8 research outputs found

    Pelacakan Lokasi Tinggalan Hindu - Buddha Berdasarkan ROD 1914 Dan Pendekatan SIG di Wilayah Magelang

    Get PDF
    Java was once the center of Hindu and Buddhist culture around the 4th until the 15th century AD. The number of archaeological remains from this period is infinite, both monumental remains such as temples and petirtaan (water shrines/ temple), and other remains such as yoni, linga, and statues. These remains are registered systematically by the Dutch East Indies government through its Archaeological Service (Oudheidkundig Dienst). unfortunately, most of them cannot be identified for their exact present locations. Some of the remains were later discovered unexpectedly at the time of construction or agricultural work activities. Therefore, this study seeks to investigate the locations of archaeological remains as reported by the Dutch Archaeological Service in the region of Magelang using the Geographic Information System (GIS) approach. This study suggests that, during the period of the Dutch East Indies, Magelang region has a very high density of Hindu-Buddhist archaeological remains. The result of this study can be used for further surveys, re-inventory, as well as protection and preservation efforts.Pulau Jawa pernah menjadi pusat perkembangan kebudayaan bercorak Hindu-Buddha sekitar abad ke-4 hingga ke-15 M. Tinggalan arkeologi dari periode ini sangat tinggi, baik berupa candi, petirtaan, maupun tinggalan lepas seperti arca, yoni, lingga, dan sejenisnya. Inventarisasi tinggalan tersebut sudah dilakukan secara sistematis sejak masa pemerintah Hindia Belanda melalui Dinas Purbakala (Oudheidkundig Dienst). Sayangnya sebagian besar tinggalan arkeologi tersebut sekarang tidak lagi diketahui secara tepat lokasi. Ada yang kemudian ditemukan secara tidak sengaja pada saat kegiatan pembangunan ataupun pengerjaan lahan pertanian. Penelitian ini berupaya untuk melacak ulang lokasi tinggalan arkeologi Hindu-Buddha yang pernah dilaporkan oleh Dinas Purbakala Belanda di Wilayah Magelang. Proses pelacakan dilakukan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis. Hasilnya berupa peta sebaran lokasi tinggalan arkeologi Hindu-Buddha. Peta ini menunjukkan bahwa di Wilayah Magelang, pada periode Hindia-Belanda, mengandung tinggalan arkeologi Hindu-Buddha yang padat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan survei, reinventarisasi, hingga upaya pelindungan dan pelestariannya

    Pengembangan Potensi Batik Berbasis Tinggalan Arkeologi di Kelurahan Legok Kota Jambi

    Get PDF
    Artikel ini ditulis berdasarkan Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilaksanakan pada tahun 2020. Kegiatan ini dilaksanakan atas dasar keberadaan salah satu tinggalan arkeologi di Kelurahan Legok, Kota Jambi, yaitu Candi Solok Sipin serta situs-situs lain di sekitarnya. Berdasarkan tinjauan terkini, Candi Solok Sipin berada dalam kondisi yang terancam kelestariannya. Salah satu faktor yang menjadi ancaman terhadap kelestarian Situs Candi Solok Sipin adalah kurangnya kepedulian masyarakat sekitar terhadap keberadaan situs tersebut. Oleh karena itu kegiatan Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Legok Kota Jambi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan Situs Candi Solok Sipin. Potensi yang dimiliki Kelurahan Legok antara lain adalah keberadaan Rumah Batik dan kelompok pembatik. Program Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pendampingan bagi masyarakat Kelurahan Legok sebagai upaya pelestarian dan pemanfaatan tinggalan arkeologi di kawasan tersebut melalui kegiatan pengembangan motif batik. Di Situs Candi Solok Sipin terdapat tinggalan arkeologi yang memiliki relief dan ornamen yang dapat dikembangkan menjadi motif batik. Target khusus yang ingin dicapai yaitu meningkatnya kesadaran masyarakat di Kelurahan Legok untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian situs Candi Solok Sipin. Metode pendampingan dilaksanakan dalam tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan evaluasi. Kegiatan pengabdian yang telah dilaksanakan menghasilkan 5 motif baru yang terinspirasi dari relief dan motif tinggalan arkeologi Situs Solok Sipin. Diharapkan motif-motif baru ini dapat menjadi kebanggaan dan ciri khas Kelurahan Legok. Untuk jangka panjang diharapkan motif batik yang telah tercipta menjadi produk unggulan Kelurahan Legok Kota Jambi

    PENGEMBANGAN MOTIF BATIK BERBASIS TINGGALAN ARKEOLOGI KELURAHAN LEGOK KOTA JAMBI TAHAP II

    Get PDF
    This program is a continuation of the activities in the previous year. The newest batik motifs were inspired by ornaments and archaeological remains from the Situs Candi Solok Sipin. In 2020, batik tulis, the Makara Ekikarana motif has been produced. In 2021, the team try to make batik cap inspired by the Yaksa figure on the Makara and Stupa from the Situs Candi Solok Sipin. The batik cap is related to the purpose of preparing products at affordable prices, it's hoping that the batik is marketed more broadly. In addition, this new motif can also enrich the batik repertoire at the Rumah Batik Kelurahan Legok. The method is held in stages; the first stage is the preparation. During the preparation stage, we make motif design and make coordination with the Kelurahan Legok dan Rumah Batik. After the batik cap motif is ready, the next step is to make a stamp. After the preparation stage was completed, the next step is to produce a batik cap in 3 (three) days. On the last day, we make a product launch, the products are ready to be marketed. The results achieved include the creation of the Yaksa Stupa motif which is applied to cloth and masks

    LANSKAP SPIRITUAL SITUS LIYANGAN

    Get PDF
    Liyangan archaeological site in the village of Purbasari, Residency Temanggung, Central Java, is an Old Mataram settlement predictably existed from around 8th to 10th century CE. In this site, which was buried by thick layers of pyroclastic materials of Gunung Sindoro eruption, various artefacts as well as stone structures are found including pavement, altars, retaining walls, water-temple, and remains of wooden structures. One of the most interesting aspect of this site is the orientation of the stone structures. Although the whole settlement was arranged to follow the sloping contour of the Mount Sindoro, most of the stone structures were oriented to southeast, which was not common for stone shrines built at the same period. This paper attempts to explain the reason for such an exceptional orientation using landscape archaeological approach. Our research demonstrates that the ten Liyangan stone structures were oriented to either Mount Merapi, Baka Hill, or the Prambanan temple. The orientation of the stone structures is believed as a reflection of the spatial map and the cosmology of the community lived in Liyangan centuries ago. It is suggested here that such an orientation represents the so-called “spiritual landscape”of the people

    Berkala arkeologi vol. 39 no. 2 November 2019

    Get PDF
    Berkala Arkeologi Vol. 39 No. 2 Edisi November 2019 kali ini menampilkan delapan artikel dengan berbagai kajian baik arkeologi prasejarah, arkeologi klasik Hindu-Buddha, maupun arkeologi Islam-Kolonial. Sebagian besar artikel yang ditampilkan edisi November kali ini adalah artikel arkeologi Islam-Kolonial sebanyak 6 artikel, sedangkan artikel dari bidang arkeologi prasejarah dan Klasik Hindu-Buddha masing-masing sebuah artike

    PEMETAAN POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI MASA KLASIK DI KABUPATEN SAROLANGUN

    Get PDF
    Penelitian ini membahas potensi tinggalan Arkeologi dari masa klasik (Hindu-Buddha) di wilayah Kabupaten Sarolangun. Pada tahun sebelumnya telah dilakukan penelitian serupa dengan cakupan Kecamatan Sarolangun dan hasilnya mengindikasikan adanya tinggalan Arkeologi klasik yang padat. Penelitian ini menggunakan metode predictive modeling yang dilaksanakan dengan Langkah awal penentuan titik-titik yang menurut toponim berkaitan dengan istilah klasik. Penelitian ini dilandasi oleh fenomena keberadaan kota-kota dan pemukiman di sepanjang aliran DAS Batanghari. Kabupaten Sarolangun dipilih karena sangat potensial menjadi tempat pendirian situs-situs masa klasik, terlebih lagi apabila dihubungkan dengan wilayah Kecamatan Sarolangun yang memiliki sensitivitas temuan masa klasik yang tinggi, indikasi toponim, dan keberadaan situs-situs serupa di wilayah sekitar, wilayah Kabupaten Sarolangun sangat penting untuk diteliti. Hasilnya menunjukkan adanya sebaran wilayah dengan sesitivitas tinggalan Arkeologi klasik yang tinggi pada berbagai wilayah Sarolangun, Selain itu, wilayah dengan sensitivitas tinggi di Kabupaten Sarolangun juga berkaitan erat dengan situs klasik Karangbrahi yang dewasa ini masuk wilayah Kabupaten Merangin yang berbatasan dengan Sarolangun

    Transformasi lanskap perairan di Kawasan Percandian Muarajambi dalam memori kolektif masyarakat lokal

    Get PDF
    Kawasan Percandian Muarajambi merupakan kawasan Cagar Budaya bercorak Buddha di Sumatra yang berada di lahan seluas kurang lebih 3.981 hektar dengan bentuklahan fluvial. Kawasan ini sering tergenang air, baik ketika musim penghujan maupun ketika terjadi pasang laut, tetapi hingga sekarang masih dihuni oleh masyarakat. Tulisan ini menguraikan hasil penelitian jejak transformasi lanskap perairan di Kawasan Percandian Muarajambi berdasarkan memori kolektif masyarakat dan bukti-bukti fisik yang menyertainya. Metode yang digunakan adalah komparasi citra satelit menggunakan perangkat SIG dan konfirmasi hasil komparasi tersebut kepada masyarakat melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berbeda dengan interpretasi sebelumnya, jaringan perairan tidak menjadi prasarana transportasi yang aktif sepanjang waktu. Selain itu, berbagai bentuklahan hidrologis masa lampau di kawasan ini juga berhasil diidentifikasi

    Maritime Historical Archaeology Research at Balok River, Belitung Island

    No full text
    Balok River is one of the rivers in the southern part of Belitung Island, which empties into Balok Bay. This bay forms wide and sheltered water in which it is directly connected to the Java Sea. This paper aims to provide an overview of the past maritime relationship pattern along the Balok River and the surrounding waterfront environment. This study examines existing data from archaeological research conducted by South Sumatra Archaeological Research Office and the National Archaeological Research Center from 2011 to 2021. Archaeological remains such as ceramic artifacts from China, Southeast Asia, and Europe showed that these regions had been involved in long-distance international trade networks. Regional contact with outsiders is also proved by findings of pottery shreds such as jug and roof tile fragments that were not produced locally in the Belitung area. Oral history reveals that there was once arouse a kingdom named the Balok Kingdom along this river. This kingdom raised in the sixteenth century. Nevertheless, dwellings from the period before the Balok Kingdom’s existence is unknown. The toponym along the Balok River also indicates topographical features associated with maritime culture, namely Pangkalan. This toponym probably refers to the docks in the past. At this time, places using pangkalan toponyms are still functioned as boat mooring places by Balok Villagers and its surroundings. Balok River is the main route for people to the sea for fishin
    corecore