37 research outputs found

    Benturan Kepentingan, Suatu Refleksi dalam Pengelolaan Warisan Budaya di Indonesia

    Get PDF
    Abstract. Conflict in this study is interpreted as a perception of differences in interests. The basic concept of this study departs from the view that conflict is a natural reality in human life that requires interaction with society. In general, this study aims to reveal the community's knowledge system in interpreting cultural heritage and ways to act using the knowledge system. As a consequence of the study, specifically, the purpose of this study is to diclose how to reduce the conflicts that often occur at various sites in Indonesia. The method used is explanatory qualitative explanatory which is an effort to understand why a phenomena can occur and what causes it. The results of this study find that cultural heritage conflicts should not be connoted as a negative phenomenon. Cultural heritage conflict is a reflection of the weakness of the management system that will be part of the solution to a problem that leads to a better change. Keywords: Interaction, Society, Conflict, Heritage, Culture Abstrak. Konflik dalam nelitian ini diartikan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan. Konsep dasar penelitian ini berangkat dari pandangan, bahwa konflik merupakan realitas yang wajar dalam kehidupan manusia yang mengharuskan berinteraksi dengan masyarakat. Secara umum penelitian ini bertujuan mengungkapkan sistem pengetahuan masyarakat dalam memaknai warisan budaya dan cara-caranya bertindak menggunakan sistem pengetahuan tersebut. Sebagai konsekwensi atas kajian di atas, secara khusus tujuan penelitian ini mengungkapkn bagaimana upaya meredam konflik yang sering terjadi di berbagai situs di Indonesia. Metode yang digunakan adalah eksplanatif kualitatif eksplanatitif yakni upaya memahami mengapa fenomena dapat terjadi dan apa faktor penyebabnya. Hasil penelitian ini menyatakan konflik warisan budaya tidak harus dikonotasikan sebagai fenomena yang negatif. Konflik warisan budaya merupakan merupakan cermin lemahnya sistem pengelolaan yang akan menjadi bagian dari solusi atas suatu permasalahan yang mendorong ke arah perubahan yang lebih baik. Kata kunci: Interaksi, Masyarakat, Konflik, Warisan, Buday

    Manajemen Pengelolaan Warisan Budaya: Evaluasi Hasil Penelitian Pusat Arkeologi Nasional

    Get PDF
    Abstract. Management of Cultural Heritage: Evaluation of Results of Researches Carried Out by The National Centre of Archaeology. Within the last decade, the perspective of the Cultural Resource Management (hereinafter is referred to as CRM), has a fundamental change. CRM is no longer considered merely a part of management efforts, but an important and strategic role in scientific theoretical discourse. The performance of CRM does not stop at the aspects of conservation and research; it is a management effort that takes into account the interests of many parties. In this reformation era, the CRM position as an approach plays an important and strategic role in managing, governing, and directing cultural heritages, which are recently become objects of conflicts. The CRM performance includes utilization, in a sense that it is able to generate the social significance of a cultural heritage in the community life. It is the ability to regenerate the social significance that is the real essence of CRM performance. Abstrak. Dalam dasawarsa belakangan ini, pandangan Cultural Resource Management selanjutnya disingkat CRM, mengalami perubahan mendasar. CRM tidak dipandang hanya merupakan bagian dari upaya pengelolaan, melainkan dianggap justru sebagai bagian penting dari wacana teoritis ilmiah. Kinerja CRM tidak berhenti pada aspek pelestarian dan penelitian semata, melainkan lebih dari itu, merupakan upaya pengelolaan yang memperhatikan kepentingan banyak pihak. Dalam era reformasi seperti sekarang ini, posisi CRM sebagai suatu pendekatan memiliki peranan penting dan strategis di dalam menata, mengatur dan mengarahkan warisan budaya yang akhir-akhir ini seringkali menjadi objek konflik. Kinerja CRM memikirkan pemanfaatan dalam arti mampu memunculkan kebermaknaan sosial suatu warisan budaya di dalam kehidupan masyarakat. Menghadirkan kembali kebermaknaan sosial inilah yang sebenarnya merupakan hakekat kinerja CRM

    KEMUNGKINAN PROSA BUBUKSAH SEBAGAI SASTRA LUAR KERATON

    Get PDF
    Tulisan ini mencoba mengungkapkan latar belakang sosial dari kalangan masyarakat yang melahirkannya. Artinya, apakah prosa Bubuksah dilahirkan oleh pujangga kalangan keraton atau sebalikriya dari kalangan luar-keraton. Oleh karena naskah Bubuksah itu sendiri hingga kini belum pernah diterbitkan dalam bentuk cetakan maupun terjemahan, maka sebagai dasar kajian ini hanya dibatasi pada ringkasan cerita sebagaimana yang disajikan oleh van Stein Callenfels (1919: 348-361). Diakui bahwa sumber data yang dipergunakan sangat lemah clan kurang memadai, oleh karena itu interpretasi yang diajukan di sini perlu sekali untuk selanjutnya dikaji dengan penelitian-penelitian yang lebih mendalam, dengan menggunakan data lain dan dari sudut pandangan lain

    Kalang, Tinjauan Historis-Antropologis

    Get PDF
    The terms of “kalang” substantially mentioned in Old Javanese inscriptions. It’s meaning oftenly associated with professions in the timber producing or carpentry. It’s definition drawn from the existence of "wong Kalang" in the past, it refers to a group of people living on the edge of the forest in several places in Java, as woodcutters or lumberjack. This article will try to discuss the meaning of kalang, through historical-anthropological studies. Accordingly, kalang is not only seen from the definition, instead the study tends to draw a historical frame of kalang as a group of people who continuosly lived from time to time. Hence, these problems cannot be discussed in detail, but some important aspects will be addressed.Prasasti Jawa Kuna memuat banyak sekali istilah Kalang yang pengertiannya seringkali dihubungkan dengan profesi di bidang perkayuan atau tukang kayu. Pengertian tersebut ditarik dari suatu realitas terhadap keberadaan "wong Kalang" di masa kemudian yaitu sekelompok orang yang hidup di tepi hutan di beberapa tempat di Jawa sebagai penebang kayu. Artikel ini akan mencoba membahas pengertian kalang, melalui kajian historis-antropologis. lni berarti kalang tidak hanya dilihat dari segi pengertiannya, melainkan justru gambaran historis peranan orang kalang sebagai kelompok manusia yang hidup dari zaman ke zaman. Tentu saja permasalahan itu semua tidak dapat dibahas secara terperinci, tetapi beberapa segi penting akan dikemukakan

    WARISAN BUDAYA SEBAGAI BARANG PUBLIK: Cultural Heritage as Public Property

    Get PDF
    Abstract. The basic concept of this research departs from the view that cultural heritage is essentially a property of community, so that it requires public policy to manage it. Based on such perspective, the research was focused on the management of cultural heritage as public properties. The objective of this research is to reveal the management of public property from the aspects of public policy which was primarily derived from the study of scientific literatures and empirical evidences. This research used qualitative and explanative method using public relation model that emphasized on the effort to improve people’s perspective on the image of archaeology. Until today, the hypothesis that cultural heritages are public properties which could be enjoyed unconditionally by the public remains a theory. The research results proved that the hypothesis was correct. Keywords: Policy, public, management, cultural heritage. Abstrak. Konsep dasar penelitian ini berangkat dari pandangan bahwa warisan budaya pada hakikatnya adalah milik masyarakat sehingga dalam pengelolaannya diperlukan kebijakan publik. Berangkat dari konsep di atas, permasalahan penelitian ini adalah “bagaimanakah pengelolaan warisan budaya sebagai barang publik”? Tujuan penelitian ini terfokus pada pengelolaan barang publik ditinjau dari aspek kebijakan publik yang berasal dari berbagai literatur ilmiah dan didukung pengalaman pribadi penulis selama berinteraksi dengan masyarakat. Kajian ini bersumber dari sintesa berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam berbagai tema dan topik penelitian. Metode yang digunakan adalah eksplanatif kualitatif dengan pendekatan hubungan masyarakat (public relation model) yang menekankan pada upaya perbaikan image ‘citra’ arkeologi di mata masyarakat. Barang publik untuk rakyat yang semestinya dapat dinikmati secara gratis oleh masyarakat hanya berupa teori. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pengelolaan warisan budaya sebagai barang publik tidak bisa sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat secara gratis. Kata kunci: kebijakan, publik, pengelolaan, warisan,budaya

    KONFLIK HORISONTAL WARISAN BUDAYA, MEGALITIK SITUS GUNUNG PADANG

    Get PDF
    Abstrak. Konflik warisan budaya Situs Gunung Padang merupakan isu baru yang muncul pada 2012, akibat perbedaan dalam memaknai warisan budaya. Bagi kalangan arkeologi, Gunung Padang hanyalah situs megalitik “biasa” yang dikenal dengan istilah punden berundak. Tetapi bagi Tim Terpadu Riset Mandiri, Situs Gunung Padang adalah piramida dan diduga berusia jauh lebih tua dari Piramida Mesir. Konflik horisontal Gunung Padang adalah konflik perbedaan paradigma arkeologi yang berdampak pada perbedaan pandangan dalam menafsirkan keberadaan tinggalan budaya.Konflik tersebut, merupakan konflik murni yang terbatas pada ranah kepentingan Ilmu Pengetahuan tanpa ada intervensi oleh berbagai faktor, termasuk faktor politis. Disisi lain arkeologi sudah lama menjadi ajang pergulatan pemikiran para ahli. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena kajian pokok arkeologi bersifat post-facto yang terjadi tidak sekarang, tetapi ratusan bahkan ribuan atau jutaan tahun silam. Pada sisi lain, namanya pengetahuan itu sebenarnya bersifat relatif dan subyektif,karena telah dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Oleh karena itu, pengetahuan yang benar atau realitas masa lampau itu tidak ada, yang ada hanyalah pengetahuan masa lampau versi masyarakat masa kini. Perdebatan dalam ranah ilmu pengetahuan merupakan hal yang biasa. Jika konflik Gunung Padang dapat diselesaikan dengan benar, justru akan memberikan manfaat, salah satunya mendorong ke arah perubahan yang lebih baik. Abstract. Horizontal Conflict Regarding A Cultural Heritage: The Megalithic Site of GunungPadang. Conflict about a cultural heritage, Gunung Padang Site, is a new issue that surfaced in 2012 due to different views in interpreting a cultural heritage. To archaeologists, Gunung Padangis a “typical” megalithic site, which is known as terraced structure. However, to Tim Terpadu Riset Mandiri (Integrated Team of Independent Research), it was a pyramid much older than the ones in Egypt. The horizontal conflict about Gunung Padang is a conflict caused by different archaeological paradigms, which impacted on different views in interpreting the existence of cultural remains. It is apurely conflict, which scope is limited to the domain of Academic purposes with no interventions from various factors, including political factor. Archaeology has long been an arena of debates by experts. One of the reasons is because the main study of archaeology is post-facto – does not happen in recent time, but hundreds and even thousands and millions of years ago. On the other hand, knowledge/science is relative and subjective in nature because it is influenced by various interests. Therefore there is no true knowledge/science or reality of the past. What exists is knowledge about the past according to present-day people. Debates in knowledge/science domain are natural. In fact, if the conflict about Gunung Padang can be resolved in the right way, it will be a benefit, among others it will lead to a change for the better

    PENGENDALIAN HAYATI Helicoverpa armigera DENGAN NEMATODA DAN JAMUR ENTOMOPATOGEN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum)

    Get PDF
    Helicoverpa armigera is the major pest of tomato which causes fruit damage. Farmers are usually using a synthetic pesticide to control the pest, however it makes negative impact on the environment. One of the alternative control is using by biological agents which more environmentally friendly. Field trials evaluating the potential of biological pest control with entomopathogenic nematodes and entomopathogenic fungi were conducted in tomato cultivation. The treatment of pest control consisted of control (no treatment), the entomopathogenic nematode strains Steinernema carpocapsae with population density of 105 IJ/ml, entomopathogenic fungi Beauveria bassiana strain 725 with spore density of 109/ml , combination of B. bassiana strain 725 with spore density of 109/ml + S. carpocapsae with population density of 105 IJ/ml and insecticide (profenofos) with concentration of 0.2 mg/ml. The result of this research indicated (1) B. bassiana more effective to pressure the population of H. armigera because it’s host and geographically specific (2) S. carpocapsae less effective to decrease the production of damage fruit cause pest’s behavior and (3) Aplication of biological agents was able to decrease production of damage fruit. Key words : Biological control, entomopathogenic, fungi and nematod

    Kalpataru majalah arkeologi volume 27 nomor 1, Mei 2018

    Get PDF
    Majalah ini berisi 5 artikel ilmiah yang berjudul: (1) Warisan budaya sebagai barang publik, (2) Kampanye kesadaran masyarakat mengenai pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, (3) Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, (4) Bangunan Perkebunan teh Zaman Belanda di Jawa Barat: Kajian Arkeologi Publik, (5) Tinggalan megalitik di kawasan Pasemah Sumatera Selatan: Kajian Arkeologi Publik

    AMERTA 32 nomor 2

    Get PDF
    Beberapa Aspek Biokultural Rangka Manusia dari Situs Kubur Kuna Leran, Rembang, Jawa Tengah 0/eh: Sofwan Noerwidi, Balai Arkeologi Yogyakarta Situs kubur kuna Leran dilaporkan oleh masyarakat kepada Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2012. Hingga penelitian tahun 2013, setidaknya telah ditemukan sebanyak 17 individu yang berhasil diidentifikasi dari situs Leran. Tulisan ini berusaha mengungkap aspek biokultural yang dimiliki oleh rangka manusia Situs Leran melalui data-data materi anatomi tersisa. Aspek biologis yang diungkap antara lain adalah jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan ras. Aspek kultural yang dibahas meliputi kebiasaan si individu pada saat masih hidup, dan perlakuan penguburan. Semoga tulisan ini dapat memperkaya pandangan kita mengenai aspek biokultural pada situs-situs kubur di Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bencana Masa Lalu di Kepulauan Maluku: Pengetahuan dan Pengembangan Bagi Studi Arkeologi Oleh: Marlon Ririmasse, Balai Arkeologi Ambon Bencana alam adalah fenomena yang senantiasa melekat dengan Kepulauan Indoaesia sebagai suatu kawasan. Gempa bumi, aktivitas vulkanik hingga banjir telah menjadi pengalaman periodik dalam kehidupan masyarakat di wilayah ini. Karakteristik geografis Indonesia yang berada pada pertemuan lempeng-lempeng aktif serta bagian dari mata rantai vulkanis global adalah faktor natural yang membuat kepulauan ini rentan bencana. Tak heran selama satu dekade terakhir saja beberapa bencana besar telah terjadi.Studi sejarah budaya juga mencatat tentang fenomena bencana alam pada masa lalu di Nusantara. Ada yang memiliki dampak minim, namun ada juga yang berakibat hilangnya peradaban. Sebagai bagian dari himpunan luas pulau-pulau di sudut tenggara Asia, Kepulauan Maluku dihadapkan pada situasi serupa.Wilayah ini juga rentan terhadap bencana alam. Dengan karakteristik wilayah yang juga arsipelagik, Kepulauan Maluku menjadi saksi atas aktivitas alam yang terjadi di masa lalu. Tulisan ini mencoba mengamati fenomena bencana alam pada masa lalu di wilayah Kepulauan Maluku dari sudut pandang arkeologi dan kajian sejarah budaya. Studi pustaka dipilih sebagai pendekatan dalam kajian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa bencana alam telah menjadi fenomena yang melekat dengan perkembangan sejarah budaya di Maluku. Beberapa di antara bencana masa lalu tersebut bahkan menjadi faktor kunci dalam proses sejarah budaya di wilayah ini. Diharapkan kajian pada tahap mula ini dapat menjadi sumbangan pemikiran arkeologi dan kajian sejarah budaya dalam pengembangan model mitigasi bencana alam di Maluku. Masyarakat Patalima di Teluk Elpaputih, Maluku 0/eh: Lucas Wattimena, Balai Arkeologi Ambon Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengelompokan kelompok masyarakat Patalima di Teluk Elpaputih, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Masyarakat Patalima di Teluk Elpaputih terdiri dari: Waraka, Tananahu, Liang, Soahuwey, Rumalait, Awaya, Hitalesia, Apisano. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok­kelompok masyarakat di Teluk Elpaputih memiliki ciri khas dan latar belakang pengelompokan yang berbeda-beda, tetapi menjadi bagian integral kesatuan sistem sosial budaya masyarakat Patalima. Pengelompokan masyarakat Patalima di Teluk Elpaputih terintegrasi dalam struktur soa tetapi sifatnya otonom berdasarkan struktur dasar masing-masing kelompok. Alat Tokar Lokal dan Impor di Papua 0/eh: M. Ir/an Mahmud, Balai Arkeologi Jayapura Tulisan ini mengungkapkan bentuk, nilai dan fungsi alat tukar yang pemah digunakan dalam transaksi dagang di Papua pada masa lalu. Tujuannya untuk memperlihatkan sistem moneter penduduk Papua sejak ratusan tahun silam, bahkan masih digunakan sebagai 'apparatus' upacara dan pesta adat beberapa suku hingga sekarang. Berdasarkan metode survei arkeologi dan pendekatan etno-arkeologi diketahui bahwa kehadiran alat tukar di pedalaman dan pesisir Papua diperkenalkan oleh jaringan aliansi dagang. Kapak batu, uang kerang, gigi anjing, dan tembikar merupakan alat pembayaran tradisional yang mula-mula dikembangkan secara mandiri di Papua. Perdagangan abad xry-:xx juga memperkenalkan alat tukar impor dari barang mewah di daerah pesisir, berupa: manik-manik, porselin, Kain Timor, peralatan besi, dan mata uang logam atau kertas. Dapat disimpulkan bahwa penduduk Papua tidak semuanya sekedar menggantungkan hidup dari kemurahan alam; sebagian dari kelompok suku sudah mengembangkan aliansi dagang dan memiliki standar alat-tukar yang digunakan dalam transaksi barang/ jasa, sekaligus menegaskan identitas, status sosial, dan wibawa. Manajemen Pengelolaan Warisan Budaya: Evaluasi Basil Penelitian Pusat Arkeologi Nasional (2005-2014) 0/eh: Bambang Sulistyanto, Pusat Arkeologi Nasional. Dalam dasawarsa belakangan ini, pandangan Cultural Resource Management selanjutnya disingkat CRM, mengalami perubahan mendasar. CRM tidak dipandang hanya merupakan bagian dari upaya pengelolaan, melainkan dianggap justru sebagai bagian penting dari wacana teoritis ilmiah. Kinerja CRM tidak berhenti pada aspek pelestarian dan penelitian semata, melainkan lebih dari itu, merupakan upaya pengelolaan yang memperhatikan kepentingan banyak pihak. Dalam era reformasi seperti sekarang ini, posisi CRM sebagai suatu pendekatan memiliki peranan penting dan strategis di dalam menata, mengatur dan mengarahkan warisan budaya yang akhir­akhir ini seringkali menjadi objek konfiik. Kinerja CRM memikirkan pemanfaatan dalam arti mampu memunculkan kebermaknaan sosial suatu warisan budaya di dalam kehidupan masyarakat. Menghadirkan kembali kebermaknaan sosial inilah yang sebenamya merupakan hakekat kinerja CRM
    corecore