39 research outputs found

    Penerapan Interpretive Structural Modeling (ISM) Dalam Penentuan Elemen Pelaku Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Menuju Pertanian Berkelanjutan Di Kabupaten Merauke

    Get PDF
    Program modeling in the application and determination of key actors in integrated cropland rice management and resource management for policy making is critical and strategic towards sustainable agriculture development. the objective of this research is to get key element actors in determining integrated crop management (PTT) of paddy rice for sustainable agriculture. As an indicator element interpretive structural modeling (ISM) in this research using 5 (five) Indicator element that is 1) Role of government, 2) Purpose, 3) Main obstacle, 4) Requirement of a program, 5) Institution involved. Results of interpretive structural modeling (ISM) analysis indicate that integrated rice plant cultivation to sustainable agriculture is the role of government in making strategic plan program hence need to follow by making technical instruction. Achieve the objective of applying integrated cropland rice management using high yielding varieties with high productivity and favored by farmers. The need for integrated cropland rice management needs to have proper fertilizer subsidies, seed subsidies, improved irrigation infrastructure and additional capital. The main constraint of integrated crop management is the uncertain climate change so pest disease is still high and at the time of planting season gadu water difficulty. While the institutions involved should be well synergized between the agricultural service and the institute for agricultural technology assessment. Policy direction in the strategic plan program needs a short, medium and long-term strategic plan by related institutions so that the youth will be evaluated according to the action stage

    Lalat Pengorok Daun, Liriomyza SP. (Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia

    Full text link
    Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan menginfestasi tanaman kedelai pada tahun 2007. Larva lalat pengorok daun merusak daun kedelai dengan membuat liang korokan beralur warna putih Bening pada bagian mesofil daun dan berpotensi menurunkan hasil hingga 20%. Selain pada kedelai, gejala serangan yang sama juga ditemukan pada kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang, komak, kacang adzuki, buncis, dan 42 jenistanaman lainnya termasuk gulma. Empat spesies lalat pengorok daun yang diketahui menginfestasi tanaman kedelai adalah L. sativae, L. trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae. Pengendalian kimia dapat menimbulkan masalah karena lalat memiliki kemampuan genetik yang tinggi untuk menjadi tahan terhadap insektisida kimia.Pada habitat aslinya (subtropis), Liriomyza sp. tergolong serangga berstrategi-r, yaitu memiliki kemampuan reproduksi tinggi, cepat mengkoloni habitat, dan kisaran inangnya luas. Habitat tropis dengan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun dan penggunaan insektisida kimia yang kurang bijaksana memungkinkan lalat pengorok daunmenjadi hama penting pada kedelai. Pada habitat alaminya, populasi lalat pengorok daun rendah akibat pengendalian alami oleh parasitoid dan predator, salah satunya adalah parasitoid Hemiptarsenus varicornis. Oleh karena itu, perlu disiapkan teknologi pengendalian yang lebih memberdayakan peran musuh alami daripada insektisida kimia.Makalah ini menelaah gejala dan akibat serangan lalat pengorok daun, spesies dan biologi, tanaman inang, musuh alami, pemantauan, dan rekomendasi pengendaliannya

    ULAT BULU TANAMAN MANGGA DI PROBOLINGGO: IDENTIFIKASI, SEBARAN, TINGKAT SERANGAN, PEMICU, DAN CARA PENGENDALIAN

    Get PDF
    Setelah terjadi ledakan populasi pada Maret-April 2011, ulat bulu dinyatakan sebagai hama potensial tanamanmangga di Probolinggo, Jawa Timur. Ledakan ulat bulu di Probolinggo telah dikaji melalui pengujian di laboratoriumdan observasi di lapangan. Terdapat empat spesies ulat bulu yang menyerang tanaman mangga, yaitu Arctornissubmarginata, Lymantria marginalis, Lymantria atemeles, dan Dasychira inclusa. Serangan ulat bulu terjadi disembilan desa dan kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Leces, Tegal Siwalan, dan Sumberasih. Tingkatserangan hama ulat bulu berkisar antara 0−20% dari total populasi mangga dengan kehilangan daun mencapai100%. A. submarginata merupakan spesies yang dominan dan penyebab utama kehilangan daun pada tanamanmangga. Siklus hidup A. submarginata dari telur hingga ngengat berkisar 4−5 minggu. Musim hujan yang panjang,debu vulkanik, penanaman mangga yang menuju satu jenis, yakni manalagi, program hutan produksi, dan penggunaaninput agrokimia ditengarai menjadi penyebab utama menurunnya keanekaragaman hayati pada agroekosistemtanaman mangga sehingga menimbulkan ledakan populasi A. submarginata. Kekacauan populasi pascamigrasi A.submarginata dari pertanaman teh dan kemampuan adaptasinya yang tinggi pada tanaman mangga menyebabkanterjadinya peningkatan populasi ulat bulu pada tanaman mangga. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa jenis danpopulasi musuh alami ulat bulu tergolong tinggi, dan 60−75% pupa terinfeksi oleh patogen serangga (baculovirusdan cendawan) dan 10−15% mati oleh parasitoid. Pengendalian hama terpadu (PHT) untuk A. submarginata harusberdasarkan pada pemantauan dan penarikan contoh. Komponen teknologi PHT yang dianjurkan adalahpengendalian secara kultur teknis, pengendalian hayati, dan penggunaan pestisida berlabel hijau

    THE CONTINUAL FORMING AND CONTRIBUTION OF INFECTIVE JUVENILES PRODUCED VIA ENDOTOKIA MATRICIDA OF ENTOMOPATHOGENIC NEMATODES IN THE FAMILY OF STEINERNEMATIDAE AND HETERORHABDITIDAE

    Get PDF
    The non-feeding developmentally arrested infective juveniles (IJs) of entomopathogenic nematodes in the family of Steinernematidae and Heterorhabditidae seek out a susceptible insect host and initiate infections. The aim of the research was to examine the continualforming and contribution of IJs produced via endotokia matricida (IJs-EM) of Heterorhabditis bacteriophora, Steinernema glaseri, and S. carpocapsae. The research was conducted at the Laboratory of Nematology of the Saga University, Japan (April 2001-April2002) and the Laboratory of Nematology of the Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute (June 2003-October 2004). The nematode progenies were investigated using the greater wax moth, Galleria mellonella, pre-inoculated with 50 IJs at 25°C.Results showed that three reproductive adult generations were observed at day 18th. There were 135,000, 128,000 and 133,000 IJs per insect cadaver produced in H. bacteriophora, S. glaseri and S. carpocapsae, respectively. Endotokia matricida contributed a higher number of IJs than that of a normal mode of IJs production. The ratios are 81%, 28% and 64% for H. bacteriophora, S. glaseri, and S. carpocapsae of the IJs total production, respectively. Among the generations, the highest contribution of IJs was come from thethird adult generation bearing endotokia matricida, i.e., 63%, 24% and 51% for the three nematode species. Although the IJs-EM were more transparent compared to the normal IJs, they were morphologically similar. The results show that endotokia matricida has a pivotal role in a species maintenance and survival strategy of entomopathogenic nematodes in extreme environmental conditions

    Efektivitas Tiga Paket Teknologi Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Barito Kuala, Kalimantan Selatan

    Get PDF
    Lahan pasang surut merupakan salah satu lahan potensial untuk perluasan areal tanam kedelai, namun teknik budi dayanya perlu diperbaiki untuk memperoleh hasil maksimal. Penelitian untuk menguji tiga paket teknologi budi daya kedelai di lahan pasang surut dilaksanakan di Desa Simpang Jaya, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan pada bulan Mei hingga Agustus 2014. Perlakuan terdiri dari dua varietas kedelai yaitu Panderman dan Anjasmoro, dan tiga paket teknologi yaitu paket teknologi petani (eksisting), konvensional, dan perbaikan. Penelitian menggunakan rancangan petak terbagi, tiga ulangan. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah bintil akar, jumlah akar lateral, jumlah daun, komponen hasil dan hasil. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap serangan hama ulat grayak (Spodoptera litura), lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), penggerek polong (Etiella zinckenella), penggulung daun (Lamprosema indicata), dan ulat jengkal (Plusia chalsites), serta penyakit karat daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi teknologi perbaikan dan teknologi konvensional budi daya kedelai di lahan pasang surut dapat meningkatkan produktivitas kedelai 50% dan 60% dibandingkan teknologi eksisting. Penggunaan varietas Anjasmoro pada agroekologi tersebut lebih sesuai dibandingkan varietas Panderman, karena produktivitasnya lebih tinggi. Meskipun teknologi perbaikan tidak lebih unggul dibandingkan teknologi konvensional dari aspek hasil maupun efektivitas pengendalian hama dan penyakit, namun teknologi tersebut lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida kimia. Untuk itu, perlu dievaluasi lebih lanjut tingkat kelayakan teknis dan ekonomi penggunaan biopestisida pada budi daya kedelai di lahan pasang surut

    Lalat Pengorok Daun, Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia

    Get PDF
     Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan menginfestasi tanaman kedelai pada tahun 2007. Larva lalat pengorok daun merusak daun kedelai dengan membuat liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun dan berpotensi menurunkan hasil hingga 20%. Selain pada kedelai, gejala serangan yang sama juga ditemukan pada kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang, komak, kacang adzuki, buncis, dan 42 jenistanaman lainnya termasuk gulma. Empat spesies lalat pengorok daun yang diketahui menginfestasi tanaman kedelai adalah L. sativae, L. trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae. Pengendalian kimia dapat menimbulkan masalah karena lalat memiliki kemampuan genetik yang tinggi untuk menjadi tahan terhadap insektisida kimia.Pada habitat aslinya (subtropis), Liriomyza sp. tergolong serangga berstrategi-r, yaitu memiliki kemampuan reproduksi tinggi, cepat mengkoloni habitat, dan kisaran inangnya luas. Habitat tropis dengan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun dan penggunaan insektisida kimia yang kurang bijaksana memungkinkan lalat pengorok daunmenjadi hama penting pada kedelai. Pada habitat alaminya, populasi lalat pengorok daun rendah akibat pengendalian alami oleh parasitoid dan predator, salah satunya adalah parasitoid Hemiptarsenus varicornis. Oleh karena itu, perlu disiapkan teknologi pengendalian yang lebih memberdayakan peran musuh alami daripada insektisida kimia.Makalah ini menelaah gejala dan akibat serangan lalat pengorok daun, spesies dan biologi, tanaman inang, musuh alami, pemantauan, dan rekomendasi pengendaliannya

    APLIKASI METODE TREN WAKTU SATU RAGAM DALAM PERAMALAN TOLERANSI KOMODITAS PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI PAPUA

    Get PDF
    Climate change has an impact on decreasing agricultural production, especially food crops. The rate of decline in agricultural production due to climate change ranges from 5-20%.The objective of this study was to forecastfood-cropsat Papua Province that are tolerance and adaptable to climate change using trend method. This study used four models of trend analysis, i.e: linear least square pattern, quadratic, exponential, and moving averages, with secondary data base of rice, maize, soybean and sweet potato production; climate data (rainfall); productivity and harvested areas from 1970-2015. These data were used to estimate food crop production in the year of climate change to determine their impact on food-crop production. Results showed that soybean was the most sensitive crop to climate change. It has the biggest impact on production, yield declined on both El Nino (10.7%) and La Nina (11.4%). The lowest impact was on rice crop, which is generally cultivated on the wetlands, El Nino decreased of production of 2.9% and La Nina increased production 2.4%, respectively. Two other crops, maize production decreased 7.4% on the El Nino and 3.9% increased during the La Nina. Futhermore, the the analysis revealed that sweet potatois the most resistant crop to climate change since it production increase by 2.5% during El Nino. As conclusion, moving average trendof order 2 model was most appropriate to estimate the value of rice and soybean production in the 1970-2015 period.The quadratictrend model wasapropriate  to estimate maize and sweet potato production based on its the MAPE, MAD, and MSD values

    Bio-ecology of Slender Black Rice Bug, Paraeucosmetus pallicornis in South Sulawesi

    Get PDF
    A study on the bio-ecology of slender black rice bug, Paraeucosmetus pallicornis, was conducted in the research farm of Lolit Tungro, Lanrang, South Sulawesi, Indonesia. This pest is considered as new rice pest, attacking rice plant especially during generative stage. This pest inserts its stylet and then sucks the sap of the developing rice grain. Light trap was used  to catch this pest. Yellow sticky trap and pitfall trap were used to determine the insect population and to find out when the pest infests the plant. Fifteen yellow sticky traps were set diagonally on rice field, and 10 pitfall traps were placed on the ground. The traps were placed on three plots as replication. On the first week of the study, it was found that the number of captured insects from the light trap during harvesting was 193. On the 2nd to 4th weeks, during fallow stubble, the captured insects were 135 -740. In the early of May, the field started to be ploughed as preparation for the next planting season. As the result,  the number of insects captured decreased to 53 – 152 insects. The 2013 planting season was started in June. During this period, the bugs captured were only 1 – 3. This indicates that the bugs have already moved or migrated out of the rice field. The average number of eggs laid were 53.3 (1 pair), 124.8 (2 pairs), 142.5 (3 pairs), 202.3 (4 pairs), and 284 (5 pairs) and the average of hatch rate was 29.9%. The damaged rice grain was 38% grains/panicle (ranged 24.2-57.4%). This level of damage indicates that the P. pallicornis contributes to the reduction of  rice yield. Keywords: Paraeucosmetus pallicornis, rice pes
    corecore