919 research outputs found
IMPLEMENTASI PROGRAM BUDAYA PEMERINTAHAN SATRIYA DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program Budaya Pemerintahan SATRIYA di Badan Kepegawaian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta beserta kendalanya. Penelitian ini penting dilakukan untuk melihat penerapan Pergub Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di DIY pada Badan Kepegawaian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Informan penelitian yaituKepala Bagian Humas Biro Humas dan Protokol DIY, Kepala Biro Program Budaya Pemerintahan SATRIYA BKD DIY dan Pegawai BKD DIY sebagai pelaksana program Budaya Pemerintahan SATRIYA BKD DIY. Instrumen penelitian adalah peneliti.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi sumber dipilih sebagai teknik uji keabsahan data.Teknik analisis yang digunakan meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa BKD DIY telah mengimplementasikan program Budaya Pemerintahan SATRIYA di BKD DIY melalui empat tahapan, yaitu: (1) membuat action plan, (2) membuat kelompok kerja, (3) melakukan sosialisasi dan (4) melakukan monitoring. BKD DIY sudah melaksanakan implementasi Budaya Pemerintah SATRIYA tetapi belum maksimal, karena dalam pengimplementasian program Budaya Pemerintahan SATRIYA di BKD DIY terdapat empat hambatan dalam melakukan implementasi program tersebut, yaitu (1) nilai-nilai kearifan lokal yang luhur yang belum dimengerti oleh pegawai secara keseluruhan, (2) koordinasi pimpinan terhadap agen perubahan yang kurang baik dan (3) sosialisasi yang belum maksimal, dan (4) tidak adanya reward and punishment
Kata Kunci: Implementasi , Program Budaya Pemerintahan SATRIYA, BKD DI
Perhitungan Unit Cost Rawat Inap VIP Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Klungkung Tahun
RSUD Kabupaten Klungkung ,up to now, can not afford to cover its operational cost. This is because income gained from inpatient care especially from VIP ward was not optimal. This study aimed is to calculate unit cost from inpatient care VIP A,B,C and Maha Utama RSUD Kabupaten klungkung. This research is a case study using direct activities in inpatient care unit and indirect activities in supporting unit as a study object. Datas are collected through literature study from hospital reports and participation observation to find out activities happen during the production process. Research found that the higher direct cost is in Maha Utama ward, which was Rp 166.596 and the lowest is in VIP C ; Rp 138.697. On the other hand, the highest indirect cost is in VIP C ; Rp 144.377 and the lowest is in Maha utama ; Rp 144.330. From the calculation, unit cost of inpatient care services in VIP A, B, C and Maha utama are different one to another : Rp. 291.525, Rp. 284.112, Rp. 283.344 and Rp. 310.925 respectively. This study concluded that hat unit cost for inpatient care was increase along with the inpatient room level
Taru Tari Tara
“Taru Tari Tara” adalah judul dari karya tari yang menunjuk pada konsep dasar yang diwujudkan ke dalam sebuah koreografi kelompok. Taru dalam bahasa Bali memiliki arti kayu, kemudian Tari berarti tari atau apabila dilihat dari substansi dasarnya adalah gerak atau perilaku, selanjutnya Tara yang berasal dari kata ketara dalam bahasa Bali berarti terlihat. “Taru Tari Tara” berarti bagaimana gerak dan perilaku (Tari) yang terlihat (Tara) dalam mengolah sebuah kayu (Taru). Ide karya tari ini muncul dari ketertarikan penata terhadap gerak dan perilaku seorang maestro seniman pembuat topeng di Bali bernama I Wayan Tangguh, yang merupakan kakek penata sendiri.Karya tari ini secara struktural dibagi ke dalam lima adegan (introduksi, adegan satu, dua, tiga, ending) dengan lebih berfokus pada aktivitas I Wayan Tangguh sebagai seorang petani, pembuat topeng, dan pemangku. Gagasan tersebut muncul berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara visual kemudian berkembang menjadi sebuah ide. Hasil dari pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembuatan topeng dijadikan sebagai bahan acuan untuk melangkah pada tahap ekpslorasi, meliputi pencarian gerak, pembuatan properti, setting, kostum tari, dan musik tari.Karya tari yang disajikan dalam bentuk koreografi kelompok ini melibatkan enam orang penari laki-laki, menggunakan properti tari berupa topeng Bali, dan dipentaskan di proscenium stage. Gerak tari yang digunakan berdasar pada hasil eksplorasi gerak membuat topeng seperti menyerut kayu, memukul kayu, memegang topeng, dan menjepit topeng menggunakan kaki, serta divariasikembangkan dengan sikap serta motif gerak tari tradisi Bali seperti agem, malpal, ngaed, dan nayog. "Taru Tari Tara" is the title of a created dance piece. The title is pointing to the basic concepts that are embodied into a choreography group. Taru in Balinese language means wood, then Tari or dance means when seen from the substance or behavior is essentially the motion, then Tara is derived from the word in the language of Bali means striking looks. “Taru Tari Tara” means how movement and behavior (Tari) are visible (Tara) in processing a timber (Taru). The idea of this dance work arises from interest from the choreographer against the motion and behavior of a master artist mask maker in Bali named I Wayan Tangguh, choreographer\u27s own grandfather.This dance piece is structurally divided into five scenes (introduction, scene one, two, three, ending) with a focus on the activities of I Wayan Tangguh as a farmer, mask makers, and stakeholders. The idea arose based on observations made visually and then developed into an idea. The results of observations made on the process of making a mask used as a reference material for stepping on stage ekploration, includes motion search, the manufacture of the property, setting, costume dance, and dance music.Dance works presented in the form of the group choreography involving six male dancers, using the property Balinese dance masks, and staged in a proscenium stage. Dance movement that is used, based on the results of exploration motion that makes the masks like shaving wood, hitting the wood work, holding the mask, and clamping the mask using the feet, as well as attitudes and motives varied and develop with traditional Balinese dance like agem, malpal, ngaed, and nayog
Program Keluarga Berencana dalam Kaitannya dengan Kegiatan Bina Keluarga Balita di Desa Bebandem Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem
Maksud Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan Program KB melalui kelompok BKB dan permasalahan apa yang terjadi dalam penerapan koordinasi lintas organisasi perangkat Desa yang dilakukan oleh pemerintahan Desa Bebandem dalam program Bina Keluarga Balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi analisis persepsi petugas tentang pelaksanaan Koordinasi lintas sektoral terkait di desa Bebandem, Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem dan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintahan desa dalam pelaksanaan fungsi Koordinasi lintas organisasi perangkat kecamatan dan desa Bebandem
Pelatihan Standing Jump Over Barrier dengan Rintangan 40 Cm 10 Repetisi 3 Set Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai dalam Permainan Bola Voli Tahun 2018
Berdasarkan observasi dan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah perlu diadakan penelitian lebih lanjut, maka di dapatkan hasil bahwa siswa putra peserta SMP SANTO YOSEPH memerlukan pelatihan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai. Penelitian ini menggunakan rancangan experimental randomized pre-tes and post-tes groups design. Populasi diambil dari siswa putra kelas VIII SMP SANTO YOSEPH. Sampel berjumlah 32 orang diambil secara acak sederhana dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel dibagi menjadi dua kelompok dengan teknik acak sederhana yang masing-masing kelompok terdiri dari 16 orang. Pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pelatihan Standing Jump Over Barrier 10 repetisi 3 set pada kelompok perlakuan dan pelatihan Lompat Kodok 10 repetisi 3 set pada kelompok kontrol. Data berupa hasil tes diperoleh dengan mengukur daya ledak otot tungkai sampel dan diperolehlah data. Data yang diperoleh berupa angka yang diambil sebelum dan sesudah pelatihan. Data yang diperoleh diuji menggunakan format T-test. Data berdistribusi normal dan homogen sehingga selanjutnya diuji menggunakan format t test untuk membandingkan nilai rata-rata sebelum dan sesudah pelatihan antara masing-masing kelompok, sedangkan ujit- t test untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara kedua kelompok. Berdasarkan analisis data bahwa kelompok control di hitung nilai t nya 17,347 sedangkan nilai t table sebesar = 2,201 dengan taraf singnifikan 5 % dan db= 11 dan pada kelompok perlakuan nilai t di hitung 10,899 sedangkan nilai t table sebesar = 2,201 dengan taraf singnifikan 5 %dan db =11. Dan perbedaan keompok control dan kelompok perlakuan di peroleh nilai t 4,387 sedangkan nilai t table sebesar = 2,074 dengan taraf singnifikan 5 % dan db = 22. Berdasarkan kesimpulannya bahwa Pelatihan Standing Jump Over Barrier 10 repetisi 3 meningkatkan daya ledak otot tungkai. Untuk hasil post test kedua kelompok ada perbedaan yang signifikan dan hipotesis nol ditolak. Dari hasil rerata Standing Jump Over Barrier 10 repetisi 3 dan Lompat Kodok10 repetisi 3 set dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai siswa putra SMP SANTO YOSEPH
ARTIKEL KARYA SENI TALI JAGAT
Tali Jagat adalah sebuah karya seni karawitan, dilihat dari pembendaharaan katanya Tali Jagat dapat dibedah menjadi dua kata yaitu Tali dan Jagat. Tali diartikan suatu benda untuk mengikat dan Jagat diartikan seluruh isi di muka bumi ini. Berdasarkan pengalaman penata mengikuti Upacara Piodalan Mesorwan, maka dari hal tersebut penata mengangkat pemaknaan dari tradisi dan budaya yang terikat dengan upacara adat di Bali. Dalam proses penciptaan sebuah karya seni, para seniman biasanya menggunakan pengalaman pribadi, maupun peristiwa di sekitarnya sebagai sumber acuan atau inspirasi dalam berkarya. Sumber-sumber penciptaan seperti dalam kehidupan bermasyarakat, melalui fenomena alam, cerita pewayangan, dan babad. Kesesuaian dan keterkaitan rangkaian upacara dengan gamelan yang mengiringi adalah bentuk ikatan tradisi yang saling mendukung dan saling membutuhkan. Unsur-unsur sakral dan tradisi Bali inilah yang menjadi pengikatnya. Penata tertarik untuk mengangkat unsur-unsur kesakralan tersebut dan menjadikan seluruh ciri khas dari masing-masing gamelan yang mengiringi upacara Piodalan Mesorwan secara tidak utuh menjadi satu karya karawitan yang utuh.
Keadaan ini penata alami ketika mengikuti upacara Piodalan di Pura Dalem Gede di Desa Lodtunduh, Ubud. Upacara ini dilakukan selama empat hari berturut-turut yang disebut dengan Piodalan Masorwan. Piodalan adalah sebuah tradisi adat istiadat di Bali yang selalu dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang direncanakan pada saat pembuatan pura tempo dulu. Masorwan adalah sebuah nama sesajen (banten) yang tingkatnya lebih tinggi dari Piodalan Alit.
Piodalan Alit adalah sebuah upacara keagamaan di Bali yang kerap kali dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Upacara tersebut biasanya dilaksanakan tepat pada hari-hari yang sudah di tentukan dengan memakai sesajen sebisa mungkin tidak diharuskan menggunakan sorwan atau sesajen besar. Ketika itu penata sedang beristirahat, tiba-tiba terdengar suara kentongan (kukul) pada saat itu menunjukan tepat pukul empat pagi. Secara serentak seluruh masyarakat di dusun tersebut bersama-sama menuju wantilan tempat dimana biasanya umat agama Hindu melakukan persiapan sarana dan prasarana sebelum upacara piodalan. Rangkaian upacara Piodalan Masorwan diawali dengan ritual mecaru. Ritual tersebut bertujuan menetralisir atau membersihkan seluruh lingkungan pura dari kotoran atau dari mahluk gaib (Bhuta kala) yakni dengan menghaturkan sesajen yang sudah disiapkan sehari sebelum upacara piodalan.
Setelah upacara tersebut dilanjutkan dengan tradisi mendak, hal ini dikhususkan kepada warga laki-laki dimana seluruh komponen Tapakan baik Barong maupun Rangda, diungsung dari Pura Puseh menuju Pura Dalem diiringi gamelan Baleganjur. Setelah sampai di pura, seluruh Tapakan keliling tiga kali menurut putaran bumi yaitu ke arah kanan di Panggung suci dengan menghaturkan sesajen Segan manca warna dengan ditambah menghaturkan ayam

brumbun dan ayam hitam yang dipenggal atau dipotong. Prihal tersebut menunjukan sebuah rasa penghormatan kepada seluruh Tapakan. Panggung suci adalah sebuah bangunan kecil yang terletak di tengah-tengah bangunan pura, tepatnya di belakang Pemedal (tempat masuk Pura).
Pada hari pertama piodalan, warga desa berkumpul untuk melakukan persiapan tradisi yang dikenal dengan mesucian atau ngening. Tradisi tersebut dipercayai untuk membersihkan Tapakan baik secara Sekala dan Niskala. Dengan berjalan kaki menuju tempat air suci maupun Pura Beji yang tempatnya tidak jauh dari Pura Dalem. Usai tahapan-tahapan tersebut dilanjutkan dengan persembahyangan, yang diikuti oleh seluruh masyarakat yang hadir dengan dipandu oleh pendeta. Persembahyangan tersebut diawali oleh pendeta menghaturkan sesajen yang dibantu oleh pengayah perempuan dari proses ngayab, melis hingga persembahyangan dimulai, setelah persembahyangan dimulai pengurus pura seperti Klian adat atau Bendesa membantu pendeta untuk mengarahkan persembahyangan hingga persembahyangan selesai. Selanjutnya diakhir upacara terdapat sebuah tarian klasik ditarikan oleh penari perempuan (pengayah) yang sering disebut dengan tari Pependetan.
Di hari kedua tepat Manis Piodalan terdapat sebuah ayah-ayahan hiburan yang mementaskan sebuah tarian Legong dan tarian lainya. Hari ke tiga masyarakat melakukan persembahyangan seperti biasanya namun sebelum persembahyangan dimulai pertama-tama seluruh tapakan dibawa ke depan pelinggih dengan melakukan ritual Muspang Ratu Gede. Setelah ritual tersebut usai, kini dilanjutkan persembahyangan seperti biasanya. Ritual tersebut bertujuan memberi rasa hormat kepada seluruh Tuhan yang bersemayam di pura tersebut.
Pada hari terakhir masyarakat melaksanakan Upacara Panyineban. Dengan diawali menghaturkan sesajen Segan mancawarna dan Sambleh kucit butuan atau ayam brumbun. Setelah itu seluruh Tapakan keliling tiga kali melepas ikatan bumi ke arah kiri di panggung suci dan langsung menuju pura dimana beliau bersemayam. Dalam garapan ini tidak menggunakan pola struktur atau unsur Tri Angga melaikan menggunakan bagian, yang terdiri dari bagian 1, bagian 2, bagian 3, bagian 4, dan bagian 5. Media yang digunakan yakni gamelan Gong Kebyar dan gamelan Semar Pegulingan yang dimainkan secara bergilir. Gamelan Gong Kebyar menggunakan Laras Pelog lima nada dan gamelan Semar Pegulingan adalah gamelan Pelog tujuh nada. Dalam gamelan Gong Kebyar menggunakan Laras Pelog lima nada yang terdiri dari : 3 nding,4 ndong, 5 ndeng, 7 ndung, 1 ndang. Namun jika gamelan Semar Pegulingan Menggunakan gamelan Laras Pelog tujuh nada yang terdiri dari : 3 nding, 4 ndong, 5 ndeng, 6 ndeung, 7 ndung, 1 ndang, 2 ndaing. Perbedaan alat gamelan dan fungsi dimasing-masing gamelan sudah tentu beda tersebut dari sebuah warna suara gamelan yang dimainkan dan ditimbulkan, suara dari gamelan Gong Kebyar sangat mengglegar dan suara dari gamelan Semar Pegulingan sangat tinggi dan membawa kesan damai. Gamelan Semar pegulingan pada umunya digunakan untuk mengiringi peraduban Sang Raja, namun sakeng perkembangan zaman gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi tarian Gambuh. Lain halnya dengan gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar difungsikan sebagai pengiring upacara dan tari-tarian kebyar di Bali utara
- …