56 research outputs found

    Chemical variation of five natural extracts by non-polar solvent

    Get PDF
    Chemical compounds of wood preservation from plants vary and are not known specific to the species. Chemical analysis of plants is responsible to ensure active compound in natural extracts wood treatment. There are many sources of natural extracts found in Indonesia that were explored for wood preservatives chemicals. They are bark of acacia and alstonia, leaves of orthosiphon and azardirachta and Dioscorea tubers. The present study was aimed at investigating the variation of the chemical constituent of natural extracts material of wood preservative through GC-MS analysis. Five natural extract sources were acacia bark (Acacia spp.), pulai bark (Alstonia scholaris), kumis kucing leaves (Orthosiphon spp.), mimba leaves (Azardirachta indica), and gadung tubers (Dioscorea spp.). Two non-polar solvents, i.e., n-hexane and petroleum ether were used for five natural source extractions following ASTM soxhlet extraction. The research showed that triterpene and fatty acid derivatives were the major compounds present in five natural extracts. They were lupeol; 7,22-Ergostadienone; Lup-20(29)-en-3-one; Lup-20(29)-en-3-ol, acetate, (3.beta.)-; urs-12-en-3-one; ethanol,2,2-diethoxy-; stigmasta-5,22-dien-3-ol, acetate,(3.beta.)-; 5H-3,5a-Epoxynaphth(2,1-c)oxepin, dodecahydro-3,8,8,11a-tetramethyl-; linoleic acid; naphthalene, 1-methyl-. These compounds have been assigned as the possibly responsible to against termites or fungi

    Keanekaragaman Dan Kelimpahan Makrozoobenthos Pada Substrat Dasar Berlogam Timbal (Pb) Di Pesisir Teluk Jakarta

    Full text link
    Teluk Jakarta sebagai pintu gerbang masuk ibukota telah mengalami pencemaran yang telah melewati ambang batas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar konsentrasi timbal (Pb) dalam substrat terhadap kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos di pesisir Teluk Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, sedangkan metode yang digunakan untuk pengambilan sampel metode purposive sampling. Adapun lokasi sampling sebagai berikut :Stasiun I (Muara Cengkareng), Stasiun II (Muara Marina), Stasiun III (Muara Merunda).Hasil perhitungan pada Stasiun I diperoleh nilai kelimpahan individu sebesar 100 ind/0,027m3, indeks keanekaragaman sebesar 1,88, indeks keseragaman sebesar 0,76 dengan nilai konsentrasi timbal dalam substrat sebesar 50,02 ppm. Hasil perhitungan pada Stasiun II diperoleh nilai kelimpahan individu sebesar 893 ind/0,027m3, indeks keanekaragaman sebesar 0,32, indeks keseragaman sebesar 0,15 dengan nilai konsentrasi timbal dalam substrat sebesar 7,145 ppm. Hasil perhitungan pada Stasiun III diperoleh nilai kelimpahan individu sebesar 18 ind/0,027m3, indeks keanekaragaman sebesar 1,2, indeks keseragaman sebesar 0,75 dengan nilai konsentrasi timbal dalam substrat sebesar 35,73 ppm

    Pengaruh Laju Sedimentasi Dengan Kerapatan Rumput Laut Di Perairan Bandengan Jepara

    Full text link
    Perairan Pantai Bandengan Jepara terletak di daerah utara Pulau Jawa. Jenis biota yang ada beragam dengan populasi masing-masing jenis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan rumput laut, nilai laju sedimentasi pada daerah rumput laut serta mengetahui hubungan perbedaan kerapatan rumput laut dengan laju sedimentasi di perairan bandengan Jepara. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunitas rumput laut yang dibagi menjadi 3 pengambilan, pengambilan dilakukan secara tegak lurus ke arah laut dan penghitungan laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap yang di pasang pada lokasi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey. Metode penentuan kerapatan rumput laut dilakukan dengan frame kuadran ukuran 1x1 m dengan cara menghitung jumlah tegakan rumput laut dalam setiap meter persegi sepanjang 100 m. Kerapatan rumput laut di perairan Bandengan Jepara di dapat 431 individu/300m2 yang terdapat 9 jenis dari 2 filum yaitu Filum Chlorophyta : Halimeda opuntia sebanyak 157 individu/300m2 , Halimeda descoides sebanyak 58 individu/300m2, Halimeda makroloba sebanyak 74 individu/300m2,filum Phaeophyta : Chordoria flagelliformis sebanyak 31 individu/300m2, Padina crassa sebanyak 83 individu/300m2, Sargassum yendoi sebanyak 15 individu/300m2, Sargassum piluliferum sebanyak 3 individu/300m2, Sargassum confusum sebanyak 5 individu/300m2, dan Sargassum duplicatum sebanyak 5 individu/300m2. Hasil penghitungan laju sedimentasi diketahui rata-rata laju sedimentasi pada lokasi penelitian adalah 0,85 mg/cm3/hari. Nilai korelasi antara laju sedimentasi dengan kerapatan rumput laut sebesar 0,85, hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat antara laju sedimentasi dengan kerapatan rumput laut di perairan Bandengan, Jepara

    Kemampuan Apu-apu (Pistia SP.) Sebagai Bioremediator Limbah Pabrik Pengolahan Hasil Perikanan (Skala Laboratorium)

    Full text link
    Limbah cair industri perikanan dapat bersumber dari air pencucian, air pembersihan peralatan, lelehan es dari ruang produksi dan lain sebagainya. Limbah cair ini mengandung bahan-bahan organik dan berpotensi untuk menimbulkan efek negatif bagi lingkungan. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Pistia sp dan bakteri terhadap penurunan kandungan bahan organik limbah pengolahan hasil perikanan. Metode yang digunakan adalah eksperimen skala laboratorium dengan menggunakan wadah percobaan berupa akuarium bervolume 10 l yang diisi dengan limbah dengan konsentrasi 12,5% sebanyak 10 l. Variabel utama penelitian adalah kandungan bahan organik pada media percobaan yang didukung dengan berat basah tanaman, total bakteri serta kualitas air (suhu, cahaya, BOD, COD, DO dan pH,). Rancangan percobaan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan berupa penutupan Pistia sp. dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Data bahan organik dan total bakteri dianalisis dengan analisis Regresi dan Korelasi dengan taraf signifikan 95%. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara luas penutupan Pistia sp. dan bakteri terhadap penurunan kandungan bahan organik dengan penutupan yang baik adalah 25%, 50% dan 75%. Wastewater in fishery industry occurs because of washing water, equipment cleaning, melted ice from production room, and so on. Wastewater consists of organic materials, which potentially cause negative effect toward the environment. Bioremediation is the development of environmental biotechnology by utilizing biological process in controlling pollution. The purpose of the research is to find correlation between Pistia sp, and bacteria as bioremediator, and the reduction of organic materials from fishery waste. The method used in this research was laboratory scale experiments using a container which form a 10 l aquarium filled with 10 l of wastewater with 12,5% of concentration. The independent variable of the study was the content of organic material in the experiment media and the support variable were the wet weight of plants, total bacteria as well as the water quality (temperature, light, BOD, COD, DO, pH, and total bacteria). The design of experiment used in this research was Completely Randomized Design consist of 4 treatments and 3 times of repetition. The treatments were a closure of Pistia sp. with a concentration of 25%, 50%, 75%, and 100%. Data of organic material and total bacteri was analyzed using Regression and Correlation analysis with a significant level of 95%. The result showed a correlation between the closure and bacteria to reduction of organic material content, which the good closure was at 25%, 50% and 75%

    Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen Dan Kelimpahan Biota Meiofauna Pada Daerah Supralitoral Pantai Tanjung Kelayang Kabupaten Belitung

    Full text link
    Pada ekosistem pantai kelimpahan biota meiofauna sangat penting peranannya dalam struktur rantai makanan. Biota meiofauna bersifat relatif menetap pada dasar perairan, oleh karena itu adanya Perubahan lingkungan akibat eksploitasi dan pencemaran yang berlebihan dapat mengurangi kelimpahan biota meiofauna sehingga secara tidak langsung dapat mengganggu ekosistem karena biota meiofauna sangat penting peranannya dalam rantai makanan.Kehidupan organisme perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya baik fisik, kimia maupun biologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan biota meiofauna di pantai Tanjung Kelayang dan untuk mengetahui hubungan antara kandungan bahan organik pada sedimen dan kelimpahan biota meiofauna di pantai Tanjung Kelayang yang terdiri dari 3 stasiun yaitu stasiun A merupakan daerha yang terkenan percikan air, B daerah yang kadang-kadang tergenang air dan C daerah yang selalu tergenang air. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Pantai Tanjung Kelayang Kabupaten Belitung.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif, metode deskriftif adalah suatu metode dalam meneliti status suatu obyek, suatu kondisi ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan 1 Phylum yaitu Nematoda yang terdiri dari 14 spesies, yaitu Rhabdodemania sp, Epacanthion sp, Anoplostoma sp , Halalaimus sp, Enoplolaimus sp, Oncholaimellus sp, Pareurystomina sp, Gairleanema sp, Oxystomina sp, Synonchus sp, Platicoma sp, Trissonchulus sp, Mesacanthion sp, dan Thalassironus sp. Dari hasil indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ketiga stasiun menunjukan kondisi perairan baik karena tingkat keanekaragaman spesies tinggi, serta tidak ada spesies yang mendominasi di lokasi tersebut. Kelimpahan biota meiofauna pada ketiga stasiun yaitu, stasiun A 107000 ind./m3, B 12100 ind./m3, dan C 163000 ind./m3. Berdasarkan analisis korelasi yang dilakukan, bahwa kandungan bahan organik mempunyai hubungan yang nyata dan memiliki keeratan

    The Effects of Extractives Substances for Bonding Performance of Three Natural Binder on Nipa Fronds Particleboard

    Get PDF
    Nipa (Nypa Fruticans Wurmb) is a non-wood material that potential as a raw material of the composite board. One of the disadvantages of the nipa fronds is it contains very high extractives and inorganic substances. The presence of high content of extractives in raw material of particleboard potentially be an obstacle in the process of gluing the composite board. The existing of extractive substances on the surface of the composite board raw materials contributes to make the bonding process is not going well. On the other side, the utilization of natural binder for non–wood composite is still limited. Maltodextrin, sucrose, and citric acid is a potential natural binding agent for composite products. This research focused to investigate the effects of extractive substancesfor bonding performance of three natural binders (maltodextrin, sucrose, and citric acid) for nipa fronds particleboard. The particles screened passed through aperture sizes of 10 mesh and treated with three condition (un–extraction, hot water extraction, and n–hexane extraction) were used as materials in this research. The addition of natural binder of 10 % air dried particles was done and pressing temperature was set at 180 ∘C under a pressure of 3.6 MPa during 10 min. Physical and mechanical properties were done according to JIS A 5908 : 2003. The most optimum particleboards on this research was a citric acid bonded particleboard with hot water extraction which produces particleboard with characteristics i.e. density 0.84 g · cm−3, moisture content 7.44 %; thickness swelling 1.12 %; water absorption 21.83 %; surface roughness 7.57 μm; internal bonding strength 0.49 MPa; modulus of rupture 10.42 MPa, and modulus of elasticity 3.65 GPa. All of the properties meet the 5908 : 2003. Keywords: Citric acid, Extractives substance, Maltodextrin, Nipa frond, Particleboard, Sucros

    Hubungan Kelimpahan Meiofauna pada Kerapatan Lamun yang Berbeda di Pulau Panjang, Jepara

    Full text link
    Lamun merupakan salah satu sumberdaya laut yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan. Organisme benthos seperti meiofauna menepati posisi yang sangat penting dalam proses biodegradasi di ekosistem pantai. Meiofauna bersifat relatif menetap pada dasar perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan meiofauna pada kerapatan lamun yang berbeda di Pantai Pulau Panjang, Jepara dan mengetahui hubungan antara kerapatan lamun yang berbeda dengan kelimpahan meiofauna. Metode pengambilan sampel dan pengamatan meiofauna adalah sampel diambil 7 titik dari setiap stasiun, pengambilan sampel meiofauna dengan menggunakan pralon 20 cm, sampel kemudian disaring dengan menggunakan saringan sampel 0,5 mm dan diberi formalin sebanyak 4% ,larutan rose bengale™ dan larutan ludox. Jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian ini didapatkan 5 genera lamun yaitu Thalassia sp, Cymodocea sp, Enhalus sp, Syringodium sp dan Halodule sp. Jumlah spesies individu meiofauna pada stasiun A yaitu 34.666 individu/m3 dari 22 spesies, pada stasiun B yaitu 42.666 individu/m3 dari 22 spesies dan pada stasiun C yaitu 54.000 individu/m3 dari 22 spesies. Uji korelasi pearson didapatkan nilai sebesar 0,565 ( ≥ 0,05 ) dengan kesimpulan H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara meiofauna dengan kerapatan lamun yang berbeda di Pulau Panjang Jepara. Nilai korelasi antara meiofauna dengan kerapatan lamun sebesar -0,632, hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang erat antara meiofauna dengan kerapatan lamun di Pulau Panjang, Jepara

    Hubungan Kerapatan Rumput Laut Dengan Substrat Dasar Berbeda Di Perairan Pantai Bandengan, Jepara

    Full text link
    Pantai Bandengan adalah salah satu pantai pesisir utara Jawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki potensi sumberdaya pesisir yang besar ditinjau dari keberadaan garis pantainya lebih dari 72 Km. Pantai Bandengan ini juga sebagai habitat rumput lautyang merupakan tumbuhan laut dasar perairan (fitobentos), makroalga, dan termasuk Thallophyta. Rumput laut tergolong tanaman yang hidupnya melekat pada substrat, seperti karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya atau bahkan melekat pada tumbuhan lain secara epifitik.Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kerapatan rumput laut dengan substrat dasar berbeda di perairan Pantai Bandengan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif menggunakan line transek sepanjang 100 meter dan kuadran transek 1x1 meter dengan tiga kali pengambilan. Setiap kuadran transek dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia meliputi kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu air, dan pH (untuk mendukung hasil data sampling).Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah sembilan jenis rumput laut yaitu Halimeda opuntia; Halimeda descoides; Halimeda macroloba; Chordoria flagelliformis; Padina crassa; Sargassum yendoi; Sargassum piluliferum; Sargassum confusum; dan Sargassum duplicatum. Kerapatan tertinggi ditemukan pada Halimeda opuntia (18,19%) atau total 103 individu dengan penutupan substrat (12,54 m2, terbanyak pada substrat pecahan karang). Sedangkan penutupan tertinggi terdapat pada jenis Sargassum duplicatum yaitu 15 m2. Berdasarkan hasil analisa data Chi Kuadrat didapatkan nilai X2 hitung sebesar 72,00 dan nilai X2 tabel sebesar 21,026. Hal tersebut dapat dinyatakan ada hubungan kerapatan rumput laut terhadap substrat dasar karena X2 hitung ≥ X2 tabel yang menyatakan terima H1 tolak H0

    Hubungan antara Kelimpahan Hewan Makrobenthos dengan Kerapatan Lamun yang Berbeda di Pulau Panjang dan Teluk Awur Jepara

    Full text link
    Perairan Pulau Panjang dan Teluk Awur terletak di Kabupaten Jepara yang memiliki keanekaragaman ekosistem perairan, antara lain ekosistem lamun. Kondisi dari ekosistem lamun dikedua lokasi tersebut akan mempengaruhi tingkat kerapatan dan selanjutnya akan mempengaruhi hewan makrobenthos yang hidup di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapatan lamun yang berbeda dan kelimpahan hewan makrobenthos serta hubungan antara tingkat kerapatan lamun yang berbeda dengan kelimpahan hewan makrobenthos yang ada di perairan Pulau Panjang dan Teluk Awur Jepara. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 di perairan pantai Pulau Panjang dan Teluk Awur Jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yang bersifat deskriptif. Langkah penelitian yang dilakukan yaitu sampling, identifikasi, analisis data dan evaluasi data. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 jenis lamun yang ditemukan di Pulau Panjang yaitu Thalassia sp, Cymodocea sp, Enhallus sp, Halodulle sp dan Sryngodium sp dan terdapat 4 jenis lamun yang ditemukan di Teluk Awur yaitu Thalassia sp, Cymodocea sp, Enhallus sp dan Halophila sp. Kelimpahan hewan makrobenthos di kerapatan lamun jarang, sedang dan padat di Pulau Panjang adalah 68 ind/m3, 77 ind/m3 dan 103 ind/m3, sedangkan kelimpahan hewan makrobenthos di kerapatan lamun jarang, sedang dan padat di Teluk Awur adalah 43 ind/m3, 62 ind/m3 dan 84 ind/m3. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan antara kelimpahan hewan makrobenthos dengan kerapatan lamun terdapat korelasi yang erat, sehingga semakin tinggi kerapatan lamun akan diikuti oleh tingginya kelimpahan hewan makrobenthos. Awur Bay and Panjang Island which are located in Jepara, have a diversity of ecosystems such as seagrass. Conditions of seagrass ecosystems in both location will affect the level of density macrobenthic animal who live there. The purpose of the research was to know the relationship between density level of different seagrass and abundance of macrobenthic animal both in Panjang Island and Awur Bay, Jepara. The research has been done in April 2015. The method used was case study and analyzed descriptive. Research carried out measures that take sample, identification, data analysis and data evaluation. The result showed that there were 5 type of seagrass found in Panjang Island Thalassia sp, Cymodocea sp, Enhallus sp, Halodulle sp and Sryngodium sp and there were 4 type of seagrass found in Awur Bay Thalassia sp, Cymodocea sp, Enhallus sp dan Halophila sp. The abundance of macrobenthic animal from sparse, medium and dense density of seagrass in Panjang Island was 68 ind/m3, 77 ind/m3 and 103 ind/m3. While the abundance of macrobenthic animal from sparse, medium and dense density of seagrass in Awur Bay was 43 ind/m3, 62 ind/m3 and 84 ind/m3. Based on regression result showed that between abundance of macrobenthic animal with seagrass density there were a close correlation so that the higher seagrass density will be followed by higher abundance of macrobenthic animal

    Analisis Laju Sedimentasi di Daerah Padang Lamun dengan Tingkat Kerapatan Berbeda di Pulau Panjang, Jepara

    Full text link
    Pulau Panjang merupakan salah satu wilayah di perairan Kabupaten Jepara yang memiliki keanekaragamanan ekosistem perairan, antara lain adalah ekosistem lamun yang merupakan habitat bagi biota-biota perairan. Secara ekologi, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir yang salah satunya berfungsi untuk menstabilkan dasar-dasar lunak dimana kebanyakan spesies tumbuh, terutama dengan sistem akar yang padat dan saling menyilang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju sedimentasi di daerah padang lamun dengan tingkat kerapatan berbeda dan mengetahui hubungan antara kerapatan lamun dengan laju sedimentasi di Pulau Panjang. Metoda penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan pencarian fakta di interpretasikan dengan tepat. Metode sampling dengan metode transek, sebaran lamun ditentukan 3 stasiun yaitu jarang, sedang, padat dan luasan yang sama (10 m x 10 m). Kuadran transect berukuran 1 m x 1 m digunakan untuk menghitung tegakan lamun dalam setiap meter persegi. Hasil penelitian menunjukkan 5 spesies lamun pada ketiga stasiun yaitu jenis Thalassia sp (65,292%), Cymodocea sp (18,539%), Enhallus sp (6,099%), Halodule sp (4,557%) dan Syringodium sp (5,512%). Laju sedimentasi di stasiun lamun jarang lebih besar dibanding pada stasiun lamun sedang dan padat. Laju sedimentasi sangat dipengaruhi oleh parameter kualitas air terutama kecepatan arus dan kedalaman. Hasil analisa uji Korelasi Pearson sebesar menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara Laju sedimentasi pada kerapatan lamun yang berbeda di pulau Panjang Jepara. Panjang island is one of the waters area in Jepara that have various aquatic ecosystems, such as seagrass which is habitat for aquatic biota. Ecologycally, seagrass has several important functions in the coastal areas, one of which serves to stabilize the soft bottom where more species grow, especially with it's dense root system and crossing each other. The research aims to determine sedimentation rate in different seagrass density and to determine relation of seagrass density to sedimentation rate at the Panjang island. The research method used descriptive in whitc fact finding be interpreted correctly. Mapping os seagrass distribution method was done to classified 3 stations of namely ‘lisht', ‘medium', ‘dense' in a same area (10m x 10m). 1m x 1m cuadrant transect was used to count the seagrass stands at each square meter. The result showed there are 5 species of seagrass in the third station ie Thalassia sp (65,292%), Cymodocea sp (18,539%), Enhallus sp (6,099%), Halodule sp (4,557%) dan Syringodium sp (5,512%). the sedimentation rate at the ‘lisht' station of seagrass bed is bigger compared to the ‘medium' and ‘dense' stations. The sedimentation rate is strongly influenced by the water quality parameter,especially current and depth. The results of Pearson correlation analysis test shown a significant difference between the sedimentation rate at different seagrass density in the Panjang island of Jepara
    • …
    corecore