82 research outputs found
DASAR-DASAR PENYEMBUHAN LUKA
Ilmu penyembuhan luka telah diketahui sejak abad lalu,
dan sejak 2 dekade terakhir berkembang pesat sampai tingkat
molekular. Terobosan terbaru dalam penyembuhan
diketahuinya dengan
jelas
luka ialah
mekanisme biologi perbaikan
jaringan dan kegunaan klinis sitokin yang sangat berperan
dalam proses awal penyembuhan
luka.
Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas
dari kulit atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan.
Sementera luka diklasifikasikan atas luka akut yaitu luka
trauma yang segera mendapat penanganan dan biasanya dapat
sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria
luka akut adalatr luka baru, mendadak dan penyembuhan
sesuai dengan wakhr yang diperkirakan, contohnya luka
sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat
dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah,
contohnya luka
jahit,
skin grafting. Kriteria Luka kronik
adalah luka yang berlangsung lama atau sering rekuren
dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang
biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.
Pada luka kronik, luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya
tendensi untuk timbul kembali. contohnya ulkus decubitus,
ulkus diabetikum, ulkus varicosum dan
Tahapan penyembuhan
juga
luka bakar.
luka secara garis besar dapat
dibagi menjadi 3 fase, yaitu (l) fase inflamasi akut, terjadi
hemostasis
dan infrltrasi sel-sel inflamasi (2) fase
proliferative, yang ditandai dengan proliferasi dari fibroblas,
granulasi,
kontraksi dan cpitelisasi, yang terakhir (3) fase
remodeling atau maturasi skar.
Hasil akhir dari penyembuhan
jaringan
parut, kecuali pada
luka adalah terbentuknya
tulang. Adanya hambatan pada
proses inflamasi dapat menyebabkan
yang berakibat pada perubahan
parut yang
luka menjadi kronis,
arsitek jaringan.
berlebihan dapat menimbulkan
misalnya fibrosis pada hepar, striktura oesephagus
Jaringan
masalah baru,
ataupun
masalah kosmetik dengan adanya keloid.
Sebagai atrli bedah yang
rutin berkecimpung
luka diharapkan dapat memahami proses penyembuhan
secara mendalam
dan diharapkan
dapat mengontrol
penyembuhan
luka dan pembentukan
Pada referat
ini akan dibahas
pada proses penyembuha
THE EFFECTIVENESS OF TOPICAL GARLIC EXTRACT FOR METHIClLLlN RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS TREATMENT IN BURNS
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) are bacterium that have potential resistance to various antibiotics in thehospital.In Indonesia, there is an increase in MRSA reported from 2.5% and finally to 30% within 23 years and standardized therapywith Vancomycin and Mupirocin has begun to cause resistance to MRSA. These incidences increase morbidity and mortality inburns,. Allicin from Garlic extrac 256μg/ml in waterbased or 500μg/ml in cream based has been proven can kill MRSA with twomechanism of actions. Therefore we try to investigate its effect on MRSA in burns. 27 male Rattus novergicus at about 3 months oldwill be used. 2nd degree burns will be made at each rat’s back using bolt’s head heated in boiling water, then inoculated with MRSA.Skin swab culture will be collected on the 2nd days after MRSA inoculation, then on the 1st and 3rd days after treatment from 3different groups of rats at each period. The specimens will be inoculated on agar plate examining the number of MRSA colony. Thedata will then be analyzed statistically. Allicin from Garlic extract has faster treatment effect (1x24 hours after treatment given) toshow decreased of MRSA colony significantly in all test values with p<0,05 (p<0,0001) and burn healed better, compared toMupirocin in the same period length has not show significant decrease in all test values, but duration of action of Allicin from Garlicextract is shorter than Mupirocin, so the treatment effect of Allicin will almost be the same level as Mupirocin in 3x24 hours aftergiven. Garlic extract has antimicrobial effect to MRSA and wound healing modulator, and its effects are greater with faster omzet ofaction compared to Mupiroci. (FMI 2013;49:72-77
ANKYLOGLOSSIA
Ankyloglossia merupakan suatu kelainan kongenital di mana terdapat frenulum lidah
yang pendek sehingga gerakan lidah menjadi terbatas. Ankyloglossia dapat
mengakibatkan berbagai masalah seperti kesulitan minum ASI dan gangguan
artikulasi bicara. Pentingnya tindakan koreksi bedah untuk mengatasi masalah
tersebut, baik frenulectomy maupunfrenuloplasty, hingga saat ini masih kontroversial.
Pada kasus ini dilakukan prosedur frenuloplasty pada seorang anak berusia 1 tahun
dengan ankyloglossia dengan tujuan untuk memperbaiki motilitas lidah sehingga
diharapkan tidak lagi didapatkan gangguan artikulasi bicara di kemudian hari
REKONSTRUKSI PAYUDARA SETELAH MASTEKTOMI
Kanker payudara merupakan vonis yang ditakuti para wanita. Saat seorang pasien didiagnosa menderita kanker payudara dan dokter menyarankan untuk operasi mastektomi, sang pasien mendapat pilihan yang sulit. Walaupun di satu sisi pasien mungkin memang menyadari bahwa operasi merupakan pilihan yang rasional bahkan dapat menyelamatkan hidupnya, namun terjadi keraguan karena berarti akan kehilangan salah satu atau bahkan kedua payudaranya. Ada dua pilihan yang dimiliki pasien yaitu menerima kenyataan yang ada atau memakai payudara tiruan (prothesis).
Pilihan lain yaitu melakukan operasi rekonstruksi payudara.
Rekonstruksi payudara merupakan prosedur operasi yang menghasilkan bentuk baru payudara. Prosedur ini dapat dilakukan setelah pengangkatan seluruh jaringan payudara (mastektomi), maupun sebagian jaringan payudara (segmental
mastektomi, quadrantektomi atau eksisi luas). Bentuk payudara yang baru dapat dihasilkan dengan menggunakan implan dan/atau jaringan otot serta kulit yang dipindah dari bagian tubuh yang lain, biasanya dari abdomen, punggung atau gluteus.
Payudara yang direkonstruksi juga dapat dibentuk puting bam.
Tujuan prosedur rekonstruksi ini adalah membentuk payudara dengan ukuran, bentuk, serta posisi yang sesuai dengan payudara sebelumnya dan berusaha seperti jaringan dengan konsistensi yang sealami mungkin, sehingga membuat pasien
nyaman dengan hasil rekonstruksi payudaranya.
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penatalaksanaan rekonstruksi payudara setelah mastektomi, sehingga dapat membantu menentukan teknik rekonstruksi yang tepat sesuai dengan
kondisi fisik dan kenyamanan penderita
Nilai Uji Diagnostik Prokalsitonin sebagai Deteksi Dini Sepsis pada Luka Bakar Berat
Pasien dengan luka bakar berat sering menimbulknn gejala SIRS tanpa diketemukannya proses infeksi, sehingga
gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium menjadi tidak spesifik atau sensitif sebagai pertanda (Marker) dari sepsis pada luka
bakar. Sampai saat ini, kulturdarah digunakan sebagai pemeriksaan standart baku emas untuk diagnosis sepsis, akan tetap; terdapat beberapa hambatan, seperti waktu pengerjaan yang membutuhkan beberapa hari untuk mendapatknn hasilnya, yang merupakan
keterbatasan dari teknik mikrobiologi saat ini. Pertanda lain dari sepsis yang saat ini dipelajari adalah pertanda biologi, seperti CRP
dan procalcitonin, yang dapat memberikan hasil yang lebih cepat. Hasil yang lebih cepat untuk mendeteksi sepsis ini, diharapknn
dapat meningkntknn kesigapan dalam mempersiapkan terapi, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian.
Tujuan: Untuk meninjau nilai diagnoslik dari pracaldlonin dalam deteksi din; dari sepsis pada pasien luka bakar berat.
Desain Penelitian: prospective, cross sectional, diagnostic study.
Metode: Besar sampel yang digunaknn adalah 25 orang, yang telah dihitung dengan mengunakan rumus perhitungan sampel untuk studi diagnostik, yang mewakili pasien dengan luka bakar berat, yang di terapi di Unit Luka Bakar RS. Dr. Soetomo Surabaya, yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sample darah dilakuknn pada saat pasien menunjuknn gejala yang mengarah pada sepsis,
sebanyak ± 10 cc untuk pemeriksaan darah lengkap (melihat leukosit), kultur darah, CRP dan procalcitonin. Hasilnya akan dianalisa
dengan tabel 2 x 2, dan Receiver Operating Characteristic (ROC) dengan output yaitu area di bawah kurva / Area Under the Cun'e
(AUC).
Hasil: Studi ini membandingknn level serum procalcitonin (PCT), C-reactive protein (CRP), dan leukosil (WBC) dari 27 pasien luka bakar, dengan dan tanpa infeksi, dengan tujuan untuk mengetahui nilai informasi dalam diagnosis sepsis. Diamati signifikan lebih tinggi level PCT pada gr~p sepsis dibandingkan dengan grup tanpa sepsis (18,9 ± 32,9 vs 0,4 ± 0,8, respectively, p < 0.005). Didapati juga
perbedaan significan dari level CRP antara grup sepsis dan grup non sepsis (131,6 ± 98,7 vs 19.1 ± 42,3, respectively, p < 0.005).
Tidak ada perbedaan bermakna pada level leukosit. Area di bawah kurva karakteristik operasi penerima dalam diagnosis sepsis untuk PCT lebih tinggi daripada PRK. (89,2% vs 83,2%, p <0,005) dengan sensitivitas 87,5% vs 75% dan spesijisitas 81,8% 1'S 72,7%
Manifestasi Klinis Covid-19 pada Kulit MEDICAL REVIEW
Abstrak
Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2)
adalah jenis Coronavirus penyebab terjadinya penyakit yang dikenal
dengan Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Kemunculan penyakit
ini pada awalnya dilaporkan dari kota Wuhan, Tiongkok, diduga
akibat adanya konsumsi hewan liar yang dicurigai sebagai reservoir
dari virus SARS-CoV-2. Transmisi antarmanusia terjadi melalui
droplet yang terhirup atau yang menempel di permukaan kemudian
masuk ke tubuh manusia melalui selaput mukosa di hidung, mulut
atau mata. Tingkat keparahan Covid-19 bervariasi antarindividu,
mulai dari gejala ringan, berat, kritis, maupun tanpa gejala.
Manifestasi klinis dari penyakit ini tidak spesifik dan beragam
jenisnya. Gejala umum yang dialami penderita seringkali berupa
demam, batuk, mudah lelah, sesak napas, gejala pernapasan,
gangguan pencernaan, gangguan pengecap/penghidu, bahkan
munculnya manifestasi pada kulit. Manifestasi klinis pada kulit
juga bervariasi, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda tanpa
diikuti dengan gejala lainnya. Pemeriksaan laboratorium, radiologis,
dan pemeriksaan spesifik untuk SARS-CoV-2 perlu dilakukan untuk
mengonfirmasi diagnosis Covid-19.
Kata kunci: Covid-19, SARS-CoV-2, manifestasi kuli
EFFECT OF PLATELET RICH PLASMA (PRP) ON AUTOLOGOUS BONE GRAFTNG IN MAXILLARY DEFECTS: AN EXPERIMENTAL STUDY IN RABBITS
The application of bonegraft has increased significantly since the invention of extreme and radical methods in craniofacial surgery. In Dr. Soetomo Hospital, we have
used autogenous bone graft for patients with cleftand facial fractures. This procedure is sometimes complicated by infection, bone graft absorption and chronic pain. To
overcome these issues, several researches have been done on PRP which indicated that the combination of PRP with bone graft significantly promoted bone healing and bone remodeling
The Effect Of Enteral Glutamine To Increase The Macrophage Count In Full-Thickness Burns Infected With Acinetobacter Baumannii Bacteria In White Rats (Rattus norvegicus)
In this study, we explore the impact of hypermetabolic conditions on the immune function of the body, with a particular focus on the role of glutamine, an amino acid involved in protein synthesis and the regulation of metabolic processes within the immune system. Macrophages and monocytes play a crucial role in responding to A.Baumanii infection, being the first line of defense. Our investigation aims to analyze the augmentation of macrophage cell count activity against A. Baumanii through the administration of glutamine. Using an experimental study design, 45 rats were randomly assigned to three groups: a control group, a Glutamine treatment group, and a Glutamine against A. Baumanii group. The rats were evaluated on days 1, 5, and 7, with enteral administration of glutamine at a dose of 1 g/kg body weight/day. Specimens were taken from the peritoneum tissue, and anatomical pathology preparations were conducted to calculate the number of macrophage cells. Data collected were then input into a table and processed using SPSS 26 for Windows. Results revealed a significant increase in macrophage cell count on day 1 in the Glutamine against A.Baumanii group compared to the control group (p < 0.05). On day 5, the macrophage cell count in both the Glutamine group and the Glutamine against A.Baumanii group was higher than in the control group, with significant differences observed between groups (p < 0.05). On day 7, a significant difference (p < 0.05) in the number of macrophage cells was noted between the Glutamine groups. In conclusion, enteral glutamine feeding led to a notable increase in the number of macrophage cells, indicating a positive impact on the immune system. This rise in macrophages correlates with enhanced phagocytic activity against A.Baumanii infection
Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) terhadap Jumlah Sel Makrofag dan Pembuluh Darah pada Luka Bersih Mencit (Mus musculus) Jantan (Penelitian Eksperimental pada Hewan Coba)
Latar Belakang: Jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) telah digunakan sebagai obat tradisional khususnya menyangkut penyembuhan luka karena kandungan oleoresin dan minyak atsiri yang tinggi. Namun penjelasan secara ilmiah masih belum banyak diteliti. Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh jumlah makrofag dan pembuluh darah, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak jahe merah terhadap jumlah sel makrofag dan pembuluh darah pada luka. Tujuan: Membuktikan bahwa ekstrak jahe merah dapat menurunkan jumlah makrofag dan meningkatkan jumlah pembuluh darah pada luka bersih mencit jantan. Metode: Penelitian analitik eksperimental dengan the post test only control group design. Luka bersih pada 32 subjek dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok pertama diberi konsumsi aquades steril secara oral selama 3 hari dan kelompok kedua selama 5 hari. Kelompok ketiga diberi ekstrak jahe merah (50 mg/kg bb) secara oral selama 3 hari dan kelompok keempat selama 5 hari. Preparat jaringan kulit dibuat menjadi slide histologi. Slide diamati dengan mikroskop pembesaran 400x dan graticulae. Hasil penghitungan makrofag dan pembuluh darah dibandingkan dengan uji t-2 sampel bebas. Hasil: Jumlah makrofag kelompok perlakuan lebih sedikit dibanding kontrol pada hari ke-3 (p=0,008) namun tidak signifikan pada hari ke-5 (p=0,409). Jumlah pembuluh darah kelompok perlakuan dibanding kontrol tidak signifikan pada hari ke-3 (p=0,721) dan ke-5 (p=0,365). Simpulan: Ekstrak etanol jahe merah dapat menurunkan jumlah sel makrofag pada hari ke-3 secara signifikan tetapi jumlah pembuluh darah tidak berbeda secara bermakna
- …