33 research outputs found

    The Effect of Azadirachta indica leaves extract on Transforming Growth Factor-β and Tumor Necrosis Factor-α in a Plasmodium berghei infected Mice model

    Get PDF
    Malaria is a health problem for the world's population and is predominantly located in tropical and subtropical areas. The three countries with the most malaria cases are India (58%), followed by Indonesia (20%), then Myanmar (16%). This study aims to determine the effect of neem leaf extract on increasing TGF-β expression and decreasing TNF-α expression in mice infected with Plasmodium berghei. In this study there were four groups, namely Treatment 1 (in Plasmodium berghei infection without therapy). Treatment 2 (in Plasmodium berghei infection and treated with Azadirachta indica leaf extract at a dose of 0.25 mg / g BW). Treatment 3 = (in Plasmodium berghei infection and therapy with Azadirachta indica leaves at a dose of 0.5 mg / g BW). Treatment 4 = (in Plasmodium berghei infection and treated with Azadirachta indica leaves at a dose of 1 mg / g BW). TGF-β examination by elisa method and TNF-α by immunohistochemistry. Data analysis using SEM (Structural Equation Modeling) The results of treatment 1 and 2 showed a decrease in plasma TGF-β expression (t = 1.13; tcount = 1.93; ≥ttabel = 1.96) and spleen (tcount = 1.53; tcount = 1.45; ≥ttabel = 1.96) but there was an increase in spleen TNF-α expression (tcount = 1.77; tcount = 1.00; ≥ttabel = 1.96). Groups 3 and 4 showed an increase in plasma TGF-β expression (tcount = 5.13; tcount = 2.42; ≥ttable = 1.96) and spleen (tcount = 2.00; tcount = 1.97; ≥ttabel = 1.96) but there was a decrease in spleen TNF-α expression (tcount = 2.03; tcount = 2.11; ≥ttabel = 1.96). Conclusion: Azadirachta indica leaf therapy can increase TGF-β expression and decrease TNF-α expression in the spleen

    Imunologi malaria plasenta: tinjauan molekuler & cytoadherence di intervilous

    Get PDF
    Buku ini menjelaskan tentang tinjauan imunologi malaria plasenta (tinjauan molekuler & cytoadherence di intervilous). Malaria merupakan penyakit parasit yang resikonya lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan dengan mereka yang tidak hamil, terutama selama kehamilan pertama yang dapat menyebabkan cytoadherence eritrosit terinfeksi di plasenta, abortus, anemia dan bayi mengalami berat badan lahir rendah. Topik pertama pada buku ini menjelaskan tentang pendahuluan yang memaparkan sekilas tentang terjadinya malaria plasenta Topik kedua adalah kehamilan yang menggambarkan terjadinya kehamilan normal,sistem imun yang berperan selama kehamilan dan paradigma sel Th terhadap keberhasilan kehamilan Topik ketiga adalah plasenta yang membahas tentang jaringan plasenta, struktur yang menyusun jaringan plasenta. Topik keempat adalah Apoptosis pada kehamilan normal dan abnormal yang menjelaskan tentang proses terjadinya perkembangan dan kematian sel serta apoptosis pada vascular smooth muscle cell, desidua sel epitel membran amnion. Topik kelima adalah siklus hidup plasmodium (aseksual dan seksual). Membahas tentang siklus hidup Plasmodium pada nyamuk dan manusia. Topik keenam adalah malaria plasenta membahas tentang terjadinya malaria plasenta disebabkan oleh pengikatan eritrosit terinfeksi dengan Chondroitin Sulfate A (CSA) menghasilkan akumulasi eritrosit terinfeksi di ruang intervilous plasenta, infiltrasi oleh sel inflamasi dan peningkatan sitokin proinflamasi. Topik ke tujuh adalah penggunaan hewan coba untuk penelitian malaria. Membahas tentang Pemilihan hewan coba untuk penelitian malaria plasenta, cara mengawinkan mencit dan perbedaan sistem reproduksi manusia dan mencit

    Pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta indica L) untuk mencegah apoptosis dan reaktif oksigen spesies (ros) pada serebral malaria (kajian integratif mencit C57BL kandidat obat malaria) (sertifikat hak cipta)

    Get PDF
    Infeksi malaria akan menginduksi apoptosis pada sel endotel manusia. Apoptosis pada sel endotel merupakan dasar terjadinya malaria berat. Pada infeksi malaria kondisi stress oksidatif menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel endotel karena apoptosis. Proses apoptosis pada endotel melibatkan caspase 8,9,3 di mediasi oleh stress oksidatif. Stress oksidatif akan memicu meningkatkan pelepasan jumlah Reaktif Oksigen Spesies (ROS) seperti superoksida (O2) dan H2O2 dari monosit dan neutrophil. Eritrosit yang terinfeksi mengalami sekuestrasi dalam sel endotel yang selanjutnya kearah pembentukan H2O2. ROS yang terbentuk juga mampu menghancurkan eritrosit yang normal serta merusak sel endotel pada berbagai organ. ROS yang terbentuk juga akan merusak eritrosit yang normal juga akan merusak sel endotel pada berbagai organ. ROS juga akan menyebabkan kerusakan dalam jaringan tubuh. Perusakan oksigen oleh ROS juga akan menyebabkan terjadinya kelainan patologis. Pada kondisi malaria yang terpapar ROS akan terbentuk produk oksidasi dari lipid, protein atau DNA. Produk oksidasi lipid seperti Malandialdehyde (MDA) disertai penurunan SOD merupakan parameter yang baik untuk menilai adanya stress oksidatif. Mekanisme infeksi dari malaria merupakan dasar pengembangan obat antimalaria, salah satunya adalah penghambatan dari bentuk aseksual parasit yang berada di sel darah merah manusia Contoh obat antimalaria dengan mekanisme tersebut adalah kina, klorokuin, pirimetamin, sulfonamid, sulfon, dan turunan artemisinin. Namun, diketahui tantangan lain dalam menanggulangi malaria adalah adanya penurunan efikasi obat dan resistensi obat terutama pada klorokuin. Hal tersebut dikarenakan parasit malaria tidak memiliki sisi aktif untuk berikatan dengan klorokuin sehingga obat tersebut tidak dapat terkonsentrasi dalam eritrosi

    Mice Pregnancy Failure Due to Malaria: The Role of TNF-α, Anemia and Low Birth Weight

    Get PDF
    Malaria infection in pregnant women or called placental malaria is characterized by the accumulation of Plasmodium-infected red blood cells in the intervillous space of the placenta. This causes adverse perinatal outcomes such as stillbirth, low birth weight, premature birth, and small neonates of gestational age while in the mother it causes anemia. Inflammatory responses such as TNF-α expression can promote complications in pregnancy. TNF-α plays an important role in the immune response in acute malaria but inhibits erythropoiesis. Objective : This study aims to determine the relationship between malaria infection and TNF-α expression with the incidence of anemia and birth weight in pregnant mice infected with Plasmodium berghei. Methods: Twenty BALB/C pregnant mice were divided into 2 groups, control group (10 pregnant mice without infection) treatment group (10 pregnant mice infected with Plasmodium berghei). TNF-α expression was observed by immunohistochemical method using anti-TNF-α Chip Grade antibody from abcam, anemia examination using Cyanmethemoglobin and all fetuses were weighed using an analytical balance. Statistical analysis using Structural Equation Modeling. Results: Malaria infection causes high expression of TNF-α in the placenta (tcount=2.97≥ ttable = 1.96), causes anemia (tcount=1,97≥ttable = 1.96) and causes low fetal weight tcount=2,16 ≥ ttable =1, 96. Conclusion: Malaria infection can cause high expression of TNF-α in the placenta causing anemia and low birth weight of the fetus

    Pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta indica L) untuk mencegah apoptosis dan reaktif oksigen spesies (ros) pada serebral malaria (kajian integratif mencit C57BL kandidat obat malaria) (sertifikat hak cipta)

    Get PDF
    Infeksi malaria akan menginduksi apoptosis pada sel endotel manusia. Apoptosis pada sel endotel merupakan dasar terjadinya malaria berat. Pada infeksi malaria kondisi stress oksidatif menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel endotel karena apoptosis. Proses apoptosis pada endotel melibatkan caspase 8,9,3 di mediasi oleh stress oksidatif. Stress oksidatif akan memicu meningkatkan pelepasan jumlah Reaktif Oksigen Spesies (ROS) seperti superoksida (O2) dan H2O2 dari monosit dan neutrophil. Eritrosit yang terinfeksi mengalami sekuestrasi dalam sel endotel yang selanjutnya kearah pembentukan H2O2. ROS yang terbentuk juga mampu menghancurkan eritrosit yang normal serta merusak sel endotel pada berbagai organ. ROS yang terbentuk juga akan merusak eritrosit yang normal juga akan merusak sel endotel pada berbagai organ. ROS juga akan menyebabkan kerusakan dalam jaringan tubuh. Perusakan oksigen oleh ROS juga akan menyebabkan terjadinya kelainan patologis. Pada kondisi malaria yang terpapar ROS akan terbentuk produk oksidasi dari lipid, protein atau DNA. Produk oksidasi lipid seperti Malandialdehyde (MDA) disertai penurunan SOD merupakan parameter yang baik untuk menilai adanya stress oksidatif. Mekanisme infeksi dari malaria merupakan dasar pengembangan obat antimalaria, salah satunya adalah penghambatan dari bentuk aseksual parasit yang berada di sel darah merah manusia Contoh obat antimalaria dengan mekanisme tersebut adalah kina, klorokuin, pirimetamin, sulfonamid, sulfon, dan turunan artemisinin. Namun, diketahui tantangan lain dalam menanggulangi malaria adalah adanya penurunan efikasi obat dan resistensi obat terutama pada klorokuin. Hal tersebut dikarenakan parasit malaria tidak memiliki sisi aktif untuk berikatan dengan klorokuin sehingga obat tersebut tidak dapat terkonsentrasi dalam eritrosi

    Mice Pregnancy Failure Due to Malaria: The Role of TNF-α, Anemia and Low Birth Weight

    Get PDF
    Malaria infection in pregnant women or called placental malaria is characterized by the accumulation of Plasmodium-infected red blood cells in the intervillous space of the placenta. This causes adverse perinatal outcomes such as stillbirth, low birth weight, premature birth, and small neonates of gestational age while in the mother it causes anemia. Inflammatory responses such as TNF-α expression can promote complications in pregnancy. TNF-α plays an important role in the immune response in acute malaria but inhibits erythropoiesis. Objective : This study aims to determine the relationship between malaria infection and TNF-α expression with the incidence of anemia and birth weight in pregnant mice infected with Plasmodium berghei. Methods: Twenty BALB/C pregnant mice were divided into 2 groups, control group (10 pregnant mice without infection) treatment group (10 pregnant mice infected with Plasmodium berghei). TNF-α expression was observed by immunohistochemical method using anti-TNF-α Chip Grade antibody from abcam, anemia examination using Cyanmethemoglobin and all fetuses were weighed using an analytical balance. Statistical analysis using Structural Equation Modeling. Results: Malaria infection causes high expression of TNF-α in the placenta (tcount=2.97≥ ttable = 1.96), causes anemia (tcount=1,97≥ttable = 1.96) and causes low fetal weight tcount=2,16 ≥ ttable =1, 96. Conclusion: Malaria infection can cause high expression of TNF-α in the placenta causing anemia and low birth weight of the fetus

    Derajat Parasitemia Menginduksi Terjadinya Hipoksia dan Fetus dengan Berat Badan Lahir Rendah (Studi Pada Mencit BALB/C yang di Infeksi Plasmodium berghei)

    Get PDF
    Malaria plasenta menyebabkan berat badan fetus rendah yang berhubungan dengan infiltrasi monosit dan parasit di plasenta berdampak terjadinya hipoksia plasenta. Hipoksia di tandai dengan ekspresi HIF. Ekspresi HIF-1α merespons awal terhadap terjadinya hipoksia (24 jam). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek derajat parasitemia terhadap terjadinya hipoksia yang ditandai ekspresi HIF-1α dan HIF-2α yang memicu terjadinya berat badan lahir rendah pada mencit bunting. Penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok kontrol (10 mencit bunting tanpa diinfeksi Plasmodium berghei) dan kelompok perlakuan (10 mencit bunting yang di infeksi Plasmodium berghei). Mencit bunting dibedah pada hari ke-18 pasca kawin. Derajat parasitemia diukur dengan pewarnaan Giemsa. Ekspresi HIF-1α dan HIF-2α di jaringan plasenta diukur dengan imunohistokimia. Uji t berpasangan pada ekspresi HIF-1α di jaringan plasenta pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p=0,02), uji t berpasangan ekspresi HIF-2α di jaringan plasenta lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari pada kelompok kontrol (0,01) pada berat badan janin kelompok perlakuan lebih rendah dari pada kelompok kontrol (p=0,01). Hasil analisis menggunakan struktural ekuivalen modelling (SEM) didapatkan derajat parasitemia menyebabkan tingginya ekspresi HIF-1α (thitung = 4,625 ≥ ttabel=1,96) dan tingginya ekspresi HIF-2α di jaringan plasenta (thitung = 2,672 ≥ ttabel = 1,96). Derajat parasitemia menyebabkan rendahnya berat badan janin (thitung = 27,764 ≥ttabel=1,96), juga HIF-1α menyebabkan fetus dengan berat badan lahir rendah (thitung = 2,376 ≥ ttabel=1,96) juga HIF-2α menyebabkan fetus dengan berat badan janin rendah (thitung = 4,267 ≥1,96). Kesimpulan derajat parasitemia menyebabkan tingginya ekspresi HIF-1α dan HIF-2 α di jaringan plasenta dan fetus lahir rendah

    COMPARISON OF EFFICACY OF TRADITIONAL AND MODERN MEDICINE IN DIABETES MELLITUS MANAGEMENT

    Get PDF
    Diabetes mellitus is a chronic disease with an increasing prevalence globally. Diabetes management involves a multifaceted approach that includes lifestyle changes, blood sugar monitoring, and the use of medications. While modern medicine has become fundamental in the management of diabetes, traditional medicine is also still widely used. This study aims to evaluate and compare the efficacy of traditional and modern medicine in the management of diabetes. The research method used in this study is literature review. The results showed that modern medicine, which is based on strong scientific evidence and clinical validation, consistently showed higher efficacy in controlling blood sugar and reducing the risk of diabetes complications compared to traditional medicine. Drugs such as Metformin, DPP-4 inhibitors, and GLP-1 analogs have strong evidence of efficacy. On the other hand, studies on traditional medicine show mixed results with some offering potential benefits in controlling blood sugar. However, evidence regarding traditional medicine often lacks consistency and is poorly understood in the context of a clear mechanism of action

    COMPARISON OF EFFICACY OF TRADITIONAL AND MODERN MEDICINE IN DIABETES MELLITUS MANAGEMENT

    Get PDF
    Diabetes mellitus is a chronic disease with an increasing prevalence globally. Diabetes management involves a multifaceted approach that includes lifestyle changes, blood sugar monitoring, and the use of medications. While modern medicine has become fundamental in the management of diabetes, traditional medicine is also still widely used. This study aims to evaluate and compare the efficacy of traditional and modern medicine in the management of diabetes. The research method used in this study is literature review. The results showed that modern medicine, which is based on strong scientific evidence and clinical validation, consistently showed higher efficacy in controlling blood sugar and reducing the risk of diabetes complications compared to traditional medicine. Drugs such as Metformin, DPP-4 inhibitors, and GLP-1 analogs have strong evidence of efficacy. On the other hand, studies on traditional medicine show mixed results with some offering potential benefits in controlling blood sugar. However, evidence regarding traditional medicine often lacks consistency and is poorly understood in the context of a clear mechanism of actio

    Derajat Parasitemia Menginduksi Terjadinya Hipoksia dan Fetus dengan Berat Badan Lahir Rendah (Studi Pada Mencit BALB/C yang di Infeksi Plasmodium berghei)

    Get PDF
    Malaria plasenta menyebabkan berat badan fetus rendah yang berhubungan dengan infiltrasi monosit dan parasit di plasenta berdampak terjadinya hipoksia plasenta. Hipoksia di tandai dengan ekspresi HIF. Ekspresi HIF-1α merespons awal terhadap terjadinya hipoksia (24 jam). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek derajat parasitemia terhadap terjadinya hipoksia yang ditandai ekspresi HIF-1α dan HIF-2α yang memicu terjadinya berat badan lahir rendah pada mencit bunting. Penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok kontrol (10 mencit bunting tanpa diinfeksi Plasmodium berghei) dan kelompok perlakuan (10 mencit bunting yang di infeksi Plasmodium berghei). Mencit bunting dibedah pada hari ke-18 pasca kawin. Derajat parasitemia diukur dengan pewarnaan Giemsa. Ekspresi HIF-1α dan HIF-2α di jaringan plasenta diukur dengan imunohistokimia. Uji t berpasangan pada ekspresi HIF-1α di jaringan plasenta pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p=0,02), uji t berpasangan ekspresi HIF-2α di jaringan plasenta lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari pada kelompok kontrol (0,01) pada berat badan janin kelompok perlakuan lebih rendah dari pada kelompok kontrol (p=0,01). Hasil analisis menggunakan struktural ekuivalen modelling (SEM) didapatkan derajat parasitemia menyebabkan tingginya ekspresi HIF-1α (thitung = 4,625 ≥ ttabel=1,96) dan tingginya ekspresi HIF-2α di jaringan plasenta (thitung = 2,672 ≥ ttabel = 1,96). Derajat parasitemia menyebabkan rendahnya berat badan janin (thitung = 27,764 ≥ttabel=1,96), juga HIF-1α menyebabkan fetus dengan berat badan lahir rendah (thitung = 2,376 ≥ ttabel=1,96) juga HIF-2α menyebabkan fetus dengan berat badan janin rendah (thitung = 4,267 ≥1,96). Kesimpulan derajat parasitemia menyebabkan tingginya ekspresi HIF-1α dan HIF-2 α di jaringan plasenta dan fetus lahir rendah
    corecore