5 research outputs found

    PKM Pelatihan dan Pembinaan Baca Tulis Alqur’an di TPQ Krajan, Desa Mlandingan Kulon, Mlandingan, Kab. Situbondo

    No full text
    Mempelajari al-Qur’an berarti belajar membunyikan huruf-hurufnya sesuai tempat keluarnya sesuai kaidah tajwid dan menulisnya. Tentunya tingkatan ini adalah tingkatan yang paling awal dan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran al-Qur’an pada tingkatan selanjutnya. PkM dengan konsep Pelatihan Baca tulis Al Qur’an yang diselenggarakan di TPQ Krajan, Desa Mlandingan Kulon, Kecamatan Mlandingan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan baca tulis Al Qur’an anak yang sedang belajar di TPQ dengan formula metode pembelajaran Al Qur’an yang efektif. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah dengan metode observasi kegiatan terlebih dahulu dengan cara menggali informasi kepada tokoh masyarakat sekitar tentang kegiatan baca tulis Al Qur’an, sementara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan edukatif dan partisipatoris guna mencapai target capaian selama kegiatan ini dilaksanakan. Pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan menggunakan metode pendampingan kepada peserta didik di TPQ dalam belajar membaca dan menulis Al Qur’an. Hasil kegiatan ini adalah bahwa Kemampuan Peserta pelatihan dan pembinaan baca tulis Al-Qur’an relatif masih kurang mencapai target, akan tetapi selama kegiatan pelatihan dan pembinaan berlangsung kemampuan peserta cukup meningkat dari 25% menjadi 50%. berdasarkan hal tersebut diperlukan pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan serta dibutuhkan metode yang tepat dan menarik sehingga bisa meningkatkan motivasi belajar peserta dalam baca tulis Al-Quran. Adapun metode yang dapat dilakukan antara lain menerapkan metode pembelajaran yang disukai oleh Peserta sehingga kemampuan menyerap pelajaran dapat meningkat. namun demikian setelah pelatihan dilakukan terdapat peningkatan keterampilan dan motivasi belajar Peserta dalam baca dan menulis Al Qur'an. Anak yang dibekali dengan pendidikan Al-Qur’an diharapkan nantinya akan tumbuh menjadi individu yang berkarakter mulia. dan salah satu cara untuk memahami Al-Qur’an adalah mampu membaca dan menuliskannya dengan baik dan benar. ditempat – tempat pendidikan harus senantiasa dibekali pendidikan Al Qur’an dengan pembelajaran baca tulis Al-Qur’an

    Batas usia perkawinan dalam UU No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan dan relevansinya dalam pembentukan keluarga Sakinah: Perspektif Fiqh dan Psikologi

    No full text
    ABSTRAK Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan batasan usia pada setiap seseorang yang akan melaksanakan perkawinan dengan usia 19 tahun bagi laki laki dan 16 tahun bagi perempuan. Namun, batasan usia yang diberikan oleh Undang-Undang nampak lebih melihat pada kesiapan biologis. Di sisi lain, aturan dalam Undang-Undang yang termodifikasi tersebut harus dapat mewujudkan kemaslahatan bagi pihak suami-istri dalam membentuk keluarga yang sakinah. Melihat ketetapan tersebut, penulis memandang perlu agar batasan usia tersebut dikaji lagi untuk mewujudkan rumah tangga yang kekal dan bahagia serta sesuai dengan tujuan disyari’atkannya hukum Islam. Tujuan penelitian ini. Pertama, mendeskripsikan batasan usia perkawinan dalam undang-undang perkawinan perspektif fiqh dan psikologi. Kedua, menganalisa relevansi batas usia perkawinan tersebut dengan pembentukan keluarga sakinah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang diarahkan dan difokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka, yang ada kaitannya dengan masalah batas usia perkawinan perspektif fiqh, psikologi, dan teori pembentukan keluarga sakinah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Mendeskripsikan batasan usia nikah dalam undang-undang perkawinan yang dikaji dengan konsep fiqh dan psikologi kemudian direlevansikan dengan teori pembentukan keluarga sakinah. Metode pengolahan data yang digunakan adalah; cheking pengelolaan data, organizing data dan editing data. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu; diskriptif analisis, deduktif analisis dan analisis lanjutan. Hasil penelitian Pertama, batas usia tersebut dalam literatur fiqh sudah sesuai dengan perumusan ulama’ imam madzhab, akan tetapi ulama’ kontemporer menyatakan perlu diadakannya telaah ulang tentang batas minimal usia nikah karena dalam Al Qur’an dan Hadits tidak dijelaskan secara tegas batas minimal usia nikah. Batasan usia nikah menurut psikologi dinilai masih dalam kategori remaja yang belum siap secara psikologis. Kedua, batas minimal usia nikah yang dirumuskan oleh UU Perkawinan kurang relevan dengan tuntutan tujuan perkawinan (membentuk keluarga yang kekal abadi berdasarkan ketuhanan yang maha esa). Ketentuan usia minimal kawin dalam UU Perkawinan tergolong usia remaja dan masih dalam proses pendidikan. Pembentukan keluarga sakinah harus dibangun dari fondasi suami – istri yang sama-sama dewasa dengan berpedoman pada prinsip pembentukan keluarga sakinah yaitu; Niat yang benar, Kedewasaan suami istri, Ikatan kuat antara anggota, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, dan Pendidikan Anak. ABSTRACT Article 7 of Law No. 1 of 1974 on Marriage provides an age limit on each person who will carry out the marriage by the age of 19 years for men and 16 years for women. However, the age limit provided by law looks more look at the biological preparedness. On the other hand, the rules in the Act were modified to be able to realize the benefit for the husband and wife in a family sakinah. Seeing this provision, the author deems it necessary that the age limit be reviewed again to make household eternal and happy and in accordance with Islamic law. The purpose of this study. First, describe the marriage age limit in the marriage laws of fiqh and psychological perspective. Second, analyze the relevance of consent to marriage with the establishment of harmonious family. This type of research is normative research, the research is directed and focused on materials research library, which has to do with the issue of consent to marriage fiqh perspective, psychology, and the theory of the formation of harmonious family. The approach used in this research is descriptive qualitative. Describing the marriage age limit in the law marriages that were examined by the concept of fiqh and psychology then relevanced with harmonious family formation theory. Data processing method used; cheking data management, organizing data and editing data. Methods of data analysis in this research; Descriptive analysis, deductive analysis and advanced analysis. First research results, the age limit in the literature are in accordance with the formulation of fiqh scholars 'imam schools, but scholars' contemporary states need rethinking about the holding of minimum age for marriage in the Qur'an and Hadith are not expressly set minimum age of marriage , Marriage age limit according to psychology is still considered in the category of teenagers who are not ready psychologically. Second, the minimum age of marriage formulated by the Marriage Act is less relevant to the demands of the purpose of marriage (to form eternal families by divine maha esa). Conditions minimum age to marry in the Marriage Law classified as teens and still in the process of education. Establishment of harmonious family should be built on the foundations of a husband - wife who are both adult guided by the principle that the establishment of harmonious family; Right intention, maturity husband and wife, the strong bond between the members, Religion in the Family and Child Education. مستخلص البحث المادة 7 من القانون رقم 1 لسنة 1974 بشأن الزواج وتوفر حدا عمر على كل شخص سوف تنفذ الزواج قبل سن 19 سنة للرجال و 16 سنة للنساء. ومع ذلك، فإن الحد الأدنى للسن المنصوص عليها في القانون تبدو أكثر نظرة على الاستعداد البيولوجي. من ناحية أخرى، تم تعديل قواعد في قانون لتكون قادرة على تحقيق منفعة للزوج والزوجة في السكينة الأسرة. رؤية هذا الحكم، يرى المؤلف أنه من الضروري إعادة النظر في الحد الأدنى للسن مرة أخرى للتأكد المنزلية الأبدية والسعادة ووفقا للهدف القانون الإسلامي. والغرض من هذه الدراسة. أولا، وصف الحد الأدنى لسن الزواج في قوانين الزواج في الفقه وجهة نظر نفسية. الثانية، وتحليل أهمية الموافقة على الزواج مع تأسيس عائلة منسجمة. هذا النوع من الدراسات البحثية المعياري، يتم توجيه البحوث وركز على مكتبة بحوث المواد، التي لديها ما تفعله مع مسألة الموافقة على الزواج منظور فقه وعلم النفس ونظرية تشكيل عائلية منسجمة. النهج المتبع في هذا البحث هو النوعية وصفية. يصف الحد الأدنى للسن الزواج في الزواج القانون التي تم فحصها من قبل مفهوم الفقه وعلم النفس ثم يعلق مع نظرية تكوين الأسرة المتناغمة. طريقة معالجة البيانات المستخدمة. تشيكينج إدارة البيانات، وتنظيم البيانات البيانات والتحرير. طرق تحليل البيانات في هذا البحث. التحليل الوصفي، والتحليل الاستنتاجي والتحليل المتقدم. نتائج الأبحاث الأولى، والحد الأدنى للسن في الأدب ووفقا للصياغة الفقهاء مدارس الإمام، ولكن العلماء الدول المعاصرة تحتاج إلى إعادة التفكير حول عقد الحد الأدنى لسن الزواج في القرآن والحديث لم يتم تعيين صراحة السن الأدنى للزواج ، لا يزال يعتبر الزواج الحد الأدنى للسن وفقا لعلم النفس في فئة المراهقين الذين ليسوا على استعداد نفسيا. وثانيا، فإن الحد الأدنى لسن الزواج التي وضعها قانون الزواج هو أقل أهمية لمطالب غرض الزواج (في تكوين أسرة الأبدية من قبل وكالة الفضاء الأوروبية مها الإلهي). شروط الحد الأدنى لسن الزواج في قانون الزواج تصنف في سن المراهقة والتي لا تزال في عملية التعليم. ينبغي أن تبنى إنشاء أسرة متناغمة على أسس الزوج - الزوجة التي هي على حد سواء الكبار تسترشد بمبدأ أن إنشاء عائلة منسجمة. النية الصحيحة، زوج النضج وزوجة، ورابطة قوية بين أعضاء والدين في الأسرة وتربية الطفل

    KAJIAN AYAT SYIFA’ DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR ATH-THOBARI KARYA MUHAMMAD BIN JARIR

    No full text
    Islam adalah suatu ajaran wahyu yang bersumber dari Allah subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Suci dan Maha Mulia. Oleh karena itu al-Qur’an sebagai suatu sumber utama ajaran Islam memiliki kebenaran yang mutlak. Kebanyakan dari diri seorang manusia hanya sebatas mengakui suatu kebenaran tersebut, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui, bahwa salah satu kebenaran al-Qur’an bisa menyembuhkan penyakit rohani dan jasmani, Untuk itu penulis tertarik meneliti kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan tentang pengobatan penyakit dengan menggunakan al-Qur’an. dan Penelitian ini bertujuan untuk memahami kandungan al-Qur’an sebagai obat, dan cara mengaplikasikan al-Qur’an didalam kehidupan manusia.Artikel ini menyajikan penelitian tentang al-syifa’ menurut tafsir ath-Thobari. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa beberapa ayat al-Qur’an yang didalamnya membahas tentang al-syifa dengan menggunakan sudut pandang Muhammad bin Jarir dalam Tafsir Ath-Thobari. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana al-syifa dalam al-Qur’an.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa; Ada enam ayat-ayat syifa dalam Al-Qur’an yang dapat menyembuhkan bagi orang yang sakit. Namun penulis mengambil  tiga ayat saja yaitu: terdapat pada (Al-Qur’an Surat An-Nahl: 69), (Al-Qur’an Surat Yunus:57),(Al-Qur’an Surat Al-Israa: 82), dan Hadits maupun atsar sahabat yang berkaitan dengan ayat-ayat syifa dengan terdapat pada hadis kitab Ath-Turmudi dan Imam Anas. Berdasarkan jalur periwayatannya kedua hadis tersebut disepakati sebagai hadis yang sahih meskipun secara lafadz terdapat perbedaan namun secara makna memiliki substansi yang sama, dan Pengobatan ruqyah dengan menggunakan ayat-ayat syifa dilakukan dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan ditiupkan ke pasien maupun melalui media air

    Determinan yang Mempengaruhi Capaian Penerimaan Retribusi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

    No full text
    This study examines the influence of (1) the relationship between leadership commitment on the retribution receivable; (2) the relationship between supervison on the retribution receivable; (3) the relationship between human resources on the retribution receivables; (4) the relationship between regulation on the retribution receivables in south borneo government.Data collection resulted from thirty eight local government head of personal division retribution in south borneo province. Multiple Regression Analysis as the data analysis method.The results of study showed prove that human resources have a positive effect on the achievement of retribution receipts, while leadership commitment, supervision and the regulatory system have no effect on the achievement of retribution receipts. This means that the more quality the human resources in the SKPD, the higher the achievement of retribution receipts. For the SKPD, this means that SKPD must always improve the quality of human resources in the SKPD by providing education, training, as well as giving awards and clear and firm sanctions
    corecore