15 research outputs found

    SIFAT FISIK DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK MINUMAN MILKTEA DALAM KEMASAN DENGAN PERLAKUAN PANAS DI ATAS SUHU PASTEURISASI: STUDI UNTUK INDUSTRI PANGAN SKALA KECIL

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik produk ‗milk-tea dalam kemasan‘ (MTDK) yang diproduksi sesuai dengan praktik yang umum dilakukan pada industri skala kecil. MTDK yang disiapkan dari resep bahan yang sama, diproduksi dengan menggunakan acuan kondisi air mendidih (di atas suhu pasteurisasi) serta mengikuti holding time yang berbeda-beda. Analisa yang dilakukan meliputi uji intensitas warna coklat, padatan terlarut, indeks sedimentasi dan uji ranking terhadap kadar kemanisan, aroma teh, aroma susu/krim dan after-taste rasa sepat. Panelis yang terlibat adalah panelis tidak terlatih sebanyak 47 orang. Hasil penelitian menunjukkan indeks sedimentasi, padatan terlarut dan kadar kemanisan memiliki trend meningkat seiring dengan intensitas pemanasannya Sedangkan, intensitas warna coklat menurun dengan naiknya intensitas pemanasan. Persepsi panelis atas intensitas aroma teh berlawanan dengan persepsi atas intensitas aroma susu/krim, di mana intensitas aroma teh tertinggi dan juga aroma susu/krim terendah dimiliki oleh perlakuan T1 (pemanasan mendidih tanpa holding time). Sedangkan, ke-empat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan persepsi atas after-taste sepat yang signifikan. Kata Kunci: milk-tea, minuman dalam kemasan, uji ranking, intensitas warna coklat, pemanasa

    Perlakuan Panas Mendidih Pada Pembuatan Milk-tea Dalam Kemasan (Kajian Pada Industri Skala Kecil)

    Full text link
    Heating until boiling temperature has been a food safety standard for many Indonesian. The purpose of this study was to evaluate the effect of several heat treatment profiles towards the thermal death time value, pH, and microbiological aspect of bottled milk tea during cold storage. The bottled milk tea products was prepared from tea extract which was added with creamer and sugar to reach a soluble solid content of 16 Brix, and fat content of 2.9 % (m/v). The mixture was then heated until boiling and held for several different holding times (i.e. unboiled; boiled; boiled + 5? holding; and boiled + 10? holding). Thermal death time value was calculated using two microbiological references, namely Clostridium botulinum and Coxiella burnetii. The result showed that the heating treatment applied gave a much higher effect than pasteurization standard, whereas it did not reach the sterilization level. Highest log reduction reached 1.87 and shockingly high 9.36 x 109 log reduction, when calculated using C. botulinum and C. burnetti as reference, respectively. Higher heating intensity caused pH increase which may be associated with the ammonia production. Microbiological growth during storage were observed in unboiled and boiled treatment which reached 6.6 x 103 cfu/ml and 36 cfu/ml, respectively, while the other treatments did not show any growth. Boiled treatment was deemed as the most optimum which gave a 5 weeks product shelf life

    PERLAKUAN PANAS MENDIDIH PADA PEMBUATAN MILK-TEA DALAM KEMASAN (KAJIAN PADA INDUSTRI SKALA KECIL)

    Get PDF
    Heating until boiling temperature has been a food safety standard for many Indonesian. The purpose of this study was to evaluate the effect of several heat treatment profiles towards the thermal death time value, pH, and microbiological aspect of bottled milk tea during cold storage. The bottled milk tea products was prepared from tea extract which was added with creamer and sugar to reach a soluble solid content of 16 Brix, and fat content of 2.9 % (m/v). The mixture was then heated until boiling and held for several different holding times (i.e. unboiled; boiled; boiled + 5? holding; and boiled + 10? holding). Thermal death time value was calculated using two microbiological references, namely Clostridium botulinum and Coxiella burnetii. The result showed that the heating treatment applied gave a much higher effect than pasteurization standard, whereas it did not reach the sterilization level. Highest log reduction reached 1.87 and shockingly high 9.36 x 109 log reduction, when calculated using C. botulinum and C. burnetti as reference, respectively. Higher heating intensity caused pH increase which may be associated with the ammonia production. Microbiological growth during storage were observed in unboiled and boiled treatment which reached 6.6 x 103 cfu/ml and 36 cfu/ml, respectively, while the other treatments did not show any growth. Boiled treatment was deemed as the most optimum which gave a 5 weeks product shelf life. Key words: thermal death time; boiling temperature; milk tea; pH; C. botulinum; C. burnetii

    Nilai pH, Kekentalan, Citarasa, dan Kesukaan pada Susu Fermentasi dengan Perisa Alami Jambu Air (Syzygium Sp)

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai pH, kekentalan, citarasa, dan kesukaan yoghurt drink yang ditambah dengan perisa buah jambu air (Syzygium sp). Yoghurt drink dibuat dari susu skim melalui tahapan pasteurisasi suhu 80 °C selama 15 menit, inokulasi kombinasi bakteri Lactobacillus bulgaricus; Lactobacillus acidophilus strain FNCC-379 dan Streptococcus thermophillus sebanyak 3% v/v, lalu diinkubasi pada suhu 43°C. Perisa jambu air sebanyak 0%, 1%, 2% dan 3% ditambahkan setelah jam ketiga inkubasi. Inkubasi dihentikan setelah pH turun pada jam ke 5. Hasil analisis ragam yang dilanjutkan dengan analisis DMRT terhadap data pH dan kekentalan menunjukkan bahwa penambahan perisa jambu air berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kedua parameter dengan nilai pH secara berurutan dari keempat perlakuan adalah 3,93; 3,87; 3,88 dan 3,93 sedangkan kekentalannya adalah 5,19 cP; 6,54 cP; 5,97 cP; 6,52 cP. Adapun analisa Kruskal Wallis terhadap data cita rasa dan kesukaan menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05), dalam kisaran citarasa agak asam hingga asam dan kisaran kesukaan panelis adalah suka hingga agak tidak suka.Kata kunci : yoghurt drink, jambu air, pH, kekentalan, kesukaan

    Aktivitas Air, Total Bakteri Dan Drip Loss Daging Itik Setelah Mengalami Scalding Dengan Malam Batik (Water Activity, Bacterial Count and Drip Loss of Duck Scalded in Hot Wax)

    Full text link
    This research was aimed to observe the water activity, the bacterial count and the drip loss of ducks scalded in hot wax at 145ºC after scalded in hot water. In-hot wax scalding treatments were carried out for 30 seconds (T1), 60 seconds (T2), 90 seconds (T3) in five replicates. Scalding in hot water only was applied as a treatment control (T0). Water activity by mean of aw meter and drip loss in refrigerated temperature were analyzed immediately after samples preparation whereas bacterial counts by plate count method was analyzed 8 h after. The average water activities were 0.938 (T0), 0.939 (T1), 0.940 (T2), and 0.939 (T3). The average bacterial counts were 6.59∙106 CFU/g (T0), 7.12∙106 CFU/g (T1), 9.00∙106 CFU/g (T2) and 7.48∙106 CFU/g (T3). The average drip losses were 4.050% (T0), 4.236% (T1), 4.198% (T2) and 4.078% (T3). Analysis of variance indicated that there were no effect (p>0.05) of in-hot wax scalding treatments on parameter observed

    Perubahan Total Bakteri, pH dan Intensitas Pencoklatan Susu Selama Pemanasan Suhu 70°C. (The Change in Bacteria Number, pH, and Browning Intensity of Milk an Influenced by Heating at 70°C)

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan jumlah bakteri susu akibat pemanasan 70°C pada lama pemanasan yang berbeda serta mengkaji lebih dalam terhadap adanya kerusakan fisik dan kimiawi susu. Pada penelitian ini, pemanasan 70°C dengan periode 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit diterapkan untuk mengkaji kematian bakteri susu dan resiko kerusakan kimiawi yang diakibatkannya berupa perubahan intensitas pencoklatan susu dan perubahan pH. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Juli 2013 di Laboratorium Rekayasa Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi segar dari Koperasi Tani Ternak (KTT) Rejeki Lumintu, media bakteri Nutrient Agar (NA), dan aquades. Sedangkan alat yang digunakan adalah gelas ukur, Botol 100 ml, waterbath, termometer, stopwatch, timbangan elektrik, inkubator, kertas hisap/tissu, alumunium foil, autoklaf, oven, pH meter, cawan petri, spektrofotometer, micropippete, kuvet, dan microtube, Pena, Buku, Laptop. Susu dipanaskan dalam botol 100 mL yang dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 70°C terhadap periode pemanasan yang telah ditentukan. Total bakteri dihitung dengan metode cawan tuang. Nilai pH diamati dengan menggunakan pH meter. Intensitas pencoklatan diamati menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Hasil yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan dicatat pada buku dan diketik menggunakan laptop. Data perubahan total bakteri ditampilkan dalam grafik semi-log untuk menunjukkan perubahan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan 90% bakteri (Nilai D). Perubahan intensitas pencoklatan, dan perubahan nilai pH dianalisa dengan analisa deskriptif terhadap perubahan grafik. Penelitian menunjukkan, nilai D pada suhu 70°C adalah sebesar 7552,49 detik. Pemanasan yang dilakukan tidak mengubah intensitas pencoklatan susu (0,4 – 0,6 abs) tapi meningkatkan pH meski masih dalam batas normal (6,65 – 6,81). Nilai kemiringan (k) pada total bakteri, pH, dan Intensitas Pencoklatan berturut-turut adalah -1,32x10-4m/s, 4,24x10-05m/s, dan 1,19x10-05 m/s. Pemanasan berhasil menurunkan jumlah total bakteri pada susu segar tanpa terjadi perubahan pH dan perubahan warna kecoklatan pada susu

    Perubahan Mutu Ikan Asap dengan Proses Pengasapan Terkontrol Suhu 80°C Menggunakan Kabinet Pengasap dalam Waktu Hingga 90 Menit. The Change in Quality of Fish Smoked at 80°C for 90 minutes Using Smoking Cabinet

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu ikan selama proses pengasapan pada suhu 80oC dalam waktu hingga 90 menit. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro pada bulan Maret – April 2016. Bahan yang digunakan dalam pengasapan yaitu ikan manyung, spirtus, dan tempurung kelapa. Proses pengasapan adalah sampel ikan disiapkan setelah itu disiangi dan dibersihkan, kemudian pengaturan suhu pada alat smoking cabinet hingga konstan. Setelah suhu pada alat smoking cabinet ikan dimasukkan ke dalam smoking cabinet. Diasap dengan kabinet pengasap pada suhu 80°C dalam waktu 0, 10, 30, 50, 70, dan 90 menit. Alat yang digunakan untuk pengujian kadar air yaitu oven dan desikator, pengujian aktivitas air dengan aw meter, pengujian kadar protein dengan labu kjehdal dan alat titrasi, pengujian tekstur dengan texture analyzer, dan pengujian warna dengan alat colorimeter. Analisis regresi menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut. Kadar air y = -0.0743x + 76.763, aw y = -0.0001x + 0.9645, protein y = -0.1254x + 26.949, tekstur hardness, cohesiveness, springiness dan adhesiveness berturut-turut yaitu y = 1.1502x + 87.768, y = -0.0018x + 0.7337, 0.0075x + 2.4384, dan y = -0.0005x + 0.0715, warna y = 0.1719x + 48.667. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sepanjang waktu pengasapan, kadar air, aktivitas air, kadar protein, cohesiveness, springiness, adhesiveness menurun sedangkan hardness dan lightness meningkat. Kadar air ikan asap sebesar 60% yang sesuai dengan SNI diprediksi bisa dicapai dengan waktu pengasapan selama 3 jam 45 menit dengan menggunakan suhu 80oC. Pengasapan dalam waktu 3 jam 45 menit diprediksikan menghasilkan ikan dengan aktivitas air sebesar 0,941, nilai hardness 347,264 g/cm2, cohesiveness 0,3276 mm/h, springiness 0,7463 mm, dan adhesiveness -1,0565 N/mm, serta nilai kecerahan sebesar 87,449. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pengasapan ikan manyung pada suhu 80oC disarankan untuk dilakukan dalam waktu sekitar 3 jam 45 menit untuk mendapatkan ikan asap dengan mutu sesuai SNI

    Sosialisasi Es Krim Daun Kelor Kaya Antioksidan untuk Peningkatan Imunitas Tubuh dan Rintisan UMKM dalam Rangka Pencapaian SDG’s bidang Kesehatan dan Ekonomi pada Ibu-Ibu Rumah Tangga di Desa Kadipaten, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo

    Get PDF
    The ongoing Covid-19 case has caused concern for the community. Since the beginning, the appeal to wear a mask, wash hands regularly and maintain immunity has been emphasized. Good body immunity can keep you from being exposed to the Covid-19 virus. Moringa leaves contain antioxidants that can protect the body from free radicals. The antioxidant compounds in Moringa leaves are flavonoids, ascorbic acid, carotenoids and phenolics. This empowerment program is about making Moringa leaf ice cream for housewives in the Kadipaten Village, Wonosobo,  which is expected to increase the body's immunity of local residents and can help improve the economy of local residents as well as in the context of achieving SDG's in the health and economic field

    OPTIMASI TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN BAHAN AKTIF OVOTRANSFERIN DARI KULIT BAGIAN DALAM MEMBRAN TELUR DENGAN MENGGUNAKAN CATION RESIN

    Get PDF
    Bahan aktif ovotransferin banyak terdapat dalam membran kerabang telur bagian dalam namun upaya pengambilannya atau purifikasinya masih dirasa sulit dan belum ada informasi mengenai kualitas saat penyimpanannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh ovotransferrin dengan menggunakan anion resin Sepharose Fast Flow dan melakukan analisis keberadaan ovotransferrin selama masa penyimpanan 30 hari. Sebanyak 100 g kulit membran kerabang telur ayam ras bagian dalam dipisahkan dari kerabang secara manual dan dilakukan proses homogenisasi agar tercampur secara sempurna menggunakan carbonate buffer pH 9.0 dengan perbandingan 1:2. Campuran membran dalam buffer kemudian dialirkan melalui resin dan proses pengambilan ovotransferrin dilakukan dengan cara mengalirkan 0,1 mM NaCl. Larutan yang telah diperoleh kemudian disimpan selama 4 minggu untuk dicek keberadaan ovotransferin dengan menggunakan SDS PAGE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan dalam suhu 4ËšC, dapat mempertahankan keberadaan ovotransferin selama 30 hari namun terdapat sedikit penurunan jumlah protein sebesar 2-4%. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi bahwa ovotransferin dapat diambil dengan mudah dan dapat disimpan selama kurang lebih satu bulan sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih luas

    Potential of L-fucose isolated from Brown Seaweeds as Promising Natural Emulsifier compare to Carboxymethyl Cellulose (CMC)

    Get PDF
    L-fucose has been understood as sulfated polysaccharides and it could be extracted and fractionated from brown algae. These polysaccharides contains carbohydrate, sulfate, and protein that may be used as emulsifier. This research was aimed to study the emulsification properties of L-fucose through the determination of total dissolved solids (TDS), color CIE L*a*b* and stability of oil-in-water emulsion. As much as 0.5% of high concentrated L-fucose and 0.5% of carboxymethyl cellulose (CMC) were used as emulsifier in a 10% (v/v) oil-in-water (O/W) emulsion. The emulsifier was added to O/W emulsions and then heated at 72°C. Result of stability emulsion and TDS showed that L-fucose was comparable to the CMC but remarkable changed the color of O/W emulsion. Heating process significantly reduced the stability O/W emulsion when L-fucose was applied. As conclusion, L-fucose might be used as natural emulsifier in O/W emulsion but in the low heat treatment of food processing. This study may provide valuable information for utilizing natural emulsifier from abundant resources from nature
    corecore