40 research outputs found

    MODEL BIOEKONOMI PERAIRAN PANTAI (IN-SHORE) DAN LEPAS PANTAI (OFF-SHORE) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR

    Get PDF
    Di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Selat Makassar, produksi rajungan di perairan inshore pada tahun 2002 dan 2004 telah melewati biomassa optimal, yaitu sebesar 609.7 ton dan 607.5 ton. Masalah ini perlu segera ditangani, misalnya dengan mencari tingkat pemanfaatan yang optimal. Dalam makalah ini, diuraikan hasil pengembangan model bioekonomi perairan pantai (in-shore, 0 – 6 mil laut dari pantai) dan lepas pantai (off-shore, diatas 6 mil laut dari pantai) untuk menentukan jumlah biomassa yang dapat dimanfaatkan secara optimal dengan mempertimbangkan biaya operasi penangkapan dan nilai rajungan yang tertangkapdalam pengelolaan perikanan rajungan di perairan Selat Makassar (pantai barat Sulawesi Selatan). Data yang dikumpulkan adalah data produksi rajungan, upaya penangkapan, dan jumlah unit alat tangkap dari periode tahun 1995 sampai 2004, yang diperoleh dari instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Adapun harga rajungan diperoleh dari 3 kelompok nelayan dan 3 perusahaan pengolahan rajungan yang ada di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rajungan di daerah ini, masih memungkinkan untuk diekploitasi dengan tetap memperhatikan konsep pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Model memberikan indikasi bahwa alokasi biomassa optimal pada perairan pantai adalah 180 ton/tahun, dan pada perairan lepas pantai adalah 771 ton/tahun. Hal ini disebabkan oleh pergerakan rajungan yang mempengaruhi jumlah populasi rajungan pada perairan pantai dan perairan lepas pantai.Kata kunci: model, bioekonomi, in-shore, off-shore, pertumbuhan

    KRITERIA ALOKASI TANGKAPAN TUNA UNTUK KOMISI TUNA SAMUDERA HINDIA (IOTC)

    Get PDF
    ABSTRACTCatch allocation scheme generally establish based on country’s historic catch data.  Growing membership from coastal states in the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), raise issue about the importance of geographical position in determining a catch allocation criteria.  In 2009, Scientific Committee of IOTC estimated that landings of yellowfin tuna and bigeye tuna had nearly or even exceeded its maximum sustainable yield (MSY).  Therefore, in 2010, IOTC adopted resolution to establish a system and criteria on allocation of catch for yellow fin and bigeye tuna and invited member countries to submit proposal. Indonesia proposes criteria on historic catch, economic dependency toward tuna, coastal state status, bio-ecological significance of the fishing ground, IOTC membership and level of compliance. Japan, which represents the state long-distance fishing, proposes historic catch, sustainable management plan, IOTC membership, level of compliance, financial contribution, contribution to research and data collection, and utilization of allocated quota.Objective of the research is to analyse comparation of both proposals with regards to coastal states’ rights and jurisdiction in accord with UNCLOS 1982 and resource management rights concept in Schlager and Ostrom (1992).  The research used a qualitative approach in which literature and report reviews had been conducted as data collection method, strengthened with depth interviews of resource persons, particularly Indonesia’s delegates and other relevant parties. Data obtained were analyzed descriptively using simulation calculations according to the proposed criteria. Results show that Indonesian proposed criteriaprovide advantages for coastal states, but will be disadvantaged for Japan and other distant fishing countries.  It needs an approach and further deliberation to reach agreement on tuna catch allocation criteria in the IOTC.Keywords: catch allocation criteria, coastal states, management rights ABSTRAKSkema alokasi kuota tangkapan seringkali ditentukan berdasarkan catatan sejarah hasil tangkapan armada tiap negara. Meningkatnya keanggotaan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang berasal dari negara pantai di Samudera Hindia, menjadikan kriteria alokasi tangkapan berdasarkan posisi geografis menjadi isu yang sangat penting.  Pada tahun 2009, stok tuna sirip kuning (yellowfin) dan tuna mata besar (bigeye) di Samudera Hindia diduga telah mendekati atau bahkan melebihi perkiraan nilai maximum sustainable yield (MSY) nya.  Oleh sebab itu tahun 2010, IOTC mengeluarkan resolusi untuk menyusun sistem dan kriteria alokasi tangkapan dan meminta usulan proposal. Kriteria yang diusulkan Indonesia meliputi sejarah penangkapan, ketergantungan ekonomi terhadap tuna, posisi negara pantai, signifikansi perairan negara, keanggotaan IOTC dan tingkat kepatuhan. Adapun Jepang yang mewakili negara penangkap ikan jarak jauh mengusung kriteria sejarah penangkapan, rencana perikanan berkelanjutan, keanggotaan IOTC, tingkat kepatuhan, kontribusi keuangan, kontribusi pada riset dan pendataan serta tingkat pemanfaatan alokasi kuota. Penelitian ini bertujuan membandingkan kriteria kedua usulan tersebut dari sudut pandang hak-hak negara pantai dalam konvensi hukum laut internasional dan konsep kepemilikan sumber daya ikan (Schlager dan Ostrom 1992). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dimana data dan informasi diperoleh melalui kajian pustaka dan wawancara terhadap ketua atau anggota delegasi Indonesia serta pihak-pihak terkait lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan simulasi perhitungan sesuai kriteria yang diusulkan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang diusulkan Indonesia lebih menguntungkan bagi Indonesia, tetapi membuat Jepang dan negara penangkap ikan jarak jauh sulit untuk menerimanya. Diperlukan pendekatan dan diskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan kriteria alokasi tangkapan tuna di IOTC.Kata kunci: kriteria alokasi tangkapan, negara pantai, hak pengelolaa

    Biological Base of Skipjack as the Foundation for Sustainable Fisheries Management in the North Maluku Province

    Get PDF
    Skipjacks in the western and southern waters of North Maluku Province were caught using pole and line with FADs. Skipjack usually swims near the surface water and tends to be classified as a juvenile skipjack that caught during fishing activities. The study objective was to analyze biological data of skipjack including length weight relationship, growth, length at first maturity/lm and catch size, size composition and gonad maturity. Skipjack samples were caught in the waters of the western (zone A) and southern (zone b) areas of North Maluku Province, from April 2012 until May 2013. The sudy results show the value bof skipjack caught around FADs at zone A and B were similar as b=3. This indicates that the growth of skipjack in both areas was categorized as in isometric pattern. L∞ of skipjack caught at zone A was 75 cm at the age of 56 months and at zone B was 76 cm at the age of 56 months. Lm value skipjack caught in zone A and zone B was obtained by 43 cm, with a range of long-forked skipjack caught in zone A from 26.0 to 72.0 cm, and at zone B from 26- to 71 cm , The gonad maturity at zone A and B, was obtained in the similar stages as maturity stages I, II, III,IV, and V. TKG V of the skipjack caught around FADs zone A is found in March and B in July, so it can be presumed skipjack in two zones throughout the year with peak spawning occurs in March for zone A and B in July

    PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI SEKITAR PULAU TIMOR

    Get PDF
    Informasi tentang perikanan tangkap secara menyeluruh masih sangat minim karena terbatas padastatistik perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah seperti di pulau Timor. Kegiatan penangkapanikan di Pulau Timor masih menerapkan sistem yang sederhana, terutama jika dilihat dari spesifikasi unitpenangkapan ikan yang belum menggunakan peralatan yang rumit dalam pengoperasiannya dan kemampuannelayan. Secara umum, kegiatan penangkapan ikan tidak hanya ditentukan oleh unit penangkapan ikan saja,akan tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor alam yang bersifat musiman. Perubahan pada kondisioseanografi menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat akibat migrasi ikan, tingkahlaku ikan dan sebagainya. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan daerah penangkapan ikankarena aktivitas nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin sehingga daerah penangkapan ikantidak selalu tetap sepanjang tahun. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah: 1). Mengetahui spesifikasi unitpenangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang, 2). Mengetahuidaerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, dan 3) Menganalisis hasil tangkapanikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten.Penelitian dilakukan pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama bulanFebruari 2010 dengan mengambil lokasi di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau-Kupang, Provinsi NusaTenggara Timur. Data mengenai daerah penangkapan ikan dan unit penangkapan yang diperoleh, diklasifikasidan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabulasi dan gambar peta, sedangkan uji analisis ragam(ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alattangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap. Jenis alat tangkap utama yang digunakan untukmenangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai dasar, pancing ulur, danbubu. Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang berpangkalan di PPP Tenau, Kabupaten Kupangumumnya beroperasi di perairan yang berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauhdari pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta kawasan yang cukup dari52 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 2. No. 1. November 2011: 51-59pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil), Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) danKecamatan Lole (60 mil).Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan kakap yangtertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan bulanan ikan kakap terbanyak diperoleh darioperasi rawai dasar, yaitu 57% dari seluruh ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan bubumasing-masing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6

    STUDI MENGENAI PROSES TERTANGKAPNYA DAN TINGKAH LAKU IKAN TERHADAP GILLNET MILLENNIUM DI PERAIRAN BONDET, CIREBON (Studies on Capture Process and Fish Behavior towards Millennium Gillnet in Bondet Waters, Cirebon)

    Get PDF
    ABSTRACTThe millennium gillnet was recently adopted by Cirebon fishermen. Its use has been spread to other areas. Research on this type of gear is rare. The objectives of this research were: to investigate the effects of transparency on the fish behavior towards net panel of millennium gillnet; and to obtain the information on catch composition and the capture process of millennium gillnet. This research consisted of laboratory experiment and experimental fishing. The first objective was conducted in the laboratory experiment from August 2005 to March 2006 at Fish Behavior Laboratory, Tokyo University of Marine Science and Technology. The second objective was carried out in October to November 2006 in waters off Cirebon. This study concludes that: net transparency affected the Japanese Jack mackerel behavior towards contrast color net panel; the reduced transparency caused by the length of usage was not significant; catch of millennium gillnet in the field dominated by threadfins (71.29%) and the other catch were by-catch; and capture process of millennium gillnet dominated by gilled and wedged.Keywords: fish behavior, millennium gillnet, capture process, catch composition, contrast color------ABSTRAKGillnet milenium baru-baru ini telah diadopsi oleh nelayan Cirebon. Penggunaannya telah menyebar ke daerah lain. Penelitian pada jenis alat tangkap ini masih jarang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh transparansi terhadap tingkah laku ikan pada panel jaring gillne

    PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI (Light Strengthening on Lift Net with Conical Reflectors to Squid Catch Improvement)

    Get PDF
    ABSTRACTStudy of light strengthening on lift net with conical reflectors was conducted in Kao Bay waters. Three units of lift net were operated 14 nights at the full moon condition. Every lift nets were completed with three different kind of lamp cover, called tudung, reflector αr23,3o and αr32,6o. Fishing operation time of lift net were divided into two intervals of time i.e 20.00-01.00 and 01.00-05.00 WIT (East Indonesian Timezone). Total yield of lift net with reflector αr23,3o was 5.774 kg (41,45%), while that of the lift net with reflector αr 32,6o was 4.977 kg (35,72%), and that of total yield of the lift net with tudung was 3.180 kg (22,83 %). Fishing operation time of lift net at 01.00-05.00 WIT (East Indonesian Timezone) produced 12.661 kg (91 %) weight of total catch, higher than fishing operation of lift net at 20.00-01.00 am that produced 1.270 kg (9 %) weight of total catch. However, statistical analysis concluded that design of the reflector did not significantly affect the catch per trip (Pvalue > 0,05) while fishing time significantly affected the catch per trip (Pvalue < 0,05).Key words: Kao Bay, light, reflector, squid-------ABSTRAKPenelitian tentang pengaruh penguatan cahaya pada bagan dengan reflektor kerucut terhadap hasil tangkapan cumi-cumi dilakukan di perairan Teluk Kao. Tiga unit bagan dioperasikan selama 14 malam pada saat kondisi terang bulan. Masing-masing bagan dilengkapi penutup lampu berbeda, yaitu tudung standar, reflektor kerucut αr23,3o dan αr32,6o. Setiap pengoperasian bagan dibagi dalam dua interval waktu, yaitu antara 20.00-01.00 WIT dan 01.00-05.00 WIT. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan reflektor αr23,3o memberikan hasil tangkapan cumi-cumi paling banyak dengan bobot total 5.774 kg (41,45%), sedangkan bagan dengan reflektor αr32,6o seberat 4.977 kg (35,72%), dan bagan dengan tudung 3.180 kg (22,83%). Pengoperasian bagan pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT menghasilkan bobot tangkapan 12.661 kg (91%), atau lebih tinggi dari interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT (1.270 kg) atau 9% dari total hasil tangkapan. Namun hasil uji statistik menyimpulkan bahwa faktor tudung tidak berpengaruh nyata terhadap tangkapan cumi-cumi per trip sedangkan faktor interval waktu penangkapan berpengaruh nyata (Pvalue = 0,05).Kata kunci: Teluk Kao, cahaya, reflektor, cumi-cum
    corecore