7 research outputs found

    RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN HUKUM BERTANGGUNG JAWAB ATAS TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN DOKTERNYA

    Get PDF
    Rumah sakit sebagai badan hukum bertanggung jawab atas tindakan medis yang dilakukan dokternya yakni tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab etik umumnya meliputi tanggung jawab disiplin profesi, sedangkan ke dalam tanggung jawab hukum termasuk tanggung jawab hukum pidana, perdata, dan administrasi

    ANALISIS HUKUM TERHADAP BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BERDASARKAN KONSEP STRICT LIABILITY DAN VICARIOUS LIABILITY

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui asas kesalahan bukan merupakan satu-satunya asas yang dapat digunakan jika terjadi suatu tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, disimpulkan, bahwa dalam hukum pidana modern, pertanggungjawaban pidana juga dapat dikenakan kepada seseorang meskipun orang itu tidak mempunyai kesalahan sama sekali. Dalam perkembangannya sistem pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan ini terbagi dalam 2 (dua) konsep, yaitu pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability) dan pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability). Alasan utama penerapan sistem pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan adalah demi perlindungan masyarakat karena untuk delik-delik tertentu sangat sulit membuktikan adanya unsur kesalahan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini digunakan oleh negara kita sudah tidak layak lagi digunakan karena masih menganut asas kesalahan. Oleh sebab itu perlu adanya produk hukum terbaru yang mengikuti perkembangan kejahatan yang muncul saat ini di negara kita yang mengatur konsep pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan.Kata kunci: Analisis hukum, bentuk pertanggungjawaban pidana, konsep strict liability dan vicarious liability

    PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KASUS PENCEMARAN AIR DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridios normatif disimpulkan, bahwa penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 98 sampai Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor  32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahap-tahap dalam proses penegakan menurut perspektif hukum pidana di Indonesia adalah tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, tahap peradilan, dan tahap eksekusi.Kata kunci: Penerapan sanksi pidana, kasus pencemaran air, hukum Indonesia

    LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan hukum terhadap kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yakni suatu metode digunakan dengan jalan mempelajari buku literatur, perundang-undangan, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi pembahasan yang penulis gunakan untuk menyusun tulisan ini. Landasan hukum terhadap kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak terdapat pada pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UUKUP. Namun kejahatan ini dikategorikan ke dalam delik aduan, karena menurut Pasal 41 ayat (3) UUKUP, harus terlebih dahulu dilaporkan agar boleh dilakukan penuntutan. Sanksi pidana sudah diatur dalam UUKUP, akan tetapi masih juga sering terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pajak. Sebab, sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi yang paling menguntungkan bagi pejabat pajak. Oleh karena itu, sanksi pidana tersebut harus diubah dan disesuaikan dengan perkembangan saat ini, untuk menimbulkan efek jera bagi para pejabat yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan dan meminimalisir pejabat pajak menyalahgunakan wewenang.Kata kunci: Kejahatan, perpajakan, pejabat paja

    PENERAPAN SISTEM HUKUM PIDANA CIVIL LAW DAN COMMON LAW TERHADAP PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORPORASI

    Get PDF
    Era globalisasi dan liberalisasi yang terjadi di belahan dunia saat ini tidak hanya membuka peluang bagi dunia usaha untuk berperan langsung dalam pengembangan perekonomian dunia, tetapi dapat menumbuhkan berbagai kejahatan-kejahatan baru di bidang ekonomi,yang tidak kalah bahayanya dengan kejahatan konvesional lainnya, karena dampak yang ditimbulkannya sangat besar dan berpotensi dapat meruntuhkan sistem keuangan dan perekonomian dalam suatu negara atau bahkan sistem perekonomian dunia. Dalam kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan pada tahun 1985 di Jenewa menggambarkan bahwa peningkatan volume transaksi di bidang ekonomi merupakan faktor pendorong yang sangat besar terhadap timbulnya beberapa kejahatan baru seperti pelanggaran hukum pajak, transfer modal yang melanggar hukum, penipuan asuransi, pemalsuan invioice, penyelundupan dan lain-lain yang pelakunya berbentuk badan hukum atau pengusaha-pengusaha yang mempunyai kedudukan terhormat dalam masyarakat yang dikenal dengan kejahatan korporasi.[1] Kejahatan korporasi bukanlah sesuatu yang baru diperbincangkan karena sejak tahun 1975 dalam kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengulas tentang kejahatan korporasi yamg terjadi yang sangat menghawatirkan dimana diperkirakan bahwa kerugian dari kejahatan korporasi ini secara financial sangat besar. Tingginnya angka kejahatan korporasi ini yang terjadi diberbagai negara tentunya mendorong pemerintah untuk membentuk satuan tugas sebagai suatu usaha administrasi politis yang sengaja dibuat untuk memberantas kejahatan korporasi. Penanggulangan kejahatan korporasi diberbagai negara berbeda-beda berdasarkan sistem hukum pidana yang dianut oleh negara-negara yang bersangkutan. Dengan demikian tentunya ada perbedaan penerapan sanksi pidana untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan korporasi ini baik sistem hukum common law maupun civil law [1] Simpson., Sally, Corporate Crime, Law, and Social Control, Cambridge University Press, First Published, 2002, hal. 6

    ANALISIS YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 68/PUU-XII/2014 ATAS PASAL 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji bagaimana Regulasi dan Penegakan Hukum dalam menyikapi Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan untuk mengetahui dan mengkaji Praktek Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.68/PUU-XII/2014 terhadap Perkawinan Beda Agama. Tidak sedikit pasangan berbeda Agama melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suatu keabsahan dalam Perkawinan. Berbagai tindakan untuk melangsungkan perkawinan beda agama adalah dengan cara : meminta penetapan pengadilan, perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama, penundukan sementara pada salah satu hukum agama dan melangsungkan perkawinan di luar negeri. Dalam hal ini karena Negara tidak memberikan Legalitas terkait tertib administrasi untuk dicatatkan dalam Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Namun, dalam praktek pelaksanaannya beberapa Pengadilan Negeri di Indonesia seperti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Pontianak dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan penetapan kepada pasangan berbeda agama untuk dapat dicatatkan dalam Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Mahkamah Agung berpendirian bahwa dalam hal terjadinya perkawinan beda agama, Peraturan Perkawinan Campuran Stb.1989 Nomor 158 masih tetap berlaku. Sebelum berlakunya undang-undang Perkawinan, perkawinan beda agama termasuk dalam jenis perkawinan campuran. Perkawinan campuran diatur dalam Regeling op de Gemengde Huwelijk stbl. 1898 Nomor 158 (selanjutnya disebut GHR). Dalam Pasal 1 (GHR) Reglement op de Gemengde Huwelijken (GHR): “Yang dimaksud dengan perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia ada di bawah hukum yang berlainan. Termasuk di sini, perkawinan berbeda agama, berbeda kewarganegaraan, dan berbeda golongan penduduk (mengingat adanya penggolongan penduduk pada masa Hindia Belanda).” Kata Kunci : Perkawinan Beda Agama, Pencatatan Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi No.68/PUU-XII/201

    The Implementation of Criminal Law as a Primum Remedium in Overcoming Criminal Crime and Or Environmental Damage

    Get PDF
    This study aims to analyze and describe the definition and the meaning of the primum remedium principle as an instrument to overcome the crime. The research method used is normative legal research by studying the laws, concepts and various approaches in conducting the research. The legal materials used are statutory regulations, books, glorosium, encyclopedias and others. The results showed that the meaning of primum remedium as an instrument for tackling criminal acts is to increase awareness of the development of human rights that bring changes to criminal responsibility which is no longer ultimum remedium but primum remedium. Republic of Indonesia Law Number 32 Year 2009 concerning Environmental Protection and Management Life is a legal instrument that was formed to protect the country in terms of the environment. Therefore it is a necessity for all humans to create a healthy, clean and insightful environment, because people's awareness of the environment is part of human rights. Thus it cannot be denied that the role of government is needed in upholding justice because it has an important role to create a conducive political system or structure, which changes the paradigm of criminal justice which is subsidiary becoming the primum remedium. Keywords: Ultimum Remedium, Primum Remedium DOI: 10.7176/JLPG/89-10 Publication date:September 30th 201
    corecore