23 research outputs found

    Perspectives on Managing State Assets in the Public Service Agency Policies: A Multisite Study at Indonesian Islamic State Universities

    Get PDF
    Indonesia's policy granted state universities with excellent asset management to manage their business independently. This study explored asset management practices at Indonesian state Islamic universities to reveal and evaluate the asset management practices. This study uses a qualitative research paradigm with a multisite approach. In-depth interviews and non-participant observation, including leaders of public service agencies, finance officials, asset managers, and financial management staff, were used as a data collection strategy. This study's findings indicate unpreparedness and dilemma in managing the university's assets, caused by the mindset of principals trapped in the old-school government paradigm. As they are encouraged to increase their income from asset management, they are also expected to reduce public subsidies. Weak asset management and low contribution to university funding are also present. Public universities must build a paradigm transformation from the government agency to agencification (semi-autonomy), from bureaucracy to entrepreneurship, both in mindset, system, and university management. Indonesia's policy granted state universities with excellent asset management to manage their business independently. This study explored asset management practices at Indonesian state Islamic universities to reveal and evaluate the asset management practices. This study uses a qualitative research paradigm with a multisite approach. In-depth interviews and non-participant observation, including leaders of public service agencies, finance officials, asset managers, and financial management staff, were used as a data collection strategy. This study's findings indicate unpreparedness and dilemma in managing the university's assets, caused by the mindset of principals trapped in the old-school government paradigm. As they are encouraged to increase their income from asset management, they are also expected to reduce public subsidies. Weak asset management and low contribution to university funding are also present. Public universities must build a paradigm transformation from the government agency to agencification (semi-autonomy), from bureaucracy to entrepreneurship, both in mindset, system, and university management.&nbsp

    Wealth management: konsep dan model pengembangan perguruan tinggi badan layanan umum

    Get PDF
    Negara memberikan mandat kepala Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menjadi Badan Layanan Umum (BLU) tidak lain adalah untuk melakukan transformasi manajemen dari government agency menjadi government agencification. Tujuan dari agencification sendiri adalah menjadikan institusi publik memiliki otonomi pada manajemennya dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerjanya serta memberikan pelayanan yang lebih baik. Pada kenyataannya, tingkat pengetahuan (cognitive) Pengelola BLU belum pada level strategis serta belum memiliki jiwa birokrasi entrepeneur (entrepreneur bureaucracy). Pengetahuan Pengelola BLU masih pada tingkatan ketiga yaitu level menerapkan (applying). Belum banyak pemikiran dari Pengelola BLU yang sampai pada level menganalisis (analysis), mengevaluasi (evaluation), bahkan menciptakan (creating). Sebagian besar belum memiliki lompatan-lompatan dan ide yang strategis dalam pengembangan BLU. Secara teoritis, pengelola BLU di PTKIN-BLU belum bisa dinyatakan pada tingkat Higher Order Thinking Skills. Di sisi lain, praktek pengelolaan kekayaan (wealth management) dalam rangka mendukung pengembangan BLU di PTKIN-BLU masih jauh dikatakan optimal. Hal ini disebabkan karena kelembagaan pengelola pemanfaatan aset belum diposisikan secara strategis, belum optimalnya dalam mengelola kas menganggur (idle cash management), belum dimanfaatkan intangible asset secara optimal, dan belum ada pemikiran mengelola dana abadi, wakaf, atau dana umat (endowment fund) dalam rangka mendukung kinerja perguruan tinggi dengan mandat BLU. Selama ini, PTKIN-BLU masih melaksanakan pemanfaatan aset yang dilakukan secara normatif, belum memiliki gagasan yang istimewa apalagi melakukan lompatan-lompatan yang luar biasa. Mereka masih sebatas memanfaatkan asset atau kekayaan fisik (tangible asset) yang sedang tidak digunakan (idle asset) untuk kepentingan layanan pendidikan, baik dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) maupun Kerjasama Manajemen (KSM), serta melaksanakan bisnis dalam penyediaan barang/jasa. PTKIN-BLU yang telah diberi mandat BLU idealnya mengelola dana abadi, wakaf, atau dana umat (endowment fund) dalam rangka menjaga keberlanjutan (sustainability) PTKIN-BLU untuk masa depan, termasuk memikirkan generasi umat Islam dalam hal memperoleh pendidikan berkualitas dengan biaya yang terjangkau. Salah satu rahasia perguruan tinggi maju di Indonesia dan tingkat dunia yaitu adanya praktek-praktek endowment fund management ini. Diantara tujuan dari endowment fund management di perguruan tinggi yaitu menciptakan sumber-sumber pendapatan permanen, menstabilkan pendapatan, dan mengurangi biaya yang dibebankan kepada mahasiswa. Oleh sebab itu, PTKIN-BLU harus memulai dan mengembangkan endowment fund yang manajemennya terpisah dari manajemen perguruan tinggi

    Wealth management: konsep dan model pengembangan perguruan tinggi badan layanan umum

    Get PDF
    Negara memberikan mandat kepala Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menjadi Badan Layanan Umum (BLU) tidak lain adalah untuk melakukan transformasi manajemen dari government agency menjadi government agencification. Tujuan dari agencification sendiri adalah menjadikan institusi publik memiliki otonomi pada manajemennya dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerjanya serta memberikan pelayanan yang lebih baik. Pada kenyataannya, tingkat pengetahuan (cognitive) Pengelola BLU belum pada level strategis serta belum memiliki jiwa birokrasi entrepeneur (entrepreneur bureaucracy). Pengetahuan Pengelola BLU masih pada tingkatan ketiga yaitu level menerapkan (applying). Belum banyak pemikiran dari Pengelola BLU yang sampai pada level menganalisis (analysis), mengevaluasi (evaluation), bahkan menciptakan (creating). Sebagian besar belum memiliki lompatan-lompatan dan ide yang strategis dalam pengembangan BLU. Secara teoritis, pengelola BLU di PTKIN-BLU belum bisa dinyatakan pada tingkat Higher Order Thinking Skills. Di sisi lain, praktek pengelolaan kekayaan (wealth management) dalam rangka mendukung pengembangan BLU di PTKIN-BLU masih jauh dikatakan optimal. Hal ini disebabkan karena kelembagaan pengelola pemanfaatan aset belum diposisikan secara strategis, belum optimalnya dalam mengelola kas menganggur (idle cash management), belum dimanfaatkan intangible asset secara optimal, dan belum ada pemikiran mengelola dana abadi, wakaf, atau dana umat (endowment fund) dalam rangka mendukung kinerja perguruan tinggi dengan mandat BLU. Selama ini, PTKIN-BLU masih melaksanakan pemanfaatan aset yang dilakukan secara normatif, belum memiliki gagasan yang istimewa apalagi melakukan lompatan-lompatan yang luar biasa. Mereka masih sebatas memanfaatkan asset atau kekayaan fisik (tangible asset) yang sedang tidak digunakan (idle asset) untuk kepentingan layanan pendidikan, baik dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) maupun Kerjasama Manajemen (KSM), serta melaksanakan bisnis dalam penyediaan barang/jasa. PTKIN-BLU yang telah diberi mandat BLU idealnya mengelola dana abadi, wakaf, atau dana umat (endowment fund) dalam rangka menjaga keberlanjutan (sustainability) PTKIN-BLU untuk masa depan, termasuk memikirkan generasi umat Islam dalam hal memperoleh pendidikan berkualitas dengan biaya yang terjangkau. Salah satu rahasia perguruan tinggi maju di Indonesia dan tingkat dunia yaitu adanya praktek-praktek endowment fund management ini. Diantara tujuan dari endowment fund management di perguruan tinggi yaitu menciptakan sumber-sumber pendapatan permanen, menstabilkan pendapatan, dan mengurangi biaya yang dibebankan kepada mahasiswa. Oleh sebab itu, PTKIN-BLU harus memulai dan mengembangkan endowment fund yang manajemennya terpisah dari manajemen perguruan tinggi

    The importance of system transition in the transfer of state assets management to public institutions: Analysis at the state Islamic university - public service agency in Indonesia

    Get PDF
    State Higher Education Institutions in Indonesia have experienced a paradigm shift in their management, one of which is the State Islamic University. More than half of State Islamic Universities have Public Service Agency status. They focus on teaching, research, and community service as their primary business and must manage assets professionally and with economic value as potential income. This study seeks to uncover and assess asset management and management transformation of UINs with BLU status. This study uses a qualitative research paradigm with a multi-site approach. This research used in-depth interviews conducted naturally with key informants at three state Islamic universities in Indonesia that have had BLU status for more than ten years. These three universities are considered to have experience in managing assets and carrying out transformation. Data analysis approaches are Domain and Content Analysis. The research data is presented in four domains: cash management, tangible asset management, intangible asset management, and endowment fund management. Research data found that UINs with BLU status still manage assets in a normative and conservative manner. This finding is because UIN, which has BLU status, has yet to transform its university management fully. This study shows that there are demands for UIN with BLU status to transform from a government institution into an "agencification" and semi-autonomous system in line with the delegation of management of state assets from the central government

    The importance of system transition in the transfer of state assets management to public institutions: Analysis at the state Islamic university - public service agency in Indonesia

    Get PDF
    State Higher Education Institutions in Indonesia have experienced a paradigm shift in their management, one of which is the State Islamic University. More than half of State Islamic Universities have Public Service Agency status. They focus on teaching, research, and community service as their primary business and must manage assets professionally and with economic value as potential income. This study seeks to uncover and assess asset management and management transformation of UINs with BLU status. This study uses a qualitative research paradigm with a multi-site approach. This research used in-depth interviews conducted naturally with key informants at three state Islamic universities in Indonesia that have had BLU status for more than ten years. These three universities are considered to have experience in managing assets and carrying out transformation. Data analysis approaches are Domain and Content Analysis. The research data is presented in four domains: cash management, tangible asset management, intangible asset management, and endowment fund management. Research data found that UINs with BLU status still manage assets in a normative and conservative manner. This finding is because UIN, which has BLU status, has yet to transform its university management fully. This study shows that there are demands for UIN with BLU status to transform from a government institution into an "agencification" and semi-autonomous system in line with the delegation of management of state assets from the central government

    Perspectives on managing state assets in the public service agency policies: a multisite study at Indonesian Islamic state universities

    Get PDF
    Indonesia's policy granted state universities with excellent asset management to manage their business independently. This study explored asset management practices at Indonesian state Islamic universities to reveal and evaluate the asset management practices. This study uses a qualitative research paradigm with a multisite approach. In-depth interviews and non-participant observation, including leaders of public service agencies, finance officials, asset managers, and financial management staff, were used as a data collection strategy. This study's findings indicate unpreparedness and dilemma in managing the university's assets, caused by the mindset of principals trapped in the old-school government paradigm. As they are encouraged to increase their income from asset management, they are also expected to reduce public subsidies. Weak asset management and low contribution to university funding are also present. Public universities must build a paradigm transformation from the government agency to agencification (semi-autonomy), from bureaucracy to entrepreneurship, both in mindset, system, and university management

    Pengamanan Sistem Komputer

    No full text

    Pemanfaatan aset di kampus Badan Layanan Umum

    No full text
    Buku ini berjudul Optimalisasi Aset Badan Layanan Umum. Motivasi tulisan dalam buku ini didasarkan pada kegelisahan penulis melihat fenomena manajemen perguruan tinggi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri yang telah mendapat mandat sebagai Satuan Kerja Badan Layanan Umum yang masih belum mengoptimalkan aset secara ekonomi sebagai sumber pendapatan potensial. Sebagian besar dari mereka masih memiliki manajemen, pola pikir (mindset), budaya, sistem, tata kelola, struktur, dan kepemimpinan sebagai government agency. Berdasarkan sumber dari Pejabat Pembuat Komitmen-Badan Layanan Umum, terdapat 19 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri yang sudah berstatus sebagai Satuan Kerja Badan Layanan Umum dan masih banyak lagi yang sedang dalam proses menjadi Badan Layanan Umum. Merujuk pada Pasal 3 dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum yang menyebutkan bahwa tujuan Badan Layanan Umum adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta penerapan praktik bisnis yang sehat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pimpinan Badan Layanan Umum diberikan kewenangan untuk (i) mengelola keuangan secara fleksibel; (ii) optimalisasi pemanfaatan aset; (iii) mengelola kas secara efektif; (iv) mengelola dana investasi; (v) mengelola dana abadi; (vi) melakukan praktik bisnis sesuai core business perguruan tinggi; dan (vii) melakukan utang piutang; dan (viii) memanfaatkan idle cash. Buku ini hadir untuk menjawab problem di atas. Satu sisi pemerintah telah memberikan kewenangan, tetapi di sisi lain, perguruan tinggi yang telah mendapatkan mandat Badan Layanan Umum belum melakukan transformasi, sistem, struktur, strategi, tata kelola, budaya, mindset, dan kepemimpinan secara total. Buku ini hanya menjawab sebagian kecil dari sekian masalah yang harus diselesaikan dalam manajemen perguruan tinggi dengan mandat Badan Layanan Umum. Jawab kecil dimaksud yaitu kekayaan atau aset mana saja yang dapat dioptimalkan dan bagaimana pendekatan optimalisasi kekayaan atau aset. Buku ini terdiri dari tujuh bab, ringkasan masing-masing bab dijelaskan sebagai berikut. Bab 1: Menjelaskan pergeseran paradigma perguruan tinggi. Saat ini, ada tiga pola manajemen perguruan tinggi di Indonesia, yaitu: (i) perguruan tinggi negeri dengan pola manajemen keuangan negara pada umumnya; (ii) perguruan tinggi negeri dengan pola manajemen keuangan Badan Layanan Umum; dan (iii) perguruan tinggi negeri dengan Badan Hukum. Ketiga pola manajemen perguruan tinggi tersebut terjadi pergeseran yang signifikan dalam manajemen perguruan tinggi. Pola manajemen perguruan tinggi berdasarkan keuangan negara pada umumnya yaitu perguruan tinggi yang berstatus sebagai Satuan Kerja Pemerintah yang diperlakukan seperti institusi publik pada umumnya. Pola manajemen perguruan tinggi berbasis keuangan negara, seluruh penerimaan perguruan tinggi atau yang disebut dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak harus disetor ke kas negara. Proses pencairannya mengikuti peraturan birokrasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan yang cukup ketat, sehingga perguruan tinggi negeri berbasis keuangan negara tidak lebih hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam bidang layanan pendidikan tinggi. Mereka tidak memiliki fleksibilitas, baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Perguruan tinggi pola manajemen keuangan negara sangat berbeda dengan perguruan tinggi dengan pola manajemen Badan Layanan Umum dan Badan Hukum. Kedua pola manajemen perguruan tinggi terakhir ini memerlukan transformasi. Bab 2: Memaparkan Perguruan Tinggi dengan mandat Badan Layanan Umum. Ada dua aspek penting dalam bab 2 ini. Pertama, aspek konsep umum tentang Badan Layanan Umum itu sendiri, di antaranya definisi Badan Layanan Umum, prinsip-prinsip pada Badan Layanan Umum, dan tujuan Badan Layanan Umum. Kedua, aspek perguruan tinggi dengan mandat Badan Layanan Umum, framework perguruan tinggi negeri dengan mandat Badan Layanan Umum, dan kewenangan perguruan tinggi negeri yang sudah mendapatkan mandat Badan Layanan Umum. Pesan penting dalam bab 2 ini yaitu memberikan informasi dan pengetahuan bahwa perguruan tinggi negeri dengan pola manajemen Badan Layanan Umum memiliki tugas untuk memberdayakan atau mengelola kekayaan atau aset secara ekonomi sebagai sumber pendapatan potensial, selain tugas melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi (Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat). Bab 3: Menjelaskan manajemen perguruan tinggi dengan mandat Badan Layanan Umum. Bab 3 ini lebih fokus pada manajemen perguruan tinggi yang telah mendapatkan mandat Badan Layanan Umum. Bab 3 ini pertama kali dijelaskan pentingnya transformasi dari perguruan tinggi sebagai government agency menjadi perguruan tinggi sebagai agencification. Kedua, menjelaskan sumber daya pendidikan tinggi yang harus dikelola dalam rangka melaksanakan core business perguruan tinggi. Bab 4: Menjelaskan konsep aset pada perguruan tinggi dengan mandat Badan Layanan Umum. Pada bab ini menjelaskan secara normatif tentang klasifikasi kekayaan atau aset yang ada di perguruan tinggi. Beberapa klasifikasi kekayaan atau aset pada perguruan tinggi yang sudah diidentifikasi di antaranya tangible asset, intangible asset, dan kas. Pesan penting dalam bab 4 yaitu ketiga jenis kekayaan atau aset tersebut yang harus dikelola secara optimal pada perguruan tinggi negeri dengan mandat Badan Layanan Umum. Bab 5: Menjelaskan optimalisasi kekayaan/aset pada perguruan tinggi negeri dengan mandat Badan Layanan Umum. Sebelum menjelaskan pendekatan tentang optimalisasi aset, dalam bab ini juga dijelaskan tipe kekayaan atau aset pada perguruan tinggi. Ada tiga tipe kekayaan atau aset pada perguruan tinggi yang potensial untuk dikelola secara ekonomi dan profesional. Ketiga kekayaan atau aset yang dijelaskan dalam bab ini diharapkan dapat dijadikan sumber pendapatan yang potensial untuk pembiayaan operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi. Akhir dari bab 5 yaitu menjelaskan pendekatan optimalisasi dari masing-masing tipe kekayaan atau aset pada perguruan tinggi. Bab 6: Pada bab 6 ini yaitu menjelaskan manajemen dana abadi (endowment fund). Yang mana endowment fund juga merupakan sumber pendapatan potensial pada perguruan tinggi untuk mendukung pembiayaan akademik (penelitian, publikasi, dan lainnya), termasuk beasiswa kepada mahasiswa miskin. Belajar dari beberapa perguruan tinggi maju dunia, Harvard University misalnya, endowment fund mampu memberikan kontribusi lebih dari 35% pada pembiayaan operasional pendidikan tinggi. Selain itu, bab ini menjelaskan konsep endowment fund secara umum, tipe-tipe endowment fund, pendekatan pemanfaatan endowment fund, kebijakan investasi endowment fund, dan terakhir memberikan beberapa contoh praktik pengelolaan endowment fund di perguruan tinggi di Indonesia. Bab 7: Sebagai bagian akhir dari buku ini, bab ini memaparkan keunikan baik dalam konteks positif (kemajuan) maupun negatif (stagnan) praktik manajemen Badan Layanan Umum, khususnya di Perguruan Tinggi Keagaman Islam Negeri yang telah mendapatkan mandat Badan Layanan Umum dari Kementerian Keuangan. Terakhir, penulis menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya serta terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang turut berkontribusi terhadap buku ini. Khususnya para reviewer yang telah memberikan saran untuk buku ini. Semoga terbitnya buku ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam manajemen perguruan tinggi yang telah mendapatkan mandat Badan Layanan Umum dan menambah khazanah pengetahuan

    Key Success Factor Maturity Rating Manajemen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Badan Layanan Umum

    No full text
    Mayoritas Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Badan Layanan Umum (PTKIN BLU) masih pada level 1 (initial) dan level 2 (managed) dari 5 level (optimizing). Buku ini menyajikan secara umum tingkat maturitas (maturity rating) PTKN BLU masih tergolong lemah. Rendahnya level tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pengembangan kelembagaan serta lemahnya budaya organisasi yang baik. Ada beberapa parameter yang bisa jadi tolok ukur Tingkat kematangan BLU ini, antara lain pada area result-base yang terdiri atas aspek keuangan (likuiditas, efektifitas, efisiensi, dan tingkat kemandirian) dan pelayanan (indeks kepuasan stakeholder, efisiensi pelayanan, sistem pengaduan layanan, dan tingkat kesuksesan layanan). Adapun pada area process-base terdiri atas aspek kapabilitas internal (sumber daya manusia, bisnis proses, teknologi, dan customer focus), inovasi (keterlibatan pengguna layanan, proses inovasi, knowledge management, dan change management), tata kelola dan kepemimpinan (perencanaan strategis, etika bisnis, stakeholder’s relationship, risk management, dan pengawasan dan pelaporan), serta lingkungan (environment footprint management dan penggunaan sumber daya). Beberpa parameter tersebut merupakan hal baru bagi PTKIN BLU, karena aspek-aspek pada maturity rating belum menjadi budaya untuk diinternalisasi pada manajeman dan kegiatan keseharian. Disisi lain, faktor yang menyebabkan bervariasinya skor maturity rating BLU pada PTKIN antara lain kompleksitas perguruan tinggi, kurangnya konsensus tentang konsep dan urgensitas maturitas manajemen, perbedaan dalam budaya organisasi, serta kemampuan beradaptasi. Ada beberapa faktor kunci yaitu kepemimpinan yang efektif, dukungan top manajemen, komitmen organisasi, dan budaya organisasi. Komunikasi yang jelek serta kurangnya kesadaran juga bisa menyebabkan maturity rating yang rendah. Untuk meningkatkan level maturity rating, PTKIN BLU perlu mengadopsi model maturitas yang sesuai, fokus pada utama dalam operasional, dan mengembangkan metodologi yang spesifik serta memperkuat model maturitas dengan indikator yang lebih terukur. Perguruan tinggi perlu menyadari tantangan dan kesenjangan dalam model maturitas yang ada dan berupaya mengatasi permasalahan maturitas yang dihadapi, serta memanfaatkan manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kinerja dan praktik manajemen secara holistik dan komprehensif pada semua lini manajeme

    Key success factor of maturity rating: Manajemen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Badan Layanan Umum (sertifikat hak cipta)

    No full text
    Pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam pembangunan suatu negara, termasuk dalam konteks Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Badan Layanan Umum. Transformasi yang terjadi di dunia pendidikan tinggi, khususnya di lingkungan PTKIN, menjadi sebuah tantangan dan peluang untuk mengembangkan manajemen berbasis korporasi. Buku ini membahas mengenai faktor kunci keberhasilan dalam meningkatkan tingkat kematangan manajemen PTKIN Badan Layanan Umum, yang diukur melalui instrumen yang dikembangkan oleh Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Maturitas dalam manajemen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Badan Layanan Umum melibatkan sejumlah perubahan pada tingkat personal dan organisasional. Proses ini melibatkan perubahan individu dari keadaan pasif menjadi aktif, penguatan kemandirian dengan mengurangi ketergantungan, adaptasi perilaku terbatas menjadi beragam, peningkatan intensitas minat, pergeseran perspektif dari sekarang ke masa depan, transisi dari posisi bawah ke posisi unggul, dan peningkatan kesadaran menuju kedewasaan. Dengan menerapkan proses-proses ini, PTKIN dapat mencapai tingkat maturitas yang tinggi, menciptakan lingkungan dinamis, adaptif, dan mampu mengatasi berbagai tantangan di masa depan. Buku ini hadir dalam membahas Key Success Factors (Faktor Kunci Keberhasilan) dalam menjadikan maturitas manajemen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri berstatus Satuan Kerja Badan Layanan Umum. Faktor Desain Maturitas Manajemen terdiri atas tujuh dimensi seperti pengukuran kinerja, manajemen perubahan, program maturitas manajemen, penguatan sistem & tata Kelola, keterlibatan stakeholder internal, komitmen manajemen & kepemimpinan, dan komunikasi. Sementara, faktor budaya digital, meliputi dimensi digitalisasi manajemen dan budaya organisasi. Penulis berharap hadirnya buku ini dapat memberikan manfaat yang luas khususnya bagi setiap akademisi maupun masyarakat luas yang memiliki minat dalam bidang maturity rating
    corecore