20 research outputs found

    DIET COMPOSITION OF ANOA (Buballus sp.) STUDIED USING DIRECT OBSERVATION AND DUNG ANALYSIS METHOD IN THEIR HABITAT

    Get PDF
    Anoa are fully protected under Indonesian Law since 1931 (Law of Protection of Wild Animals 1931, no 134). Increasing law enforcement regarding hunting as well as promoting awareness of the Anoas unique threatened the existence of conservation measures. The modern concept of conservation based on the sustainability utilization, and therefore the knowledge of the Anoa preference in feeding to support the sustainability conservation should be studied. In the present study, the combination of direct observation methods which was done in the Lore Lindu National Park in Toro village at District Kulawi, Central Sulawesi and the epidermal analysis method which was carried out to Anoa’s dung were aimed to identify the vegetations preferred by Anoa in their habitat. The result showed 28 species of vegetations was used as feed by Anoa on in situ area. According to its percentage, the first ten were Freycinetia insignis Blume (17%), Microlepia todayensis Christ (8.9%), Disoxylum sp (8.6%), Lasianthus clementis Merr (7.7%), Clusia sp (7.5%), Schleria sp (6%), Podocarpus imbricatus (5.4%), Smilax leucophylla (5.1%), Elastostema sp (4.2%), and Garcinia sp (3.8%), respectively. Furthermore, it can be concluded that Anoa was eat more leafs and shrubs/bushes (each 24%, respectively) compared to flowers (18%), fruits (12%), shoots (8%), grasses, tubers, young grooves (each 4%, respectively) and moss (2%). Nutritionally, Anoa consumed 8.8% protein and 25.6% crude fiber. Keywords: Diet Composition, Dung Analysis, Ano

    Penganggaran Keuangan Daerah yang Berpihak pada Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Kota Surakarta

    Get PDF
    Surakarta city has been succesful to become suitable city for Disable Persons. District financial budgeting policy in Surakarta City is able to accomodate the interest of disable persons. Budgetting policy for disable persons in Surakarta city is carried out by preparing budget for empowering disable persons and preparing supporting means which are usefull for disable persons. Budgetting is carried out by posting it into the allowance managed by The Ministry of labour and Transmigration, The Ministry of Education, Youth and Sport, The Ministry of Public Work, and also The Ministry of Transportation.Intisari Kota Surakarta telah berhasil menjadi Kota Layak Disabilitas. Kebijakan penganggaran keuangan daerah di Kota Surakarta mampu mengakomodir kepentingan penyandang disabilitas. Kebijakan penganggaran bagi penyandang cacat di Kota Surakarta dilakukan dengan menyediakan anggaran terhadap pemberdayaan kaum difabel maupun penyediaan sarana penunjang yang berguna bagi kaum difabel. Penganggaran dilakukan dengan memasukkan ke dalam belanja yang dikelola oleh Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Dinas Pekerjaan Umum, dan juga Dinas Perhubungan

    Kebijakan Perizinan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa YOGYAKARTA

    Full text link
    In DIY the environmental permit is recognized as an istrument for preventing the environmental problems. Local Government policies related to environmental permits are: the harmonization of economic interests with local wisdom and the environment; the interconnection between environmental permits and spatialplanning; the environmental permit as a requirement for the nuisance permit and building permit; the application of SPPL (statement letter to manage the environment) for small lactivities. According to local governments, the policies are appropriate to protect the environment.IntisariDi DIY perizinan lingkungan diakui sebagai instrumen untuk mencegah timbulnya masalah lingkungan hidup. Kebijakan Pemerintah Daerah terkait perizinan lingkungan dilakukan dengan: harmonisasi kepentingan ekonomi, muatan lokal dan lingkungan; mengaitkan perizinan lingkungan dan RTRW; menjadikan Izin Lingkungan sebagai syarat bagi Izin Gangguan dan IMB; dan penerapan SPPL bagi kegiatan mikro dan kecil. Kebijakan-kebijakan tesebut dianggap oleh Pemerintah Daerah sebagai cukup tepat bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah

    Karakteristik Habitat Banteng (Bos Javanicus D'Alton, 1823) Di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo

    Full text link
    Fragmentasi habitat dan perburuan liar telah menyebabkan penurunan populasi alami Banteng. Sementara itu, sistem pengelolaan habitat di Taman Nasional Alas Purwo tidak sesuai dengan karakter tiap-tiap tipe habitat yang ada. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakter habitat yang dapat memberikan informasi tentang pemilihan habitat oleh Banteng dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Karakter habitat diestimasi menggunakan dua pendekatan, yaitu habitat-categorizing dan site-categorizing. Habitat-categorizing adalah seleksi tipe habitat yang menunjukkan peluang beberapa tipe habitat untuk dipilih Banteng. Adapun site-categorizing adalah seleksi sumber daya pada suatu lokasi oleh Banteng. Tipe habitat yang memiliki peluang tertinggi untuk dipilih Banteng adalah savana (nilai standar seleksi B=0,59). Savana memiliki sumber daya melimpah terutama jenis-jenis pakan, yaitu rumput lamuran (Arundinella setosa) dan merakan (Andropogon contortus) yang dikonsumsi oleh Banteng, dibandingkan tipe habitat lainnya. Tipe habitat lain yang sering digunakan Banteng adalah hutan pantai (B=0,173) dan hutan rawa (B=0,126). Tiga variabel habitat yang memengaruhi pemilihan sumber daya adalah kerapatan rumput (peluang seleksi expß=1,036), kerapatan tiang (expß=1,002), dan penutupan tajuk (expß=0,977)

    Javan Leaf Monkey (Trachypithecus Auratus) Movement in a Fragmented Habitat, at Bromo Tengger Semeru National Park, East Java, Indonesia

    Full text link
    Pergerakan Lutung budeng (Trachypithecus auratus) didaerah habitat terfragmentasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Pergerakan lutung budeng di daerah habitat terfragmentasi diamati dengan metode transek. Hasil kajian menunjukkan bahwaada empat kelompok masing masing beranggotakan 12 (grup A), 16 (grup B), 15 (grup C) dan 12 lutung (grup D). Penelitian yang dilakukan disekitar hunian penduduk, jalan, hutan terdegradasi dan jalan-jalan setapak mengindikasikan bahwa lutung dalam aktivitas hariannya memerlukan waktu 32,82% diantaranya digunakan untuk makan, 30,97% untuk istirahat dansisanya 31,79 untuk pergerakan perpindahan. Lutung dalam aktivitasnya 50,53% menggunakan wilayah puncak kanopi tumbuhan, 41,99%menggunakan kanopi tumbuhan bagian tengah dan hanya 2,49 % yang menggunakan kanopi bawah

    Kebijaksanaan Pemerintah YOGYAKARTA dalam Penanganan Perizinan oleh Dinas Perizinan dan Tanggapan Masyarakat Terhadapnya

    Full text link
    Kebijaksanaan Pemerintah Yogyakarta Dalam Penanganan Perizinan Oleh Dinas Perizinan Dan Tanggapan Masyarakat Terhadapny

    Seleksi Tipe Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson 1827) Di Cagar Alam Sipirok, Sumatera Utara

    Full text link
    Kerusakan hutan diperkirakan menyebabkan orangutan memilih tipe-tipe habitat tertentu untuk memperta-hankan kelangsungan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pemilihan tipe habitat oleh orangutan sumatera di Cagar Alam Sipirok, Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan dengan pembuatan plot contoh berbentuk bujur sangkar/square ukuran 100 m x 100 m secara sistematik dengan jarak 200 meter pada line transect. Plot untuk mengamati komponen biotik berukuran 20 m x 20 m secara sistematik dengan jarak 300 meter untuk unused plot dan secara search sampling untuk used plot. Analisis data menggunakan indeks kesamaan komunitas Sorensen, MANOVA, indeks seleksi Neu dan Chi-Square test. Seluruh kawasan Cagar Alam Sipirok merupakan habitat potensial untuk digunakan orangutan dengan proporsi luas setiap tipe habitat adalah hutan primer di atas 900-1200 m dpl sebesar 77,4%, hutan primer 600-900 m dpl (12,3%), hutan sekunder (6,1%) dan lahan kering semak belukar (4,3%). Terdapat perbedaan karakteristik vegetasi pada setiap tipe habitat. Pemilihan tipe habitat tertinggi oleh orangutan sebagai tipe habitat yang disukai adalah hutan primer ketinggian 600-900 m dpl dengan nilai rasio seleksi (wi) sebesar 2,210 dan indeks standar seleksi (Bi) sebesar 0,402 dan hutan sekunder (wi= 2,052; Bi= 0,373). Orangutan di Cagar Alam Sipirok telah beradaptasi dengan area berhutan yang dekat dengan ladang masyarakat lokal

    Kebijakan Pemerintah Provinsi D.I. YOGYAKARTA dalam Penataan Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah dan Manfaatnya Bagi Pelayanan Kepada Masyarakat

    Full text link
    Kebijakan Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta Dalam Penataan Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah Dan Manfaatnya Bagi Pelayanan Kepada Masyaraka

    PREFERENSI LOKASI BERSARANG PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PULAU SANGALAKI KALIMANTAN TIMUR

    No full text
    Green turtle (Chelonia mydas) have a tendency to nest in certain sectors of the beach on Sangalaki island, East Borneo. This study aims to determine the preferences of the green turtle nesting sites on Sangalaki island, knowing the difference in the environment character between the turtle nesting sector of the beaches on Sangalaki island, and to determine the environmental parameters that influence the behavior of preference in choosing the location of nesting turtles. Based on Chi-square test of the landings data series of the green turtle in 2004 � 2011, the green turtle preferences nesting site are in sector 8C, 8D, 14C, 14D, and 15A. Kruskal-Wallis test on the characteristics of the environment in three nesting strata indicate a difference in the character of the environment, especially in terms of the sand temperature, beach width, beach slope, and the wind speed. Based on PCA analysis, the principal components that influence the behavior of the green turtle nest site selection in Sangalaki island consists of three composite variables, namely the Sand component (coarse sand texture, medium sand texture, and a fine sand texture), the Site component (beach width, sand moisture, and beach slope), and Other Factors component (sand temperature, wind speed, and the clay content in the sand)
    corecore