11 research outputs found
PENGARUH PERGERAKAN ANGKUTAN PETI KEMAS TERHADAP KINERJA DAN KUALITAS RUANG LALU LINTAS DI KAWASAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN HINTERLAND-NYA
Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan internasional terbesar di Indonesia yang berfungsi sebagai regulator sirkulasi penumpang dan barang (logistic center) baik domistik maupun internasional serta fasilitator angkutan multi moda dan tempat pergantian antar moda karena berdekatan dengan terminal penumpang Tanjung Priok dan stasiun kereta api Tanjung Priok (sementara tidak beroperasi). Guna mendukung perannya yang sangat besar Pelabuhan Tanjung Priok didukung oleh kawasan penyangga (hinterland) di beberapa lokasi yaitu kawasan Jabodetabek dan beberapa wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat.
Permasalahan utama yang terjadi adalah rendahnya tingkat kinerja dan kualitas ruang lalu lintas di sekitar kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan hinterland-nya. Indikator rendahnya kinerja dan kualitas ruang lalu lintas adalah sering terjadi kemacetan lalu lintas, tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas, rendahnya kecepatan kendaraan, banyaknya hambatan perjalanan, rendahnya tingkat pelayanan ruang lalu lintas dan banyaknya kendaraan yang tidak laik jalan mengeluarkan emisi gas buang yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara.
Beberapa titik yang menjadi sumber kemacetan lalu lintas disebabkan karena tingginya frekuensi perjalanan angkutan peti kemas, tidak baiknya pengaturan sirkulasi, tidak adannya pembedaan pemakaian ruang lalu lintas, tidak cukupnya ruang manuver dan tidak tersedianya ruang tunggu angkutan peti kemas (buffer zone) yang memadahi.Pergerakan angkutan peti kemas rata-rata per hari mencapai 17.000 kendaraan (Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, 2015) atau hampir setiap 5 detik terdapat kendaraan angkutan peti kemas yang keluar/masuk Pelabuhan Tanjung Priok. Tingginya frekuensi angkutan peti kemas selain mempengaruhi tingkat pelayanan ruang lalu lintas akan berdampak pula pada menurunnya kecepatan perjalanan. Rata-rata kecepatan perjalanan pada ruang lalu lintas di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat mencapai 36 km/jam pada saat tidak ada bongkar muat peti kemas, tetapi pada hari puncak bongkar muat peti kemas rata-rata kecepatan perjalanan pada ruang lalu lintas di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok hanya 20 km/jam (sumber: hasil survai 2015). Menurunnya tingkat kualitas udara ruang lalu lintas di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu dampak pergerakan angkutan peti kemas yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sehingga memberikan efek negatif gas buang kendaraan bermotor.
Jumlah layanan bongkar muat peti kemas dari tahun ke tahun diprediksi semakin meningkat dimana pada tahun 2015 terdapat 8,1 juta TEUâs menjadi 11 TEUâs pada tahun 2020 dan 18 TEUâs pada tahun 2030 (RIP Pelabuhan Tanjung Priok, 2013). Apabila tidak dilakukan penataan pola pergerakan angkutan peti kemas, maka kinerja dan kualitas ruang lalu lintas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya akan semakin menurun / memburuk. Beberapa cara untuk mengurangi dampak negatif intervensi pergerakan angkutan peti kemas terhadap ruang lalu lintas adalah pengaturan waktu perjalanan, pengaturan sirkulasi atau alur angkutan peti kemas baik di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok maupun pada ruang lalu lintas di sekitarnya, menyediakan ruang gerak yang cukup, menyediakan buffer zone, menghilangkan hambatan pergerakan pada ruang lalu lintas yang dilaluinya.
Kata kunci : angkutan peti kemas, ruang lalu lintas, kawasan pelabuhan, hinterlan
ANALISIS LOKASI RAWAN KECELAKAAN REM BLONG
Repeated brake failure accidents occur on the Buntu-Banyumas Road section, which features a 1 km downhill geometric condition. The braking force required increases with a vehicle's weight, speed, and elevation. This research aims to identify the causes of brake failure accidents related to the long downhill geometric condition of the road. The methods include fault tree analysis, road accident mapping, and safe speed calculation. The data used have road geometric data, vehicle speed, and vehicle weight. The research findings indicate that brake failure accidents on the Buntu-Banyumas Road section are caused by driver behavior, repeatedly applying brakes on a road with a slope exceeding the critical maximum gradient, leading to overheating and brake failure. Road authorities must maintain guardrails, install speed limit signs, and implement emergency escape ramps.
ABSTRAK
Kecelakaan rem blong terjadi secara berulang pada ruas Jalan Buntu-Banyumas yang memiliki kondisi geometrik berupa turunan sepanjang 1 km. Semakin berat suatu kendaraan, semakin tinggi kecepatan kendaraan dan semakin tinggi posisi kendaraan maka semakin besar daya pengereman yang dibutuhkan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui penyebab kecelakaan rem blong terkait dengan kondisi geometrik jalan berupa turunan panjang. Metode yang digunakan berupa Fault Tree Analysis, Road Accident Mapping dan perhitungan kecepatan aman. Data yang digunakan berupa data geometrik jalan, kecepatan kendaraan, dan berat kendaraan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab kecelakaan rem blong pada ruas Jalan Raya Buntu-Banyumas disebabkan karena perilaku pengemudi yang melakukan pengereman secara berulang pada kondisi jalan yang menurun melebihi batas maksimal kelandaian kritis sehingga menimbulkan overheat dan rem blong. Penanggung jawab jalan perlu memelihara guardrail, pemasangan rambu batas kecepatan dan emergency escape ramp
ANALISIS LOKASI RAWAN KECELAKAAN REM BLONG
Repeated brake failure accidents occur on the Buntu-Banyumas Road section, which features a 1 km downhill geometric condition. The braking force required increases with a vehicle's weight, speed, and elevation. This research aims to identify the causes of brake failure accidents related to the long downhill geometric condition of the road. The methods include fault tree analysis, road accident mapping, and safe speed calculation. The data used have road geometric data, vehicle speed, and vehicle weight. The research findings indicate that brake failure accidents on the Buntu-Banyumas Road section are caused by driver behavior, repeatedly applying brakes on a road with a slope exceeding the critical maximum gradient, leading to overheating and brake failure. Road authorities must maintain guardrails, install speed limit signs, and implement emergency escape ramps.
ABSTRAK
Kecelakaan rem blong terjadi secara berulang pada ruas Jalan Buntu-Banyumas yang memiliki kondisi geometrik berupa turunan sepanjang 1 km. Semakin berat suatu kendaraan, semakin tinggi kecepatan kendaraan dan semakin tinggi posisi kendaraan maka semakin besar daya pengereman yang dibutuhkan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui penyebab kecelakaan rem blong terkait dengan kondisi geometrik jalan berupa turunan panjang. Metode yang digunakan berupa Fault Tree Analysis, Road Accident Mapping dan perhitungan kecepatan aman. Data yang digunakan berupa data geometrik jalan, kecepatan kendaraan, dan berat kendaraan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab kecelakaan rem blong pada ruas Jalan Raya Buntu-Banyumas disebabkan karena perilaku pengemudi yang melakukan pengereman secara berulang pada kondisi jalan yang menurun melebihi batas maksimal kelandaian kritis sehingga menimbulkan overheat dan rem blong. Penanggung jawab jalan perlu memelihara guardrail, pemasangan rambu batas kecepatan dan emergency escape ramp
IDENTIFIKASI KROMOSOM HOMOLOG MELALUI DETEKSI NUCLEOLUS ORGANIZER REGIONS DENGAN PEWARNAAN AgNO3 PADA TANAMAN BAWANG MERAH
Generally, the standard procedure for karyotype analysis of shallot is sorted by chromosome sizes. Therefore, the identification of homologous chromosomes is difficult without using a specific probe. Nucleolus Organizing Regions (NORs) can be used as a probe for precise identification of homologous chromosomes. However, the use of NORs for plant karyotyping in Indonesia is poorly investigated. In this study, shallot chromosomes were prepared using modified CarnoyââŹâ˘s solution II, fixed in CarnoyââŹâ˘s solution, and stained by using aceto-carmine and AgNO3 for detecting NORs. Chromosome images were analyzed by CHIAS IV. One locus NOR bearing chromosome pair was detected at metaphase and interphase, and it was located at short arms of subtelomeric chromosome number 6. NORs can be used as a probe for precise identification of homologous chromosomes in shallot. Therefore, this technique has the potential to be applied on species closely related to shallot and on other plant species.Keywords: AgNO3, chromosome condensation, NORs, shallot chromosome, shallot karyotypeĂ ABSTRAKProsedur kariotipe untuk bawang merah umumnya masih disusun berdasarkan ukuran kromosom, sehingga diperlukan suatu penanda yang dapat mengidentifikasi kromosom homolog secara presisi. Identifikasi kromosom homolog secara presisi menggunakan suatu penanda, khususnya deteksi Nucleolus Organizing Regions (NORs), yang di Indonesia masih jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat kariotipe dan mengidentifikasi kromosom homolog bawang merah melalui deteksi NORs menggunakan metode pewarnaan AgNO3. Proses fiksasi akar dilakukan dengan menggunakan modifikasi larutan Carnoy II, lalu difiksasi dengan larutan Carnoy, dan kromosom diwarnai dengan aceto-carmine dan larutan AgNO3 untuk mendeteksi NORs. Selanjutnya, citra kromosom dianalisis menggunakan CHIAS IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sepasang NORs yang terdeteksi pada fase metafase dan interfase yangĂ terletak pada bagian lengan pendek di kromosom subtelosentrik nomor 6. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar di bidang sitogenetika bawang merah untuk mengidentifikasi kromosom homolog secara presisi menggunakan penanda NOR. Oleh karenanya, teknik ini dapat diaplikasikan pada spesies yang berdekatan dengan bawang merah dan komoditas tanaman lainnya.Kata Kunci: AgNO3, kariotipe bawang, kondensasi kromosom, kromosom bawang, NOR
Pengaruh Giberelin Terhadap Karakter Morfologi dan Hasil Buah Partenokarpi pada Tujuh Genotipe Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan buah tomat. Buah partenokarpi dapat diinduksi dengan menggunakan giberelin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan respon tujuh genotipe tomat terhadap GA3 terkait karakter fruit set, ukuran, dan hasil buah tomat. Penelitian ini dilakukan di Green House UPTD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta serta Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, UGM mulai bulan Oktober 2014 hingga Februari 2015. Penelitian menggunakan rancangan faktorial 7 genotipe x 2 konsentrasi GA3 yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan 3 blok. Kluster bunga dengan bunga pertama fase 12 yang tidak dikastrasi disemprot GA3 dengan interval 3 hari sekali sebanyak 6 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B78 merupakan genotipe yang responsif terhadap GA3dengan ditandai dengan peningkatan jumlah lokul menjadi 6 (lokul/buah) danmengalami penurunan fruit set sebesar 81,96% serta ukuran buah yang menurun secara nyata dibandingkan dengan buah berbiji. Genotipe yang tanggap terhadap aplikasi GA3 untuk menginduksi buah partenokarpi dengan hasil dan ukuran buah yang bagus adalah Gamato 1 ditandai dengan penurunan bobot buah per tandan yang relatif kecil yaitu 28,38% serta buah partenokarpi yang dihasilkan memiliki ukuran panjang dan diameter buah yang masih jauh lebih besar (41,68 mm dan 46,11 mm) dibandingkan genotipe lainnya. Buah partenokarpi A65, Gamato 3, A175, Gamato 5 dan Kaliurang 206 mengalami penurunan ukuran (panjang, diameter, dan ketebalan daging buah) serta penurunan hasil buah tomat dibandingkan dengan buah berbiji
Pengaruh Giberelin Terhadap Karakter Morfologi dan Hasil Buah Partenokarpi pada Tujuh Genotipe Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan buah tomat. Buah partenokarpi dapat diinduksi dengan menggunakan giberelin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan respon tujuh genotipe tomat terhadap GA3 terkait karakter fruit set, ukuran, dan hasil buah tomat. Penelitian ini dilakukan di Green House UPTD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta serta Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, UGM mulai bulan Oktober 2014 hingga Februari 2015. Penelitian menggunakan rancangan faktorial 7 genotipe x 2 konsentrasi GA3 yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan 3 blok. Kluster bunga dengan bunga pertama fase 12 yang tidak dikastrasi disemprot GA3 dengan interval 3 hari sekali sebanyak 6 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B78 merupakan genotipe yang responsif terhadap GA3
dengan ditandai dengan peningkatan jumlah lokul menjadi 6 (lokul/buah) dan
mengalami penurunan fruit set sebesar 81,96% serta ukuran buah yang menurun secara nyata dibandingkan dengan buah berbiji. Genotipe yang tanggap terhadap aplikasi GA3 untuk menginduksi buah partenokarpi dengan hasil dan ukuran buah yang bagus adalah Gamato 1 ditandai dengan penurunan bobot buah per tandan yang relatif kecil yaitu 28,38% serta buah partenokarpi yang dihasilkan memiliki ukuran panjang dan diameter buah yang masih jauh lebih besar (41,68 mm dan 46,11 mm) dibandingkan genotipe lainnya. Buah partenokarpi A65, Gamato 3, A175, Gamato 5 dan Kaliurang 206 mengalami penurunan ukuran (panjang, diameter, dan ketebalan daging buah) serta penurunan hasil buah tomat dibandingkan dengan buah berbiji
Makna dan Gaya Bahasa pada Syal Suporter Sepak Bola Se-Jawa Sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP
The goals of this study are : (1) Know about use of meaning in scraves of footballâs supporter especially around Javaâs island (2) Describe the language style in footballâs supporter especially around Javaâs island (3) Able to show the meaning contained and the style of language contained in the scarf supporters photo especially in Java island as material for learning Indonesian language at VIII grade junior high school. The method used in this research is descriptive qualitative research. The results of this study are: (1) The use of the meaning of language units on football supporters in Java more on the use of referential meanings that are related to the actual facts, construction meanings that can be used in the analysis of clauses as endings that are related to the possession, and the meaning of meaning which is directly related to each of the directives (2) The use of lingual unit language style in football supporter scarves in Java tends to hyperbole language style, that is, an expression that exaggerates what is actually intended and the language style of synekdocontacts is the foundation that mentions the names of the parts in its entirety, or rather, (3) The results of this study are relevant to the language learning in junior high school. namely in KD VIII class and in accordance with the criteria of language learning
Genetic variation and genomic constitution in orchid Dendrobium hybrid section Spatulata derived from interspecific hybridization based on sequence related amplified polymorphism marker
Dendrobium hybrid section Spatulata is widely cultivated in Indonesia due to its ease of cultivation, high economic value and adaptability, also extended flower shelf life. Various attempts to meet the rising market demand for Dendrobium hybrid section Spatulata, including the development of new varieties with unique flower traits such as flower color, a longer and bigger horn, and disease resistance. In this study, we conducted a breeding program aimed at developing a new cultivar of Dendrobium hybrid section Spatulata (antelope orchids) through interspecific hybridization. The study aimed to investigate the genetic variation and genomic constitution of the eight hybrids and their corresponding parental lines that resulted from interspecific hybridization using sequenceârelated amplified polymorphism (SRAP) marker. Six species of Dendrobium section Spatulata i.e., Dendrobium Sri Mulyani, D. Cochliodes, D. strepsiceros, D. stratiotes, D. Alice Noda, D. helix, and several hybrids of antelope orchids derived from three hybridizations including D. Sri Mulyani Ă D. cochliodes, D. stratiotes Ă D. strepsiceros, and D. Alice Noda Ă D. helix, respectively, were subjected into SRAP markers for genotyping analysis. Dendrobium hybrid section Spatulata hybrids produced by interspecific hybridization were genuine hybrids with substantial genetic variability based on flower morphology, including labellum shapes and color intensities, as well as curly horn shapes and color intensities. The SRAP marker, which was used to genotype the hybrid and parental lines, exhibited a significant degree of polymorphism, and might be used to distinguish each accession. It produced a unique DNA amplicon that ranged from 180 to 530 bp and inherited a certain progeny line. The unweighted pair group mean average (UPGMA) dendrogram and Principal Coordinate Analysis (PCoA) biplot showed that all the hybrids were grouped into three major clusters according to their corresponding parental lines based on their genetic background and geâ nomic constitution. These findings are critical for the genetic improvement of the Antelope orchid to develop novel varieties
Genetic evaluation of F2 and F3 interspecific hybrids of mung bean (Vigna radiata L. Wilczek) using retrotransposonâbased insertion polymorphism and sequenceârelated amplified polymorphism markers
Mung bean (Vigna radiata L. Wilczek) is a selfâpollinating and indispensable pulse crop in Indonesia. While low yield productivity is a major concern, genetic improvement is possible through interspecific hybridization. However, interspecific hybridization is relatively infrequent and produces low recombination exchanges, significantly limiting crop breeding efficiency. Thus, a comprehensive study is needed of the selection and genetic diversity evaluation of progenies in advanced generations derived from interspecific hybridization using a specific molecular marker. This study aims to confirm the heterozygosity in the F2 population and assess the genetic diversity in F3 mung bean populations resulting from interspecific hybridization between the mung bean and common bean. We designed the retrotransposonâbased insertion polymorphism (RBIP) marker by identifying the syntenic regions in the flanking sequences of retrotransposon insertion in common bean and mung bean. The RBIP marker can be applied to distinguish the heterozygote progenies from the homozygote progenies. Six combinations of sequenceârelated amplified polymorphism (SRAP) primers were used in the genotyping of F3 mung bean progenies. The SRAP marker showed a high degree of polymorphism of up to 100%, while high genetic variation was observed within the population (71%) of mung bean progenies. The F3.4 population had the greatest number of genotypes and displayed the highest number of effective alleles, private alleles, and percentage of polymorphic loci, suggesting the existence of high genetic diversity within this population. These genetic diversity data are exceptionally critical for future genetic research since it has potentially high yield production. The genomic and markerâassisted selection studies will support the major goals of the mung bean breeding program
KAJIAN PELAYANAN ANGKUTAN UMUM TRAYEK BLORA â BOGOREJO â CEPU DI KABUPATEN BLORA
Population of Blora regency in 2000 was 836.008 people, with 0,97% growth rate and the density in 2003 was 454 people/km2. Cepu is subdistridt of Blora, with density was 1,504 person/km2 that time, as central of oil and gas refinery, education, wooding, as center of teak wood handicraft and once gate entrance to Central Java from East Java. The Regencies, likely Blora- Cepu-Bogorejo are supported by the road network related, The social economy in this areas to be develop, and finally problem arise, was public transportation crustraint. Public transportation route between Blora-Bogorejo-Cepu has a linear route from Blora to Cepu with transit to Bogorejo. In the mean while many public transport modes, refuse service to Bogorejo, and the effect are many users accumulated in triangle Jepon between Blora Cepu to Bogorejo. Illegal public transport modes arise, and alles advantage for user. There are three alternatives that can be used to solve problem, ic : first, given routes Blora-Jepon-Cepu and Blora-Jepon-Bogorejo; second, givenroutes Blora-Jepon-Cepu and Jepon-Bogorejo; Third, given routes Blora-Jepon-Bogorejo and Jepon-Cepu. The best option is the first = Blora-Jepon-Cepu and Blora-Jepon-Bogorejo. From the financial aspect, profitable the first option is relative higher than second and/or the third. The frequency and headway of operational modes can be optimize