10 research outputs found

    Distribusi Target Strength Ikan Demersal Berdasarkan Deteksi Hidroakustik di Perairan Teluk Youtefa, Kota Jayapura

    Get PDF
    Teluk Youtefa merupakan perairan yang potensial untuk penangkapan ikan demersal, terutama oleh nelayan lokal di sekitar Teluk Youtefa. Survei hidroakustik dilakukan untuk mengetahui distribusi target strength (TS) dan menduga ukuran panjang ikan demersal di perairan Teluk Youtefa. Perekaman data hidroakustik dilakukan sepanjang cruise track dengan menggunakan echosounder single beam SIMRAD EK-15 frekuensi 200 kHz. Analisis data menggunakan software Echoview 4.8, dengan threshold antara -34 sampai -70 dB dan ESDU (Elementary Sampling Distance Unit) adalah 100 ping. Ikan demersal pada penelitian ini merupakan ikan yang terdeteksi pada jarak maksimum 3 m dari dasar perairan. Hasil penelitian menujukkan bahwa ikan demersal yang terdeteksi sebanyak 27 schooling yang tersebar pada kedalaman 3,24 sampai 33,44 m. Ikan demersal yang terdeteksi dominan pada kedalaman maksimum 10 m sebanyak 21 schooling. Nilai TS rata-rata ikan demersal berkisar antara -69,58 sampai -45,87 dB. Berdasakan nilai TS yang diperoleh, ikan demersal di perairan Teluk Youtefa didominasi kelompok ikan berukuran kecil. Distribusi ikan demersal di perairan Teluk Youtefa sangat dipengaruhi oleh kedalaman perairan dan tipe substrat dasar perairan

    KARAKTERISTIK SEDIMEN PANTAI TIMUR PULAU BINTAN ROVINSI KEPULAUAN RIAU

    Get PDF
    The research carried out is one part of a series of researches concerning shoreline changes of east coast of Bintan Island during 2005-2014. In this part of the study analyzed the characteristics of coastal sediments of east coast of Bintan Island which is one of the factors that compose the beach profile. Analysis of sediment samples follows standard procedures of ASTM (American Society for Testing and Materials). The analysis results show that overall of sedimentary characteristics indicate the type of coastal sediment on east coast of Bintan Island is slightly gravelly sand

    ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DAN PEMETAAN SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK YOS SUDARSO, KOTA JAYAPURA

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik kuat hambur balik akustik dasar perairan. Echosounder bim tunggal Simrad EK15 frekuensi 200 kHz digunakan untuk perekaman data hidroakustik yang dilaksanakan pada tanggal 29 April sampai 2 Mei 2017 di perairan Teluk Yos Sudarso, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Pengambilan contoh substrat digunakan untuk data validasi menggunakan sedimen grab. Pengolahan data hasil rekaman akustik menggunakan satuan dasar pencuplikan sebesar 100 ping data perekaman dengan ambang batas nilai E1 adalah -50 dB dan E2 adalah -70 dB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai hambur balik akustik antar tipe substrat dasar perairan. Nilai E1 karang -15,62 dB dan E2 -30,70 dB, untuk substrat pasir E1 berkisar antara -28,40 dB sampai -27,36 dB dan E2 berkisar antara -50,96 dB sampai -47,44 dB, sedangkan substrat lumpur E1 berkisar antara -37,81 dB sampai -35,99 dB dan E2 berkisar antara -62,85 dB sampai -54,12 dB. Ukuran butiran substrat sangat berpengaruh terhadap kuat hambur balik akustik dasar perairan. Berdasarkan hasil deteksi akustik, substrat karang berada pada kedalaman 2-3 m, substrat pasir pada kedalaman 2-10 m, dan substrat lumpur dominan pada kedalaman lebih dari 10 m

    Kajian Lahan Potensial untuk Budidaya Perikanan dari Citra Satelit di Pantai Timur Belitung

    Get PDF
    Pemetaan lahan yang potensial untuk budidaya perikanan dilakukan melalui pemetaan topografi dan tutupan lahan dari citra satelit serta survei lapang di perairan pantai Timur Belitung.  Peta Topografi estimasi dari citra satelit mempunyai pola yang sama dengan hasil pengukuran terestris dimana ketinggian lahan semakin meningkat mulai dari garis pantai menuju daratan. Data hasil pengukuran topografi secara terestris lebih tinggi dari data topografi estimasi dari data satelit. Tipe pasut di perairan pantai Belitung timur adalah tipe tunggal. Data pasut ini digunakan menjadi acuan untuk pengukuran topografi secara terestris. Peta tutupan lahan hasil intrepretasi dari citra satelit diklasifikasikan menjadi kelas: hutan primer, hutan sekunder, belukar, rawa/air, lahan terbuka, permukiman dan galian tambang. Berdasarkan peta topografi, peta tutupan lahan dan data pasang surut maka lahan di wilayah kajian pesisir pantai Timur Belitung potensial dikembangkan untuk budidaya perikanan seluas 9.000 ha.   ABSTRACT Mapping potential land for aquaculture was done through topography, and land cover mapping derived satellite imagery and field survey in the east coast of Belitung. Topographic data derived satellite, and terrestrial measurement shows that topographic patterns increase as we move from the coastal line to inland. Topographic data from the terrestrial measurement was higher than satellite estimations. The type of tide in the east coast Belitung’s is the diurnal type. Within this research, tidal data was used as a reference terrestrial topographic measurement.   Land coverage maps from satellite images were classified into primary and secondary forests, grove forests, marsh/water lands, open land, inhabited land, and mining areas. According to topographic, land cover map, and tide pattern it can be confirmed that the eastern coastal area of Belitung has the potential to be developed into an aquaculture fishery area of 9,000 ha

    HAMBUR BALIK AKUSTIK PERMUKAAN SUBSTRAT DASAR PERAIRAN MENGGUNAKAN ECHOSONDER BIM TUNGGAL

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai hambur balik permukaan dasar perairan berupa pasir dan lumpur. Echosounder bim tunggal Simrad EK15 frekuensi 200 kHz digunakan untuk perekaman hambur balik akustik permukaan dasar perairan. Hasil penelitian ini menggambarkan nilai rata-rata hambur balik permukaan substrat perairan pasir bervariasi antara -37.48 dB sampai -36.03 dB, dan lumpur bervariasi antara -46.98 dB sampai -45.15 dB. Hal ini juga menunjukkan bahwa substrat pasir memiliki tingkat kekerasan dan ukuran butir yang lebih besar dibandingkan jenis substrat lumpur substratSURFACE BACKSCATTERING STRENGTH OF SEABED SUBSTRATE USING SINGLE BEAM EHOSOUNDERABSTRACTThe objectives of this research are to analyze the surface backscattering strength of seabed. The single beam echosounder Simrad EK15 with 200 kHz of frequencies was used for recordings of seabed acoustic backscattering. Data collection was conducted in April 29 – Mei 2 2017 which located in the Yos Sudarso Bay, Jayapura, Papua Province. Sampling substrate was taken for ground truth data using sedimen grab. The results show that average value of surface backscattering strength of sand varied between -37.48 dB up -36.03 dB, and mud varied between -46.98 dB up -45.15 dB. It shows also that sand has a high substrate roughness, hardness, and grain size larger than the type of mud substrate. In acoustic backscattering values of sand were greater than mud.Keyword: Surface scattering, Sand, Mud, Single beam echosounder, </p

    Surface Backscattering Strength of Seabed Substrate Using Single Beam Echosounder

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai hambur balik permukaan dasar perairan berupa pasir dan lumpur. Echosounder bim tunggal Simrad EK15 frekuensi 200 kHz digunakan untuk perekaman hambur balik akustik permukaan dasar perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan tanggal &nbsp;29 April – 2 Mei 2017 yang berlokasi di perairan Teluk Yos Sudarso, Kota Jayapura Provinsi Papua. Pengambilan contoh substrat digunakan untuk data validasi menggunakan sedimen grab. Hasil penelitian ini menggambarkan nilai rata-rata hambur balik permukaan substrat perairan pasir bervariasi antara -37.48 dB sampai -36.03 dB, dan lumpur bervariasi antara -46.98 dB sampai -45.15 dB. Hal ini juga menunjukkan bahwa substrat pasir memiliki tingkat kekerasan dan ukuran butir yang lebih besar dibandingkan jenis substrat lumpur substrat. Secara akustik, nilai hambur balik permukaan pasir akan lebih tinggi dibandingkan lumpurThe objectives of this research are to analyze the surface backscattering strength of seabed. The single beam echosounder Simrad EK15 with 200 kHz of frequencies was used for recordings of seabed acoustic backscattering. Data collection was conducted in April 29 – Mei 2 2017 which located in the Yos Sudarso Bay, Jayapura, Papua Province. Sampling substrate was taken for ground truth data using sediment grab. The results show that average value of surface backscattering strength of sand varied between -37.48 dB up -36.03 dB, and mud varied between -46.98 dB up -45.15 dB. It shows also that sand has a high substrate roughness, hardness, and grain size larger than the type of mud substrate. In acoustic backscattering values of sand were greater than mud

    TINGKAT KERENTANAN PESISIR DI UTARA DAN TIMUR PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2020

    Get PDF
    Coastal areas are unique, dynamic, and complex because they are zones of interaction between land, oceans, and atmosphere. This makes coastal areas the most vulnerable areas on Earth. To find out how big the vulnerability is in a coastal area, a study is needed to determine the vulnerability level of coastal areas and the influencing factors. Research on the coastal vulnerability level at this location was conducted in 2016 and it was concluded that the coastal vulnerability level is in the medium category. With the development of potential utilization in the area, it is necessary to conduct similar research in 2016 to find out if there is a change in vulnerability level between 2016 and 2020. The data used consisted of coastal geomorphology, tidal, Landsat 7 ETM+ and 8 OLI, sea level rise and DEM satellite imagery. Data analysis using Coastal Vulnerability Index (CVI) method. The results showed the coastal vulnerability level at the research site was in the low-medium category, with a CVI score range of 9,93-25,86. Topography, geomorphology, intensity of shoreline changes, and coastal slope are factors that can cause the vulnerability level at the research site can be very high. However, the interconnectedness between other parameters can inhibit the high level of vulnerability, making the level of coastal vulnerability at the research site to be only in the low-medium category. There was a change in vulnerability level conditions between 2016 and 2020 the level of vulnerability at the east coast decreased to a low category.Wilayah pesisir sangat unik, dinamis, dan kompleks karena merupakan zona interaksi antara daratan, lautan, dan atmosfer. Hal ini menjadikan wilayah pesisir sebagai wilayah yang paling rentan di Bumi. Untuk mengetahui seberapa besar kerentanan di suatu wilayah pesisir, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerentanan wilayah pesisir dan faktor yang mempengaruhi. Penelitian mengenai tingkat kerentanan pesisir di lokasi ini pernah dilakukan pada tahun 2016 dan diperoleh simpulan bahwa tingkat kerentanan pesisir berada pada kategori sedang. Dengan semakin berkembangnya pemanfaatan potensi di daerah tersebut maka dirasa perlu dilakukan penelitian serupa dengan tahun 2016 untuk mengetahui apakah terdapat perubahan tingkat kerentanan antara tahun 2016 dengan tahun 2020. Data-data yang digunakan terdiri dari Data-data yang digunakan terdiri dari&nbsp; geomorfologi pantai, pasang surut, citra satelit Landsat 7 ETM+ dan 8 OLI, kenaikan muka laut dan DEM. Analisis data menggunakan metode Coastal Vulnerability Index (CVI). Hasil penelitian menunjukkan tingkat kerentanan pesisir di lokasi penelitian berada pada kategori rendah-sedang, dengan kisaran skor CVI 9,93-25,86. Topografi, geomorfologi, intensitas perubahan garis pantai, dan kemiringan pantai merupakan faktor yang dapat menyebabkan tingkat kerentanan di lokasi penelitian menjadi sangat tinggi. Namun, keterhubungan antara parameter lain yang dapat menjadi faktor penghambat tingginya tingkat kerentanan, menyebabkan tingkat kerentanan pesisir di lokasi penelitian hanya berada dalam kategori rendah-sedang. Terdapat perubahan kondisi tingkat kerentanan antara tahun 2016 dengan tahun 2020 dimana pada tahun 2020 tingkat kerentanan di pantai timur mengalami penurunan menjadi kategori rendah

    Patterns and Tidal Characteristics of East Coast of Bintan Island, Riau Archipelago Province

    Get PDF
    Tide is one of the important factors that affect the oceanographic processes around widely as waters flow. Tides also give significant effects against the dynamic of coastal area. This research was conducted considering the importance roles of tides data against all oceanographic phenomenon that gives the effects on activities around the area of coastal waters. This research was conducted around the area of east coast of Bintan Island Riau Archipelago Province in December 2017. Tidal data is retrieved from the global tidal modelling uses MIKE 21. The results of the analysis show the range of tidal height on the east coast of Bintan Island during 2007-2017 is 0.70-3.50 m of height range with the average of mean sea level (MSL) is 2.20-2.60 m. Generally, tidal fluctuations on east coast of Bintan Island form an asymmetric pattern which is a common pattern occurring in any waters. The tidal type of the east coast of Bintan Island is mixed predominantly semi diurnal with the value of formzahl number in each station respectively is 1.19-1.44. The interesting phenomenon obtained from this research is during 2007-2017 the maximum of sea level height in each station tends to decrease, this is considered attractive because over the past 20 years earth surface temperature have tended to increase so that melting of ice in polar has implications for increasing of sea water volume.   Keywords: Tide, harmonics component, oceanography, east coast of Bintan Islan

    Hutan mangrove di Pulau Ternate secara spasial dan temporal

    No full text
    Hutan mangrove merupakan vegetasi yang sangat penting di wilayah pesisir pantai.  Keberlanjutan hutan mangrove perlu mendapat perhatian memiliki beberapa fungsi yang meliputi fungsi ekologi, fungsi fisik, dan ekonomi.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hutan mangrove berdasarkan indeks ekologi dan menganalisis spasial temporal luas hutan mangrove di Pulau Ternate.  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey pengukuran data lapangan yang di laksanakan di Kelurahan Mangga Dua, Kelurahan Gambesi dan Kelurahan Rua. Spasial temporal menggunakan data citra resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth  selama 20 tahun dengan akuisisi lima waktu perekaman  yaitu tahun 2022, 2020, 2015 2010 dan 2001 dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).  Hasil penelitian diperoleh informasi status hutan mangrove di Kelurahan Mangga Dua, Kelurahan Gambesi dan Kelurahan Rua dengan menggunakan beberapa indicator indeks ekologi diketahui dalam kondisi rusak hingga  kondisi sedang. Luas mangrove di Pulau Ternate pada tahun 2002 adalah 5.97 ha dan mengalami penurunan luas area sampai tahun 2022 menjadi 2.51 ha. Degradasi kondisi hutan mangrove di Pulau Ternate perlu diantisipasi dengan model pengelolaan berkelanjutan dan penerapan konsep transdisipliner. Kata kunci : Biodiversitas, degradasi, pesisir, pulau kecil, tropis
    corecore