53 research outputs found

    Situs Kapal Karam Gelasa di Selat Gaspar, Pulau Bangka, Indonesia.

    Get PDF
    Abstract. Gelasa Shipwreck Site at Gasper, Bangka Island, Indonesia. The territorial waters of the archipelago is a cultural, economic and political since hundreds of years ago. Archipelago waters serve as an interaction of various ethnic, traders and spread the influence of each other. Interaction-pass remains underwater archaeological remains scattered in various waters of the Archipelago. This discussion will inform the research to look underwater archaeological remains of the shipwreck in the waters of the Straits of Gaspar. This study produced evidence of archaeological remains of a ship using wood and copper, ceramics, bottles, bones, cannon, ship ballast, pegs and some artifacts that cannot be identified.Abstrak. Wilayah perairan Nusantara merupakan budaya, ekonomi dan politik sejak beratus tahun yang lalu. Perairan Nusantara berfungsi menjadi penghubung interaksi berbagai etnis, pedagang dan menyebarkan pengaruh satu sama lain. Interaksi itu mewariskan tinggalan-tinggalan arkeologi bawah air yang tersebar di perairan Nusantara. Pembahasan ini akan menginformasikan hasil penelitian untuk melihat tinggalan arkeologi bawah air, yaitu kapal karam di perairan Selat Gaspar. Penelitian ini menghasilkan bukti-bukti tinggalan arkeologi bawah air berupa kapal karam yang menggunakan bahan kayu dan tembaga, keramik, botol-botol, tulang, meriam, batu pemberat kapal (ballast) pasak, dan beberapa artefak yang belum dapat diidentifikasi

    SEBARAN GUA ARKEOLOGIS DI KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS TETANGGA TERDEKAT (NEAREST NEIGHBOURHOOD ANALYSIS)

    Get PDF
    Gunung Sewu karst area has attracted the attention archaeologists since the Dutch colonial era to the present. One of the karst area is located Paliyan District, Gunungkidul Regency. Based on research conducted by Harry Octavianus Sofian in year 2007, there were at least 11 caves and rockshelter as a potential residential dwelling. This paper will discuss and look for patterns of spatial distribution of caves and archaeological potential rockshelter as an ancient settlement in the District Paliyan using Nearest Neighbor Analysis (Analisis Tetangga Terdekat) manually and use Neighborhood Statistic analysis contained in the Arc View software

    Perkembangan Teknologi Tungku Lebur Logam Besi pada Zaman Kuno di Indonesia

    Get PDF
    Abstract. Technological knowledge of the use of metals is inseparable from human knowledge in the processing pyrotechnics of fire as a power in high temperature processes for producing objects. The fire is used for smelting and casting in melting furnaces. Metal smelting furnace is a heat production device, which is used to purify the metal, in this case iron. This paper aims to determine the development of ferrous metal smelting furnace technology in Indonesia with the library research method from the results of previous studies. Based on the results of the analysis, there are four technologies for smelting iron, namely pit kiln, bloomery furnace, blast furnace, and induction furnace. Of the four technologies, three are in use in Indonesia, namely bloomery furnace, blast furnace, and induction furnace.Abstrak. Pengetahuan teknologi penggunaan logam tidak terlepas dari pengetahuan manusia dalam memproses pyrotechnology api sebagai tenaga dalam proses suhu tinggi untuk produksi benda. Api digunakan dalam proses peleburan dan pengecoran logam dalam tungku peleburan. Tungku peleburan logam adalah alat untuk memproduksi panas yang digunakan untuk memurnikan logam, dalam hal ini besi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan teknologi tungku lebur logam besi di Indonesia dengan metode library research dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis, terdapat empat teknologi tungku lebur besi, yaitu pit kiln, bloomery furnace blast furnace serta induction furnace. Dari keempat teknologi tersebut, tiga teknologi tungku lebur digunakan di Indonesia, yaitu bloomery furnace, blast furnace serta induction furnace

    Perkembangan Teknologi Tungku Lebur Logam Besi pada Zaman Kuno di Indonesia

    Get PDF
    Abstract. Technological knowledge of the use of metals is inseparable from human knowledge in the processing pyrotechnics of fire as a power in high temperature processes for producing objects. The fire is used for smelting and casting in melting furnaces. Metal smelting furnace is a heat production device, which is used to purify the metal, in this case iron. This paper aims to determine the development of ferrous metal smelting furnace technology in Indonesia with the library research method from the results of previous studies. Based on the results of the analysis, there are four technologies for smelting iron, namely pit kiln, bloomery furnace, blast furnace, and induction furnace. Of the four technologies, three are in use in Indonesia, namely bloomery furnace, blast furnace, and induction furnace.Abstrak. Pengetahuan teknologi penggunaan logam tidak terlepas dari pengetahuan manusia dalam memproses pyrotechnology api sebagai tenaga dalam proses suhu tinggi untuk produksi benda. Api digunakan dalam proses peleburan dan pengecoran logam dalam tungku peleburan. Tungku peleburan logam adalah alat untuk memproduksi panas yang digunakan untuk memurnikan logam, dalam hal ini besi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan teknologi tungku lebur logam besi di Indonesia dengan metode library research dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis, terdapat empat teknologi tungku lebur besi, yaitu pit kiln, bloomery furnace blast furnace serta induction furnace. Dari keempat teknologi tersebut, tiga teknologi tungku lebur digunakan di Indonesia, yaitu bloomery furnace, blast furnace serta induction furnace

    Geological Approach In Order to Distinguish the Preference Source of the Raw Material from the Megalithic Tombs in East Sumba, Indonesia

    Get PDF
    Pulau Sumba sudah lama dikenal dengan tradisi makam megalitiknya yang dijumpai tersebar hampir di semua area di Sumba. Makam megalitik ini dibangun dari potongan-potongan batuan berukuran besar. Berdasarkan aspek geologi, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu asal batuan bahan pembuat makam megalitik dan apa yang menjadi alasan untuk memilih suatu batuan untuk bahan makam megalitik. Metode yang digunakan meliputi beberapa tahap. Tahap pertama merupakan pendeskripsian sampel di lapangan. Tahap kedua, analisis geologi digunakan untuk memetakan titik-titik observasi dan singkapan batuan di lapangan. Tahap ketiga, variabel hasil pengamatan kemudian dianalisa menggunakan metode Principle Components Analysis (PCA). Empat variabel digunakan dalam penelitian ini, yaitu: variabel jarak dari sumber, variabel litologi, variabel tekstur dan variabel tingkat kekerasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tekstur batuan merupakan pertimbangan utama dalam memilih jenis batuan untuk bahan makam megalitik. Jarak dan tingat kekerasan batuannya juga menjadi alasan penting lainnya dalam mengambil bahan material untuk makam megalitik terlepas apapun jenis batunya. Secara geologi bahan batuan berasal dari batugamping Formasi Kaliangga dan batupasir Formasi Kananggar. Sumba is well known for its megalithic tradition, surviving evidence for which can be observed throughout the island in the form of tombs built from enormous stone slabs. The current study is aimed at identifying the sources of the raw material used to manufacture megalithic tombs and factors underlying the choice of raw material based on geological properties. We report the results of our field observations and geological analysis, including mapping of megalithic tomb sites and geological outcrops. Concerning the latter, field-datasets were analyzed using a Principle Components Analysis (PCA). Based on a sample of 11 megalithic tombs from several different locations, four variables were employed to distinguish the preferred source of the raw material used in tomb construction: 1) distance from the source; 2) lithology; 3) rock texture; and 4) rock hardness. Analytical results indicate that raw material texture was the key factor in the construction of megalithic tombs, followed by distance from source and hardness of the stone selected for making this structures. Finally, we establish that raw materials used for constructing sampled megalithic tomb sites on Sumba included Kaliangga Formation limestone and Kananggar Formation sandstone

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.14 No.1 Tahun 2009

    Get PDF
    Artikel pertama dalam edisi kali ini yaitu karya Tri Marhaeni yang berupaya mengungkapkan secara hipotetis sebaran motif relirf benda megalitik dataran tinggi Jambi dilihat dari struktur sosial, khususnya dari adanya perkawinan eksogami antarkomunitas dalam masyarakat chiefdom. Retno Purwanti berupaya mengidentifikasi tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman bangsawan Melayu di Kota Muntok, Pulau Bangka. Dengan identifikasi tipe nisan makam dapat mengungkapkan bahwa ternyata ada perbedaan tipe nisan antara tokoh penguasa dengan tokoh ulama Islam. Artikel ke tiga ditulis oleh Sondang M SIregar mengungkapkan hasil ekskavasi di situs Bumiayu, khususnya di tepi Danau Candi. Artikel Harry Octavianus mengungkapkan hasil survei gua dan ceruk di kawasan Gunung Kidul Yoggyakarta khususnya di Kecamatan Paliyan. Berdasarkan variabel yang diamati diketahui sejumlah gua di wilayah tersebut berpotensi dihuni oleh manusia lampau. Artikel terakhir ditulis Kristantina Indriastuti menyoroti tinggalan sejarah dan arkeologi di Kota Palembang serta upaya pemanfaatan atau revitalisasinya

    SITUS LAMBANAPU: DIASPORA AUSTRONESIA DI SUMBA TIMUR

    Get PDF
    Abstract, Lambanapu Site: Diaspora Austronesia In East Sumba. The research at Lambanapu Site aims to determine the position of Lambanapu in the distribution and development of Austronesian ancestors and their culture in Sumba. The method used is survey, excavation, analysis, and interpretation. The results of the research are skeletal findings and urn burial also artifacts which are pottery, beads, metal jewelry, and stone tools.  From the dating result it is known that Lambanapu Site was inhabited at least 2.000 years ago and from paleantropology analysis, it is estimated that the individuals found from primary and secondary burial in Lambanapu are a mixture of Mongoloid and Australomelanesoid. Genetic mixing is very possible, given the history of the archipelago's occupation which was filled by several waves of great migration in the past. The Lambanapu site has provided an overview of Sumba's ancestral life in the context of the archipelago. The Lamabanapu research results show us, how Lambanapu and Sumba in general rich with historical and cultural values of the past that are very useful for today's life. The wealth of historical and cultural values is not only for local interests, but also to fill the rich history and culture of the archipelago, and even contribute to global history. Keywords: Lambanapu, prehistoric, Austronesian  Abstrak, Penelitian di Situs Lambanapu bertujuan untuk mengetahui posisi Lambanapu dalam persebaran dan perkembangan leluhur Austronesia dan budayanya di Sumba.  Metode yang dilakukan adalah survei, ekskavasi, analisis, dan interpretasi. Hasil penelitian berupa temuan rangka dan kubur tempayan serta artefak berupa gerabah, manik-manik, perhiasan logam, dan alat batu.  Dari hasil pertanggalan diketahui bahwa setidaknya Situs Lambanapu telah dihuni 2.000 tahun yang lalu. Hasil analisis paleoantropologi diperkirakan individu yang ditemukan di Lambanapu, baik kubur primer maupun sekunder, merupakan percampuran antara Mongoloid dan Australomelanesoid. Percampuran genetika memang sangat memungkinkan terjadi mengingat sejarah hunian Nusantara yang terisi oleh beberapa gelombang migrasi besar pada  masa lampau. Situs Lambanapu telah memberikan gambaran kehidupan leluhur Sumba dalam konteks Nusantara. Hasil penelitian memperlihatkan betapa Lambanapu dan Sumba pada umumnya memiliki kekayaan nilai sejarah dan budaya masa lampau yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa kini. Kekayaan nilai sejarah dan budayanya tidak hanya untuk kepentingan lokal, tetapi juga untuk mengisi kekayaan sejarah dan budaya Nusantara, bahkan kontribusi bagi sejarah global.  Kata kunci : Lambanapu, prasejarah, Austronesi

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.16 No.2 Tahun 2011

    Get PDF
    Edisi kali ini memuat delapan tulisan, dimulai artikel yang ditulis oleh Harry Octavianus mengenai Situs Hunian Gua di Kawasan Pegunungan Karst Bukit Barisan, Wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya Kristantina Indriastuti mengkaji Sumberdaya Lahan Terhadap Pemukiman Megalitik di Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Salah satu peneliti dari Puslitbang Arkenas yaitu Agustijanto, memaparkan tentang Bentuk dan Ragam Hias Tembikar Situs Margomulyo Kabupaten Banyuasin. Kemudian Sondang M Siregar menguraikan tentang Selayang Pandang Arca-Arca Dwarapala di Asia Tenggara. Naskah Ulu Tanduk Kerbau, yang merupakan koleksi M.Noor dibahas oleh Wahyu Rizky Andhifani. Retno Purwanti membahas tentang Pulau Tujuh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam lintasan Sejarah dan Masa Depannya selanjutnya Aryandini Novita membahas tentang Pertambangan Timah di Pulau Bangka berdasarkan Kajian Arkeologi. Edisi kali ini ditutup oleh tulisan M.Nofri Fahrozi yang mengulas sebuah Studi Mengenai Transformasi Sebuag Perguruan Silat di Yogyakarta

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.15 No.2 tahun 2010

    Get PDF
    Pada terbitan kali ini, artikel pertama ditulis oleh Kristantina Indriastuti yang membahas fungsi lesung batu dalam kaitannya dengan budaya bercocok tanam di daerah Lahat. Sondang M Siregar membahas tentang lokasi kerajaan Sriwijaya berdasarkan tinggalan arkeologi. Studi arkeologi bawah air ditampilkan dua artikel oleh Harry Octavianus Sofian memaparkan keadaan terkini situs arkeologi bawah air Belitung Wreck, di perairan Batu Hitam Kab Belitung da Aryandini Novita membahas tentang temuan botol keramik dari situs Karang Ular, perairan Selat Bangka. Tulisan Retno Purwanti mengenai Museum Balaputra Dewa sebagai sarana pendidikan yang menyenangkan. Selanjutnya mengenai perkembangan dan pemasyarakatan arkeologi di daerah yang merupakan hasil evaluasi kegiatan Balai Arkeologi Palembang tahun 2005-2009 disajikan oleh Nurhadi Rangkuti. Satu artikel lain membahas tentang bentuk ornamen medalion pada makam Aermata Arosbaya, Bangkalan Madura disajikan oleh Ade Oka Hendrata. Jurnal Siddhayatra edisi ini diakhiri pembahasa penulis dari Balai Arkeologi Ambon, Lucas Wattimena mengenai Maluku sebagai Propinsi Kepulauan; mitos dan Tradisi Larangan Kawin antara Masyarakat Begeri Allang dan Latuhalat

    AMERTA jurnal penelitian dan pengembangan arkeologi vol. 36 no. 2, Desember 2018

    Get PDF
    ITUS LAMBANAPU: DIASPORA AUSTRONESIA DI SUMBA TIMUR Retno Handini, Truman Simanjuntak, Harry Octavianus Sofian, Bagyo Prasetyo Myrtati Dyah Artaria, Unggul Prasetyo Wibowo, I Made Geria Penelitian di Situs Lambanapu bertujuan untuk mengetahui posisi Lambanapu dalam persebaran dan perkembangan leluhur Austronesia dan budayanya di Sumba. Metode yang dilakukan adalah survei, ekskavasi, analisis, dan interpretasi. Hasil penelitian berupa temuan rangka dan kubur tempayan serta artefak berupa gerabah, manik-manik, perhiasan logam, dan alat batu. Dari hasil pertanggalan diketahui bahwa setidaknya Situs Lambanapu telah dihuni 2.000 tahun yang lalu. Hasil analisis paleoantropologi diperkirakan individu yang ditemukan di Lambanapu, baik kubur primer maupun sekunder, merupakan percampuran antara Mongoloid dan Australomelanesoid. Percampuran genetika memang sangat memungkinkan terjadi mengingat sejarah hunian Nusantara yang terisi oleh beberapa gelombang migrasi besar pada masa lampau. Situs Lambanapu telah memberikan gambaran kehidupan leluhur Sumba dalam konteks Nusantara. Hasil penelitian memperlihatkan betapa Lambanapu dan Sumba pada umumnya memiliki kekayaan nilai sejarah dan budaya masa lampau yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa kini. Kekayaan nilai sejarah dan budayanya tidak hanya untuk kepentingan lokal, tetapi juga untuk mengisi kekayaan sejarah dan budaya Nusantara, bahkan kontribusi bagi sejarah global. Kata Kunci: Lambanapu, prasejarah, Austronesia SEBARAN DAN KARAKTERISTIK SITUS ARKEOLOGI DI KALIMANTAN TENGAH Nia Marniati Etie Fajari Provinsi Kalimantan Tengah memiliki bentangalam berupa pegunungan, wilayah pesisir, dan dataran di tepi sungai. Lingkungan tersebut menyediakan sumber daya alam yang melimpah sehingga menjadi kawasan budaya yang dihuni oleh manusia sejak masa prasejarah sampai dengan saat ini. Penelitian arkeologi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah menemukan situs arkeologi yang tersebar pada tiap-tiap satuan lahan. Artikel ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana karakteristik situs arkeologi yang berada di Kalimantan Tengah berdasarkan kondisi geografisnya. Tulisan ini diawali dengan pengumpulan data berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan dari tahun 1993-2017 yang dilakukan di wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik situs pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Tulisan ini menggunakan metode dengan membuat klasifikasi situs berdasarkan lokasi geografis. Langkah selanjutnya adalah identifikasi situs berdasarkan parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, karakteristik temuan, karakteristik budaya, dan kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebaran situs arkeologi di wilayah Kalimantan Tengah cenderung berada di daerah aliran sungai, mulai dari hulu sampai ke pesisir. Keletakan geografi juga memberi pengaruh pada karakteristik situs yang ditemukan. Kata kunci: situs arkeologi, daerah aliran sungai, permukiman, Dayak, Kalimantan Tengah GEOLOGICAL APPROACH IN ORDER TO DISTINGUISH THE PREFERENCE SOURCE OF THE RAW MATERIAL FROM THE MEGALITHIC TOMBS IN EAST SUMBA, INDONESIA Unggul P. Wibowo, Retno Handini, Truman Simanjuntak, Harry Octavianus Sofian, Sandy Maulana Pulau Sumba sudah lama dikenal dengan tradisi makam megalitiknya yang dijumpai tersebar hampir di semua area di Sumba. Makam megalitik ini dibangun dari potongan-potongan batuan berukuran besar. Berdasarkan aspek geologi, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu asal batuan bahan pembuat makam megalitik dan apa yang menjadi alasan untuk memilih suatu batuan untuk bahan makam megalitik. Metode yang digunakan meliputi beberapa tahap. Tahap pertama merupakan pendeskripsian sampel di lapangan. Tahap kedua, analisis geologi digunakan untuk memetakan titik-titik observasi dan singkapan batuan di lapangan. Tahap ketiga, variabel hasil pengamatan kemudian dianalisa menggunakan metode Principle Components Analysis (PCA). Empat variabel digunakan dalam penelitian ini, yaitu: variabel jarak dari sumber, variabel litologi, variabel tekstur, dan variabel tingkat kekerasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tekstur batuan merupakan pertimbangan utama dalam memilih jenis batuan untuk bahan makam megalitik. Jarak dan tingat kekerasan batuannya juga menjadi alasan penting lainnya dalam mengambil bahan material untuk makam megalitik terlepas apapun jenis batunya. Secara geologi bahan batuan berasal dari batugamping Formasi Kaliangga dan batupasir Formasi Kananggar. Kata kunci: Makam megalitik, Sumba Timur, Bahan baku, Geologi ASOSIASI GUNDUKAN TANAH, SUNGAI, DAN MENHIR DI PUSAT WILAYAH ADAT TANAH SEKUDUNG, BARATLAUT LEMBAH KERINCI, DATARAN TINGGI JAMBI (KAJIAN FENOMENOLOGI) Hafiful Hadi Sunliensyar Artikel ini membahas asosiasi menhir dengan fitur lanskap (sungai dan gundukan tanah) di bagian barat laut Lembah Kerinci. Secara adat, wilayah ini disebut pula sebagai Tanah Sekudung, dengan pusatnya berada di tiga dusun, yaitu Dusun Siulak Gedang, Siulak Panjang, dan Siulak Mukai. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang dikemukakan oleh Tilley. Pendekatan fenomenologi menekankan pengalaman dan indra tubuh (bodily sensory) dari pengamat atau peneliti di lapangan. Pengalaman tersebut diperoleh dari pengumpulan data melalui metode observasi partisipan. Dalam hal ini, pengalaman dan interaksi antara peneliti dan menhir menjadi bagian yang akan dideskripsikan. Sebagai hasil penelitian, diketahui bahwa pendirian menhir di atas gundukan tanah dan distribusinya yang searah dengan arah aliran sungai utama terkait dengan legenda para leluhur, ruang kognitif, kosmologi, dan metafora yang dimiliki penduduk. Sebagai contoh, sungai yang dijadikan acuan dalam penentuan arah secara tradisional sekaligus dijadikan sebagai acuan perpindahan leluhur pada masa lalu. Oleh karena itu, menhir yang menjadi penanda lintasan migrasi leluhur membentuk arah distribusi yang sama dengan arah aliran sungai. Kata Kunci: Fenomenologi, lanskap, menhir, Kerinci MODEL SPATIAL ANALYSIS UNTUK PENILAIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KOTA GRESIK Andi Putranto Gresik merupakan salah satu kota lama di Pulau Jawa yang telah mengalami masa muncul dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup lama. Di Gresik banyak dijumpai tinggalan arkeologis berupa bangunan tua, khususnya dari periode kolonial yang tersebar di beberapa kawasan di Kota Gresik. Penilaian cagar budaya, khususnya jenis bangunan, selama ini telah dilakukan terutama dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan dan kepentingan terkait dengan pelestarian, tetapi belum banyak diketahui bagaimana mekanismenya. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini diajukan model penilaian dengan menggunakan metode analisis kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Metode ini merupakan implementasi dari metode spatial analisis dalam kajian GIS (Geographic Information System). Dalam penelitian ini diajukan peringkat bangunan, yaitu kelas bangunan D = Kurang, kelas bangunan C = Cukup, kelas bangunan B = Baik, dan kelas bangunan A = Istimewa Kata kunci: Gresik, bangunan tua, spatial analysis, GIS, kuantitati
    corecore