6 research outputs found
Employment Arrangement for Person with Disabilities in Indonesia in Post-New Order Era
The right to employment of persons with disabilities got better attentions in Indonesia, especially after the fall of the New Order era. This paper discusses the employment arrangement for persons with disabilities in Indonesia in Post-New Order era. It is found that some reforms have been made to accealerate the fulfillment of the right to employment of persons with disabilities. It began with the enactment of Law Number 21 of 2002 on Labour Union and Law Number 13 of 2003 on Employment. In addition, the Government had ratified the Convention on the Rights of Persons with Disabilities through Law Number 19 of 2011. Furthermore, Law Number 8 of 2016 on Person with Disabilities was issued. This law has properly regulated the rights of persons with disabilities, including their employment rights. Nevertheless, this law still requires several comprehensive operational regulations. Law Number 13 of 2003 can be synchronized with Law Number 8 of 2016 since it functions as a guideline for employers and workers in carrying out working relationship.
Keadilan dalam Pengaturan Ketenagakerjaan Bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia
Hak atas pekerjaan yang layak bagi penyandang disabilitas di Indonesia, dijamin oleh hukum. Hal ini dapat dibuktikan dengan Pengaturan Pasal 26 dan 27 UUD 1945 sebagai landasan konstitusi negara Republik Indonesia. Secara khusus jaminan atas pekerjaan yang layak juga terdapat dalam Pasal 5 dan 6 UU No 13 Tahun 2003 yang mengatur khusus tentang ketenagakerjaan. Berkaitan dengan penyandang disabilitas dalam Pasal 53 UU No 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Pasal ini menetapkan kuota untuk mempekerjakan penyandang disabilitas di perusahaan swasta maupun BUMN serta BUMD. Artinya di Indonesia terdapat 2 (dua) pengaturan tentang ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas. Namun dalam pelaksanaannya terdapat tantangan-tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam pemenuhan ketenagakerjaan. Diantaranya proses rekrutmen yang ada saat ini masih bias terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas. Perusahaan lebih konsen mencari sumber daya manusia tanpa kedisabilitasan. Berdasar pada kenyataan itu maka perlu dianalisis tentang keadilan dalam pengaturan ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Dari hasil penelitian diketahui bahwa belum terdapat keadilan pengaturan ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas di Indonesia dalam UU No 13 Tahun 2003 dan UU No 11 Tahun 2020, sedangkan dalam UU No 8 Tahun 2016 telah terdapat keadilan pengaturan ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas. Dengan demikian UU No 13 Tahun 2003 perlu diperbaiki dan dirubah
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL: DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS SETELAH TERBITNYA PERDA DIY NO 4 TAHUN 2012
Di Indonesia penyandang disabilitas mempunyai berbagai hak yang dijamin undangundang.
Diantaranya dengan pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas
yang telah disahkan dengan UU No 11 Tahun 2009. Hak-hak ini diatur dalam Unofficial
Translation Deklarasi Hak Penyandang Cacat yang dicetuskan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan resolusi 3447 (XXX) tertanggal 9 Desember 1975. Hak-hak tersebut juga
diakomodir dalam Undang – Undang No.4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dan PP No
43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70.
Khusus di Propinsi DIY pada tahun 2012 telah diterbitkan Perda DIY No 4 Tahun 2012
tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Kenyataannya di
Kabupaten Bantul yang banyak penduduknya tiba-tiba menjadi peyandang disabilitas namun
masih terdapat permasalahan berkaitan dengan pemenuhan hak pemberdayaan. Permasalahan ini
perlu mendapat perhatian dan penyelesaian dari berbagai pihak yang terkait agar tidak terjadi
diskriminasi hak-hak penyandang disabilitas. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini
difokuskan pada pemberdayaan penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul setelah terbitnya
Perda DIY No 4 Tahun 2012. Berdasar uraian pada latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan apakah kendala pelaksanaan pemenuhan hak pemberdayaan
penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul dan upaya apakah yang ditempuh para pihak dalam
rangka pemenuhan hak pemberdayaan penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul setelah
terbitnya Perda DIY No 4 Tahun 2012? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan pemenuhan hak pemberdayaan
penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul dan upaya para pihak dalam rangka pemenuhan hak
pemberdayaan penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul setelah terbitnya Perda DIY No 4
Tahun 2012. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang
menjadi kendala pelaksanaan dan upaya para pihak dalam rangka pemenuhan hak pemberdayaan
penyandang disabilitas di Kabupaten Bantul dan memberikan sumbangan ide-ide bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.Penelitian ini
merupakan penelitian yuridis normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian
kepustakaan dan lapangan. Data kemudian dianalisis secara kualitatif. Metode berpikir yang
digunakan dalam melakukan analisis data adalah induktif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor dari dalam diri penyandang cacat meliputi
derajad kecacatan, pendidikan, dan kemiskinan, sementara dari luar diri penyandang cacat
meliputi keluarga, diskriminasi masyarakat, keterbatasan anggaran masyarakat, keterbatasan
anggaran pemerintah, dan bentuk-bentuk bantuan. Dalam rangka mengatasi kendala yang ada
untuk memenuhi hak penyandang cacat/disabilitas maka upay yang dapat dilakukan pmrintah
Kabupaten Bantul adalah mensosialisasikan dan menyadarkan keluarga penyandang disabilitas
agar mau membantu keluarganya yang menyandang disabilitas,bekerjasama dengan FKKADK
berusaha untuk menyadarkan penyandang disabilitas punya hak dan memerlukan pendidikan
juga, melakukan upaya pemberdayaan dan pelatihan bekerjasama dengan LSM-LSM, berusaha
menambah anggaran untuk keperluan penyandang disabilitas, membangun sarana aksesibiltas
penyandang disabilitas pada bangunan baru, menyempurnakan model pemberdayaan
penyandang disabilitas
Model Kebijakan yang Menjamin dan Melindungi Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Di Kabupaten Bantul
Penyandang Disabilitas berhak mendapat perlindungan sebagaimana diamanatkan
undang-undang. Perlindungan hak ini termasuk hak bagi kelompok masyarakat rentan yang
berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Objek material dari penelitian ini adalah model kebijakan jaminan pemenuhan hakhak
Penyandang Disabilitas. Dalam kehidupan bermasyarakat Penyandang Disabilitas
merupakan anggota masyarakat yang rentan diabaikan hak-haknya, padahal sebagaimana
layaknya warga negara, Penyandang Disabilitas mempunyai hak-hak yang sama dengan
warga negara yang lain. Kebutuhan khusus bagi Penyandang Disabilitas menyebabkan
pemenuhan haknya juga memerlukan cara yang khusus pula yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Kenyataannya masih banyak Penyandang Disabilitas yang tidak
mendapatkan haknya, bahkan mereka mendapatkan diskriminasi dalam berbagai bidang
kehidupan. Adanya berbagai diskriminasi ini menyebabkan Penyandang Disabilitas
kehilangan akses dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian perlu disediakan suatu
model kebijakan yang menjamin pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas.
Tinjauan dari sudut pandang (objek formal) yuridis dan sosiologis untuk
mengembangkan model kebijakan yang sesuai dan tidak mendiskriminasi Penyandang
Disabilitas masih sangat diperlukan. Kajian yang menggunakan dua sudut pandang ini
diharapkan dapat menemukan model kebijakan yang sesuai bagi Penyandang Disabilitas di
Kabupaten Bantul. Sudut padang yuridis digunakan untuk mengidentifikasi berbagai macam
fenomena kebijakan yang mendiskriminasi Penyandang Disabilitas dan menggali faktorfaktor
yang menyebabkan hak-hak penyandang cacat tidak dapat terpenuhi. Kajian sudut
pandang yuridis diperdalam lagi dengan menggunakan analisis Sosiologi untuk model
kebijakan yang sesuai bagi Penyandang Disabilitas, terutama yang berada di Kabupaten
Bantul.
Penelitian ini merupakan penelitian multi tahun dengan tujuan pada tahun pertama
memetakan faktor-faktor yang menjadi kendala jaminan pelaksanaan pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul dan memetakan model kebijakan yang dibangun
di Kabupaten Klaten sebagai perbandingan model kebijakan untuk persoalan yang sama di
Kabupaten Bantul. Berdasar pemetaan pada tahun pertama maka pada tahun kedua penelitian
ini bertujuan memberi masukan model kebijakan yang sesuai untuk menjamin pelaksanaan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantu