (MS0 + 100 mol m-3 NaCl + 5 % PEG) for 6-weeks. Efficiency of plant micro-propagation was reduced significantly among the stressed cultures. Similarly, photosynthetic pigments like chl a was decreased non-significantly but chl b, chl ab were decreased significantly. Total carotenoids were increased in the saline as well as PEG stressed cultures. Cell size of epidermis and aerenchyma was increased (p < 0.05), while parenchyma decreased. Proline and glycinebetain contents were increased (p < 0.05) in each stressed culture but were high in MS2 than in MS3 and MS4 cultures. Meanwhile, proteins, sugars, phenolics and nitrates were observed to be in the reversed (p < 0.05) phenomena. In conclusion, NaCl treatment was observed to be most toxic than the PEG or PEG with NaCl on the banana micro-propagation.Key words: Musa spp., micro-propagation, NaCl (sodium chloride), PEG (polyethylene glycol), chlorophyll contents, proline, reducing sugars

    Resource evaluation, stock, growth and mortality of the Bombay duck (Harpodon nehereus Hamilton, 1822) fishery in the coastal waters of Pakistan

    Get PDF
    1222-1228Bombay duck, Harpadon nehereus (Hamilton, 1822), harvested mainly by dol nets, has been a prolific fishery in the northern Arabian Sea. Monthly length composition data for H. nehereus, landed at the Karachi Fish Harbor (KFH) from July 2014 to June 2015 was used to determine growth, mortality and stock evaluation. TotalĀ  2252 specimen with an average of 19.171 Ā± 2.659 cm TL (14 to 28 cm total length), an average of 45.254 Ā± 23.113 g of 9 to 174 g (total body weight) analyzed. The data used in FiSAT-II applying ELEFAN-I package for estimating population dynamics. The estimated the growth parameters of von Bertalanffy Lāˆž = 29.40 cm, K = 0.610 year-1 and t0 = -0.359 year-1 with a phi Ļ†ā€™ = 2.722. The length-weight relationship was W = 0.001L3.477 (R2 = 0.918) and b > 3 is described as positive allometric growth. Total mortality was calculated at Z = 1.800 year-1, natural mortality estimated at M = 1.276 year-1 at 27 Ā°C in addition, fishing mortality rate was 0.524 year-1 is not much higher than the safe level (Fopt = 0.638 year-1) and a little below edge (Flimit = 0.850 year-1) biological reference points. Due to mortality and exploitation rate (E = 0.291 < 0.50), the population stock and reserves were underutilized
    • ā€¦
    corecore