24 research outputs found

    POTENTIAL ANALYSIS AND DEVELOPMENT STRATEGY OF BEEF CATTLE IN CENTRAL JAVA PROVINCE

    Get PDF
    Central Java Province is one of the provinces with the potential to be a source of beef cattle. The increase in the beef cattle population in Central Java province is expected to increase the national beef cattle population significantly. This study aims to assess the potential of beef cattle and develop a strategy for its development in the Province of Central Java. A study was done using the survey method, and secondary data were obtained from related agencies. Samples were taken using the stratified proportional method as many as 112 farmers. Data were analyzed using LQ analysis, trend analysis, and SWOT analysis.  LQ analysis showed that beef cattle's potential base area was in the Grobogan Regency and Kendal Regency. Estimation of beef cattle population in Central Java Province based on trend analysis shows that the areas of Salatiga City, Demak Regency and Grobogan Regency have the potential to become beef cattle base areas. Based on the carrying capacity, areas that can potentially increase livestock populations are Semarang Regency, Salatiga City, and Grobogan Regency. The results of the SWOT analysis show that the right strategy in developing beef cattle is in quadrant I, namely supporting the growth of an aggressive strategy that uses strength to gain opportunities. The recommendation that can be given from this study is that the implementation of strategies in each region will differ according to the potential of each region

    Potongan Komersial Karkas dan Edible Portion pada Sapi Peranakan Ongole (Po) yang Diberi Pakan Jerami Urinasi dan Konsentrat dengan Level yang Berbeda

    Full text link
    Penelitian tentang edible portion dan commercial cut pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi pakan konsentrat dengan level yang berbeda telah dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai dengan Oktober 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pakan yang diberikan untuk ternak dengan level konsentrat sedang (T1) dan tinggi (T2) terhadap besarnya bobot potongan komersial dan banyaknya edible portion yang dihasilkan.Materi yang digunakan adalah 8 ekor sapi PO yang berumur rata-rata 1,5 tahun dengan bobot badan awal rata-rata 297 + 26 kg (CV = 8,75%). Bahan pakan yang digunakan adalah jerami padi urinasi dan konsentrat (dedak padi dan ampas bir). Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji F. Parameter yang diukur antara lain bobot potong, bobot karkas, bobot masing-masing potongan komersial, bobot edible portion karkas dan non karkas.Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada masing-masing perlakuan. Bobot potong 286,25 kg (T1) dan 290 kg (T2). Bobot karkas panas 157,80 kg (T1) dan 161,39 kg (T2). Bobot masing-masing potongan komersial adalah chuck 38,89 kg (T1) dan 38,02 kg (T2), shank 16,72 kg (T1) dan 15,62 kg (T2), rib 15,13 kg (T1) dan 17,37 kg (T2), plate 9,00 kg (T1) dan 9,90 kg (T2), sirloin 17,54 kg (T1) dan 12,77 kg (T2), shortloin 8,80 kg (T1) dan 12,22 kg (T2), flank 2,45 kg (T1) dan 3,11 kg (T2), round 42,49 kg (T1) dan 46,84 kg (T2). Persentase edible portion karkas 79,27 % (T1) dan 77,89 % (T2). Persentase edible portion non karkas 31,82 % (T1) dan 31,71 % (T2). Persentase edible portion total 57,23 % (T1) dan 56,73 % (T2). Kesimpulan yang diperoleh adalah pemberian konsentrat dengan level yang berbeda menghasilkan potongan komersial dan bobot total edible portion yang relatif sama

    The growth of Java bulls fed rice straw and concentrates containing different levels of protein

    Get PDF
    This study was performed to determine the growth of Java bulls fed rice straw and concentrates at different levels of protein. Twelve heads of Java bulls, one and a half years old, with initial body weight ranging from 113.83-191 kg were used in this experiment. They were grouped into four replications based on the initial body weight. The rice straw (30%) and concentrates (70%) diet containing three different levels of protein (8.27; 11.03 and 14.43%) were fed during nine weeks. Data gathered were the average daily gain and the average body measurements (chest girth, shoulder height and body length). Result of this study showed that the increase of protein levels from 8.27 to 14,43% did not significantly influence the average daily gain, shoulder height, and body length of Java bulls (P 0.05), but it influenced daily chest girth (P 0.05). The average daily gain (ADG), shoulder height and body length were 0.633 kg, 0.08 cm, and 0.09 cm, respectively. The highest average of daily chest girth of Java bulls was T2 = 0.19 cm, followed by T3 = 0.15 cm, and T1 = 0.12 cm. It is concluded that the increase levels of protein from 8.27 to 14.43% did not affect the average daily gain, shoulder height and body length of Java cattle. However, the highest chest girth was achieved by Java cattle which fed concentrate containing 11.03% of protein. Key Words: Growth, Java Bull, Rice Straw, Concentrate, Levels of Protei

    POTONGAN KOMERSIAL DAN KOMPONEN KARKAS KAMBING KACANG JANTAN UMUR 1 - 1,5 TAHUN DENGAN PEMELIHARAAN TRADISIONAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN WIROSARI, KABUPATEN GROBOGAN)

    Get PDF
    Penelitian dilaksanakan tanggal 18 Desember 2014 - 24 Maret 2015. Pengamatan pemeliharaan dilakukan di Kecamatan Wirosari yang dilanjutkan dengan pemotongan ternak pada tanggal 17 - 24 Maret 2015 di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potongan komersial dan komponen karkas kambing Kacang jantan umur berkisar 1 - 1,5 tahun yang dipelihara peternak secara tradisional di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan. Materi yang digunakan adalah 10 ekor kambing Kacang jantan umur berkisar 1 - 1,5 tahun, dengan rata-rata bobot potong antara 10,18 - 19,11 kg. Ternak didapatkan dari peternak di Kecamatan Wirosari, yang dipelihara dengan cara digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari dengan pakan rumput lapangan. Peralatan yang digunakan adalah timbangan gantung merk Ion Scale® dengan kapasitas 50 kg dan ketelitian 0,01 kg, timbangan digital merk Camry® dan Ion Scale® dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,001 kg. Peralatan pemotongan yang dipakai meliputi satu set pisau dan cutter, ember, plastik, gergaji elektrik merk Omas, dan scalpel. Penelitian dilakukan secara studi kasus. Sampel kambing Kacang jantan yang diambil berdasarkan karakteristik eksterior. Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif dan hubungan antara 2 variabel dilakukan perhitungan korelasi dan regresi sederhana, yang ditampilkan secara deskriptif. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa kambing Kacang jantan umur berkisar 1 - 1,5 tahun, yang dipelihara peternak secara tradisional di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan diperoleh rata-rata bobot potong 14,60 + 2,84 kg, dengan rata-rata bobot karkas panas 5,66 + 1,16 kg (38,79 + 2,41%), dengan potongan komersial yaitu neck 7,06 + 1,89%; shoulder 19,57 + 1,73%; rib 7,59 + 0,89%; loin 8,88 + 1,01%; breast 10,19 + 1,26%; leg 31,63 + 0,90%; flank 1,83 + 0,55% dan fore shank 13,25 + 1,33%. Karkas kambing Kacang jantan menghasilkan daging sebesar 3,57 + 1,05 kg (62,74 + 6,53%), tulang 1,62 + 0,16 kg (17,10 + 0,40%) dan lemak 0,40 + 0,12 kg (2,70 + 0,25%). Terdapat hubungan yang berbanding lurus antara bobot potong dengan bobot karkas panas dan bobot karkas panas (tanpa ginjal) dengan masing-masing bagian potongan komersial. Simpulan penelitian ini adalah karkas kambing Kacang jantan umur berkisar 1 - 1,5 tahun yang dipelihara peternak secara tradisional di Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan memiliki produksi rendah, dilihat pada potongan komersial dan komponen karkas

    Feed protein utilization and nitrogen emission of young and mature Kejobong goats fed different ratios of concentrate and forage

    Get PDF
    This study aimed to evaluate feed protein utilization and nitrogen emission of young and mature Kejobong goats fed different concentrations of concentrate and forage. Sixteen heads of male Kejobong goats consisted of eight heads young goats (5 months old) and eight heads mature goats (9 months old) with initial body weight (BW) of 14 ± 1.46 kg, and 22.3 ± 1.99 kg, respectively were arranged in a nested design. All goats were fed with two different rations of concentrate and forage (C30 = 30% concentrate: 70% forage and C70 = 70% concentrate: 30% forage). The data were analyzed using ANOVA procedure. This study showed that the average daily gain (ADG) did not differ (p>0.05) in both ages, but it differed (p0.05), while there was a significantly difference (p0.05). The different ages of goats and concentrate levels affected N retention (g/day) and total N2O emission (g/day). It was concluded that ADG, DCP and FCR did not differ in mature and young Kejobong goats, while young goats had less N2O emissions than mature goats. Goats fed 70% of concentrate improved their ADG, DCP, N retention (g/day) and produced less N2O emission

    KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN, JENIS, DAN JUMLAH MIKROBIA DALAM RUMEN SAPI JAWA DAN PERANAKAN ONGOLE

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang karakteristik cairan rumen, jenis, dan jumlah mikrobia yang terdapat pada rumen sapi Jawa dan sapi Peranakan Ongole (PO) jantan. Materi penelitian berupa 12 sampel cairan rumen (6 dari sapi Jawa jantan dan 6 dari sapi PO jantan) yang diambil dari rumah potong hewan (RPH) di Brebes, Jawa Tengah. Variabel yang dianalisis adalah pH, NH3, dan volatile fatty acids (VFA), serta mikrobia yang terdapat di dalamnya yang dibedakan menjadi: protozoa, bakteri, dan fungi. Data yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pH cairan rumen sapi Jawa (6,83) sedikit lebih tinggi dari pada sapi PO (6,67), namun keduanya masih dalam kondisi yang normal. Konsentrasi NH3 cairan rumen sapi Jawa (8,75 mgN/100ml) lebih tinggi dari pada sapi PO (7,49 mgN/100ml). Konsentrasi asetat dan butirat cairan rumen sapi Jawa lebih rendah dari pada sapi PO, tetapi konsentrasi propionat cairan rumen sapi Jawa lebih tinggi dari pada sapi PO. Rasio asetat-propionat cairan rumen sapi Jawa lebih rendah dari pada sapi PO. Jumlah protozoa cairan rumen pada sapi Jawa (64,12 per μl cairan rumen) lebih rendah dari pada sapi PO (76,33 per μl cairan rumen). Populasi bakteri cairan rumen sapi Jawa (2,7 x 107 cfu/g) lebih rendah dari pada sapi PO (2,3 x 108 cfu/g), tetapi populasi jamur cairan rumen sapi Jawa (9,3 x 104 cfu/g) lebih tinggi dari pada sapi PO (1,9 x 103 cfu/g). Kesimpulan penelitian ini adalah pH cairan rumen kedua sapi netral, tetapi konsentrasi NH3, asam propionat dan populasi jamur cairan rumen sapi Jawa lebih tinggi dari pada sapi PO, sehingga rasio asam asetat-propionat pada sapi Jawa menjadi lebih rendah yang berarti lebih berpeluang untuk menghasilkan produktivitas berupa pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.(Kata kunci: Karakteristik cairan rumen, Mikrobia rumen, Sapi Jawa, Sapi PO

    PENGGEMUKAN SAPI PERSULANGAN DENGAN SISTEM FEEDLOT MENGGUNAKAN BAIIAN PAKAN LOKAL

    Get PDF
    Beef cattle industry has been grown in relation to the increasing of beef consumption. Feedlot is one of the alternative solutions to fulfill the need of beef because in feedlot, beef cattle are fed high concentrate and low in roughage. Ration containing high concentrate will increase the average daily gain of beef cattle and improve feed efficiency. Ongole Crossbred and Friesian Holstein Crossbred are beef cattle that have been used as feeders in Indonesia. Those cattle have been adapted in Indonesian climate. Therefore, feedlot ration using local feed may increase their productivities. This research was conducted to study the productivity of Ongole Crossbred compared to Friesian Holstein Crossbred that was fed using local feed. The productivity parameters were the average daily gain, feed efficiency, and feed cost per gain. The research was located at Animal Science Laboratory, Diponegoro University and it was done during 14 weeks. Eight Ongole Crossbred (PO) and eight Friesian Holstein Crossbred (PFLI) Male Cattle, 1.5 years, were used in this experiment. The initial average body weights were 198 + 20.26 kg for PO and 193 + 6.02 kg for PELL Randomized Block Design was used in this experiment. Those cattle were Ibd in two different feeds which were: T1 = 30% Pennisetum purpureum + 70% concentrate (tofu waste product and cassava), T2 = 30 % Penniselum purpureum + 70 % concentrate (rice meal and palm kernel meal). Those rations were isoprotein containing 12% crude protein. Those cattle were divided into 2 groups (PO and PFH) and each group contained 4 replications. Parameter observed were average daily gain, feed conversion, and feed cost per gain. The result showed that the average daily gain was significantly different (P<0.01). The average daily gain of PO cattle were T1 = 1,18 kg and T2 = 0,59 kg, while PFH were T I = 0,66 kg and 7'2 = 0,18 kg. The average daily gains of PO cattle for both treatments were higher than those of PFH cattle. Feed conversions of PO cattle were 6,95 for T1 and 7,53 for T2, while feed conversions of PFH cattle were 10,93 for TI and 21,83 for T2. Feed costs per gain of PO cattle were Rp 8.458,71 (T1) and Rp 8.747,37 (T2), while feed cost per gain of PFH cattle were Rp.13.026,03 (T1) and Rp 28.775,28 (T2). It can be concluded that the productivity and feed conversion of PO cattle were better than PFFI cattle. Both PO and PFH cattle preferred concentrate that contained tofu waste product and cassava. PO cattle have showed low in feed cost per gain, therefore they are cheaper to be raised than PFH cattle Usaha penggemukan sapi potong berkembang sangat pesat, namun untuk memenuhi kebutuhan daging yang semakin meningkat, maka sistem dan tujuan pemeliharaan sudah harus dibenahi dengan mempertimbangkan aspek ekonomis. Penggemukan sistem feedlot merupakan cara pemeliharaan khusus di kandang dengan penerapan pemberian pakan konsentrat tinggi dan pembatasan pemberian hijauan.. Pemberian konsentrat yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dalam waktu lebih cepat dan mempunyai efisiensi pakan yang lebih baik. Sapi PO dan sapi PFH merupakan jenis sapi potong yang sering digunakan sebagai "bakalan" untuk penggemukan sapi, karena sudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia. Diharapkan dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi, berbasis pada ketersediaan bahan pakan lokal, maka produktivitas sapi-sapi tersebut akan meningkat. Dalam penelitian ini akan dikaji produktivitas sapi PO dibandingkan dengan sapi PFH dengan pakan sama yang berasal dari ketersediaan bahan pakan lokal. Produktivitas sapi tersebut selain diukur dari kenaikan bobot badan yang diperoleh, juga diperhitungkan dengan efisiensi penggunaan pakan/konversi pakan dan beaya pakan yang dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan UNDIP selama 14 minggu. Mated yang digunakan sebanyak 8 ekor sapi PO dan 8 ekor sapi PFH jantan yang berumur sekitar 1,5 tahun. Rata-rata bobot badan awal sapi PO 198 ± 20,26 kg, sedangkan sapi PFEI 193 + 6,02 kg. Sapi-sapi tersebut diberi dua macam pakan dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan pakan yang diterapkan yaitu T1 = 30 % rumput Gajah + 70% konsentrat (arnpas tahu dan ketela pohon), T2 = 30 % rumput Gajah + 70 % konsentrat (dedak padi dan bungkil kelapa sawit). Kedua pakan tersebut disusun secara isoprotein dengan kandungan protein kasar 12 %. I3angsa sapi dibedakan menjadi dua kelompok, dengan masing-masing kelompok terdapat 4 ulangan. Parameter yang diukur dabm penelitian ini adalah pertambahan bobot badan harian, konversi pakan danfeed •adl per gain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang diterapkan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan (P<0.01). Pertambahan bobot badan harian sapi PO pada T I = 1,18 kg dan T2 = 0,59 kg, sedangkan sapi PFH pada T1 = 0,66 kg dan T2 = 0,18 kg. Pertambahan bobot badan harian sapi PO pada kedua perlakuan lebih tinggi dihandingkan dengan sapi PFH. Konversi pakan sapi PO pada TI dan T2 berturut-turut 6,95 dan 7,53, sedangkan pada sapi PFH 10,93 dan 21,83. Feed •ost per gain sapi PO untuk perlakuan TI sebesar Rp 8.458,71 dan T2 sebesar Rp 8.747,37, adapun untuk sapi PF1-1 untuk TI sebesar Rp.13.026,03 dan T2 sebesar Rp 28.775,28. Dan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada kedua perlakuan pakan, sapi PO mempunyai produktivitas dan konversi pakan yang lebih baik bila dibandingkan dengan sapi PFH. Kedua bangsa sapi lebih menyukai pakan konsentrat ampas tahu dan ketela pohon. Apabila dilihat dad feed cost per gain maka pemeliharaan menggunakan sapi PO Iebih murah dibandingkan pemeliharaan menggunakan sap
    corecore