UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, Yogyakarta: E-Journal Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum
Not a member yet
    922 research outputs found

    Conflict Resolution in Sharia Business Bankruptcies in Indonesia: Ethical and Legal Challenges

    Get PDF
    Abstract: The objective of this study is to analyze and provide a description of the reasons why bankruptcy disputes in the Islamic economy continue to fall under the jurisdiction of the Commercial Court, a Special Court subordinate to the District Court. Additionally, it seeks to determine the ramifications of divergent Sharia norms and principles in business bankruptcy disputes involving Sharia contracts when resolved in accordance with conventional laws and regulations. A descriptive qualitative approach was adopted with the primary data obtained through several relevant sources. Data analysis was carried out using a legal approach, a sociological approach, and a philosophical approach. This study concluded that, in spite of the fact that it has been almost 18 years since the Commercial Court was established, the truth remains that it continues to have jurisdiction over insolvency cases in the Sharia commercial business sector. The absolute authority of the Religious Courts to address Sharia economic issues was expanded by Law No. 3 of 2006, which was passed in 2006. This leaves a significant question mark regarding the challenges and opposing norms and principles that may arise regarding insolvency disputes in Sharia economic enterprise if they are decided and handled using conventional general procedures and rules. Additionally, the Constitutional Court decision Number 93/PUU-X/2012 is exceedingly significant. It ends the dualistic way of resolving disputes in Sharia economics. It clarifies that Sharia economic disputes decided in the District Court do not have binding legal force if they are looked at further. Therefore, business bankruptcies and companies employing Sharia contracts are included in this disagreement and other commercial conflicts. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan mendeskripsikan mengapa sampai saat ini sengketa kepailitan pada ekonomi syariah masih menjadi kewenangan Pengadilan Niaga yang merupakan Pengadilan Khusus dibawah Pengadilan Negeri, dan apa akibatnya terhadap perbedaan norma dan prinsip Syariah pada sengketa kepailitan usaha yang berdasarkan akad Syariah jika diselesaikan melalui hukum dan undang-undang yang masih bersifat konvensional. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualititaf dengan menggunakan pendekatan hukum, pendekatan sosiologis, dan pendekatan filosofis. Kajian ini berkesimpulan bahwa meskipun sudah hampir 18 tahun Pengadilan Niaga berdiri, faktanya Pengadilan Niaga masih memiliki yurisdiksi atas perkara kepailitan di sektor bisnis komersial syariah. Kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk menangani masalah ekonomi Syariah diperluas oleh UU No. 3 tahun 2006, yang disahkan pada tahun 2006. Hal ini menyisakan tanda tanya besar mengenai tantangan dan pertentangan norma dan prinsip yang mungkin timbul terkait sengketa kepailitan di bidang ekonomi syariah jika diputuskan dan ditangani dengan menggunakan prosedur dan aturan umum konvensional. Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 sangat signifikan. Putusan ini mengakhiri cara dualistik dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Putusan tersebut menjelaskan bahwa sengketa ekonomi syariah yang diputus di Pengadilan Negeri tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika ditinjau lebih lanjut. Oleh karena itu, kepailitan bisnis dan perusahaan yang menggunakan kontrak Syariah termasuk dalam perselisihan ini dan konflik komersial lainnya

    25 Tahun Reformasi: Mengawal Upaya Mewujudkan Supremasi Hukum dan Meningkatkan Kualitas Demokrasi di Indonesia

    Get PDF
    Reformasi 1998 yang diusung oleh mahasiswa dan masyarakat berhasil menyudahi do minasi kekuasaan Orde Baru dengan berhentinya Presiden Soeharto. Gerakan yang diinisiasi dari lingkungan kampus ini mengajukan beberapa tuntutan yaitu penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN, pengadilan bagi mantan Presiden Soeharto dan kroninya, amendemen konstitusi, pencabutan dwifungsi ABRI dan pemberian otonomi daerah seluas luasnya. Keenam tuntutan ini sesungguhnyamerupakan momentum fundamental menuju ke arah penegakan hukum dan demokratisasi yang menjadi spirit reformasi dan menjadi dasar kehidu pan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sayangnya apa yang menjadi tuntutan dan cita cita ideal reformasi belumlah tercapai. Reformasi belum selesai. Maka, memaknai 25 tahun reformasi, akan dikaji bagaimana upaya yang harus ditempuh untuk mewujudkan su premasi hukum dan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia

    Pemilihan Makanan dan Minuman Yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal: Kajian Maqashid Asy-Syari’ah

    Get PDF
    Allah SWT has established permissible and prohibited matters in Islam, including the consumption of food and beverages. Muslim consumers must carefully select and choose the products they consume based on the Halal (permissible) and Haram (prohibited) guidelines outlined in the Quran and Hadith. Thus, it is crucial to comprehend the Islamic legal perspective on consumer choices regarding food and beverages without Halal certification. This study employs the library research method, utilizing secondary legal sources such as books, journals, scholarly works, and others to gather relevant data. The research involves reading, examining, and analyzing pertinent literature to provide a deeper understanding of the Islamic legal foundations concerning the consumption of food and beverages lacking Halal certification. Additionally, it depicts the differences of opinions among scholars and their implications for Muslim consumers. The research also offers insights into the role of Halal certification institutions and alternative solutions to assist consumers in selecting Halal food and beverages. The primary sources of Islamic law are the Quran and the Sunnah of Prophet Muhammad, with the utilization of ijtihad  by scholars to address matters indirectly regulated by these sources. [Dalam Islam, Allah SWT telah menetapkan hal-hal yang dilarang dan diperbolehkan, termasuk dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Konsumen muslim perlu memilih dengan bijak produk yang akan mereka konsumsi, mengingat adanya aturan tentang halal dan haram yang telah tercantum dalam Al-Quran dan Hadis. Oleh karena itu, pemahaman terhadap perspektif hukum Islam terhadap pilihan konsumen dalam memilih makanan dan minuman yang tidak memiliki sertifikat halal sangat penting. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan menggunakan sumber sekunder seperti buku, jurnal, dan karya ilmiah yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penelitian ini, penulis membaca, menelaah, dan menganalisis bahan pustaka yang relevan terhadap masalah yang diteliti. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang landasan hukum Islam terkait konsumsi makanan dan minuman tanpa sertifikat halal, serta menggambarkan perbedaan pendapat di antara ulama dan implikasinya bagi konsumen muslim. Selain itu, penelitian ini juga memberikan wawasan tentang peran lembaga sertifikasi halal dan alternatif solusi dalam membantu konsumen dalam memilih makanan dan minuman yang halal. Sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad, dengan pengggunaan ijitihad (penafsiran) oleh ulama untuk memecahkan masalah yang secara tidak langsung diatur oleh sumber-sumber tersebut. Konsep halal dan haram memiliki signifikasi penting dalam Islam.

    Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Perjanjian Online

    Get PDF
    Teknologi informasi dan komunikasi dipercaya memberikan keuntungan yang luar biasa di berbagai negara di dunia. Karena peran teknologi dan informasi membantu terhadap pertumbuhan ekonomi di dunia. Salah satunya bisa memberikan kemudahan transaksi bisnis, terutama bisnis keuangan dan bisnis lain-lain. Di dalam hukum perdata-bisnis, kegiatan di dunia Maya terjadi dalam wujud perjanjian online. Perjanjian online dilakukan dengan tidak menghadirkan para pihak secara fisik dan tidaklah memakai tanda tangan asli. Pihak-pihak dalam kontrak online adalah pihak pelaku usaha uang melakukan penawaran atas barang atau jasa dan pihak pengguna dari jasa yang disediakan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif ini adalah proses dalam penelitian hukum untuk menentukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Yakni dalam hal ini bagaimana perlindungan terhadap kreditur dalam perjanjian online. Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak harus memenuhi kewajiban secara timbal balik yaitu pihak yang satu berkewajiban memberikan hak terhadap prestasi tersebut. Kemudian perlindungan terhadap kreditur dalam perjanjian online. Konsep dari perlindungan hukum terhadap kreditur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Jasa Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dapat dilakukan oleh pihak penyelenggara dengan cara menerapkan 5 prinsip dasar sesuai dengan Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Jasa Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang menyatakan bahwa, Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna (kreditur dan debitur)

    Perkawinan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005

    No full text
    Interfaith marriages still occur in Indonesia. Interfaith marriage is a complex and interesting topic to discuss. There are many things to consider when two people of different religions decide to get married and form a family. This marriage often raises very complex issues where men and women of different faiths want to enter into interfaith marriages in order to obtain the status of a relationship, regardless of whether the relationship is forbidden or permissible in Islamic teachings. The method used is qualitative research with a literature review approach. Based on the results of the study, it can be concluded that interfaith marriage between muslims and members of other religions is not permissible and haram. In the positive law of Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1974 Article 2 paragraph (1) it is explained that marriage is valid if it is carried out according to the laws of each religion. According to the Compilation of Islamic Law, articles 40 and 44 of Chapter VI strictly prohibit interfaith marriages between muslim men and non-muslim women and muslim women with non-muslim men. Meanwhile, MUI fatwa number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 explains that interfaith marriage is haram and invalid.[Pernikahan beda agama masih terjadi di Indonesia. Pernikahan beda agama merupakan topik yang kompleks dan menarik untuk dibahas. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika dua orang dari agama yang berbeda memutuskan untuk menikah dan membentuk keluarga. Pernikahan ini seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks dimana laki-laki dan perempuan berbeda keyakinan ingin melangsungkan pernikahan beda agama demi mendapatkan status sebuah hubungan, terlepas dari apakah hubungan tersebut dilarang atau diperbolehkan dalam ajaran Islam. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan literature review. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama antara umat Islam dengan umat agama lain hukumnya tidak diperbolehkan dan haram. Dalam hukum positif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 dan 44 Bab VI dengan tegas melarang perkawinan antar agama baik laki-laki muslim dengan wanita non-muslim maupun wanita muslim dengan laki-laki non-muslim. Sedangkan dalam fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menjelaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah.

    Tradisi Rasulan dalam Masyarakat Muslim di Karangrejek Perspektif Filsafat Nilai Max Scheler Pasca Pandemi Covid-19

    Get PDF
    Tradisi Rasulan diawali sebagai bentuk terima kasih warga masyarakat kepada Dewi Sri (Dewi Kesuburan) atas limpahan panen yang mereka terima. Dengan tradisi itu, masyarakat membuat berbagai macam sesaji, Gunungan, tumpeng dan lain sebagainya. Cara dan sarana prasarana di dalam tradisi ini telah menimbulkan asumsi negatif dan penolakan kaum puritan. Banyak nilai yang terkandung dalam tradisi ini baik secara filosofi atau nilai agamawi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah tradisi rasulan menganut nilai-nilai filosofis, yaitu kenikmatan, kehidupan, kejiwaan dan keagamaan berdasarkan perspektif hirarki nilai Max Scheler. Dan hirarki paling tinggi yang dijunjung tinggi masyarakat di Karangrejek adalah nilai Agama. Nilai-nilai tersebut dapat dirasakan melalui preferensi yang dipengaruhi oleh perasaan cinta dan benci. Hal ini berimplikasi pada sikap masyarakat Karangrejek dalam melaksanakan dan melestarikan tradisi ini walaupun di masa Pandemik. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan menggunakan metode kualitatif dan teori hirarkie nilai Max Scheler sebagai pisau Analisa. Dengan penelitian ini akan diketahui sejarah perkembangan dan makna-makna yang terkandung dalam tradisi rasulan bagi masyarakat muslim di Karangrejek khususnya dan masyarakat Gunungkidul pada umumnya. Adapun tahapan nilai-nilai yang di dapatkan dalam tradisi Rasulan dalam perspektif Max Scheler adalah: Pertama, nilai kesenangan tergambar dari antusias masyarakat seperti kebersamaan, kekompakan, menikmati sajian ingkung ayam kampung dan makanan ringan khas Gunungkidul dan hiburan rakyat. Kedua, gotong royong dalam kegiatan tradisi tersebut yang menumbuhkan kebersamaan dalam kepentingan Umum. Ketiga, nilai spiritual pada saat membacakan ijab dan dilanjutkan dengan doa yang diikuti dan diamini oleh masyarakat. Dan keempat nilai kesucian dengan tujuan ingin mendapatkan keberkahan dari Sang Pencipta

    Adopting Comparative Fiqh Methodology in Islamic Jurisprudence: Facing Contemporary Challenges with Ethical Considerations

    Get PDF
    The challenges faced by contemporary Muslim communities are increasingly complex and multifaceted. To address these challenges effectively, there is a growing recognition of the necessity of adopting a comparative methodology within Islamic jurisprudence. The objective of this study is to underscore the importance of incorporating a comparative methodology in Islamic jurisprudence to navigate the diverse and evolving challenges in the modern world. The research employs a multidisciplinary approach, using a qualitative research methods. This study found that the impact of incorporating comparative methodology in Islamic jurisprudence is profound. It promotes relevance, harmony, ethical guidance, and adaptability while fostering consensus, community empowerment, and interdisciplinary engagement. The comparative methodology within Islamic jurisprudence is an indispensable tool for addressing contemporary challenges. It fosters a deeper understanding of diverse perspectives and promotes harmonious coexistence among different schools of thought. By embracing a dynamic and adaptable approach, Islamic law can effectively respond to the multifaceted issues of the modern world while preserving its core values and principles. This research provides practical recommendations for scholars, jurists, and policymakers on how to incorporate comparative methodology in addressing contemporary challenges within the framework of Islamic jurisprudence.[Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Muslim kontemporer semakin kompleks dan beragam. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif, ada pengakuan yang semakin besar akan perlunya mengadopsi metodologi komparatif dalam fikih Islam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggarisbawahi pentingnya menggabungkan metodologi perbandingan dalam yurisprudensi Islam untuk menavigasi tantangan yang beragam dan terus berkembang di dunia modern. Penelitian ini menggunakan pendekatan multidisipliner, menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa dampak dari penggabungan metodologi komparatif dalam yurisprudensi Islam sangat besar. Metode ini mendorong relevansi, harmoni, panduan etika, dan kemampuan beradaptasi sambil mendorong konsensus, pemberdayaan masyarakat, dan keterlibatan interdisipliner. Metodologi komparatif dalam fikih Islam adalah alat yang sangat diperlukan untuk menjawab tantangan kontemporer. Metodologi ini menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang perspektif yang beragam dan mendorong koeksistensi yang harmonis di antara berbagai mazhab. Dengan merangkul pendekatan yang dinamis dan mudah beradaptasi, hukum Islam dapat secara efektif merespons berbagai isu dunia modern sambil tetap mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip utamanya. Penelitian ini memberikan rekomendasi praktis bagi para cendekiawan, ahli hukum, dan pembuat kebijakan tentang bagaimana menggabungkan metodologi komparatif dalam menjawab tantangan kontemporer dalam kerangka yurisprudensi Islam.

    THE DOMINATION OF ISLAMIC LAW IN CUSTOMARY MATRIMONIAL CEREMONIES: Islamic Values within the Malay Marriage Tradition in Kepulauan Riau

    Get PDF
    The Malay community has engaged with various traditions, such as those of India, the Middle East, China, and even Europe. Despite that, religion, Islam, has wielded the most significant influence, particularly within the context of marriage life. The process of Muslim Malay marriages consistently adhere to Islamic values, even as these marriage processes are conducted within the framework of local customary practices. This article aims to examine the extent to which these marriage process adopt and synchronize with commonly held Islamic values. Data was gathered through observation and interviews in the Kepulauan Riau. This article reveals that these marriage processes indeed manifest values well-known within Islam. These values constitute in merisik phase symbolizing the principle of at-ta’āruf; menyampaikan hajat symbolizing al-Musyāwarah; menyampaikan belanja being a form of at-ta’āwun; ajak mengajak representing as-syirkah; berbalas pantun signifying al-mau’iẓah; and do'a selamatan embodying as-syukr. These values unequivocally represent the dominance of Islamic Law as the pivotal principles of Customary Law in Kepulauan Riau.  [Abstrak: Dalam lintasan sejarah, masyarakat Melayu telah berinteraksi dengan berbagai tradisi, misalnya India, Timur Tengah, China, dan bahkan Eropa. Terlepas dari sisi geografis di atas, Islam memiliki pengaruh yang paling signifikan, terutama dalam prosesi perkawinan. Pada tataran nilai, tahap-tahap pernikahan orang Melayu Muslim selalu menerapkan nilai-nilai Islam meskipun prosesi perkawinan itu dilaksanakan dalam bingkai acara-acara adat setempat. Artikel ini bertujuan untuk melihat sejauh mana tahap-tahap pernikahan itu mengadopsi dan singkron dengan nilai-nilai yang umum dalam Islam. Untuk mendapatkan gambaran yang tepat, kami mengumpulkan data dengan cara observasi dan wawancara di Kepulauan Riau. Artikel ini menemukan bahwa sebenarnya prosesi-prosesi tersebut merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang selama ini jamak dikenal dalam Islam. Nilai nilai tersebut antara lain: merisik, menyimbolkan prinsip at-ta’āruf; menyampaikan hajat menyimbolkan al-Musyāwarah; menghantar belanja merupakan bentuk dari at-ta’āwun; ajak mengajak menyimbolkan as-syirkah; berbalas pantun, merupakan al-mau’iẓah; and doa selamatan merupakan as-syukr. Dengan demikian, nilai-nilai tersebut tidak ubahnya merupakan pengejewantahan dari dominasi Hukum Islam sebagai sendi Hukum Adat di Kepulauan Riau.

    Dialektika Islam dan Budaya: Studi Kasus Problematika Islam dan Permasalahan Sosial Politik

    Get PDF
    Tulisan ini akan mengkaji bagaimana penyelarasan pemahaman atas dalil-dalil (dogma normatif) Islam sebagai agama dan ajaran yang sempurna pada era kekinian melalui dialektika dengan budaya dan kondisi tatanan sosial kekinian. Dan bagaimana formulasi reinterpretasi sikap beragama pemeluk agama Islam di Indonesia dalam rangka membumikan Islam yang bukan sekedar menjadi agama bagi pemeluknya, juga sebagai ajaran hidup untuk manusia. Untuk mengupas pembahasan ini, penulis menggunakan teori Internalisasi, Obyektivikasi, dan Eksternalisasi oleh Berger dan Luckman. Teori tiga proses konstruksi sosial ini dianggap penting, karena khususnya di Indonesia, Islam bukan saja menjadi agama, tetapi sudah menjadi agama yang membudaya. Hasil kajian ini menemukan bahwa problematika fenomena keagamaan yang kian dinamis di era kekinian menuntut Islam sebagai agama yang mencakup nilai-nilai universal hadir sebagai solusi. Tetapi masih banyak pemeluk agama Islam yang mengalami gagal paham dalam menghadirkan Islam sebagai solusi. Bahkan, menghadirkan wajah Islam sebagai sebuah masalah baru. Berimbas dari kontestasi antar kelompok/golongan/aliran/madzhab internal agama Islam, juga dengan pemeluk agama lain, yang sama-sama mengusung ego kebenaran masing-masing. Teori Konstruksi Sosial Berger menawarkan pembentukan ulang formulasi Islam yang terbarukan dan ramah terhadap perubahan budaya dan problematika; 1) Internalisasi; sebuah proses penguatan keyakinan (Iman) akan kebenaran yang dibawa oleh teks-teks normatif agama Islam. 2) Obyektivikasi; sebuah proses interaksi Islam sebagai agama, juga sebagai ilmu pengetahuan dengan kondisi sosial budaya pemeluknya.  3) Eksternalisasi. Sebuah proses penghasilan sikap dan tindakan yang selalu ramah dengan keragaman budaya lokal, tetapi juga tak sepenuhnya lepas dari teks normatif agama

    Usury in Online Loans and Pay Later: From Historical Perspective to Its Contextualization on Modern Practice

    Get PDF
    Abstract: The enthusiasm of the Muslim community in Indonesia for various fintech products, especially Peer-to-Peer Lending (Online Loans and Pay Later), remains substantial. Non-Sharia-based Online Loans and Pay Later have been deemed haram (forbidden) by MUI, while the availability of Sharia-compliant services in Online Loans and Pay Later is limited. Fatwas regarding online loans and Pay Later refer to the prohibition of usury due to the presence of "usury" (additional charges in loan repayment). Usury, considered as interest, is the primary reason for the prohibition of these products. However, there is no comprehensive and multi-perspective interpretation of the meaning of usury. There are aspects that need to be uncovered in the interpretation of the meaning of usury to aid in understanding the contextualization of usury in the contemporary era, by reexamining the interpretation of usury through the historical perspective and the trading traditions of Arab society in the early Islamic era. This research aims to reveal another side in the process of prohibiting usury through verses from the Quran and use it to draw contextualization in the practice of transactions through the mechanisms of online loans and Pay Later in the present time. This study is a qualitative literature review with primary data based on the legal basis of the prohibition of usury from the verses of the Quran, along with various opinions of Muslim scholars on the process. Using a Quranic - historical approach, this research finds that the prohibition of usury did not occur abruptly and always involves the knowledge and experience of the Arab Muslim community in the early Islamic era. The contextualization of the prohibition of usury through historical investigation and trading traditions shows that the prohibition of online loans and Pay Later cannot solely be attributed to the existence of interest rates in loans but should emphasize the exploitation of basic human needs by service providers. The study also asserts that transactions considered to involve usury should not be based solely on the presence of interest rates but on the exploitative mechanisms targeting basic human needs and the economic well-being of the community. Abstrak: Animo masyarakat muslim Indonesia dalam menggunakan berbagai produk fintech, terutama P2P Lending (Pinjaman Online dan Pay Later), masih cukup tinggi. Pinjaman Online dan Pay Later yang tidak berbasis syariah telah dinyatakan haram oleh MUI, sedangkan penyedia layanan syariah dalam Pinjaman Online dan Pay Later sangat sedikit. Fatwa-fatwa tentang pinjaman online dan Pay Later merujuk pada keharaman riba karena keberadaan buka (tambahan dalam pengembalian pinjaman). Bunga yang dianggap riba adalah alasan utama pengharaman produk-produk tersebut. Namun, tidak ada interpretasi makna riba yang disampaikan secara komprehensif dan multi perspektif. Ada sisi yang perlu diungkap dalam interpretasi makna riba guna membantu memahami kontekstualitas riba di masa modern sekarang ini, dengan membaca ulang interpretasi riba melalui sisi historis dan tradisi perdagangan masyarakat Arab di era awal Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sisi lain dalam proses pelarangan riba melalui ayat-ayat Al-Qur’an, dan menggunakannya untuk menarik kontekstualisasi dalam praktik transaksi melalui mekanisme pinjaman online dan Pay Later di masa kini. Penelitian ini adalah penelitian pustaka kualitatif dengan data utama dasar hukum pelarangan riba dari Ayat Al-Qur’an, beserta berbagai pendapat sarjana muslim tentang proses tersebut. Dengan menggunakan pendekatan Qur’anic-historis, penelitian ini menemukan bahwa pelarangan riba tidak terjadi secara tiba-tiba dan selalu melibatkan pengetahuan dan pengalaman masyarakat muslim Arab di era awal Islam. Kontekstualisasi pelarangan riba melalui investigasi historis dan tradisi perdagangan menunjukkan bahwa pelarangan pinjaman online dan Pay Later tidak bisa semata-mata karena keberadaan suku bunga dalam pinjaman, namun seharusnya menitikberatkan pada aspek eksploitasi kebutuhan dasar manusia oleh para penyedia layanan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa praktik transaksi yang dianggap mengandung riba sewajarnya tidak berpijak pada ada-tidaknya suku bunga, namun pada mekanisme eksplotitaf terhadap kebutuhan dasar manusia dan kesejahteraan ekonomi masyarakat

    878

    full texts

    922

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, Yogyakarta: E-Journal Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum is based in Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇