12 research outputs found

    RELASI RAJA DENGAN RAKYAT STUDI TENTANG RITUAL LABUHANLAUT PANTAI PARANG KUSUMO YOGYAKARTA SEBAGAI REPRESENTASI TATANAN KEKUASAAN SOSIAL, POLITIK, DAN BUDAYA

    Get PDF
    Artikel inimengungkapkan dan menjelaskan tentang bentuk relasi kekuasaan dalam ritual labuhan laut sebagai sebuah praktek kebudayaan. Ritual labuhan laut merupakan sebuah aktivitas upacara sakral yang dilakukan oleh keraton Yogyakarta sebagai wujud ekspresi kekuasan raja Jawa . Kekuasaan bagi raja dan keraton Yogyakarta tidak hanya dimaknai sebagai suatu otoritas tetapi juga sebagai kekuasaaan simbolik. Kekuasaan bagi raja Jawa mempunyai kekuatan dalam mengkontruksi perkembangan sosial ,budaya dan politik sebagai symbol legitimasi raja.Hubungan kekuasaan dalam labuhan pantai parang kusumo di bagi menjadi : 1.antara raja dengan ratu kidul,2. Raja , rakyat dan Ratu Kidul , dan 3.Rakyat dan Ratu Kidul . Sehingga ritual labuhan laut Parang Kusumo mempunyai simbol dan makna dalam mengatur hubungan kekuasaan antara Raja,Ratu Kidul dan Rakyat dalam tatanan social,budaya dan politik.. Kata Kunci : Ritual, kekuasaan, Raja, Ratu Kidul,masyaraka

    Sinkretisme pada Pertunjukan Seni Gamelan Koromong Kampung Cikubang Rancakalong Kabupaten Sumedang

    Get PDF
    Tujuan artikel ini mendiskusikan tentang simbol-simbol sinkretisme dalam pertunjukan seni gamelan koromong yang berada di wilayah Kampung Cikubang Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Melalui pendekatan desain riset kualitatif dengan metode studi kasus terhadap gejala atau fenomena yang terdapat pada seni gamelan koromong ini, dapat disimpulkan bahwa acara rutin yang dilaksanakan tiap tanggal 14 Maulud pada tahun Islam ini menunjukan adanya perpaduan antara konteks Sunda, Islam, dan Hindu. Konteks Sundanya tercermin dalam gambaran simbol-simbol peribadatan dengan pola-pola tertentu yang menyiratkan kuatnya kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat transendental. Dalam kegiatan yang sama, diyakini pula bahwa penanggalan Islam yang di pakai sekaligus memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hal lainnya yang mewarnai proses sinkretisme dalam upacara ritual ini yaitu pemahaman terhadap animisme dan dinamisme dalam ajaran Hindu seperti mempercayai kekuatan benda dan hubungan dengan nenek moyang (karuhun).

    Kerajinan Payung Geulis sebagai Kearifan Lokal Tasikmalaya

    Full text link
    Penelitian berjudul “Kerajinan Payung Geulissebagai Kearifan Lokal Tasikmalaya”ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang kearifan lokal Payung Geulis sebagai budaya leluhur Tasikmalaya.Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, pengamatan secara langsung, dan pengambilan sumber-sumber tertulis dari masyarakat dan pemerintah setempat. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai historis, ekonomis, dan estetis yang ada pada kerajinan Payung Geulis Tasikmalaya; dan bagimana regenerasi kerajinan Payung Geulis itu dari generasi tua kepada generasi muda. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah kerajinan Payung GeulisTasikmalaya merupakan kearifan lokal yang menjadi ciri dari masyarakat Tasikmalaya; kerajinan Payung Geulismemiliki nilai kultural, ekonomis, dan estetis yang cukup tinggi; eksistensi dan keberadaan Payung Geulis dewasa ini sudah semakin sulit ditemukan

    KAJIAN IDEOLOGI SENI RUPA 1990-AN: STUDI KASUS AGUS SUWAGE

    Get PDF
    The new minset, which evolves in society, becomes the minset held by all member of society, including the artists. However, differences show up in the progressing minset. The artists as the social and cultural agent have their own way to provide solution towards the differences thrpugh their creative works. The ideology of arts in the 1990’s tends to voice the injustice happening in the society using aesthetic language, the artists give criticisms to all member of society, from the state to the artists themselves. The progress of visual arts in thw 1990’s can eventually be concluded as having it’s own from and theme; it expresses the artists ideas more than their works. Agus Suwage who starter his career s painter prefer painting as his from of expression. Those who have been helped through his from of campaign posters are non-govermental organizations (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) such as the Commission dor Disappearances and Victims of Violence Kontras (Komisi Nasional untuk Orang Hilang) and Indonesian. Legal Aid Foundation (LBHI/Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) in his process of creative works, Agus Suwage tends to make himself as part of problem. He obtains a lot of information from mass media that finally influences his aesthetis works.Keywords: Ideology, Art in The 1990’

    Ideologi Seni Rupa Indonesia Era 1990-an Pada Karya Tisna Sanjaya

    Get PDF
    ABSTRACT The 1990s was the spirit of the New Art Movement undeniable as the embryo of the development of art in the 1990s. Fine art combining all the art that developed (sculpture, painting and printma- king and performance art) by some of the artists who eventually become aesthetic choice. This re- search used emic and etic, semiotic and hermeneutic approach. The research result describes Tisna Sanjaya ideology in the process of creative work tends to raise the issue in this case social critic.Tisna Sanjaya more knows from the source which was appointed to be the theme of his work. Installation art and performace art are an art form that is recognized by Tisna that can communicate directly with the people who were subjected to his art. Tisna Sanjaya as an artist who has the inclination and ideology, art as follows: a) Awareness of the problems though art can not reply on the matter then and there, because art takes time to find the answer. b) Representation of the things that happen to be reported continuously up through artpeople can catch from the issues that are and have happened. Keywords: Ideology,  Art in The 1990’s, Tisna Sanjaya  ABSTRAK Era 1990-an adalah semangat Gerakan Seni Rupa Baru yang tak dapat dipungkiri sebagai embrio dari perkembangan seni rupa 1990-an. Seni rupa yang memadukan seluruh seni yang berkembangh (antara seni patung, seni lukis dan seni grafis dan performance art) berkembang dan mendapat tem- pat oleh beberapa seniman yang akhirnya menjadi pilihan estetikanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, semiotik dan etik dan emik.Hasil penelitian memaparkan ideology Tisna Sanjaya dalam proses kerja kreatifnya cenderung mengangkat persoalan kritik sosial.. Tisna Sanjaya sebagai seniman yang memiliki kecenderungan dan memiliki ideologi,  seni sebagai berikut: a) Penyadaran terhadap persoalan walaupun seni tidak dapat menjawab dari persoalan tersebut saat itu juga , karena seni membutuhkan waktu untuk me- nemukan jawabannya. b) Representasi dari hal yang terjadi yang harus dikabarkan terus menerus hingga lewat seni orang dapat menangkap dari persoalan yang sedang dan pernah terjadi. Kata kunci: Ideologi, Seni Era 1990-an, Tisna SanjayaÂ

    Pemanfaatan Konsep “Muka” (Face) dalam Wacana Wayang Golek: Analisis Pragmatik

    Full text link
    This paper attempts to describe the concept of face found in wayang golek discourse. This descriptive and qualitative study is done under the scope of pragmatics. The concept of face to a certain extent determines how a conversation can be conducted efficiently, effectively, and politely. The concept of face in wayang golek discourse yields two concepts namely positive and negative face concepts

    2019 Indonesia Presidential-Vice Presidential Debate in Corpus Linguistics Perspective

    Get PDF
    The present paper carries out a corpus linguistic analysis of the first debate of 2019 Indonesia presidential election. The study compared the speech of presidential candidate pair number 1, JW and MA, and number 2, PS and SSU, in the debate in terms of lexical diversity and linguistic features. The research employs a mixed-method research design by using two corpus technical analyses, i.e. type/token ratio and keywords. Results show that PS spoke the most, while MA spoke with the most varied vocabulary. The study also found that foreign words from Arabic in the keywords of JW, PS, and SSU are generally used to show their belief as well as to embrace the Indonesian Muslim communities. However, the Arabic words used by MA tend to show his identity as a Muslim cleric, reflecting his in-depth understanding of Islam. Unlike the Arabic word usage, foreign words from English are used more for a practical reason and to emphasize arguments, particularly by JW and PS. Additionally, the study reveals that from the lexical word-class distribution, JW tends to give more focused information and entities, while PS tends to offer more explanations to present information. All things considered, the present writers argue that corpus linguistics is an essential method to investigate actual patterns of language used by politicians to interpret further. All in all, the present research is supposed to give a methodological contribution to the study discussing the relation between language and politics

    Inkorporasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Kampung Sasak Ende, Lombok Tengah

    Full text link
    Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan budaya dan kearifan lokal. Dengan keanekaragaman yang dimiliki, maka sangat memungkinkan untuk dikembangakan sebuah konsep pariwisata, yaitu pariwisata budaya. Salah satu destinasi pariwisata di Indonesia yang masih mempertahankan budaya dan kearifan lokal adalah Kampung Sasak Ende, Lombok Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat suku Sasak di Kampung Sasak Ende dan menganalisis bagaimana nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat diinkorporasikan dalam pengembangan pariwisata budaya di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dianalisis merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi wilayah dan wawancara mendalam kepada masyarakat lokal, ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), dan pengelola destinasi pariwisata di Kampung Sasak Ende. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur ilmiah yang sudah tersedia di internet. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kampung Sasak Ende sampai saat ini masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan oleh para leluhur mereka. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, nilai-nilai kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi yaitu Saling Ajinang, Tertip-terpi, Teguq, Solah Perateq, Soloh, Tetes, Saling Saduq, Besemeton, Ra'i, dan Bedadayan. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut tidak hanya mendukung pencapaian tujuan pembangunan di masyarakat dari sisi ekonomi saja, namun juga dapat menjamin terpeliharanya keharmonisan sosial dan lingkungan

    Pariwisata Berbasis Masyarakat dan Dampaknya terhadap Sosial,Ekonomi, dan Lingkungan: Tinjauan Pustaka

    Full text link
    Konsep pariwisata berbasis masyarakat atau community-based tourism (CBT)telah lama digunakan dalam pengembangan pariwisata. Konsep ini muncul sebagai bentuk pariwisata alternatif yang lebih berkelanjutan untuk mengatasi dampak negatif dari pariwisata massal (mass tourism). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pariwisata berbasis masyarakatterhadap tiga aspek keberlanjutan, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana data yang dianalisis merupakan data sekunder yang didapatkan dari beberapa literaturtentang pariwisata berbasis masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat memiliki dampak yang signifikan terhadap aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, seperti memberikan kesejahteraan dan kepuasan bagi masyarakat, meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, memberikan kepuasan kepada pengunjung, meningkatkan perekonomian, memberikan lapanganpekerjaan, menjaga kelestarian lingkungan, dan mengurangi sampah dan emisi
    corecore