39 research outputs found

    Analisis Refraksi Dan Efek Pendangkalan (Shoaling) Gelombang Terhadap Penambahan Panjang Pemecah Gelombang Pada Mulut Pelabuhan Tanjung Adikarta Glagah YOGYAKARTA

    Full text link
    Dalam pembangunan pelabuhan harus memperhatikan aspek fisika perairan atau aspek oseanografi yang meliputi pasang surut, arus dan gelombang. Gelombang merupakan salah satu aspek oseanografi yang penting dalam pembangunan. Proses penjalaran gelombang di sekitar pantai akan mengalami beberapa transformasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses refraksi dan efek pendangkalan (shoaling) gelombang dan kondisi gelombang ketika menuju mulut pelabuhan pada lokasi penelitian. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengambilan data primer/lapangan (gelombang) dan pengolahan data sekunder (angin) yang hasilnya digunakan untuk verifikasi dengan data primer gelombang. Pengambilan data primer gelombang dilakukan pada tanggal 22 sampai 24 Februari 2012. Metode yang digunakan untuk analisis hasil penelitian adalah metode kuantitatif dengan bantuan software SMS (Surface Water Modeling System). Dari hasil pengamatan gelombang diketahui gelombang di perairan pelabuhan Tanjung Adikarta, D.I Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 22 sampai 24 Februari 2012, tinggi gelombang maksimum sebesar 1,475 meter dengan periode sebesar 15,8 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) sebesar 1,021 meter dengan periode (Ts) sebesar 12,8 detik. Tinggi gelombang minimum 0,84 meter dengan periode sebesar 10,3 detik. Sedangkan hasil peramalan gelombang dengan metode SMB didapatkan untuk musim barat tinggi gelombang signifikan sebesar 0,978 meter dengan periode 8,276 detik, pada musim peralihan tinggi gelombang signifikan sebesar 0,9 meter dengan periode 7,936 detik dan pada musim timur tinggi gelombang signifikan sebesar 0,826 meter dengan periode 7,654 detik Dari hasil model didapatkan tinggi gelombang dimulut pelabuhan sampai daerah terlindung pemecah gelombang pada musim barat sebesar 1,43 meter sampai 0,52 meter, musim peralihan sebesar 1,96 meter sampai 0,46 meter, musim timur sebesar 1,54 meter sampai 0,37 meter, skenario 1 sebesar 1,3 meter sampai 0,26 meter dan skenario 2 sebesar 1,24 meter sampai 0,26 meter

    Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Fenol Dan Pembentuk Biofilm Dari Sumber Alami Dan Artifisial

    Full text link
    Fenol merupakan salah satu polutan air tanah yang memiliki sifat toksik bagi manusia maupun lingkungan. Salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan untuk pengolahan limbah fenol adalah melalui bioremediasi dengan memanfaatkan aktivitas bakteri. Secara umum, bakteri di alam akan tumbuh dan membentuk biofilm. Bakteri pembentuk biofilm memiliki beberapa kelebihan, diantaranya mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang kurang menguntungkan serta meningkatkan degradasi senyawa rekalsitran, karena bakteri akan saling berinteraksi dan saling melengkapi proses metabolik yang ada. Penelitian ini ditujukan untuk karakterisasi dan identifikasi isolat bakteri pendegradasi fenol dan pembentuk biofilm yang diperoleh dari limbah cair rumah sakit dan industri tekstil serta dari tanah gambut. Karakter yang diamati meliputi karakter morfologi koloni dan sel, serta karakter biokimiawi. Hasil karakterisasi selanjutnya digunakan untuk identifikasi menggunakan analisis profile matching isolat terpilih berdasarkan Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. Hasil menunjukkan bahwa bakteri yang diperoleh dari limbah cair rumah sakit memiliki karakter yang mirip dengan Genus Micrococcus (isolat DL120), Genus Enterobacter (DOK135), dan Genus Bacillus (ATA6). Isolat TU3 dari limbah cair industri tekstil mirip dengan Genus Flavobacterium. Isolat HG1, SG3, dan HP3 yang diperoleh dari tanah gambut berturut-turut menunjukkan karakter yang mirip dengan Genus Alcaligenes, Arthrobacter, dan Rhodococcus

    Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Di Beberapa Sentra Produksi Bawang Merah Di Indonesia

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengetahui daerah sebaran penyakit hawar daun bakteri di beberapa sentra pertanaman bawang merah di Indonesia dan kultivar bawang merah yang dapat diinfeksi, serta mengidentifikasi patogen penyebabnya. Penentuan lokasi pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan secara stratified purpossive random sampling. Survei dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan di lapangan (observasi) terhadap kultivar bawang dan gejala penyakit yang terinfeksi oleh bakteri patogen. Sampel diidentifikasi melalui pengamatan morfologi koloni, uji postulat Koch, uji reaksi hipersensitif dan pengujian sifat-sifat biokimia dan fisiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit hawar daun bakteri telah tersebar secara merata di seluruh daerah pertanaman bawang merah di Indonesia, yang meliputi Kabupaten Cirebon, Tegal, Nganjuk, Bantul, dan Sigi, dengan tingkat serangan mencapai 62,5–100%. Penyakit ini menginfeksi bawang merah kultivar Bima curut, Bauji, Biru-sawah, dan Palasa. Gejala hawar daun bakteri yang dijumpai berupa water soaking, terjadi lekukan daun, pengerutan daun, klorosis, nekrosis, mati pucuk, pertumbuhan kerdil, dan kematian. Isolat bakteri yang ditemukan mempunyai bentuk koloni bulat, cembung, berlendir, dan berwarna kuning. Ciri morfologi koloni, gejala dan karakteristik isolat bakteri mirip dengan sifat-sifat bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii penyebab penyakit hawar daun pada bawang bombay

    Mekanisme Antibiosis Bacillus Subtilis B315 Untuk Pengendalian Penyakit Layu Bakteri Kentang

    Full text link
    Antibiosis mechanism of Bacillus subtilis B315 for controlling potato bacterial wilt disease. Bacillus subtilis B315 isolated from rhizospheric potato has antibiosis mechanism against Ralstonia solanacearum in vitro and become potentially used as controlling method of bacterial wilt in the field. The objectives of this research were to study the mechanism of B.subtilis B315 in controlling bacterial wilt disease, to study of B. subtilis B315 potency as both biocontrol and plant growth promoter, and to evaluate the mechanism as biocontrol agent. This green house experiment used CRD (Completely Randomized Design) with 5 treatments and 6 replicates. The treatments were control (without B. subtilis B315), B. subtilis B315 wild type, antibiosis mutant M16, antibiosis mutant M4, and antibiosis mutant M14. Variables observed were incubation period, disease index, infection rate, effectiveness of control, and growth components (i.e number of bud, plant height, leaf area, plant fresh and dry weight). The result of this research showed that B. subtilis B315 could delay incubation period, suppressed the disease index up to 64,9% and could promote the plant growth (leaf area). B. subtilis B315 had the antibiosis and other mechanisms that induced sistemic resistance. The implication of this research was that B. subtilis B315 could be used for biocontrol the bacterial wilt and promoted the potato growth

    Soil Bacterial Diversity and Productivity of Coffee - Shade Tree Agro-ecosystems

    Get PDF
    Coffee productions should have environmental values such as providing high soil microbial diversity while producinghigh yield. To examine that purposes, two experimental plots were constucted at benchmark site of Conservationand Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity (CSM-BGBD), in Sumberjaya Subdistrict, WestLampung, Indonesia, during 2007-2010. Types of coffee agro-ecosystem to be examined were Coffea canephorawith shade trees of Gliricidia sepium, Erythrina sububrams, Michelia champaca, and no shade. Two plots wereconstructed at 5-years-coffee and 15-years-coffee. Diversity of soil bacteria was determined based on DNA fingerprinting of total soil bacteria using Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA) method. The results showed that:(1) For mature coffee (15 years old), shade-grown coffee agro-ecosystems had higher soil bacterial diversity thanthose of no shade coffee agro-ecosystem, (2) Shaded coffee agro-ecosystems were able to conserve soil bacterialdiversity better than no-shade coffee agro-ecosystem. Soil organic C and total litter biomass had positive effect onsoil bacterial diversity, (3) Types of agro-ecosystem significantly affected the bean yield of 15 years coffee. Coffeeagro-ecosystems shaded by legume trees had higher yield than those of non-legume shade and no shade coffeeagro-ecosystem, (4) Shannon-Weaver indices of soil bacterial diversity together with weed biomass and N contentof coffee leaf had positive effect on coffee bean yield.[How to Cite: Evizal R, Tohari, ID Prijambada, J Widada and D Widianto. 2012. Soil Bacterial Diversity and Productivity of Coffee - Shade Tree Agro-ecosystems. J Trop Soils 17 (2): 181-187. doi: 10.5400/jts.2012.17.2.181] [Permalink/DOI: www.dx.doi.org/10.5400/jts.2012.17.2.181

    Interpretasi Geologi Bawah Permukaan Daerah Potensi Mata Air Panas Kaliulo Kabupaten Semarang Berdasarkan Data Geomagnet Menggunakan Model 2-d & 3-d

    Full text link
    The geothermal hot springs has been discovered in the Kaliulo area, Pringapus district of Semarang Regency. The research was conducted by 2-D and 3-D model geomagnetic for find the geological subsurface structure. Observation data such as magnetic field of 61 point used one set of PPM (Proton Precission Magnetometer) GSM geometrics 19 T and two units Geotron Magnetometer Model Unit G5. Data analysis of geomagnet was undertaken by diurnal correction and IGRF (International Geomagnetic Reference Field) correction to obtain the total of magnetic field anomalies. The total magnetic field anomaly data were utilized to create anomaly contour. That anomaly is used for doing reduction to plansurface process, upward continuation that produce anomalies local and regional, and reduction to pole. Modeling was done on the local magnetic anomalies to review subsurface using Mag2DC and UBC Mag3D. The results showed the + (positive) closure and – (negative) closure that can indicate anomalies object in other word to be weak zone or geological structure of fault is available, so that the slicing is made on that closure. Based on the model 2-D normal fault structure the northwestsoutheast trending and northeast-southwest, this interpreting so that normal faults which controlled source hot springs Diwak to Kaliulo
    corecore