76 research outputs found

    Representasi Konsep Patet dalam Tradisi Garap Gamelan Bali

    Get PDF
    Patet merupakan salah satu persoalan penting karena memiliki keberagaman dalam tradisi garap pada setiap gamelan Bali.. Sayangnya, keberagaman tersebut tidak terpublikasi dan terumuskan secara komprehensif menjadi sebuah teori yang dapat menjelaskan patet gamelan Bali. Salah satu garap patet yang unik, yang diangkat dalam penelitian ini adalah implementasi patet dalam Gamelan Gong Suling. Gamelan ini merupakan salah satu gamelan yang tidak eksis di masyarakat, namun sesungguhnya memiliki fleksibelitas dalam konsep penggarapan terutama persoalan patet yang berbeda dengan gamelan Bali lainnya. Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi patet dalam Gamelan Gong Suling. Metode penelitian didasarkan pada metode analisis deskriptif melalui teori garap. Ada dua aspek analisis utama tentang garap Gamelan Gong Suling: (1) pengelompokan tungguhan (instrumen), dan (2) konsepsi musik. Sedangkan untuk instrumennya, Gamelan Gong Suling terdiri dari seruling Bali, kendang, cengceng ricik, kajar, klenang, dan gong pulu. Mengenai fungsi alat musiknya, seruling Bali memainkan melodi (bantang gending, bon gending, payasan gending), kendang memainkan payasan gending, cengceng ricik memainkan pengramen, dan gong pulu memainkan pesu mulih. Konsep musik Gamelan Gong Suling menyangkut: materi garap, prabot garap atau piranti garap, dan penentu garap. Mengenai materi garap, Gamelan Gong Suling memiliki nada dasar yang disebut Bantang Gending; mengenai Piranti Garap, Gamelan Gong Suling memiliki lima tetekep: tetekep deng, dang, dong, dung dan ding; Adapun tentang Penentu Garap, terdapat empat ragam garap dalam Gamelan Gong Suling: garap tabuh petegak, garap prosesi, garap kreasi, dan garap dolanan.ABSTRACTThe Representation of Patet Concept in the Working Tradition of the Balinese Gamelan. Patet is an actual problem because it has diversity in the working tradition of the Balinese gamelan. Unfortunately, this diversity is not published and formulated comprehensively into a theory that can explain the patet of the Balinese gamelan. One of the unique patet works raised in this study is the representation of patet in Gamelan Gong Suling. This gamelan is one of the gamelans that does not exist in society. It has flexibility in the concept of gamelan works, especially the problem of patet, which is different from other Balinese gamelan. Therefore, the formulation of the situation in this study is implementing the patet in Gamelan Gong Suling. The research methodology is based on the descriptive analysis method through garap theory. There are two main analysis aspects concerning the work of Gamelan Gong Suling: (1) the tungguhan (instrumens) grouping, and (2) the musical conception. As for the instrumentation, Gamelan Gong Suling is composed of Balinese flutes, kendang, cengceng ricik, kajar, klenang, and gong pulu. Regarding the function of the instruments, Balinese flutes play the melody (bantang gending, bon gending, payasan gending), kendang plays the payasan gending, cengceng ricik plays the pengramen, and gong pulu plays the pesu mulih. The musical concept of Gamelan Gong Suling concerns: garap material, prabot garap or piranti garap, and penentu garap. Regarding the works, Gamelan Gong Suling has a fundamental melody called Bantang Gending; for what concerns to Piranti Garap, Gamelan Gong Suling has five tetekep: tetekep deng, dang, dong, dung, and ding; as for what regards as Penentu Garap, there are four garap styles in Gamelan Gong Suling: garap tabuh petegak, garap prosesi, garap kreasi, and garap dolanan.Keywords: form; patet; garap; gamela

    Leluangan Dan Upacara Piodalan Di Desa Kesiman

    Get PDF
    Alam ritual dengan gending leluangan adalah bagian yang tak terpisahkan. Para seniman meyakini, bermain gending leluangan dalam upacara ritual adalah sebagai wujud bakti manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa). Keberadaan gending merupakan faktor keindahan, hal ini sangat mempengaruhi para umat dalam menyatukan diri kepada Nya. Dari keindahan juga akan menghadirkan suatu ketenangan dalam melakukan yadnya. Hadirnya gending leluangan merupakan salah satu pengimplementasian keindahan dalam upacara. Gending leluangan itu indah. Keindahan gending muncul dari bunyi-bunyian yang tertata berbentuk sebuah aroma bunyi-bunyian yang melankolis. Memiliki melodi, ritme, dinamika, dan harmoni yang dapat menyentuh hati bagi si pendengarnya. Sejak jaman dulu sudah berkembang pemahaman bahwa gamelan Bali selalu digunakan dalam mengiringi upacara keagamaan. Bahkan ada pendapat mengatakan, eksistensi gamelan Bali saat ini sangat besar disebabkan oleh budaya Bali yang selalu melibatkan kesenian. Dari fenomena ini keberadaan gending leluangan dalam upacara salah satunya digunakan untuk mengiringi ritual pangilen-ngilen. Besar keyakinan para umat bahwa gending juga sangat mempengaruhi tercapainya alam ritual bagi masyarakat

    Kajian Tekstual Gending Leluangan Kekebyaran Dalam Upacara Piodalan Di Pura Kayangan Tiga Desa Adat Tembawu

    Get PDF
    Gending-gending leluangan merupakan sebuah motif lagu atau gending yang biasa dimainkan dengan menggunakan gamelan luang atau gong luang. Ciri khas dari lagu ini adalah menggunakan 1 buah kendang yaitu kendang cedugan, sebuah kendang yang menggunakan panggul (Jawa : tabuh) kendang sebagai alat pukul. Mayoritas pola garap gending-gending leluangan sangat sederhana baik secara olahan melodi maupun tafsir garap ornamentasinya. Reportoar-reportoar gong luang termasuk gending-gending klasik yang notabenanya digunakan untuk kepentingan upacara ritual keagamaan. Kekebyaran berasal dari kata kebyar yang mengandung banyak pengertian. Kebyar atau byar dapat berarti sinar yang muncul secara tiba-tiba, cepat, keras, dan lain sejenisnya[1]. Kebyar dapat pula berarti bunyi yang timbul akibat dari pukulan instrumen gamelan secara keseluruhan, sedangkan Colin McPhee menyebutnya sebagai suara yang memecah secara tiba-tiba bagaikan pecah atau mekarnya sekuntum bunga[2]. Oleh karena itu sudah sepantasnya gamelan yang mengandung karakter kebyar ini disebut gamelan kebyar, gong kebyar, atau gamelan gong kebyar. Dengan demikian kekebyaran memiliki arti sebuah lagu yang menggunakan gong kebyar sebagai media ungkap. Sajian gending yang menggunakan gong kebyar memiliki karakterisasi keras, lincah agresif, dan sejenisnya.[3] Popularitas dan fleksibilitas gamelan gong kebyar menyebabkan refortoar dari barungan gamelan gong luang juga bisa disajikan melalui gong kebyar. Tentu saja karakter gending yang disajikan akan berbeda dengan gending yang disajikan melalui gong luang. Gending-gending leluangan yang menggunakan gong kebyar sebagai media ungkap memiliki nuansa gembira. Namun demikian, nuansa-nuansa ritual yang terkandung dalam gending-gending leluangan tidak hilang

    Re-Actualization Balinese Gamelan Harmony for Renewal Knowlegde of the Balinese Music

    Get PDF
    Balinese music has a variety of gamelan that develops in the community. Balinese gamelan is a central object in the development of Balinese musical knowledge. One of the most problematic is the harmony system. In the context of Balinese music knowledge, the harmony system is an element that is often discussed its existence. The 'harmony system' has been recognized through the dualistic concept. This concept is the source of the technique for playing the Balinese Gamelan. Knowledge of the harmony system with this dualistic concept is based on the object of research by Gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar is indeed very closely related to the dualistic system. However, this system is not relevant to several other Balinese Gamelan, one of which is the Gamelan Gambang. Therefore, knowledge of the harmony system in Balinese music needs to be updated. This update is an actualization of knowledge about gamelan harmony. The problems discussed in this article are what is Balinese Gamelan harmony, what is the roles of Balinese Gamelan harmony and the concept of Balinese musical harmony. This reaserch uses a mix method, namely qualitative and quantitative methods. Musicology approach as a qualitative method while sound physics as a quantitative method. Re-aktualisasi Harmoni Gamelan Bali untuk Pembaruan Pengetahuan Musik Bali Abstrak Karawitan Bali memiliki ragam gamelan yang berkembang di masyarakat. Gamelan Bali merupakan objek sentral dalam pengembangan pengetahuan karawitan Bali. Salah satu yang paling bermasalah adalah sistem harmoni. Dalam konteks pengetahuan karawitan Bali, sistem harmoni merupakan unsur yang sering dibicarakan keberadaannya. Sistem harmoni terepresentasi melalui konsep dualistik. Konsep inilah yang menjadi sumber teknik memainkan Gamelan Bali pada umumnya. Pengetahuan sistem harmoni dengan konsep dualistik ini berdasarkan objek penelitian Gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar memang sangat erat kaitannya dengan sistem dualistik. Namun sistem ini tidak relevan dengan beberapa Gamelan Bali lainnya, salah satunya Gamelan Gambang. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sistem harmoni dalam karawitan Bali perlu dimutakhirkan. Pembaruan ini merupakan aktualisasi pengetahuan tentang harmoni gamelan. Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah apa yang dimaksud dengan harmoni Gamelan Bali, batasan harmoni Gamelan Bali dan model harmoni secara musikal gamelan Bali. Penelitian ini menggunakan mixmethode , yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan musikologi sebagai metode kualitatif sedangkan fisika bunyi sebagai metode kuantitatif

    PENGARUH INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGGUNAAN INPUT TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT / Influence of Technological Innovation and Use of Production Input on Productivity of Oil Palm in West Kalimantan Province

    Get PDF
    Indonesian government within the framework of the Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development (MP3EI) have established oil palm as the main commodity to be developed in the so-called corridor of Kalimantan. This is mainly due to the commodity role as Indonesia's main export commodities as well as the tipping point of regional economic development in ensuring the welfare of local farmers in a sustainable manner. West Kalimantan is one of the centers of the development of oil palm in Kalimantan, after Central Kalimantan. This study aimed to analyze the role of the superior technology and use of production inputs to improve the productivity of oil palm and the factors that influence the adoption of new technologies at the farm level. Results of decomposition analysis of productivity showed that the productivity of oil palm plantations increased by 45.59%. The role of the difference in the applied technology is 22.62% and 22.97% came from the difference in input use. Quality of seeds available/planted by farmers contributed significantly to the level of productivity. Adequate provision of improved seed policies must be the top priority in efforts to improve the productivity of oil palm in the future. The policy needs to be accompanied by quality control and distribution of improved seed is strictly and continuously. The next priority policies should be aimed at encouraging farmers to use production inputs as recommended . In order for the policy to be effective, it needs to be supported by the trading system improvements to ensure the feasibility of palm oil prices at the farm level.Keywords: oil palm, decomposition of productivity, innovation, production inputs AbstrakPemerintah Indonesia dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) telah menetapkan komoditas kelapa sawit sebagai komoditas utama untuk lebih dikembangkan di wilayah Kalimantan Barat atau disebut koridor Kalimantan. Hal ini terutama disebabkan oleh peran komoditas ini sebagai komoditas ekspor utama Indonesia dan sekaligus sebagai titik ungkit pembangunan ekonomi daerah dalam menjamin peningkatan kesejahteraan petani setempat secara berkelanjutan. Kalimantan Barat merupakan salah satu sentra pengembangan kelapa sawit di Kalimantan, setelah Kalimantan Tengah, oleh sebab itu penelitian dilaksanakan di Kalimantan Barat pada tahun 2013. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran teknologi unggulan dan penggunaan input produksi terhadap perbaikan produktivitas kelapa sawit dan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi baru di tingkat petani. Hasil analisis dekomposisi produktivitas menunjukkan bahwa penggunaan teknologi unggulan (karakterisik teknologi unggulan perbaikan manajemen produksi, serta penggunanan input sesuai anjuran) menyebabkan produktivitas kelapa sawit meningkat sebesar 45,59%. Dari peningkatan tersebut, sebesar 22,62% bersumber dari adanya perbedaan teknologi yang diterapkan dan 22,97% bersumber dari adanya perbedaan penggunaan input. Kualitas benih yang tersedia/ditanam petani memberikan kontribusi nyata terhadap tingkat produktivitas. Dalam upaya meningkatkan produktivitas sawit, maka penyediaan benih unggul yang memadai harus menjadi kebijakan prioritas utama dalam pengembangan kebun sawit ke depan. Kebijakan prioritas berikutnya dapat ditujukan untuk mendorong petani agar menggunakan input produksi sesuai anjuran. Kebijakan ini tentunya akan efektif jika pada saat yang sama petani juga memperoleh harga sawit yang layak.Kata kunci: kelapa sawit, dekomposisi produktivitas, inovasi, input produks

    Estetika Tri Mandala Dalam Komposisi Baru Pasupati: Strategi Pengembangan Wacana Keindahan dalam Karawitan

    Get PDF
    Aesthetics has an important role in determining the weight of karawitan. Aesthetics can also justify the creation of a composition. Naturally, if in the assessment of composition is always influenced by aesthetic factors to determine the high and low value of karawitan. However, aesthetic perspective also needs to be a reference to show the renewal of a karawitan. It's a form of creativity in art. One of the conceptions that can give aesthetic harmony in karawitan composition is the concept of tri mandala. Tri mandala is a three-dimensional philosophical concept of harmony that is usually a reference in the field of architecture to build sacred places, residences, and even traditional markets in Bali. Through the concept of Tri mandala, a karawitan harmony system that was originally oriented to the second dimension became developed into the third dimension. Therefore, the topic of tri mandala aesthetics in pasupati composition needs to be researched so that it can result in a new aesthetic point of view in karawitan. This topic is a type of qualitative research that is studied with several stages, namely: observation, consoralization, composite realization. The results showed that tri mandala renews the aesthetic value of a karawitan composition. The renewal is represented in a system of harmony, structure, and meaning. The connection of the three with the tri mandala is the third dimension. Everything refers to the power of three, the harmony of three, part three, and the meaning of three in the symbolization of the three realms namely, bhur, bwah, and swah

    Peta mutu pendidikan jenjang SMP Kabupaten Karangasem : diolah dan dianalisis berdasarkan data rapor mutu tahun 2018

    Get PDF
    Dalam konsep Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP), peningkatan mutu pendidikan harus dilaksanakan dengan berbasis data yang telah dianalisis dengan akurat dan benar. Analisis data ini kemudian menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai base-line data untuk dasar merencanakan kegiatan dan program peningkatan mutu secara proporsional, akurat, dan berkelanjutan. Sekolah/madrasah adalah pelaku utama dalam proses penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Salah satu alat untuk mengkaji kemajuan peningkatan mutu sekolah secara komprehensif yang berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah Evaluasi Diri Sekolah (EDS). EDS sebagai salah satu komponen SPMP diharapkan dapat membangun semangat dan kultur penjaminan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan

    GENDING GESURI BY I WAYAN BERATHA: ONE OF LELAMBATAN, THE TRADITIONAL MUSIC COMPOSITION

    Get PDF
    This article is textual analysis Gesuri piace. There are three important aspects in the analysis: 1) garap media aspect; 2) garap material aspect; and 3) garap player aspect. First, garap media aspect are intended to know the roles of gamelan to formed style or caracteristic of piace; second, garap material aspect is analyze the musical complexity; and third, garap player aspect is to knows function the player in spirit the piace. Gesuri is one creation of lelambatan piace with was created by I Wayan Beratha in 1964 Key word: Gesuri, textual analysis, garap media, garap material, and garap playe

    Dinamika Ruang Tri Mandala dalam Interpretasi Angkep-angkepan

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan model angkep-angkepan sebagai fenomena harmoni dalam karawitan. Penciptaan angkep-angkepan ini dilatar belakangi dari pengalaman psikologis yang mampu merasakan harmoni ketika berada pada ruang-ruang tri mandala, sebaliknya mendapatkan kekerasan simbolik selama menjadi seorang komposer. Kekerasan simbolik terjadi karena komposisi yang tercipta sebelumnya tidak mampu menunjukan adanya kompleksitas harmoni, kreatif, dan inovatif. Ketidakmampuan ini disebabkan oleh kelemahan sistem angkep-angkepan dimensi dua gamelan Bali, sebuah sistem yang tidak dapat menghadirkan sensasi keharmonisan secara multidimensional (dimensi tiga). Oleh sebab itu, perlu dilakukan deteritorialisasi dari tri mandala ke dalam interpretasi angkep-angkepan. Proses interpretasi ini menggunakan pendekatan Deluzian tentang deteritorialisasi, reteritorialisasi, smooth space, dan striated space sebagai alat analisa untuk mentrasformasi tri mandala menjadi angkep-angkepan gamelan Bali. Oleh sebab itu, research led practise, practise led research dijadikan metode penelitian untuk menghasilkan konsep/sistem angkep-angkepan dan produk berupa komposisi karawitan. Metode ini bersifat bolak-balik, artinya sebelum praktik, terlebih dahulu dilakukan penelitian, kemudian dilanjutkan praktik, setelahnya dilakukan sebuah penelitian kembali terhadap hasil praktik yang telah dilakukan. Penciptaan angkep-angkepan berupa sistem dan komposisi baru karawitan ini menghasilkan tiga temuan yang sekaligus menjadi jawaban dari pertanyaan penelitian, yaitu: (1) konsekuensi teknis dari penciptaan sistem angkep-angkepan dimensi tiga tri mandala terhadap sistem laras dan teknik permainan gamelan Bali adalah terbentuknya tangga nada baru berupa laras gamelan yang bukan pelog dan bukan pula slendro; tiga pitch yang disebut dengan pengumbang-penyelah-pengisep sebagai unsur pembentuk angkep-angkepan; teknik baru yaitu polos, penyelah, dan sangsih sebagai salah satu formulasi dari sistem tersebu; (2) Bagaimana model realisasi penciptaan angkep-angkepan dimensi tiga tri mandala dalam relasinya terhadap kebaruan estetika gamelan Bali adalah melalui penciptaan ragam pola musikal yang berlandasakan pada dimensi tiga melahirkan estetika baru yang berbasis pada pola tiga; (3) mengapa tri mandala menjadi landasan pada pengembangan sistem angkep-angkepan karena dimensi tiga yang menjadi keberagaman konsepsi dasar tri mandala adalah sebuah spirit/kekuatan untuk membangun harmoni dalam kasus gamelan Bali, yang mana dimensi ini melebihi dari dimensi-dimensi lainnya
    corecore