16,592 research outputs found

    Kajian Yuridis Penyelesaian Sengketa Tanah Bersertifikat Ganda

    Full text link
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Konsep sengketa tanah bersertifikat ganda dalam perspektif Hukum Pertanahan Indonesia dan bagaimanakah tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Sengketa Tanah Bersertifikat Ganda Dalam Perspektif Hukum Pertanahan Indonesia adalah bahwa: Sertifikat Ganda merupakan bentuk Produk Hukum Sertifikat Yang salah; Sertifikat ganda merupakan bentuk Kriminalisasi dalam Pendaftaran Tanah; dan Sertifikat ganda merupakan bentuk Pemalsuan Sertifikat. 2. Tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda yang dilakukan di Indonesia terdiri dari dua tahapan, yakni: tahapan penyelesaian dalam peradilan dan tahapan penyelesaian di luar peradilan. Di dalam peradilan dengan Gugatan perdata di Pengadilan Negeri; Banding ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Mekanisme penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda di luar jalur peradilan antara lain dengan memanfaatkan upaya hukum: Negosiasi; Mediasi; Fasilitasi; Penilai independen; Konsiliasi; Arbitrase; dan Memanfaatkan lembaga adat

    KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kedudukan Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah dan bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kewenangan Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perbankan Syariah adalah sistem perbankan yang dibangun, dibentuk dan diwujudkan berdasarkan pada Prinsip Syariah, suatu prinsip dalam Hukum Islam yang mengatur persoalan-persoalan ekonomi atau keperdataan (muamalat) dengan ciri khas atau karakteristiknya yang berbeda dari sistem Perbankan Konvensional. Berdasarkan pada landasan hukum utamanya yakni Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, telah beroperasi berbagai badan hukum perbankan syariah seperti PT. Bank Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank BRI Syariah, PT. Bank BCA Syariah dan lain sebagainya. 2. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah merupakan penyelesaian sengketa yang timbul antara nasabah dengan Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah yang berdasarkan pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, ditentukan sebagai kompetensi mutlak atau absolut dari Peradilan Agama dalam menyelesaikannya. Kedudukan dan kompetensi mutlak Peradilan Agama telah diperkuat lagi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012, yang menyatakan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Penjelasan tersebut memberikan peluang bagi Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, sepanjang disepakati oleh para pihak berdasarkan pada isi Akad. Selain penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui Peradilan Agama, peluang penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dapat diberlakukan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah.Kata kunci: Kedudukan, peradilan agama, penyelesaian sengketa, perbankan syariah

    KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBERIAN MAHAR DALAM PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Hukum di Indonesia tebagi atas 3 bagian penting, yaitu; Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara. Di dalam hukum perdata terdapat suatu sistem yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa perkara perdata di luar pengadilan. Sistem tersebut dikenal dengan arbitrase. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase, menyebutkan: “Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau Arbitrase adalah suatu peradilan yang dianjurkan oleh undang-undang demi tercapainya tujuan keadilan yakni untuk memberikan kemanfaatan bagi setiap subyek hukum. Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dijatukan putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang menyelesaikan sengketa Arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan Arbitrase. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah fungsi peradilan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan untuk mengetahuai bagaimana kekuatan mengikat keputusan peradilan arbitrase. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode kepustakaan atau library research. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi dari Lembaga Peradilan Arbitrase adalah membantu menyelasaikan penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Arbitrase memberikan kemudahan para pihak dalam proses penyelesaian sengketa baik dalam hal biaya maupun waktu.  Artinya dalam suatu sengketa kedua belah pihak yang bersengketa melakukan suatu perjanjian bahwa suatu ketika terdapat permasalahan maka penyelesaian sengketa dilakukan dihadapan badan Arbitrase

    FUNGSI PERADILAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN

    Get PDF
    Hukum di Indonesia tebagi atas 3 bagian penting, yaitu; Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara. Di dalam hukum perdata terdapat suatu sistem yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa perkara perdata di luar pengadilan. Sistem tersebut dikenal dengan arbitrase. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase, menyebutkan: “Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau Arbitrase adalah suatu peradilan yang dianjurkan oleh undang-undang demi tercapainya tujuan keadilan yakni untuk memberikan kemanfaatan bagi setiap subyek hukum. Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dijatukan putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang menyelesaikan sengketa Arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan Arbitrase. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah fungsi peradilan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan untuk mengetahuai bagaimana kekuatan mengikat keputusan peradilan arbitrase. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode kepustakaan atau library research. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi dari Lembaga Peradilan Arbitrase adalah membantu menyelasaikan penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Arbitrase memberikan kemudahan para pihak dalam proses penyelesaian sengketa baik dalam hal biaya maupun waktu.  Artinya dalam suatu sengketa kedua belah pihak yang bersengketa melakukan suatu perjanjian bahwa suatu ketika terdapat permasalahan maka penyelesaian sengketa dilakukan dihadapan badan Arbitrase. Maka dari itu Arbitrase memberikan kepastian tanpa mengeluarkan waktu yang banyak dan tidak terdapat kerugian yang besar  oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Selanjutnya dalam putusan  Arbitrase menyebutkan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat para pihak. Kemudian  Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase Sehingga, setelah ada putusan arbitrase tidak ada upaya hukum lain yang bisa diajukan oleh pihak yang kalah dan pihak yang menang tinggal menjalankan eksekusi. Kalau pun ada yang menolak putusn Arbitrase ini, alasannnya hanya bisa dilihat dalam pasal 62 ayat (2) di antaranya apabila putusan arbitrase melanggar kesusilaan dan ketertiban umum dan pasal 5 ayat (2) sengketa yang menurut perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian

    Penyelesaian Sengketa Antara Bank Syariah Dan Nasabah Pada Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah Di PT. Bank Syariah Mandiri

    Get PDF
    Di antara Bank Syariah dengan nasabahnya terdapat suatu hubungan hukum yang erat sekali yang juga menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal Balik. Apabila di kemudian hari timbul persengketaan antara Bank Syariah dengan nasabahnya, maka berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan pada Pasal 55 ayat-ayatnya, sebagai berikut: 1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. 3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Jenis atau tipologi penelitian ini ialah penelitian hukum normatif atau juga disebut sebagai penelitian hukum kepustakaan. Penulis menggunakan beberapa pendekatan di dalam penelitian ini yang meliputi pendekatan peraturan Perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa khususnya dalam sengketa bisnis, secara teoritis ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menghadapi atau menyelesaikan sengketa, yaitu secara adversarial atau litigasi (arbitrase atau pengadilan), dan secara kooperatif (negosiasi, mediasi, atau konsiliasi). Penyelesaian sengketa bisnis secara litigasi, berarti sebagai penyelesaian sengketa bisnis melalui lembaga peradilan. Dalam rangka sengketa bisnis di lingkungan Perbankan Syariah, ditentukan pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan landasan konstitusional dari Peradilan Agama sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menyatakan kewenangan atau kompetensi Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah. Persengketaan antara Bank Syariah khususnya PT. Bank Syariah Mandiri dengan nasabahnya, pasca berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak lagi diselesaikan melalui Peradilan Umum (Pengadilan Negeri), melainkan sudah menjadi kompetensi absolut Peradilan Agama untuk menyelesaikannya. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah mengalami Perubahan dengan diberlakukannya kompetensi absolut Peradilan Agama di dalam menyelesaikan sengketa di bidang Perbankan Syariah pasca-putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012, sehingga penyelesaian sengketa meliputi penyelesaian melalui peradilan (agama) (litigasi) dan melalui non-litigasi yakni musyawarah, mediasi perbankan dan Basyarnas. Sengketa Perbankan Syariah pada PT. Bank Syariah Mandiri apabila objek sengketanya adalah Akad Pembiayaan Mudharabah, tidak sepenuhnya dibebankan kepada nasabah melainkan ada pula yang menjadi tanggungjawab PT. Bank Syariah mandiri, seperti situasi perekonomian yang bergejolak yang berpengaruh bagi kegiatan USAh

    Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Tata USAha Negara Dan Perkara Pidana

    Full text link
    Pada setiap proses sengketa/perkara yang penyelesaiannnya melalui pengadilan pada daasrnya diperlukan pembuktian baik itu terjadi dalam proses penyelesaian sengketa tata USAha negara, perkara perdata dan perkara pidana. Hukum Pembuktian dalam hukum acara sangat penting karena tugas pembuktian menentukan kebenaran dalam suatu pertentangan kepentingan. Dan dengan dasar pembuktian tersebut hakim memberikan putusan untuk mengadili mencari kebenaran. Hukum pembuktian hukum acara tata USAha negara, hukum pidana yang mempunyai objek sengketa yang berbeda dimana dalam proses penyelesaian sengketa/perkara ada persamaan dan ada perbedaan asas yang dianut. Salah satu persamaan asas yang dianut, dalam penyelesaian sengketa tata USAha negara/ dalam hukum acara peradilan tata USAha negara ada asas praduga rechtmatieg yang sama maknannya dengan presumption of innoncent dalam hukum acara pidana.Dalam mengambil putusan oleh hakim setelah pemeriksaan alat-alat bukti ada perbedaan oleh hakim peradilan tata USAha negara dalam penyelesaian sengketa tata USAha negara dan hakim pengadilan negeri dalam penyelesaian perkara pidana, dalam sengketa tata USAha hakim boleh memberikan putusan minimal ada dua alat bukti menurut keyakinan hakim dan tidak ada alat bukti mutlak sedangkan perkara pidana putusan hakim harus cukup alat bukti menurut undang-undang mutlak ada keterangan saksi dan keyakinan hakim

    Pola Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah pada Pengadilan Agama di Indonesia

    Get PDF
    Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang salah satu kewenangan Pengadilan Agama mengadili sengketa perbankan syariah. Dalam penyelesaian sengketa, Pengadilan Agama menggunakan hukum formil dan hukum materiil. Hukum formil berupa tata cara penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung dan hukum acara dalam KUHPerdata. Sedangkan hukum materiil berupa KHES, Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bank Indonesia, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Penelitian ini berupaya menemukan pola penyelesaian sengketa perbankan syariah di Peradilan Agama, menemukan faktor penyebab terjadinya sengketa perbankan syariah serta menemukan dampak vonis terhadap perkembangan ekonomi syariah. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif yaitu menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam mengadili sengketa perbankan syariah pada Pengadilan Agama. Adapun sumber data berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah ditemukan fakta yaitu; Pertama, Hakim mengadili sengketa perbankan syariah menggunakan: 1. Hukum formil berupa PERMA dan KUHPerdata, 2. Hukum materiil berupa KHES, Fatwa DSN-MUI, PBI serta OJK. Kedua, Menemukan faktor penyebab terjadinya sengketa yaitu: 1. Faktor Norma dalam akad, pemahaman yang kaku mengakibatkan wanprestasi, keadaan memaksa dan perbuatan melawan hukum, 2. Faktor pemenuhan hak dan kewajiban para pihak, 3. Faktor sosial budaya konsumtif oleh pihak perbankan dan nasabah. Ketiga, Menemukan dampak vonis terhadap perkembangan ekonomi syariah keadilan, lembaga keuangan serta kesejahteraan rakyat. Maka merekomendasikan untuk menyempurnakan hukum formil peradilan Agama, menguatkan pemahaman nasabah dan perbankan syariah pada klausul akad perjanjian, perkembangan ekonomi syariah yang berdampak kepada lembaga keuangan, nasabah dan masyarakat secara umu

    KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PERSPEKTIF PERADILAN PIDANA

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana terjadinya sengketa konsumen dalam hukum perlindungan konsumen dan bagaimana kedudukan dan peran  Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam penyelesaian sengketa konsumen dari perspektif sistem peradilan pidana, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pokok persoalan terjadinya sengketa konsumen sebagai berikut :1. Sengketa konsumen bermula dari barang atau jasa yang ditransaksikan “tidak laik”. Berkaitan dengan upaya penyelesaian menggunakan sarana pidana, sengketa konsumen tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yakni :a. Sengketa konsumen yang baginya berlaku prinsip primair; dan b. Sengketa konsumen yang baginya berlaku prinsip subsidair. 2. Untuk sengketa konsumen yang baginya berlaku prinsip primair, maka kedudukan dan peran BPSK hanya bertindak sebagai pelapor. Sementara, terhadap sengketa konsumen yang baginya berlaku prinsip subsidair, maka BPSK dapat  bertindak sebagai quasi-penyelidik yamg melakukan quasi-penyelidikan. Dalam hal Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai Pelapor Berkenaan dengan sengketa konsumen yang baginya berlaku prinsip primair, maka BPSK hanya bertindak sebagai pelapor. namun, di dalam sistem peradilan kedudukan BPSK bukan sebagai lembaga peradilan utama menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, tetapi memiliki keterkaitan dengan fungsi kekuasaan kehakiman yaitu untuk membantu melaksanakan tugas pokok lembaga peradilan utama. Oleh karenanya BPSK merupakan lembaga negara bantu dalam bidang peradilan atau sering disebut quasi peradilan.Kata kunci: konsumen; badan penyelesaian sengketa konsumen

    PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK SYARIAH DAN NASABAH PADA PEMBIAYAAN BERDASARKAN AKAD MUDHARABAH DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

    Get PDF
    Di antara Bank Syariah dengan nasabahnya terdapat suatu hubungan hukum yang erat sekali yang juga menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik. Apabila di kemudian hari timbul persengketaan antara Bank Syariah dengan nasabahnya, maka berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan pada Pasal 55 ayat-ayatnya, sebagai berikut: 1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. 3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Jenis atau tipologi penelitian ini ialah penelitian hukum normatif atau juga disebut sebagai penelitian hukum kepustakaan. Penulis menggunakan beberapa pendekatan di dalam penelitian ini yang meliputi pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa khususnya dalam sengketa bisnis, secara teoritis ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menghadapi atau menyelesaikan sengketa, yaitu secara adversarial atau litigasi (arbitrase atau pengadilan), dan secara kooperatif (negosiasi, mediasi, atau konsiliasi). Penyelesaian sengketa bisnis secara litigasi, berarti sebagai penyelesaian sengketa bisnis melalui lembaga peradilan. Dalam rangka sengketa bisnis di lingkungan Perbankan Syariah, ditentukan pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan landasan konstitusional dari Peradilan Agama sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menyatakan kewenangan atau kompetensi Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah. Persengketaan antara Bank Syariah khususnya PT. Bank Syariah Mandiri dengan nasabahnya, pasca berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak lagi diselesaikan melalui Peradilan Umum (Pengadilan Negeri), melainkan sudah menjadi kompetensi absolut Peradilan Agama untuk menyelesaikannya. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah mengalami perubahan dengan diberlakukannya kompetensi absolut Peradilan Agama di dalam menyelesaikan sengketa di bidang Perbankan Syariah pasca-putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012, sehingga penyelesaian sengketa meliputi penyelesaian melalui peradilan (agama) (litigasi) dan melalui non-litigasi yakni musyawarah, mediasi perbankan dan Basyarnas. Sengketa Perbankan Syariah pada PT. Bank Syariah Mandiri apabila objek sengketanya adalah Akad Pembiayaan Mudharabah, tidak sepenuhnya dibebankan kepada nasabah melainkan ada pula yang menjadi tanggungjawab PT. Bank Syariah mandiri, seperti situasi perekonomian yang bergejolak yang berpengaruh bagi kegiatan usah

    Otoritas dan Kewenangan Mediator Non-Hakim Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 dalam Penyelesaian Sengketa di Lingkungan Peradilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta

    Get PDF
    Konflik yang terjadi ada yang dapat terselesaikan dengan baik oleh masing-masing pihak, namun juga banyak yang berujung menjadi sengketa di meja hijau. Penyelesaian melalu jalur litigasi merupakan upaya penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan. Penyelesaian model ini acapkali menimbulkan rasa ketidak adilan, karena secar prinsip litigasi melahirkan kemenganagan bagi satu pihak dan loss bagi sebagian yang lain. Peradilan Agama, sebagai salah satu institusi penegak hukum di Indonesia, yang memiliki fungsi judicial dalam sengketa hukum keluarga dan sengketa hukum ekonomi syariah. Sebagaiaman yang diatur dalam Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agamali meliputi perkara-perkara perkawinan, waris, wasiat, Hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Proses penyelesaian alternatif ini belum dianggap sebagai bentuk termudah dalam mengurai perselisihan, terlebih terkait dengan sengketa dalam keluarga dan bisnis syariah. Untuk itu ada beberapa alasan penting dari keterlibatan mediator profesional sebagaimana yang diamanatkan oleh PERMA tersebut, yaitu; Pertama, eksistensi mediator non-hakim dalam menyelesaikan sengketa-sengketa keluarga dan bisnis syariah dapat lebih maksimal baik dalam jalur peradilan maupun di luar peradilan. Kedua; Kekuatan prosedur mediasi non-hakim, semestinya dapat lebih memberikan peluang kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan. Ketiga; lartar belakang pendidikan serta wawasan mediator profesional pada prinsipnya akan dapat menjadi kekuatan tersendiri dalam mengupayakan perdaiaman dari para pihak
    corecore