7 research outputs found
SENDRATARI SAMPIK INGTAI SEBUAH ASIMILASI BUDAYA BALI DAN CINA
Abstract: The story of Sampik Ingtai as one of stories resulting from the assimilation of Balinese and Chinese Culture has stimulated the create a performance art entlited “Sampik Ingtai Ballet” with the central theme of “loyayty”. Their pledge of loyalty made the story end in tragedy because the two characters died, and they were only happy in the here after. The creation of Sampik Ingtai Ballet is based on the richness of unique movement and rules of Balinese dance, The movement elements are them formulated and harmoniously. Combined with the elements of Chines drama theater and are developed by modern composition principles. It is expected that the new performance art will have its own identity and uniqueness
SWAGINA-SAMPANA-RUPASAMPANNA Desa Swabudaya Penglipuran
HATUR PIUNING
KETUA TIM DESA ADAT PENGLIPURAN
Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu
Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung
kertha waranugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS)
Desa Adat Penglipuran dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan
bermakna.
CS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Pengembangan
Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bermitra dengan Desa Adat
Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran dipilih sebagai mitra
NCS karena potensi desa yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan
NCS di Desa Adat Penglipuran terdiri atas rekonstruksi tari dan iringan Baris Presi, pembuatan
film dokumenter tari Baris Jojor, pelatihan berbusana adat Bali, tata rias dan sanggul Bali,
pelatihan menggambar, membuat ornamen alat-alat upacara, pelatiahan MC, pelatihan
pembuatan merchandise melalui cetak resin dan cetak saring, peletakan prasasti NCS ISI
Denpasar dan buku monografi Desa Adat Penglipuran. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan
saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di Desa Adat
Penglipuran.
Buku monografi Desa Adat Penglipuran dengan judul Swagina-Sampana-Rupasampanna
memberikan gambaran mengenai Desa Adat Penglipuran dengan potensi sumber daya alam yang
dikelilingi oleh hutan bambu dan tanah perkebunan, sehingga suasana desa sangat sejuk, tenang
dan nyaman. Secara visual desa adat Penglipuran sangat unik dan menarik, karena Masingmasing
pekarangan memiliki angkul-angkul unik sebagai pintu rumah masuk dan memiliki
bentuk yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Bentuk angkul-angkul yang seragam
dan atapnya terbuat dari tumpukan bambu merupakan identitas dari wajah desa yang sangat artistik. Masyarakat Penglipuran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang ada, baik
secara fisik maupun non fisik, sehingga Desa adat Penglipuran menjadi destinasi desa wisata
yang sangat terkenal di manca negara. Masyarakat Penglipuran sangat makmur karena sangat
produktif, selain mengembangkan IKM loloh cemcem dan kunyit, juga banyak terjun sebagai
peternak, perajin, dan seniman serta ekonomi masyarakat sangat didukung oleh pariwisata yang
semakin meningkat. Selain terkenal karena keunikan permukimannya, Desa Adat Penglipuran
juga sebagai desa yang bersejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya monumen perjuangan Anak
Agung Anom Mudita yang terletak di bagian selatan desa, dan masyarakat menyebutnya sebagai
Pura Dalem Mudita. Melihat Potensi Desa Adat Penglipuran sebagai desa Wisata yang berbasis
lingkungan dan adat budaya, maka pelaksanaan NCS sangat tepat sebagai upaya mendorong
pemajuan seni budaya masyarakat setempat yang sejalan visi NCS, yakni mewujudkan ekosistem
seni budaya berkelanjutan.
Seluruh tim NCS Desa Adat Penglipuran menghaturkan terima kasih kepada seluruh
prajuru dan masyarakat karena telah memberikan perhatian yang besar dan berkontribusi dalam
pelaksanaan NCS ini secara maksimal.
Denpasar, 16 Juni 2022
Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.S
Sendratari Sampik-Ingtai
Cerita Sampik-Ingtai sabagi salah satu cerita hasil dari asimilasi kebudayaan Bali dan Cina yang memberi stimulasi tinggi kepada pencipta untuk menciptakan sebuah seni pertunjukan yang berjudul Sendratari Sampik-Ingtai dengan mengambil tema centralnya kesetiaan. Kesetiaan yang digambarkan secara terus-menerus oleh tokoh Sampik - Ingtai dalam cerita geguritan Sampik. Sampik Tong Nawang Natah. Ikrar kesetiaan mereka mengakibatkan cerita itu berakhir dengan tragedi matinya kedua tokoh itu, dan kebahagiaan bersama hanya dicapai didunia dan akhirat
Ketertarikan Terhadap Beberapa Topeng Menjadi Inspirasi Dalam Menciptakan Sebuah Karya Tari Dengan Judul Topeng Igel
Karya tari yang berjudul Topeng Igel merupakan sebuah karya tari kreasi baru. Karya tari ini terinspirasi dari tarian sakral yang ada di Desa Ketewel, Gianyar yaitu tari Topeng Legong Ratu Dedari dan tari Topeng Ratu Lanang. Tarian ini mengangkat tentang karakteristik topeng yang di dalamnya terdapat karakter keras dan halus. Ketertarikan penata dalam proses penciptaan karya tari Topeng Igel didorong oleh adanya faktor lingkungan yang dialami penata, sehingga muncul identitas khusus atau ciri khas si penata di dalam karya tari ini.
Topeng Igel berarti tari yang menggunakan topeng sebagai penutup wajah. Tarian ini bertemakan religi dengan menggunakan properti topeng. Kostum atau tata busana yang digunakan pada karya ini menggunakan konsep warna tri datu, yaitu perpaduan warna merah tua, putih, dan hitam. Tata rias yang digunakan dalam karya ini adalah tata rias minimalis yang menonjolkan raut wajah menyerupai topeng. Karya tari ini diiringi dengan gamelan Semara Pagulingan yang didukung oleh Padepokan Seni Korawa sebagai pemainnya dan diciptakan oleh I Komang Winantara selaku penata iringan tari.
Karya tari Topeng Igel disajikan dengan sarana atau media yang sudah dipersiapkan sebaik-baiknya seperti dalam pemilihan penari, setting panggung, tata cahaya, dan properti yang digunakan, sehingga karya tari ini dapat tersampaikan dalam penyajiannya. Pesan yang ingin disampaikan melalui karya tari Topeng Igel adalah dalam kehidupan ada sebuah keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud yakni adanya laki-laki dan perempuan, keras dan halus sesuai dengan konsep Rwa Bhineda.
Kata Kunci : Tari Kreasi Baru, Topeng, dan Igel
Transformasi Pengalaman Ke Dalam Penciptaan Tari Ginatria
Pengalaman adalah peristiwa atau kejadian yang telah dialami dan dirasakan. Sadar maupun tidak sadar, setiap
orang melakukan proses kreatif pasti berdasarkan pengalaman yang pernah dilaluinya. Begitu juga dalam mencipta
sebuah tari, memerlukan pengalaman yang dijadikan sebagai pedoman atau sebagai sumber ide. Hal tersebut
menjadikan penulis tertarik mengangkat pengalaman menjadi sebuah karya tari dengan penyajian secara simbolis
representatif. Karya tari yang bersumber dari pengalaman dan riwayat hidup dalam berkesenian ini berjudul Ginatria.
Tari Ginatria ditarikan oleh tiga orang penari perempuan yang berbeda umur (anak-anak, remaja, dan dewasa) sesuai
dengan sumber ide. Menampilkan tiga masa proses pembelajaran seni, matembang pada masa anak-anak, magender
wayang pada masa remaja, dan menari ditekuni pada masa dewasa. Karya tari ini diharapkan menjadi karya tari
bernuansa baru tanpa musisi sebagai pemain musik tarinya
Joged Nini : Ekspektasi dan Realita Hasil Rekontruksi
Joged Nini adalah ritual menaikkan padi ke jineng yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Buruan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Ritual ini sempat punah dan
direkonstruksi oleh Kader Pelestari Budaya Kabupaten Tabanan pada tahun 2014. Riset
dilakukan selama 4 tahun dan menghasilkan sebuah peniruan ritual Joged Nini dengan tahapan
ritual yang terdiri dari Mendak Duwasa Nini, Ngider Bhuana, Ngunggahang Duwasa Nini,
Mawewangsalan, Majejogedan, dan Anjali. Joged Nini adalah suatu perpaduan kesenian yang
harmonis dari penggunaan mantra, mudra, dan yantra, yang diaplikasikan dalam bentuk lagu
pengiring, gerak tari, dan penggunaan sarana upakara berupana Duwasa Nini. Pasca rekonstruksi,
terjadi kesenjangan antara ekspektasi dan realita dari hasil rekonstruksi tersebut. Pada realitanya
adalah hasil rekonstruksi ini tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan karena beberapa
faktor, tulisan ini akan mengamati ekspektasi dan realita Joged Nini dari kepercayaan
masyarakat, sistem mata pencaharian hidup, peralatan dan teknologi, kesenian, ilmu pengetahuan,
sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, dan upaya sosialisasi yang belum maksimal.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tekhnik wawancara, studi
pustaka, dan dokumentasi, sehingga memunculkan pertanyaan “apa penyebab tidak
berkembangnya hasil rekonstruksi Joged Nini?”
Ni Ketut Arini: A Bali Performing Arts Maestro
Ni Ketut Arini, who is popularly called Mrs. Arini, is a maestro of Balinese performing arts. This article will discuss the maestro's progress, who is known as a multi-talented artist with a long history of preserving this regional performing arts. In Bali, there are many performing arts artists. However, of the many artists referred to, it seems that not many have track records throughout Mrs. Arini's career. The questions: how is Mrs. Arini's progress in preserving traditional Balinese performing arts?. This research was conducted using the life history method. The data sources for this research were Mrs. Ni Ketut Arini herself, her colleagues, her students at Sanggar Warini and related communities who were selected based on purposive sampling and snowball. All data collected through observation, interviews, and literature studies were analyzed using Bourdieu's theory of aesthetics and social action theory. The results of the study show that Ni Ketut Arini is an artist who graduated from the Indonesian Art College (STSI) in Denpasar, and most of her life has been dedicated to the preservation of Balinese performing arts. Since the age of 14, Ni Ketut Arini has mastered Balinese traditional dance. Her skill in dancing traditional Balinese dance has made Ibu Arini have many students and become a role model for artists in Bali. Mrs. Arini is known for consistently preserving traditional Balinese dance. Through the Warini Studio that she cares for, Mrs. Arini continues to strive to care for, maintain, and develop this Balinese performing art to attract Balinese cultural tourism