Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Not a member yet
    149 research outputs found

    Strategy to Improve Corn Production and Export in Lampung Province

    Get PDF
    The population of Lampung continues to increase and the rapid development of the industry causes the need for maize in this area to continue to increase as well. This paper provides alternative steps to increase the production and export of maize in Lampung Province. Maize production can be increased by increasing the harvest area by expanding the planted area to suboptimal untapped land, such as in Mesuji, Pesisir Barat, and West Lampung districts. Another effort that can be made to increase maize production is to apply an intercropping pattern on the same land. Another strategy is to increase productivity by using hybrid maize such as varieties NK-22, P-21, and Bisi-2, providing manure, balanced fertilizers, integrated pest and disease management (IPM), and application of post-harvest technology. Efforts to increase harvested area and productivity need to be continued to increase corn production sustainably. The strategy to increase exports is to increase production and reduce the need for corn for feed and other uses (other than foodstuffs). In this case, the corn that will be used for feed and other uses can be replaced by sorghum.Keywords: Corn, production, export, strategy AbstrakSTRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI DAN EKSPOR JAGUNG DI PROVINSI LAMPUNGJumlah penduduk Lampung yang terus meningkat dan perkembangan industri yang pesat menyebabkan kebutuhan jagung di daerah ini terus pula meningkat. Tulisan ini memberikan alternatif langkah-langkah peningkatan produksi dan ekspor jagung di Provinsi Lampung. Produksi jagung dapat ditingkatkan melalui penambahan luas panen dengan memperluas areal tanam ke lahan suboptimal yang belum dimanfaatkan, seperti di Kabupaten Mesuji, Pesisir Barat, dan Lampung Barat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung adalah menerapkan pola tumpangsari pada lahan yang sama. Strategi lainnya yaitu meningkatkan produktivitas dengan penggunaan jagung hibrida seperti varietas NK-22, P-21, dan Bisi-2, pemberian pupuk kandang, pupuk berimbang, pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu (PHT), dan penerapan teknologi pascapanen. Upaya peningkatan luas panen dan produktivitas perlu diteruskan agar produksi jagung meningkat secara berkelanjutan. Strategi peningkatan ekspor yaitu dengan meningkatkan produksi dan mengurangi kebutuhan jagung untuk pakan dan penggunaan lain (selain bahan makanan). Dalam hal ini, jagung yang akan digunakan untuk pakan dan penggunaan lain dapat digantikan oleh sorgum.Kata kunci: Jagung, produksi, ekspor, strateg

    Determinants of Agricultural Technology Adoption by Smallholder Farmers in Developing Countries: Perspective and Prospect for Indonesia

    Get PDF
    The role of agricultural technology is important in developing countries. However, in many cases the adoption rate of modern agricultural technology by smallholder farmers is low. Therefore, a better understanding of agricultural technology adoption determinants is important as a major component of agricultural growth. This paper is a review and synthesize of the literature related to potential factors that may constrain or encourage smallholder farmer adoption of new agricultural technologies. The determinant factors influencing smallholder farmer adoption of new technologies in developing countries vary from study to study based on contextual applicability and specific local condition. There are four major typologies of determinant factors are identified to help explain low adoption rates of particular agricultural technology in developing countries which are technology attributes, farmer or farm household characteristics, farm characteristics and institutional factors. Future policy recommendations on adoption decision should consider all those four important factors to provide better understanding of new agricultural technology adoption by smallholder farmers, resulting in improved livelihoods for smallholders.Keywords: Agricultural, technology, adoption, farmer AbstrakDETERMINAN ADOPSI TEKNOLOGI PERTANIAN OLEH PETANI KECIL DI NEGARA BERKEMBANG: PERSPEKTIF DAN PROSPEK UNTUK INDONESIAPeran teknologi pertanian sangat penting di negara berkembang. Meskipun demikian, tingkat adopsi teknologi pertanian baru oleh petani kecil masih rendah. Oleh karena itu, pemahaman terhadap faktor-faktor yang menentukan keputusan petani dalam mengadopsi teknologi sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian. Tulisan ini adalah hasil sintesis terhadap beberapa literatur ilmiah yang berkaitan dengan faktor penghambat atau pendorong petani kecil dalam mengadopsi teknologi pertanian. Faktor yang memengaruhi petani kecil mengadopsi teknologi pertanian di negara berkembang berbeda antarstudi berdasarkan kebutuhan dan kondisi lokal tertentu. Empat kelompok utama faktor penentu yang dapat menjelaskan rendahnya adopsi teknologi di negara berkembang yaitu atribut teknologi, karakteristik petani, usaha tani, dan faktor kelembagaan. Rekomendasi kebijakan terkait keputusan adopsi teknologi seharusnya mempertimbangkan keempat kelompok faktor tersebut untuk dapat memahami lebih baik adopsi teknologi baru oleh petani kecil guna meningkatkan kesejahteraannya.Kata kunci: Pertanian, teknologi, adopsi, petan

    Information Tecnology Based Decision Support System for Integrated Pest Management on Rice

    Get PDF
    Pest and disease are important biotic obstacles to increase rice yield and production in Indonesia since adoption of green revolution to increase rice yield. This is partly due to the irrational use of pesticides. This paper is a review on information technology (IT) based decision support system (DSSs) in line to the integrated pest management (IPM) implementation strategy for extensionists and farmers in the fields. IPM integrates compatible control techniques to manage pest populations below the economic injury level. IT based DSSs ultimately needed so that extension workers and farmers can quickly access sources of information about pests and diseases as well as prediction of development and control techniques to implement IPM. Web based DSSs to grow healthy rice plant, pest observation and monitoring, cyber extension to make famers an expert on IPM were available, except on how to identify and utilize natural enemies are still lacking. Indonesia need to develop more IT based DSSs which accessible on web as well as on smartphone and create enabling environment for improving IPM implementation on rice not only by officer but also gradually by farmers it self to control pests and diseases of rice which are still an obstacle in increasing production.Keywords: Rice, pest, diseases, integrated pest management, information technology AbstrakSISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI BE RPBEANSGIESNDALIAN TEKNOLOGI INFORMASISejak inovasi revolusi hijau diintroduksikan di Indonesia, hama dan penyakit tanaman semakin berkembang sehingga menghambat upaya peningkatan produktivitas dan produksi padi. Hal ini antara lain disebabkan oleh penggunaan pestisida yang tidak rasional. Tulisan ini mengulas kesiapan sistem pendukung pengambilan keputusan (SPPK) berbasis teknologi informasi (TI) dalam pengendalian hama terpadu (PHT) oleh penyuluh maupun petani di lapangan. PHT mengintegrasikan berbagai teknik pengendalian hama dan penyakit agar tetap berada di bawah ambang ekonomi. TI diperlukan agar penyuluh dan petani dapat dengan cepat mengakses sumber informasi tentang jenis hama dan penyakit tanaman serta perkiraan perkembangan dan teknik pengendalian untuk penerapan PHT. SPPK berbasis TI yang bertujuan menjadikan tanaman tumbuh sehat, pengamatan dan monitoring perkembangan hama dan penyakit, serta penyuluhan berbasis web sudah tersedia, kecuali identifikasi dan cara pemanfaatan musuh alami. Oleh karena itu perlu dikembangkan SPPK berbasis TI yang dapat diakses melalui web maupun telepon pintar dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk meningkatkan implementasi PHT tidak hanya oleh petugas tetapi juga petani secara bertahap dalam upaya mengendalikan hama dan penyakit padi yang masih menjadi kendala dalam peningkatan produksi.Kata kunci: Padi, hama, penyakit, pengendalian hama terpadu, teknologi informas

    Revitalization of Economic Development of Coconut Area in North Sulawesi

    Get PDF
    Coconut is a potential commodity in North Sulawesi Province. At national level, this province contributes of about 9% of the national coconut production, however, the contribution of coconut to regional income is still low. This is due to the condition of coconut plantation which is not managed optimally, both in land resource and its products. This condition causes the level of welfare of coconut farmers to be relatively low. In order to improve coconut productivity and farmer welfare, government has been developed a program to revitalize coconut commodities through a farmer corporations’ institutional development. The development of economic institutions in rural areas will accelerate the absorption of technology, develop economic scale businesses, change the management of farming systems to become more productive. The development of farmer economic institutions in the coconut area is directed at the formation of institutions that are legal entities in the form of Farmer-Owned Enterprises (BUMP). In the concept of developing corporate-based farmer economic institutions, several BUMPs are directed to be integrated vertically to form a limited liability company. This paper aims to: 1) describe the existing conditions of coconut farming in North Sulawesi, 2) determine the potential for developing coconut farming in North Sulawesi and 3) formulate a strategic concept for economic development and the implications of coconut policy in North Sulawesi. The approach taken is based on the results of previous research, and other references and the experience of the authors. It was concluded that: 1) Coconut farming is generally managed by the people, including land resources and coconut byproducts, 2) The potential for coconut farming is quite large because it is supported by area, production, intercrops and livestock, various processing of products and 3) Efforts to develop coconut farming in North Sulawesi can be carried out through the revitalization of the establishment of economic institutions in coconut farming centers.Keywords: Coconut, farming, revitalization, economy institutions AbstrakREVITALISASI PENGEMBANGAN EKONOMI KAWASAN KELAPA DI SULAWESI UTARAKelapa merupakan komoditas potensial di Provinsi Sulawesi Utara. Secara nasional, provinsi ini menyumbang sekitar 9% dari produksi kelapa nasional, namun kontribusi kelapa terhadap pendapatan daerah masih rendah. Hal ini disebabkan kondisi perkebunan kelapa yang belum dikelola secara optimal, baik sumber daya lahan maupun hasil produksinya. Kondisi ini menyebabkan tingkat kesejahteraan petani kelapa relatif rendah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa dan kesejahteraan petani, pemerintah menyusun program pengembangan revitalisasi komoditas kelapa melalui pengembangan kelembagaan perusahaan tani. Berkembangnya kelembagaan ekonomi di pedesaan akan mempercepat penyerapan teknologi, mengembangkan usaha skala ekonomi, mengubah pengelolaan sistem pertanian menjadi lebih produktif. Pengembangan kelembagaan ekonomi petani di kawasan kelapa diarahkan pada pembentukan lembaga yang berbadan hukum berupa Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Dalam konsep pengembangan lembaga ekonomi petani berbasis korporasi, beberapa BUMP diarahkan untuk diintegrasikan secara vertikal membentuk perseroan terbatas. Makalah ini ditulisa dengan tujuan untuk: 1) mendeskripsikan kondisi usahatani kelapa yang ada di Sulawesi Utara, 2) mengetahui potensi pengembangan usahatani kelapa di Sulawesi Utara dan 3) merumuskan konsep strategis untuk pembangunan ekonomi dan implikasi dari kebijakan kelapa di Sulawesi Utara. Pendekatan yang dilakukan didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya, dan referensi lain serta pengalaman penulis. Disimpulkan bahwa: 1) Usahatani kelapa umumnya dikelola oleh masyarakat, meliputi sumberdaya lahan dan hasil samping kelapa, 2) Potensi usahatani kelapa cukup besar karena didukung oleh luas areal, produksi, tanaman sela dan peternakan, berbagai pengolahan hasil produksi. dan 3) Upaya pengembangan usahatani kelapa di Sulawesi Utara dapat dilakukan melalui revitalisasi pembentukan kelembagaan ekonomi di sentra-sentra usahatani kelapa.Kata kunci: Kelapa, perkebunan, revitalisasi, kelembagaan ekonom

    Ozone to Overcome Aspergillus flavus and Aflatoxin in Grains: Opportunities and Challenges of Implementation

    Get PDF
    Ozone can be used as an alternative to control mold and aflatoxins in grains that is more eco-friendly because it does not leave residues that are harmful for humans, animals and environment. The use of ozone was quite effective in reducing mold and aflatoxin in grains such as barley, whole wheat, corn and rice. In Indonesia, ozone was limited used for sterilization of fruit and vegetable. Therefore, the comprehensive review on the potential of ozone in grains is needed, especially on the priority commodities of agricultural development in Indonesia, such as rice and corn. The objective of this review was to examine the opportunities of ozone to reduce Aspergillus flavus and aflatoxin in grains, so that it can improve its quality and shelf life. Many studies showed that the use of ozone reduced Aspergillus flavus and aflatoxin in grains by 50-90%.Keywords: Grains, Aspergillus flavus, aflatoxin, ozone AbstrakOZON UNTUK MENGATASI CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS DANAFLATOKSIN PADA BIJI-BIJIAN: PELUANG DAN TANTANGANIMPLEMENTASIOzon dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian cendawan dan aflatoksin pada biji-bijian yang lebih ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi manusia, hewan, maupun lingkungan. Penggunaan ozon cukup efektif mengurangi kontaminasi cendawan dan aflatoksin pada bijibijian seperti barley, biji gandum, jagung, dan beras. Di Indonesia, ozon digunakan secara terbatas untuk proses pencucian beberapa jenis buah dan sayuran. Oleh karena itu diperlukan telaah lebih lanjut mengenai potensi penggunaan ozon pada biji-bijian terutama komoditas strategis yang menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian di Indonesia seperti padi dan jagung. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menelaah peluang penggunaan ozon dalam mengurangi kontaminasi Aspergillus flavus dan cemaran aflatoksin pada produk biji-bijian, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan umur simpan produk. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan ozon dapat menurunkan cemaran A. flavus dan aflatoksin pada biji-bijian sampai 50-90%.Kata kunci: Biji-bijian, Aspergillus flavus, aflatoksin, ozo

    Implementation of Climate-Smart Agriculture to Boost Sugarcane Productivity in Indonesia

    Get PDF
    Sugar is one of Indonesia’s strategic commodities, but its production fluctuates over time and is still unable to comply with the national sugar demand. This condition may even get worst with climate change. Although climate-smart agriculture is a promising thing, it is basically a genuine concept for many farmers in Indonesia, including sugarcane growers. The paper briefly reviews and argues agronomic practices as a climate-smart agriculture approach adapted by sugarcane growers in Indonesia to increase its production under the changing climate. Some agronomic practices can be adopted by the Indonesian sugarcane growers as climate-smart agriculture, i.e., efficient irrigation, improved drainage of sugarcane plantations, the use of suitable sugarcane cultivars, green cane harvesting-trash blanketing, the amendment of soil organic matter, crop diversification, precision agriculture, and integrated pest management. From the Indonesian government’s side, research should be propped as there is limited information about the effectiveness of each aforementioned agronomic intervention to alleviating the adverse effect of climate change and to improving sugarcane growth. Practically, to ensure the success of climate-smart agriculture implementation in the Indonesian sugar industry, multistakeholders, i.e., sugarcane growers, researchers, civil society, and policymakers, should be involved, and the government needs to link these stakeholders.Keywords: Sugarcane, productivity, climate-smart agriculture, agronomic management, precision agriculture AbstrakImplementasi Pertanian Cerdas Iklim untuk Meningkatkan Produktivitas Tebu di IndonesiaGula merupakan salah satu komoditas strategis Indonesia, namun produksinya mengalami fluktuasi dan belum dapat memenuhi kebutuhan gula nasional. Kondisi ini diperburuk oleh perubahan iklim. Pertanian cerdas iklim memberikan peluang besar bagi tanaman tebu untuk dapat beradaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim. Meskipun pertanian cerdas iklim menjanjikan, namun merupakan hal baru bagi banyak petani di Indonesia, termasuk petani tebu. Tulisan ini menelaah dan mengemukakan praktek agronomi sebagai pendekatan pertanian cerdas iklim yang dapat diterapkan petani tebu di Indonesia dengan tujuan meningkatkan produksi tebu di bawah kondisi perubahan iklim. Terdapat beberapa praktik agronomis sebagai bagian dari pertanian cerdas iklim yang dapat diadopsi petani tebu di Indonesia, seperti efisiensi irigasi, perbaikan sistem drainase, pemilihan kultivar tebu yang sesuai, pemanfaatan residu serasah tebu, peningkatan bahan organik tanah, diversifikasi tanaman, pertanian presisi, dan pengelolaan hama terpadu. Dari perspektif pemerintah Indonesia, penelitian harus didukung karena terbatasnya informasi efektivitas masing-masing intervensi agronomi tersebut untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim dan untuk meningkatkan pertumbuhan tebu. Secara praktis, untuk memastikan keberhasilan penerapan pertanian cerdas iklim pada industri gula Indonesia, multi-stakeholder yang terdiri atas petani tebu, peneliti, masyarakat sipil, dan pembuat kebijakan harus saling terlibat dan pemerintah perlu menghubungkan para pemangku kepentingan ini.Kata kunci: Tebu, produktivitas, pertanian cerdas iklim, manajemen agronomis, pertanian presis

    Cooperative Partnership with Milk Companies Based on Codex Alimentarius in Realizing Food Sovereignty in Indonesia

    Get PDF
    Government of Indonesia has allocated food sovereignty’s budget through the 2016 state budget (APBN) which places the cooperation of Ministry of Cooperatives and SME’s with Ministry of Agriculture, when developing the farmer cooperatives’ corporatization. Global food sovereignty is contested by: (1) civil society in which one of the actors is cooperatives, (2) the government which is part of the Food and Agriculture Organization of the United Nations (UN FAO), and (3) the global private sector which is part of the World Trade Organization (WTO).This paper analyzes Karya Nugraha Jaya Multipurpose Cooperative in Kuningan (KSU KNJ)’s partnership which supplies 90% of good quality raw milk from its members to PT Ultra Jaya Milk (54%) and Diamond Milk (36%), two business actors who has implemented the WTO’s and FAO’s Codex Alimentarius for the sake of fulfilling food safety standards for worldwide food trade. These international institutions forced to revoke the word ‘mandatory’ and the article on ‘sanctions’ from Indonesia’s Ministry of Agriculture’s regulation if business actors do not enter into partnerships with farmers & cooperatives. This study shows that KSU KNJ, which is one of 9,703 Indonesian agricultural cooperatives, is an aggregator of the milk produced by its members. A strategy is needed to increase the partnership of dairy cooperatives with private companies. The possible seven strategies are: (1) Wait and see first group; (2) Driving group; (3) Chain integration group, (4) Cooperation specialist group; (5) Free specialist group; (6) Diversification cooperation group; and (7) Free cooperation group.Keywords: Food sovereignty, codex alimentarius, dairy, cooperatives, partnership AbstrakKEMITRAAN KOPERASI DENGAN PERUSAHAAN SUSU BERDASARKAN CODEX ALIMENTARIUS DALAM MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIAPada tahun 2016 Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran kedaulatan pangan melalui APBN yang memposisikan Kemenkop UKM harus bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dalam mengembangkan korporatisasi koperasi petani. Kedaulatan pangan telah menjadi isu global karena diperebutkan oleh tiga aktor: (1) Masyarakat sipil yang mana salah satu aktornya adalah koperasi, (2) Pemerintah yang tergabung pada Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO), dan (3) Swasta global yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tulisan ini menelaah dan menganalisis kemitraan pada Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Jaya (KSU KNJ) di Kuningan yang memasok 90% susu segar berkualitas dari para anggotanya ke PT Ultra Jaya Milk (54%) dan Diamond Milk (36%), dua pelaku usaha yang sudah menerapkan Codex Alimentarius versi WTO dan FAO demi memenuhi standar keamanan pangan untuk perdagangan dunia. Institusi internasional ini menjadi salah satu acuan bagi Indonesia dalam membuat Peraturan Menteri Pertanian No 33 tahun 2018 yang mencabut kata ‘wajib’ dan pasal ‘sanksi’ jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan dalam dua aturan sebelumnya. Hasil telaah dan analisis menunjukan KSU KNJ yang merupakan salah satu dari 9.703 koperasi pertanian Indonesia telah berperan sebagai agregator produksi susu anggotanya. Diperlukan strategi guna meningkatkan kemitraan koperasi susu dengan perusahaan swasta. Terdapat tujuh strategi tersebut mencakup: (1) Kelompok menunggu dan lihat-lihat dahulu; (2) Kelompok penggerak; (3) Kelompok pengintegrasi rantai, (4) Kelompok spesialis kerja sama; (5) Kelompok spesialis bebas; (6) Kelompok kerja sama diversifikasi; dan (7) Kelompok kerja sama bebas.Kata kunci: Kedaulatan pangan, codex alimentarius, susu, koperasi, kemitraa

    The Challenges of Implementing Payment for Environmental Services to Prevent The Agricultural Land Conversion

    Get PDF
    Payments for environmental services mechanism is expected to strengthen decisions of agricultural landowners to maintain the existence of their agricultural land. This mechanism is expected to prevent the conversion of land that occurs due to its lower appreciation compared to other uses. This study is aimed to critically examine the challenges of implementing payments for environmental services in Indonesia and strategies to improve the implementation of payments for environmental services schemes to reduce agricultural land conversion. Ostrom’s Institutional Analysis and Development framework is used to examine the implementation of Payments for environmental services. The implementation was able to run well through the establishment of institutions that regulate constitutional rules. The collaboration between the Government (as the user of environmental service) and farmers (as the service provider) should be declared and fully understood before the scheme is implemented. Therefore, full participation of all related parties was crucial in achieving the program’s goals. Collective understanding of the need to prevent land conversion and the coordination of stakeholders needs to be carried out sustainably.Keywords: Land, conversion, environmental services, paymentAbstrakTANTANGAN IMPLEMENTASI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN UNTUK PENCEGAHAN KONVERSI LAHAN PERTANIANMekanisme pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat memperkuat keputusan pemilik lahan pertanian untuk mempertahankannya. Mekanisme tersebut diharapkan dapat mencegah konversi lahan yang terjadi akibat apresiasi terhadap lahan pertanian secara ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lainnya. Kajian ini bertujuan untuk menelaah secara kritis tantangan implementasi pembayaran jasa lingkungan di Indonesia dan strategi meningkatkan implementasi skema pembayaran jasa lingkungan untuk mengurangi konversi lahan pertanian. Kerangka Ostrom’s Institutional Analysis and Development digunakan untuk mengkaji implementasi pembayaran jasa lingkungan. Implementasi pembayaran jasa lingkungan dapat berjalan dengan baik melalui penetapan lembaga yang mengatur aturan konstitusional. Kontrak kerja sama antara pemerintah sebagai pengguna jasa lingkungan dengan petani sebagai penyedia jasa lingkungan harus disosialisasikan dan dipahami sebelum skema pembayaran jasa lingkungan dijalankan. Pelibatan partisipan secara penuh merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan program. Pemahaman bersama tentang perlunya pencegahan konversi lahan dan koordinasi seluruh pemangku kepentingan terkait secara berkelanjutan sangat diperlukan.Kata kunci: Lahan, konversi, jasa lingkungan, pembayara

    Role of Cultivation Technology and Planting Patterns of Farmer Choice for Improving Smallholding Rubber Productivity

    Get PDF
    Smallholding rubber productivity in Indonesia is still relatively low due to low cultivation technology adoption. The characteristics of smallholder plantations, with limited land tenure and capital, require a specific approach compared to large plantations. This article is aimed to inform rubber cultivation innovations to improve smallholder rubber productivity. Land conservation can increase the opportunity for developing rubber in sub-optimal environments such as peatlands, tides and high-elevated areas. Plant breeding activities in Indonesia have resulted IRR superior clones series with high yield potential (more than 1,500 kg/ha/yr), vigorous growth, and resistance to main diseases. Modification of planting space can increase land productivity and alternative income for farmers during immature period. To obtain the high yield, the clonal typology harvesting system supported by latex diagnosis can optimize the potential of clones and prevent tapping panel dryness (TPD). To increase technology adoption at the farm level, the role of extension workers, farmer groups, and support from the government is required.Keywords: Rubber, farmers, technology, productivity AbstrakPERAN TEKNOLOGI BUDI DAYA DAN POLA TANAM PILIHAN PETANI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET RAKYAT Produktivitas tanaman karet rakyat di Indonesia masih tergolong rendah, terutama disebabkan oleh adopsi teknologi budi daya belum optimal. Karakteristik perkebunan karet rakyat, terutama penguasaan lahan dan modal yang terbatas, memerlukan pendekatan spesifik dibanding perkebunan besar. Tulisan ini menginformasikan inovasi teknologi budidaya karet yang dapat meningkatkan produktivitas karet rakyat. Konservasi lahan dapat meningkatkan potensi pengembangan tanaman karet di lahan suboptimal seperti lahan gambut, pasang surut, dan daerah berelevasi tinggi. Pemuliaan tanaman di Indonesia telah menghasilkan klonklon unggul seri IRR dengan potensi hasil tinggi (rata-rata di atas 1.500 kg/ha/th), pertumbuhan jagur, dan tahan terhadap penyakit. Modifikasi pola tanam dapat meningkatkan produktivitas lahan dan sumber pendapatan petani selama tanaman belum menghasilkan (TBM). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan berkelanjutan, sistem pemanenan lateks tipologi klon yang didukung oleh diagnosis lateks dapat mengoptimalkan potensi klon dan mencegah kering alur sadap (KAS). Untuk meningkatkan adopsi teknologi di tingkat petani diperlukan dukungan penyuluh, kelompok tani, dan pemerintah.Kata kunci: Karet, petani, teknologi, produktivitas

    SPICES PLANT AS BIOINSECTICIDES FOR CONTROLLING MAIZE WEEVIL SITOPHILUS ZEAMAIS (MOSTCH) Pemanfaatan Tanaman Rempah sebagai Pestisida Nabati untuk Penanggulangan Hama Kumbang Bubuk Jagung Sitophilus zeamais (Mostch)

    Get PDF
    Indonesia has numerous and varied natural resources of spices plant which grow at almost all theregions. These plants can grow and adapt to the slightly diverse agroecological conditions and agroecosystems, from dry to wet. In general, the utilization of these plants by the community is still limited as ingredients and spices for culinary and flavoring instead of the potential of bioactive compounds contained therein. These resourcesare very useful and effective utilized asbioinsecticides to eradicate plant pests and diseases, as well as medicine for human. This paper discussed the benefits and efficacy of several spiceplants, namely lemongrass, shallots, garlic, sweet and chili peppers, clove, sand ginger (kencur), and pepper as herbicides at various levels of dosage and treatments. This manuscript also discussed the constraints and development strategies, and aimed to provide information on the science and technology in controlling the Sitophilus zeamais (Motsch) pests in corn kernels during the storage period. It is expected that this paper would be useful for the policy makers, academicians, researchers and practitioners who have the competence to deal with beetle pest problems.Keywords: Spices, bioinsecticides, Sitophilus zeamais (Motsch), controlling AbstrakTanaman rempah yang tumbuh di hampir seluruh wilayah Indonesia sangat beragam. Tanaman ini beradaptasi pada berbagai agroekologi dan agroekosistem, mulai dari wilayah beriklim kering sampai beriklim basah. Pemanfaatan tanaman ini oleh masyarakat umumnya masih terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu kuliner, penyedap masakan dan cita rasa, padahal senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya potensial sebagai pestisida nabati untuk membasmi hama penyakit tanaman dan bahan obat kesehatan manusia. Tulisan ini membahas manfaat dan kemanjuran dari beberapa tanaman rempah, yakni tanaman sereh, bawang merah, bawang putih, lombok merah, cengkeh, kencur, dan lada sebagai pestsisida nabati dalam berbagai dosis dan ragam perlakuan. Kendala dan strategi pengembangan pestisida nabati bagi penggulangan hama kumbang bubuk perlu mendapat perhatian yang tidak saja untuk kepentingan masyarakat luas, namun diperlukan sebagai informasi ilmu dan teknologi penanganan hama secara terpadu.Kata kunci: tanaman rempah, bioinsektisida, hama kumbang bubuk, pengendalia

    134

    full texts

    149

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇