19 research outputs found
KAJIAN TOTAL BAKTERI DAN KADAR HISTAMIN TUNA PASCA TANGKAP DI PERAIRAN SANGIHE
Tuna yang berkualitas sangat ditentukan oleh penanganan pasca tangkap, yang kita akui aspek-aspek pasca tangkap ini belum merata dikuasai oleh masyarakat nelayan di Kepulauan Sangihe, sehingga mengakibatkan permasalahan keamanan pangan terutama kadar histamin yang melampaui batas. Histamin terbentuk akibat adanya kesalahan selama proses penanganan dan pengolahan. Tingginya temperatur adalah penyebab utama terbentuknya histamin. Histamin dapat menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan total bakteri dan kadar histamin tuna pasca tangkap di perairan Sangihe. Parameter uji dalam penelitian ini meliputi pengambilan dan preparasi sampel, Uji total bakteri, dan kadar histamin pada tuna segar. Analisis histamin menggunakan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukan bahwa TPC pada ketiga lokasi, yaitu Kauhis 9,7 x 104 cfu/g Santiago 2,8 x 104 cfu/g masih memenuhi standar SNI untuk tuna segar yaitu 5,0 x 105 cfu/g, sedangkan pada pasar Towo 8,2 x 105 cfu/g telah melewati batas standar. Kadar histamin dari ketiga lokasi masih dikategorikan sangat aman < 5 ppm dari standar yaitu 100 ppm.
Quality tuna is very much determined by post-capture handling, which we admit that these post-catch aspects have not been evenly controlled by the fishing community in the Sangihe Islands, resulting in food safety problems, especially histamine levels that exceed the limit. Histamine is formed due to errors during the handling and processing process. The high temperature is the main cause of the formation of histamine. Histamine can cause poisoning in people who take it. This study aims to determine the total bacteria and histamine levels of post-caught tuna in Sangihe waters. The test parameters in this study include sample collection and preparation, total bacterial test, and histamine levels in fresh tuna. Histamine analysis used the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method. The results showed that the TPC in the three locations, namely Kauhis 9.7 x 104 CFU / g Santiago 2.8 x 104 CFU / g still met the SNI standard for fresh tuna, namely 5.0 x 105 CFU / g, while in the Towo 8 market, 2 x 105 CFU / g has exceeded the standard limit. The histamine levels from the three locations were still categorized as very safe < 5 ppm from the standard, namely 100 ppm
PENERAPAN DIVERSIFIKASI PRODUK HASIL PERIKANAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KONSUMSI IKAN MASYARAKAT KAMPUNG BIRAHI KECAMATAN TABUKAN SELATAN
Diversifikasi Olahan Ikan merupakan motivasi baru untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa ikan yang biasanya dikonsumsi dalam bentuk digoreng, dibakar atau dimasak dalam keadaan utuh dapat dibuat makanan yang lebih menarik dan tetap bergizi yang dapat dikonsumsi mulai dari anak-anak, dewasa, sampai usia lanjut. Beberapa produk diversifikasi hasil perikanan antara lain: bakso ikan, nugget ikan, samosa ikan, dan amplang ikan. Tujuan dari kegiatatan PKMS ini antara lain :1). Mengenalkan ikan sebagai bahan pangan yang mengandung aspek gizi, 2). Memberikan pemahaman tentang manfaat ikan untuk kesehatan keluarga dan kecerdasan anak, 3). Menanamkan minat untuk menyukai ikan sebagai makanan sehari-hari, 4). Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan diversifikasi produk hasil perikanan sehingga meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Kegiatan ini melibatkan anggota kader posyandu, ibu hamil dan ibu menyusui Kampung Birahi. Metode yang digunakan yaitu metode observasi, penyuluhan dan pelatihan. Melalui Program PKMS ini kader dan masyarakat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang kandungan gizi dan manfaat ikan dalam meningkatkan kecerdasan otak pada anak, membantu kesehatan janin, menyehatkan jantung, menurunkan resiko kanker, menurunkan angka stunting, serta menjaga imunitas dimasa pandemi, dan menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam mengolah ikan sebagai sarana pemenuhan gizi.
Fishery product diversification is a new strategy recently introduced to the public in Birahi village in the South Tabukan district. It aimed to increase the awareness of the people in the village towards the value of fishery product diversification, further processing fish usually consumed in the form of fried, grilled, or cooked products into more attractive and nutritious products such as fish balls, fish nuggets, fish samosas and fish amplang targeted for children, adults and the elders in the village. The objectives of this community service (PKMS) included 1). introduce nutritional aspects of fish as important food ingredients 2). teach the benefits of fish consumption for family health and children's intelligence, 3). instill an interest in daily fish consumption 4). increase the knowledge and skills in processing diversified fishery products, which in turn increase fish consumption in the community. This community service involved caders from Integrated Healthcare Center (Posyandu), pregnant women, and breastfeeding mothers of Birahi village. The used method in this community service was observation, counseling, and training. Through this PKMS program, the Posyandu’s caders and the public gained knowledge and understanding of the nutritional aspects of fish and the benefits of fish consumption in increasing brain intelligence in children, helping fetal health and heart health, reducing cancer risk and stunting, in maintaining immunity during the covid pandemic and in fostering community creativity to process fish as a way of fulfilling the community’s nutritional needs
INOVASI PENGOLAHAN EMPEK-EMPEK SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PRODUK HASIL PERIKANAN DI KAMPUNG BARANGKALANG KECAMATAN MANGANITU KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE
Inovasi pembuatan empek-empek sebagai upaya diversifikasi produk hasil perikanan belum dilakukan secara optimal. Hal ini disebabkan kurangnya informasi terkait produk diversifikasi dikalangan masyarakat. Peningkatan proses pemahaman ini akan memudahkan instansi terkait memberikan layanan bidang pengembangan produk hasil perikanan sehingga masyarakat dapat melakukan diversifikasi produk perikanan di wilayah Kecamatan Manganitu Selatan. Tujuan dari pengabdian masyarakat ini yaitu untuk memberikan pengetahuan Good Manufaturing Practice produk empek-empek, penerapan Standard Sanitation Operational Procedure, dan Fundamentals of Marketing Management. Dalam pengabdian masyarakat ini kami melakukan kegiatan yang terdiri dari : 1) survey; 2) pendekatan masalah; 3) persiapan; 4) pelaksanaan; 5) monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan inovasi pembuatan empek-empek sangat efisien untuk diberikan.
The process of making Empek-empek (an Indonesian fish cake delicacy) as an innovative effort to diversity fisheries products is far from optimal. This is due to the lack of knowledge related to fish product diversification among fisheries society of Sangihe. In particular, improving such knowledge or understanding in fisheries society of Manganitu Selatan district by responsible agencies for fisheries products diversification helps the society diversify fisheries products in the district. The purpose of this community service was to increase the knowledge of good manufacturing practice for Empek-empek and related products, of standard sanitation, operational procedure, and fundamentals of marketing management. In this community service, we conducted 1) survey, 2) problem-solution approach, 3) preparation, 4) implementation 5) and monitoring as well as evaluation of the program. We found the innovative work on the making of Empek-empek was efficiently delivered. 
IDENTIFIKASI MASALAH PENANGANAN PASCA TANGKAP HASIL PERIKANAN DI PULAU LIPANG
Pulau Lipang merupakan salah satu pulau terluar yang berada di Kabupaten Kepulauan Sangihe, yang memiliki potensi perikanan laut yang sangat luar biasa. Namun besarnya potensi tersebut belum dapat mensejahterakan masyarakat kecil yang menjadikan laut sebagai mata pencaharian utama seperti nelayan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran produksi hasil tangkapan ikan, mengidentifikasi potensi-potensi hasil perikanan guna pengembangan industri pengolahan serta hambatan hambatan usaha perikanan yang berkaitan dengan komoditas, fasilitas dan teknologi di pulau Lipang sehingga bisa mengembangkan industri perikanan tangkap bidang pengolahan. Metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penduduk pulau Lipang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan berbagai ragam jenis ikan seperti tongkol, selar, layang dan yang paling dominan adalah ikan kakap merah. Produksi hasil tangkapan sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar, dikonsumsi dan diolah dengan cara dikeringkan dengan cara yang relatif sederhana dan tradisional. Nelayan sudah memanfaatkan es untuk penanganan, namun nelayan belum memahami berapa kebutuhan es yang ideal untuk mempertahankan mutu ikan.
Lipang Island is one of the outermost islands in the Sangihe Islands Regency, which has extraordinary marine fisheries potential. But the large potential has not been able to prosper the small community that makes the sea as the main livelihood such as fishermen. Therefore it is necessary to conduct research that aims to find out the big picture of the production of fish catches, identify the potential of fishery products for the development of the processing industry as well as obstacles to fishing business related to commodities, facilities and technology on Lipang island so that they can develop the capturing fisheries industry in the processing sector . The method used is the survey method and field observations and analyzed descriptively. The results showed that the majority of Lipang island residents have a livelihood as fishermen with various types of fish such as tuna, selar, flying fish and the most dominant is red snapper. The production of catches is mostly marketed in fresh form, consumed and processed by drying in a relatively simple and traditional manner. Fishermen have used ice for handling, but fishermen do not yet understand how much ice is ideal to maintain fish quality
Biskuit Tinggi Protein Berbasis Daging Ikan dan Tepung Sagu
Biskuit merupakan pangan praktis karena dapat dimakan kapan saja dengan pengemasan yang baik serta memiliki daya simpan yang relatif panjang. Berbagai jenis biskuit telah dikembangkan untuk menghasilkan biskuit tidak hanya enak tapi juga menyehatkan. Dengan menambahkan bahan pangan tertentu seperti daging ikan tuna kedalam proses pembuatan biskuit dan tepung sagu dapat dihasilkan biskuit dengan nilai tambah yang baik untuk kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi biskuit daging tuna dengan substitusi tepung sagu dan susu skim. Empat formulasi, daging ikan, susu skim, dan tepung sagu yang terbentuk kemudian dilakukan uji parameter mutu yaitu uji organoleptik, serta menganalisa sifat organoleptik dan kimianya (uji kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat). Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan biskuit tuna yang berprotein tinggi, sehat, bergizi dan aman dikonsumsi oleh semua kalangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan tahap pembuatan biskuit, penentuan formulasi terbaik, pengujian organoleptik dan kimia. Hasil uji organoleptik menunjukkan kesukaan panelis terhadap warna yang paling disukai adalah formulasi A0 (sangat suka), Aroma yang disukai adalah formulasi A0 da A1 (sangat suka), Rasa yang disukai adalah formulasi A0 (amat sangat suka) dan tekstur adalah formulasi A0 (sangat suka). Analisis proksimat menunjukkan hasil uji kadar air terendah pada formulasi A1 (6,85%), kadar abu terendah padaformulasi A3 (0,46%), protein tertinggi pada formulasi A3 (12,79%), Lemak terendah pada formulasi A3 (9,91%), Karbohidrat terendah pada formulasi A2 (62,24%)
KARAKTERISASI CHITOSAN DAN CHITOSAN POLYMER MEDIUM DARI CANGKANG KEPITING BATU
Kepiting batu (Grapsus albolineatus) merupakan spesies yang banyak ditemukan di pantai berbatu dan eksoskeletonnya adalah salah sumber potensial chitin-chitosan. Chitosan adalah polimer bersifat polikationik dengan chitosan polymer medium (CPM) yang memiliki molekul lebih sederhana sebagai salah satu turunannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan mutu chitosan dan chitosan polymer medium dari cangkang kepiting batu. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Hasil analisis membuktikan bahwa cangkang kepiting memiliki komposisi 4.17±0.08 air, 54.4±2.78 abu, 6.28±0.05 lemak, 23.48±0.01 protein, 11.70±2.93 kaborhidrat. Karakterisasi chitosan memperlihatkan rendemen sebesar 10±0.70%, kadar air 8.10±0.14%, abu 19.39±0.55%, lemak 6.26±0.37%, protein 8.24±0.34%, karbodidrat 50.03±0.04%, derajat putih 60.61±0.86% , viscositas 7.30±0.42 cps dan derajat deasetilasi 55.92±1.30%. Untuk chitosan polymer medium, rendemennya mencapai 98.33±0.40% dan derajat deasetilasinya sebesar 60.22±0.24%. Chitosan dan chitosan polymer medium dari cangkang kepiting batu (Grapsus albolineatus) masih memenuhi standar yang ditetapkan SNI.
Stone crab (Grapsus albolineatus) is a species commonly found in rocky beaches. Its exoskeleton is a good source of chitin and/or chitosan. Chitosan represents a polycationic polymer with chitosan polymer medium (CPM) having simpler molecular formula than chitosan as chitosan’s derivative. The objective of this research was to determine the quality of chitosan and chitosan polymer medium from rock crab’s shells. Experimental method was used in this study with characterization of the crab’s shells showing a composition of 4.17±0.08%, water, 54.4±2.78% ash, 6.28±0.05% fat, 23.48±0.01% protein and 11.70±2.93% carbohydrate. Similar characterization on chitosan revealed a composition of 10±0.70% rendemen, 8.10±0.14% water, 19.39±0.55% ash, 6.26±0.37% fat, 8.24±0.34% protein, 50.03±0.04% charabohydrate, 60.61±0.86% white degree, 7.30±0.42 cps viscosity and 55.92±1.30% degrees of deacetylation. Although chitosan contained similar composition of white degree (60%) and deactylation (60%0 to chitoxan polymer medium, CPM had higher composition of rendemen (98.33±0.40%) than chitosan (10±0.70%). In conclusion, this study shows that chitosan and chitosan polymer medium of G. albolineatus met our national standard (SNI)
Mutu Ikan Pindang Selar (Selaroides Sp.) pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit, sehingga mudah dicerna. Pengolahan ikan pindang selar (Selaroides leptolepis)menggunakan penambahan bahan pengawet alami ekstrak daun kemangi melalui beberapa proses yaitu persiapan bahan baku, penyiangan, penimbangan ikan, penimbangan garam dan ekstrak daun kemangi, pembaluran garam dan ekstrak daun kemangi, dan pengukusan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui mutu ikan pindang selar (Selarodies leptolepis) dengan penambahan konsentrasi ekstrak daun kemangi. Berdasarkan hasil analisis nilai kadar air untuk konsentrasi ekstrak kemangi 0% nilai kadar air adalah 64,8%. konsentrasi ekstrak kemangi 4% adalah 62,47% dan konsentrasi ekstrak kemangi 8% adalah 61,60 %, hasil analisis nilai pH untuk konsentrasi ekstrak daun kemangi 0% adalah 7,80. konsentrasi ekstrak kemangi 4% adalah 6,80 dan konsentrasi kemangi 8% adalah 6,77, hasil analisis pengujian Angka Lempeng Total (ALT) pada konsentrasi ekstrak kemangi 0% adalah 6,5×10-2. Konsentrasi ekstrak kemangi 4% adalah 3,2×10-2dan konsentrasi ekstrak kemangi 8% adalah <250 koloni/gram. Hasil analisis pengujian organoleptik pada ikan pindang selar (Selaroides leptolepis) untuk konsentrasi ekstrak kemangi 0%,konsentrasi ekstrak kemangi 4% dan konsentrasi ekstrak kemangi 8% telah memenuhi persyaratan mutu
Efek Konsentrasi Logam Cu dalam Larutan Brine terhadap Pembentukan Warna Hijau pada Daging Tuna
The effect of Cu-brine on the formation of green color on tuna meat canned was studied using AAS method. The result shows that of heating by sterilization process tends supported formation of bluegreeness color of tuna meat. Therefore, the more high Cu content in brine gave significant effect on the formation of blue-greeness color on tuna meat canned should be considere
KAREKTERISTIK PINDANG DARI BAHAN BAKU IKAN LAYANG (Decapterus sp.)
Ikan pindang merupakan salah satu produk olahan yang paling popular. Keunggulan ikan pindang adalah ikan pindang merupakan produk siap saji. Penentuan nilai gizi berdasarkan produk pindang ikan layang perlu dilakukan agar konsumen aman dalam mengonsumsinya. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai pengujian kadar air, kadar abu dan organoleptik. Penelitian dilakukan secara deskriktif dan dibandingkan dengan standard pengujian dan beberapa hasil penelitian. Pengujian yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, dan organoleptik. Hasil pengujian kadar air pada konsentrasi 10 persen sebesar 70.29%, konsentrasi 15 persen sebesar 68.26 konsentrasi 20 persen sebesar 70.57 dan kadar abu pada konsentrasi 10% ebesar 1.67 persen, konsentrasi 15 persen sebesar 2.00 persen, konsentrasi 20 persen sebesar 2.30 persen. untuk nilai organoleptik masih sesuai dengan standar yang ditatapkan oleh SNI.
Fish boiled is wrong one product processed which most popular. Superiority fish boiled is fish boiled is product ready serve. Determination of the nutritional value based on pindang ikan layang needs to be done so that consumers are safe in consuming it. The aim of the study was to determine the value of testing for water content, ash content and organoleptic. The research was conducted descriptively and compared with standard testing and some research results. Tests carried out included moisture content, ash content, and organoleptic. The results of testing the water content at a concentration of 10 percent was 70.29 percent, a concentration of 15 percent was 68.26, a concentration of 20 percent was 70.57 and the ash content at a concentration of 10 percent was 1.67 percent, a concentration of 15 percent was 2.00 percent, a concentration of 20 percent was 2.30 percent. for organoleptic values ​​are still in accordance with the standards set by SNI
APLIKASI KITOSAN KULIT UDANG WINDU (Panaeus monodon) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA TAHU
Kitosan adalah bahan bioaktif dan aktivitasnya dapat diaplikasikan dalam bidang farmasi, pertanian, dan antibakteri yang salah satunya pada tahu. Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari kitosan kulit udang sebagai pengawet alami dalam mengawetkan tahu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental laboratory. Hasil yang diperoleh bahwa pada perlakuan antibakteri larutan kitosan pada Tahu nilai Angka Lempeng Total (ALT) pada control sebesar (3.0 x 104), pada konsentrasi larutan kitosan 0,25% sebesar (1.9 x 105), pada konsentrasi 1,25% sebesar (2.2 x 102) dan konsentrasi 2,50% sebesar (3.6 x 105) sesuai standar SNI. Pengujian nilai pH hasil terbaik yaitu pada perlakuan larutan kitosan dengan konsentrasi 2,5% denganjumlah (8.46), pada pengujian nilai kadar air yang terbaik pada perlakuan larutan kitosan dengan konsentrasi 0,25% (87.13%), dan pada pengujian nilai kadar abu yang terbaik pada perlakuan larutan kitosan dengan konsentrasi 0,25 % dengan jumlah (0.15%)