7 research outputs found

    Evaluasi Profil Protein Yoghurt Set dengan Penambahan Pati Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dan Waktu Inkubasi yang Berbeda

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari profil protein yoghurt set dengan penambahan pati kimpul pada waktu inkubasi berbeda yang dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE. Perlakuan terdiri dari 16 unit percobaan yaitu konsentrasi pati kimpul (P0 = 0%, P1 = 1%, P2 = 2%, dan P3 = 3%) dan waktu inkubasi (L1 = 24 jam, L2 = 32 jam, L3 = 40 jam, dan L4 = 48 jam). Berdasarkan hasil penelitian profil protein menggunakan spektrofotometer menghasilkan yoghurt set dengan penambahan pati kimpul dengan waktu inkubasi berbeda berkisar antara 0,82 mg/ml – 3,04 mg/ml. Nilai terendah yaitu P1 penambahan pati kimpul 1% dengan waktu inkubasi L4 yaitu 48 jam, sedangkan nilai tertinggi yaitu P3 penambahan pati kimpul 3% dengan waktu inkubasi L3 yaitu 40 jam. Profil protein yoghurt set dengan konsentrasi penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi yang berbeda ditemukan 5-8 pita protein. Analisis profil protein yoghurt set yang memiliki pita protein terendah yaitu yoghurt set dengan penambahan pati kimpul sebanyak 3% dengan waktu inkubasi 32 jam atau P3L2 ditemukan 5 pita protein yaitu 138,06 kDa, 108,85 kDa, 96,39 kDa, 87,12 kDa, dan 44,02 kDa

    UJI EFEKTIVITAS OLESAN LIDAH BUAYA TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM BURAS DENGAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA: The Effectiveness of Aloe Vera Treatment on the Quality of Gallus Gallus Domesticus Eggs with Different Storage Times

    Get PDF
    Penelitian bertujuan untuk mengetahui pemberian olesan lidah buaya pada telur ayam kampung dapat berpengaruh terhadap kualitas telur dengan penyimpanan waktu yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan atau eksperimen. Materi yang digunakan yaitu 105 butir telur ayam kampung, yang dibagi menjadi 7 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan terdiri dari P0: telur umur 1 hari tanpa olesan lidah buaya; P1: telur umur 6 hari tanpa olesan lidah buaya; P2: telur umur 12 hari tanpa olesan lidah buaya; P3: telur umur 18 hari tanpa olesan lidah buaya; P4: telur umur 6 hari dengan olesan lidah buaya; P5: telur umur 12 hari dengan olesan lidah buaya; P6: telur umur 18 hari dengan olesan lidah buaya. Penelitian dilakukan dengan mengukur kualitas internal telur dengan parameter yang meliputi berat telur, indeks kuning telur, indeks putih telur, warna kuning telur, haugh unit dan pH. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur baik yang diolesi lidah buaya dan yang tidak diolesi, keduanya menurunkan kualitas telur ayam kampung, namun dengan pemberian olesan lidah buaya pada telur ayam kampung kualitas telur lebih bisa dipertahankan dan terjaga. Kata kunci: lidah buaya, telur, kualitas dan haugh uni

    Ruang Lingkup Program Kegiatan Mahasiswa Kampus Mengajar Angkatan 5 SDN 4 Karangrejo

    Get PDF
    Pengabdian ini dilatarbelakangi oleh program dari Kemendikbud yakni Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) melalui kegiatan Kampus Mengajar. Kampus mengajar diperkenalkan dan dilaksanakan sejak tahun 2020 hingga sekarang sudah sampai Angkatan 5. Tujuan adanya kegiatan kampus mengajar yaitu memberdayakan para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan lintas disiplin ilmu dalam membantu proses pembelajaran dari berbagai sekolah diberbagai wilayah Indonesia baik Sekolah Dasar maupun Sekolah Menegah Pertama yang berada pada daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Adapun sekolah yang menjadi fokus tempat pelaksanaan program Kampus Mengajar Angkatan 5 yaitu SDN 4 Karangrejo di Jln. Ikan Waderpari 49, Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Ruang Lingkup program yang telah dilaksanakan oleh mahasiswa selama penugasan yaitu mengajar dalam membantu peningkatan literasi dan numerasi, adaptasi teknologi serta membantu administrasi sekolah. Hasil yang diperoleh selama melaksanakan program kegiatan kampus mengajar angkatan 5 memberikan dampak positif terhadap kemampuan literasi dan numerasi peserta didik, selain itu dewan guru di SDN 4 Karangrejo terbantu dengan kehadiran mahasiswa kampus mengajar

    Upaya peningkatan kualitas yoghurt set dengan penambahan pati kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

    Get PDF
    The purpose of this research is to find out difference between the addition of kimpul starch (Xanthosoma sagittifolium) and incubation time towards the total acid, viscosity, syneresis, water content and water holding capacity of yoghurt set. Yoghurt set was made from cow's milk with the addition of 2% of bacterial starters and addition of kimpul starch (0, 1, 2, and 3%) also all treatments in the incubation with room temperature (± 23oC) for (24 hours, 32 hours, 40 hours and 48 hours). The variables observed were the total acid, viscosity, syneresis, water content and water holding capacity. The method used in this research is 4x4 factorial experiment with Completely Randomized Design (RAL) with 3 times replications, and continued with Duncan's New Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the addition of kimpul starch highly significant different (P≤0.01) on syneresis and water content decline, as well as total acid, viscosity and water holding capacity escalation. The incubation time highly significant different (P≤0.01) on syneresis and water content decline, as well as total acid, viscosity and water holding capacity escalation. The interaction between addition of starch and incubation time is not significantly different (P>0.05) on total acid, viscosity, syneresis, water content and water holding capacity. The results of the study can be concluded that the best yoghurt set quality was by adding 3% kimpul starch and 48 hours incubation time is able to improve the quality of yogurt set optimally

    Penambahan Pati Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium) Dan Waktu Inkubasi Terhadap Kualitas Yoghurt Set

    No full text
    Yoghurt merupakan olahan susu fermentasi yang bersifat probiotik karena mengandung bakteri asam laktat (BAL). Yoghurt set merupakan salah satu jenis yoghurt yang memiliki tekstur kental dan rasa yang asam serta dapat berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional dan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Permasalahan yang sering terjadi pada pembuatan yoghurt set yaitu penurunan pH hingga titik isoelektrik kasein akibatnya misel kasein menjadi tidak stabil, sehingga daya ikat air menurun (Adams and Moss, 2008). Penurunan daya ikat air memicu terjadinya sineresis pada yoghurt set. Daya ikat air yang menurun menyebabkan yoghurt set rentan terhadap sineresis yaitu kerusakan fisik berupa terpisahnya cairan whey dari gel (Sawitri dkk., 2008). Penambahan pati sebagai stabilizer alami dianggap mampu mengatasi permasalahan tersebut, sehingga kualitas yoghurt set dapat dipertahankan. Bahan stabilizer yang dapat digunakan salah satunya yaitu pati kimpul. Waktu inkubasi merupakan salah satu parameter untuk mempengaruhi keberhasilan bakteri asam laktat dalam memecah laktosa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019 di Rumah Yoghurt, Junrejo-Batu, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Malang, Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Malang dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi terhadap kualitas yoghurt set. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yoghurt yang dibuat dengan penambahan pati kimpul. Metode penelitian ini menggunakan percobaan faktorial 4x4 dengan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 kali ulangan. Faktor I adalah penambahan pati kimpul (P0 = 0%, P1 = 1%, P2 = 2% dan P3 = 3%). Faktor II adalah waktu inkubasi (L1= 24 jam, L2 = 32 jam, L3 = 40 jam dan L4 = 48 jam) pada suhu ruang (±23oC). Variabel yang diamati adalah pH, viskositas, sineresis, total asam, total BAL, TPC, eksopolisakarida, kadar protein dan profil protein, kemudian didapatkan perlakuan terbaik dan dilanjutkan uji mikrostruktur. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data kualitatif dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pH, viskositas, sineresis, total asam, total BAL, TPC, eksopolisakarida dan kadar protein. Penambahan pati kimpul berbeda sangat nyata (P≤0,01) terhadap viskositas, sineresis, total asam, total BAL, eksopolisakarida dan kadar protein, berbeda nyata (P≤0,05) terhadap nilai pH, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap TPC. Waktu inkubasi berbeda sangat nyata (P≤0,01) terhadap viskositas, sineresis, total asam, total xi BAL, eksopolisakarida dan kadar protein, berbeda nyata (P≤0,05) terhadap nilai pH, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap TPC. Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi terhadap penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi pada yoghurt set. Penambahan pati kimpul yang ditambahkan pada pembuatan yoghurt set maka viskositas, total asam, total BAL, TPC, eksopolisakarida dan kadar protein semakin meningkat, sedangkan pH dan sineresis semakin menurun. Waktu inkubasi yang semakin lama pada proses fermentasi yoghurt set maka viskositas, total asam, total BAL dan TPC semakin meningkat, sedangkan pH, sineresis, eksopolisakarida dan kadar protein semakin menurun. Profil protein yoghurt set dengan konsentrasi penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi yang berbeda ditemukan 5-8 pita protein. Analisis profil protein yoghurt set dengan mobilitas terendah sampai tertinggi terletak pada berat molekul 16,75-145,30 kDa. Kualitas yoghurt set dengan penambahan pati kimpul dan waktu inkubasi terbaik yakni penambahan pati kimpul 3% dengan waktu inkubasi 24 jam mampu meningkatkan struktur yoghurt set secara mikrostruktur

    Pengaruh Lama Perendaman Dalam Larutan Cuka Dan Kapur Terhadap Daya Kembang, Kerenyahan Dan Kualitas Organoleptik Kerupuk Rambak Kulit Sapi

    Get PDF
    Kerupuk rambak kulit sapi merupakan kerupuk yang dibuat dari bahan dasar kulit sapi. Kerupuk rambak dari kulit sapi merupakan produk olahan asal ternak yang memanfaatkan hasil ikutan ternak dari pemotongan sapi. Kerupuk rambak digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat karena harganya terjangkau dan enak. Penggunaan larutan cuka dan kapur dalam proses perendaman memiliki kemampuan yang sama dalam melonggarkan jaringan ikat ditandai oleh adanya proses pembengkakan pada komponen serabut kolagen kulit yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas fisik, kimia dan organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. Asam memecah ikatan kolagen menjadi struktur monoheliks, sedangkan basa hanya memecah sampai batas biheliks. viii Penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2016 di Laboratorium Hasil Samping Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam larutan cuka dan kapur terhadap daya kembang, kerenyahan dan kualitas organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan bahan informasi tentang lama perendaman dalam larutan cuka dan kapur terhadap daya kembang, kerenyahan dan kualitas organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerupuk rambak yang dibuat dari kulit sapi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian percobaan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola tersarang terdiri dari 6 perlakuan yang dibedakan menjadi 2 jenis larutan perendaman B1= larutan asam cuka dan B2= larutan kapur) dan lama perendaman dalam larutan perendaman tersarang (L0= 0 jam, L3= 3 jam dan L6= 6 jam) dengan 3 kali ulangan. Variabel yang diamati adalah daya kembang, kerenyahan dan kualitas organoleptik (warna dan aroma) kerupuk rambak kulit sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya kembang dan warna kerupuk rambak kulit sapi, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kerenyahan dan aroma kerupuk rambak kulit sapi. Data hasil penelitian menunjukan bahwa larutan perendaman kapur dapat meningkatkan daya kembang (950,66%), kerenyahan (32,08 ix N), warna (2,89) dan aroma (2,68) dibandingkan dengan larutan perendaman cuka dimana hasilnya adalah daya kembang (439,50%), kerenyahan (33,28 N), warna (3,79) dan aroma (2,97). Perlakuan lama perendaman tersarang pada larutan peredaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya kembang dan kerenyahan, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap warna dan aroma. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman 6 jam tersarang pada larutan kapur mampu meningkatkan daya kembang (1135,76%), kerenyahan (14,07 N), warna (2,15) dan aroma (2,77) dibandingkan dengan lama peredaman 6 jam tersarang pada larutan cuka dimana hasilnya adalah daya kembang (520,13%), kerenyahan (25,67 N), warna (4,16) dan aroma (3,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah perendaman dalam larutan kapur memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perendaman menggunakan larutan cuka terhadap daya kembang, kerenyahan dan kualitas organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. Waktu perendaman dalam larutan cuka dan kapur memberikan hasil yang berbeda dan pada lama perendaman 6 jam tersarang pada larutan kapur memberikan hasil paling baik terhadap daya kembang, kereyahan dan kualitas organoleptik. Kulit sapi yang direndam dalam larutan cuka dan kapur masih memenuhi standar SNI untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk rambak kulit. Mengacu pada kualitas kerupuk rambak kulit sapi dengan menggunakan larutan cuka dan kapur, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kualitas kimia kerupuk rambak kulit sapi

    Pengaruh penambahan konsentrasi cuka apel berbeda terhadap karakteristik kimia dan organoleptik kaldu ayam petelur afkir

    No full text
    Laying hen meat is a food ingredient that contains high enough nutrition. The weakness of rejected laying hens is that the meat is very tough, so it is not accepted by most consumers. One way to make chicken meat attractive is to use it as processed broth. Chicken meat and bones contain high levels of minerals and fat, so you need to add apple cider vinegar to remove these substances. This study aims to determine the chemical quality (fat content, ash content, and pH) and organoleptic quality (color, taste, and aroma). This study used 4 treatments, namely P0 (0%), P1 (1%), P2 (2%), and P3 (3%) each repeated 4 times to obtain a total of 16 research samples. The designs used were Completely Randomized Design (CRD) and Randomized Block Design (RAK). The results showed that the average value of chemical quality parameters (fat content, ash content, and pH) along with the addition of the highest concentration of apple cider vinegar was produced by P3 of 3.25%, 0.37%, 5.89. The average organoleptic values ​​(color, taste, and aroma) along with the addition of the highest concentration of apple cider vinegar were produced by P3 of 4.48 in the category of creamy brown color, 4.36 in the category of meaty aroma, and 4.20 in the category of savory taste. It could be concluded that the addition of apple cider vinegar to the culled laying hen broth had a significant effect (P<0.05) on the chemical and organoleptic quality of the culled laying hen broth
    corecore