High Unemployment in Germany: Why do Foreigners Suffer Most?

In Germany, immigrant unemployment is not only higher than native unemployment; italso reacts more to changes in the situation on the labor market. Decomposing the gapbetween native and immigrant unemployment into a baseline and a labor-marketsituation component, I find that the unemployment rate of immigrants would lie at 5.6 percentagepoints for zero native unemployment (the baseline component of the gap). Anincrease in overall unemployment by 1 percentage point leads to a 0.7 percentage pointshigher increase in immigrant unemployment than in native unemployment (the situationcomponent). The large part of this difference, about 3/4 of the baseline and 4/5 of thesituation component, can be explained by differences in the endowments with classicalhuman capital (educational degrees and experience) between immigrants and natives.Also controlling for country-specific human capital, particularly language skills, thesituation component becomes insignificant and the baseline effect again decreases by1/2. Adding controls for social networks, the baseline effect also becomes insignificant.Thus, human capital and social networks can possibly fully explain the differencebetween native and immigrant unemployment in Germany.Immigration, integration, unemployment, human capital, language skills, discrimination, social networks

Does Educational Choice Erode the Immigration Surplus?

Many countries pursue an immigration policy that is targeted at attracting high skilled workers. Borjas (1995) has shown that assuming perfect labor markets immigration leads to a welfare gain for the native population, the so-called immigration surplus. Thus, as the labor market for high skilled workers exhibits few frictions, high skilled immigration should lead to a welfare gain. Nevertheless, this argumentation implicitly assumes that immigration has no influence on the qualification structure of natives. In this paper I show that if natives anticipate high skilled immigration, fewer natives acquire a high education level. In labor markets that are not frictionless this effect can be such strong that high skilled immigration leads to a welfare loss for natives. Moreover, if high skilled migration is expected but not realized, this expectation generates a welfare loss.Immigration, native welfare, education structure, immigration surplus.

Why go to France or Germany, if you could as well go to the UK or the US? Selective Features of Immigration to four major OECD Countries

Building on a new data set which is combined from national micro-data bases, we highlight differences in the structure of migrants to four countries, viz. France, Germany, the UK and the US, which receive a substantial share of all immigrants to the OECD world. Looking at immigrants by source countries, we illustrate the important role of distance, both geographical and cultural, immigration policies and migrant networks. Differentiating immigrants by their educational attainments, we observe interesting patterns in the skill composition, employment opportunities and wages for migrants to the different destination countries. Focusing on migration between the four countries in our data set, we find that migration within Western Europe is small and rather balanced in terms of skill structures, while there appears to be a brain drain from Europe to the US.migration, immigration policy, education, employment, wages, brain drain

Metric Dimension of Amalgamation of Graphs

A set of vertices $S$ resolves a graph $G$ if every vertex is uniquely determined by its vector of distances to the vertices in $S$. The metric dimension of $G$ is the minimum cardinality of a resolving set of $G$. Let $\{G_1, G_2, \ldots, G_n\}$ be a finite collection of graphs and each $G_i$ has a fixed vertex $v_{0_i}$ or a fixed edge $e_{0_i}$ called a terminal vertex or edge, respectively. The \emph{vertex-amalgamation} of $G_1, G_2, \ldots, G_n$, denoted by $Vertex-Amal\{G_i;v_{0_i}\}$, is formed by taking all the $G_i$'s and identifying their terminal vertices. Similarly, the \emph{edge-amalgamation} of $G_1, G_2, \ldots, G_n$, denoted by $Edge-Amal\{G_i;e_{0_i}\}$, is formed by taking all the $G_i$'s and identifying their terminal edges. Here we study the metric dimensions of vertex-amalgamation and edge-amalgamation for finite collection of arbitrary graphs. We give lower and upper bounds for the dimensions, show that the bounds are tight, and construct infinitely many graphs for each possible value between the bounds.Comment: 9 pages, 2 figures, Seventh Czech-Slovak International Symposium on Graph Theory, Combinatorics, Algorithms and Applications (CSGT2013), revised version 21 December 201

How do Migrants Choose their Destination Country? An Analysis of Institutional Determinants

For a long time, migration has been subject to intensive economic research. Nevertheless, empirical evidence regarding the determinants of migration still appears to be incomplete. In this paper, we analyze the effects of socio-economic and institutional determinants, especially labor-market institutions, on migrants' choices. Based on a large data set constructed from micro-data for France, Germany, the UK and the US, we study their decisions to migrate to one of the four countries using a Multinomial Choice framework. Our estimates confirm a number of conventional results such as positive effects of wages and immigrant networks and negative effects of unemployment rates. In addition, we find that employment protection, union coverage and unemployment benefits have positive effects on migration. Also good education and health systems tend to attract migrants, while generous pension systems may deter them. Based on separate estimations for high- and low-skilled migrants, there is evidence that the effects of labor-market institutions differ across skill groups.migration, labour-market institutions, micro-data, Multinomial Choice

Bahasa sebagai senjata (weapon) dan tameng (shield): konstruksi diplomasi pendidikan program keterampilan abad 21 ASEAN

Diplomasi berkaitan erat dengan kerjasama budaya, ekonomi dan perdagangan dalam dunia internasional. Diplomasi tidak hanya mengenai cerdas berbahasa (literal), melainkan juga cerdas berbagi rasa (kognitif). Penelitian pemilihan bahasa dalam berdiplomasi sebagai weapon (senjata) dan shield (tameng) dapat menjadi suatu strategi kebahasaan. Sumber data penelitian merupakan mahasiswa STKIP Al Hikmah Surabaya yang telah mengajar di ASEAN

HOTEL RESORT DI PANTAI PENYU PALOH KALIMANTAN BARAT (Penekanan pada Arsitektur Melayu Kalimantan Barat)

Hotel Resort Suatu wadah akomodasi pariwisata yang merupakan tempat tinggal sementara dengan segala fasilitasnya bagi wisatawan mancanegara maupun domestik dengan tujuan untuk mencari ketenangan beristirahat menikmati kekayaan alam (flora dan fauna) Perencanaan dan perancangan sebuah Hotel Resort sebaiknya sesuai dengan iklim dan lokasi dari pembangunannya. Di Indonesia khususnya di kawasan yang berhawa sejuk dan jauh dari polusi udara serta suara mempunyai iklim tropis, sehingga Arsitektur Tropis sangat cocok untuk perencanaan dan perancangan Hotel Resort, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk membuat perencanaan dan perancangan Hotel Resort dengan ciri arsitektur lainnya. Keberadaan sebuah Hotel Resort diharapkan menjadi salah satu solusi bagi masyarakat kota yang menginginkan kesegaran jiwa dan raga serta kenyamanan yang sulit didapatkan di tengah kota. Tujuan Menyusun konsep perencanaan dan perancangan Hotel Resort di Kawasan Pantai Penyu Paloh kalimantan Barat dengan berciri khas kan arsitektur Melayu Kalimantan Barat serta menerapkan konsep-konsep arsitektur tropis, bertujuan sebagai upaya dalam menjaga potensi wisata alam yaitu dengan mengembangkan sebuah wadah yang dapat dikelola, baik melalui pemerintah daerah dengan adanya peraturan-peraturan daerah setempat,atau berkerja sama dengan pihak swasta dalam hal pengembangan dan pengenalan serta penjagaan potensi wisata yang dikelola secara komersial sebagai upaya dalam menjaga potensi wisata yang berkelanjutan. Pada penekanan Arsitektur melayu kalimantan Barat, penulis mengupasnya dari sudut pandang yang mengacu kepada susunan bentuk ruang dan tampak, yang mengidentifikasikan dalam beberapa hal berikut : 1. Pola perkampungan dan gubahan massa 2. Orientasi,Orientasi dan Entrance Sumbu Simetri Hirarkhi dan Perulangan Sumbu Sumbu 3. Proporsi dan SkalaSistem StrukturKonstruksi Bangunan, Bentuk AtapOrganisasi Ruang 4. Sistem Penghawaan Udara 5. Fasad Banguna

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES MENGGUNAKAN MEDIA ANIMASI AUDIOVISUAL DENGAN SOFTWARE GOANIMATE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA SMP NEGERI 1 PEUKAN BADA

ABSTRAK Iskandar, Wido. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Examples Non ExamplesMenggunakan Media Animasi Audiovisual dengan Software Goanimate untukMeningkatkan Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa SMP Negeri 1 Peukan Bada,Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Syiah Kuala. Pembimbing: (1) Drs. Thamrin K, M. Si. (2) Drs. Amsal Amri, M. Pd. Kata Kunci: Penerapan, Examples Non Examples, Software Goanimate, HasilBelajar, IPS Software Goanimate adalah software gratis berbasis online yang dirancang denganfitur-fitur animasi yang menarik. Goanimate dapat digunakan dalam bentukpresentasi berformat video, dengan menggunakan goanimate presentasi dapat dibuatsekreatif mungkin dengan menggunakan berbagai karakter, latar belakang musik danalur cerita yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peningkatanhasil belajar siswa; (2) Aktivitas guru dan siswa; (3) Keterampilan guru dalammengelola pembelajaran; dan (4) Respon siswa terhadap pembelajaran denganmenggunakan solfware animasi goanimate. Subjek dalam penelitian ini adalahseluruh siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Paukan Bada yang berjumlah 25 orang.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan (1) Lembar pre-test dan posttest;(2) Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa; (3) Lembar pengamatanketerampilan guru; dan (4) Angket respon siswa. Analisis data menggunakan statistikdeskriptif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Persentase ketuntasansecara individual meningkat dari 40% pada siklus I menjadi 72% pada siklus II dan88% pada siklus III. Persentase ketuntasan klasikal meningkat dari 40% pada siklus Imenjadi 60% pada siklus II dan 90% pada siklus III. (2) Jumlah aktivitas guru dansiswa meningkat dari 4 aktivitas sesuai pada siklus I menjadi 7 aktivitas sesuai padasiklus II dan 8 aktivitas sesuai pada siklus III. (3) Keterampilan guru dalammengelola pembelajaran meningkat dari skor 2,3 dengan kategori sedang pada siklusI menjadi 2,8 dengan kategori baik pada siklus II dan 3,2 dengan kategori baik padasiklus III. (4) Pada umumnya atau sebanyak 90% siswa menyatakan setuju bahwapembelajaran dengan menggunakan animasi software goanimate sangatmenyenangkan dan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran.Berdasarkan hasil belajar siklus I, II, dan III maka dapat dikatakan bahwa penerapanmodel pembelajaran examples non examples menggunakan media animasiaudiovisual software goanimate dapat meningkatkan hasil belajar siswa