6 research outputs found

    Restorasi lamun; studi transplantasi lamun Enhalus acaroides di perairan pantai Kastela, Kota Ternate

    Get PDF
    ABSTRAKEkosistem padang lamun di Pesisir Kota Ternate mulai mengalami kerusakan karena aktivitas manusia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menguji metode yang terbaik untuk melakukan transpalntasi lamun. Ketiga metode yang diuji adalah metode Turf, metode Peat Pot dan metode spring anchored. Sampel lamun yang digunakan sebagai donor diambil dari lokasi sekitarnya. Pengamatan tingkat kelangsungan hidup lamun transplantasi dilakukan selama tiga bulan sedangkan pengukuran parameter lingkungan dilakukan dua kali dalam sebulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter lingkungan masih mendukung kehidupan lamun. Dari ketiga metode yang diuji, metode spring anchored menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi (86,7%) kemudian disusul oleh metode Peat Pot (73,3%) dan metode Turf (33,3%).Kata Kunci: Ekosistem Lamun; Transplantasi; Wilayah Pesisir; Ternat

    STRUKTUR DAN ASOSIASI JENIS LAMUN DI PERAIRAN PULAU-PULAU HIRI, TERNATE, MAITARA DAN TIDORE, MALUKU UTARA

    Get PDF
    ABSTRAKKeberadaan ekosistem lamun di perairan pesisir pulau-pulau kecil berperan penting sebagai habitat dan penyedia sumber daya ikan, serta pelindung garis pantai dan daratan pulau-pulau kecil tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran, komposisi, kerapatan, penutupan dan asosiasi jenis lamun di perairan pulau-pulau kecil Hiri, Ternate, Maitara dan Tidore, Maluku Utara. Pengambilan data dengan menggunakan metode transek garis dan transek kuadrat. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan bantuan perangkat lunak MS Excel dan XLstat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Tidore memiliki jumlah jenis lamun terbanyak yakni delapan jenis lamun dari sembilan jenis lamun yang ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Tiga jenis lamun yaitu, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata, menyebar luas dan terdapat di keempat pulau tersebut. Komposisi, kerapatan dan penutupan jenis lamun bervariasi antar stasiun penelitian. Vegetasi lamun yang ditemukan di lokasi penelitian berupa vegetasi campuran yang terdiri dari tiga sampai delapan jenis lamun. E. acoroides banyak ditemukan di Stasiun Mtr1 dan Tte2 tidak berasosiasi dengan spesies lainnya, demikian juga dengan C. serrulata yang ditemukan di Stasiun Mtr2 dan T. hemprichii di Stasiun Tdr2 dan Tdr3. Asosiasi C. rotundata dan Syiringodium isoetifolium terlihat di stasiun Tdr1 dan Hr1, sementara Halophila ovalis dan H. spinulosa  tidak menunjukkan asosiasi dengan jenis lamun lainnya di lokasi penelitian. Secara keseluruhan kondisi lingkungan perairan di keempat pulau tersebut masih tergolong baik dan mampu mendukung ekosistem lamun. ABSTRACTThe existence of seagrass ecosystems in the coastal region of small islands has been playing an essential role as a habitat and the supplier of fish resources, as well as a shore and coastline protector of small islands. This study aimed to  determine the distribution, composition, density, coverage, and associations of seagrass plant in the islands of Hiri, Ternate, Maitara, and Tidore. Data were collected by using line transect method and quadrate transect. Furthermore, data were analyzed by using MS Excel and XLstat software. The results showed that Tidore Island has the highest number of seagrass species namely eight from nine species of seagrasses found in all research sites. Three species of seagrasses, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea rotundata, were widespread in all four islands. The composition, density and coverage of seagrass species varied among research stations. Vegetation of seagrasses found in the study site in the form of mixed vegetation consisting of three to eight species. Enhalus acoroides found mostly in Mtr1 and Tte2 stations were not associated with other seagrass species, nor Cymodocea serrulata that found in Mtr2 Station and T. hemprichii at Tdr2 and Tdr3 stations. The associations of C. rotundata and Syringodium isoetifolium were observed at Tdr1 and Hr1 Stations. While Halophila ovalis and Halophila spinulosa showed no association with other seagrass species at the study area. Overall the condition of the marine environment on the four islands is still relatively good and able to support the life of the seagrass ecosystem

    Pola Sebaran dan Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera) di Teluk Weda Maluku Utara, Indonesia

    Get PDF
    The Halmahera walking shark is a nocturnal species that lives at the bottom of waters and is a species endemic to North Maluku. Weda Bay is one of the largest bays on the island of Halmahera and contains marine resources and high diversity. The aims research was analyze the distribution pattern and abundance of Halmahera walking shark at that location. The research was conducted in September - November 2020. The sampling in Weda Bay, is carried out in two methods, (1) catch of nets with a mesh size of 2,5 cm stretched from the mangrove ecosystem, seagrass to coral reefs with a length of ± 50 meters and a height of 1,5 meters, (2) hand sampling equipment namely the sample catch it by hand with transect area (50x50m2) or 0,25 ha using basic diving equipment (snorkeling) to a depth of 3 meters at high tide in the night. Distribution pattern data analysis used Morisita Index and abundance analysis used reef fish abundance equation. Results the research found 28 individuals, namely 17 females and 11 males. There are 2 distribution patterns of the Halmahera epaullette shark, namely Grouping and Random. The clustered distribution pattern is found at stations 1, 2 and 4, while the random distribution pattern is found at station 3. Overall the distribution pattern of the Halmahera walking shark in Weda Bay is grouped. The highest abundance of Halmahera walkingshark was at station 1, namely 17,33 ind/ha and the lowest abundance at stations 3 and 4 was 5,33 ind/ha. The highest abundance is at station 1, this is because the habitat is still very good from the mangrove, seagrass and coral reef ecosystems to find food and the growth of the Halmahera walking shark.Hiu Berjalan Halmahera merupakan spesies nokturnal yang hidup di dasar perairan dan merupakan spesies endemik Maluku Utara. Teluk Weda merupakan salah satu teluk terluas di pulau Halmahera dan menyimpan sumberdaya perairan serta keanekaragaman tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis pola sebaran dan kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera, yang dilaksanakan pada September - November 2020. Pengambilan sampel di Teluk Weda, dilakukan dengan dua cara yaitu (1) menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 2,5 cm yang dibentangkan dari ekosistem mangrove, lamun sampai terumbu karang sepanjang ± 50 meter dan tinggi 1,5 meter, dan (2) menggunakan metode hand sampling equipment yaitu sampel ditangkap menggunakan tangan dengan luasan transek jelajah (50x50m2) atau 0,25 ha menggunakan alat selam dasar (snorkeling) sampai kedalaman 3 meter pada saat pasang di waktu malam hari. Analisis data pola sebaran menggunakan Indeks Morisita dan kelimpahan menggunakan persamaan kelimpahan ikan karang. Hasil penelitian dapat ditemukan 28 individu, yaitu 17 individu betina dan 11 individu jantan. Terdapat 2 pola sebaran dari Hiu Berjalan Halmahera, yaitu mengelompok dan acak. Pola sebaran mengelompok ditemukan pada stasiun 1, 2 dan 4, sedangkan pola sebaran acak terdapat pada stasiun 3. Secara keseluruhan pola sebaran Hiu Berjalan Halmahera di Teluk Weda adalah mengelompok. Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera tertinggi berada di stasiun 1 yaitu 17,33 ind/ha dan kelimpahan terendah pada stasiun 3 dan 4 yaitu 5,33 ind/ha. Kelimpahan tertinggi berada pada stasiun 1, hal ini dikarenakan habibat yang masih sangat baik dari ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang untuk mencari makan dan pertumbuhan Hiu Berjalan Halmahera

    Struktur komunitas dan pemetaan ekosistem mangrove di pesisir Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara, Indonesia

    Get PDF
    Mangrove is ecosystem important in coastal area. Human exploited make decrease habitat mangroves ecosystem. The highly activity in this area threaten quantity ecology ecosystem mangroves.The objective of the present study was to examine the ecological indices and mapping of mangrove in coastal region on Maitara Island, North Moluccas.Information about that most important for sustainable mangrove management. The results showed that mangroves composition found that 4 specieses belong to 3 families.total density of stations namely 215.78 tree/hectare, frequency 722.22 tree/hectare, percent cover 189.29% and significantion value 300 every stations. The density and frequency highest of species found Rhizopora apicullata, Avicennia alba, Sonneratia alba. The density and frequency lowest Sonneratia caseolaris. The percent cover highest types derived Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Avicennia alba and percent lowest is Sonneratia caseolaris. Overall the ecological index analysed diversity of mangroves found is minor. The characterize mangrove zonation that Rhizhopora Sp is aleadingconstituentof mangrove ecosystem from coast to land inthe Maitara Island. Extensivemangroveobtained fromfieldclassificationandmapping resultsof4.91hectares. Correctionfield data andpreviousliterature studiesindicatedthere have been adecline inmangroveareaat1.09during 3 years.The overall necessaryapproaches to conservationandsustainable managementofmangroveecosystem andconservation interestson the Maitara Island. Mangrove merupakan ekosistem penting di daerah pesisir.Meningkatnya exploitasi manusia menurunkan habitat ekosistem mangrove. Tingginya aktivitas mengancam kuantitas ekologi ekosistem mangrove.Tujuan penelitian ini untuk melihat struktur komunitas dan pemetaan ekosistem mangrove. Pengambilan data mangrove dilakukan pada tahun 2015. Hasil penelitian menemukan bahwa komposisi jenis mangrove yang ditemukan terdiri dari 3 family dengan 4 spesies. Total keseluruhan kerapatan stasiun yaitu 215.78 batang/hektar, frekuensi 722.22 batang/hektar, tutupan 189.29% dan nilai penting 300 tiap stasiun. Kerapatan dan frekuensi jenis tertinggi ditemukan Rhizopora apicullata, kemudian Avicennia alba, disusul Sonneratia alba dan terendah Sonneratia caseolaris. Tutupan jenis tertinggi diperoleh jenis Sonneratia alba, kemudian Sonneratia caseolaris, disusul  Avicennia alba dan terendah Rhizopora apicullata. Nilai penting tertinggi pada jenis Sonneratia alba, kemudian Rhizopora apicullata, setalah itu Avicennia alba dan terendah adalah jenis Sonneratia caseolaris. Secara umum keseluruhan indeks nilai keanekaragaman jenis mangrove di Pulau Maitara yang diperoleh rendah. Tipe zonasi yang ditemukan bahwa jenis Rhizhopora Sp merupakan penyusun terdepan  hutan  mangrove dari arah laut ke daratan di Pulau Maitara.Luas mangrove yang didapat dari klasifikasi lapangan dan hasil pemetaan sebesar  4.91 hektar. Koreksi data lapangan dan studi literature sebelumnya mengindikasikan telah terjadi penurunan luas mangrove sebesar 1.09 Ha dengan rentan 3 tahun. Sehingga diperlukan pendekatan konservasi dan pengelolaan berkelanjutan untuk kepentingan pelestarian hutan mangrove di Pulau Maitara.

    DNA barcoding and morphometric of Rastrelliger Spp in North Maluku Sea. Indonesia

    Get PDF
    High exploration activity is feared to have an impact to mackerel populations. A sustainable management approach should be taken to provide information about the status of mackerel populations. Study of mackerel population status can be carried out through genetic information. The DNA of the fish samples were collected at traditional fish markets (Ternate, Morotai and Bacan, South Halmahera District). Laboratory works such as extraction, amplification, electrophoresis and DNA sequencing were analysis at the Indonesian Biodiversity Laboratory (BIONESIA). The molecular characteristics of Rastrelliger kanagurta were 374 base pairs (bp). The composition of nucleotides showed the similarity of frequencies between species. Phylogenetic relationship of R. kanagurta in North Maluku Sea suggested that there was any differentiation. The genetic diversity of R. kanagurta was high with a total number of haplotypes and diverse nucleotide diversity. The minimum spawning networks (MSN) found 5 haplotype networks from a total of 12 samples. Morphological measurements of standard length, head height, body width, pectoral fin length and tail were found to have variable values. The length of the weight of the fish is obtained of b = 3, indicating that the growth pattern was isometric or weight gain was equivalent to the growth of the fish length.Keywords : biodiversity, conservation, ecology, morphology, specie
    corecore